Anda di halaman 1dari 7

Budaya memang harus di lestarikan karena pada akhirnya dia akan menunjukkan identitas

suatu daerah, begitu juga dengan budaya Aceh yang sarat dengan nilai historis yang cukup
membanggakan, Aceh menjadi salah satu provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang cukup variatif dan unik dalam budaya dan tradisi. Semenjak Aceh mendapat sentuhan
Islam dari pedagang Arab di abad 13 M/7 H. Aceh terus tumbuh kembang dengan pesat dengan
beragam budaya atau pun tradisi Islam yang terus di pertahankan hingga kini. Budaya tersebut
tidak lepas akan pengaruh migran atau pedagang Arab ketika mendakwahkan Islam ke Aceh
saat itu.

Walaupun selama ini tradisi atau budaya Aceh sudah sedikit menurun akibat akulturasi atau
asimilasi budaya barat yang banyak menghipnotis masyarakatnya. Mempertahankannya tidak
hanya teoritis tetapi juga praktikal karena menyangkut karakter masyarkat setempat yang sudah
terhipnotis bertahun-tahun. Tetapi, kalau budaya tidak di jaga dan di pertahankan, jangan heran
kalau beberapa tahun kedepan Aceh sudah mulai kehilangan jati diri baik itu di Indonesia
ataupun di dunia.

Keunikan akan tradisi dan budaya Islam yang ada di Aceh begitu asyik untuk kita bahas.
Kenduri Mulod salah satunya. Kenduri Mulod atau peringatan lahirnya Nabi Besar ini termasuk
dalam perayaan hari besar Islam yang sebagian orang Aceh memperingatinya di 3 bulan hijrah
yaitu di bulan Rabiul Awal ( Molod Awai), Rabiul Akhir ( Molod tengoh) dan Jumadil Awal
( Molod Akhe).

Sebagian orang memilih di Molod Awai atau dibulan Rabiul Awal karena bertepatan dengan
lahirnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal, akan tetapi orang-orang di
perkampungan merayakannya setelah masa panen berakhir dengan maksud merayakannya
dengan sedikit bernilai dan berhikmat. Tetapi itu semua sama saja, karena yang di hitung adalah
keikhlasan dan makna akan perayaannya.

Budaya Islam yang satu ini memang harus dipertahankan, walaupun sebagian ulama
berpendapat perayaan ini sebagai bid’ah, akan tetapi ulama lain melihat ini sebagai bukti terima
kasih kita kepada Allah akan diberikannnya seorang tokoh yang sangat luar biasa untuk
mengubah dunia kearah yang lain.

Walaupun masih dalam ruang lingkup budaya Aceh, perayaan Kenduri Mulod tetap saja unik
bagi saya karena setiap tempat merayakan dengan nuansa berbeda, tetap saja tidak melenceng
dari tujuan awal yaitu untuk wujud terima kasih kita kepada Allah akan hadirnya Nabi
ditengah-tengah umatnya. Perayaan yang unik itu juga sangat ditentukan bagaimana adat dan
istiadat budaya setempat.
Di tahun ini saja saya sudah 2 tempat menghadiri perayaan Kenduri Mulod. Satu Di Mereudu,
Pidie Jaya dan satu lagi di Sibreh, Aceh besar. Di dua tempat ini saja saya melihat sedikit
banyak perbedaan dalam pelaksaannya. Misalnya dalam hal berzikir, di Mereudue di sebagian
pemuda setempat berzikir dan bersalawat di meunasah atau mesjid setempat dengan sebagian
penduduk mendengar dan menontonya. Akan tetapi di Sibreh, mereka tetap berzikir tetapi
tidak di tonton oleh masyrakat. Dalam hal makanan misalnya, di Panto Labu, Aceh Timur, adat
setempat memberikan bungkusan bulukat atau ketan khas Aceh ke setiap tamu yang datang
ketika mereka beranjak pulang, Di tempat lain itu tidak ada. Masih banyak perbedaan lain akan
tetapi itu masih dianggap wajar karena masih berpengang pada tujuan awal.

Perayaan itu diikuti dengan menyiapkan makanan dan mengundang sanak famili untuk
mencicipi makanan yang telah disajikan. Selain untuk keluarga yang diundang, makanan harus
di siapkan dan di bawa ke masjid, untuk makan bersama sesuai dengan waktu yang ditentukan
oleh pihak panitia perayaan di setiap kampong. Silaturahmi dan mengencangkan kehidupan
sosial, itu yang saya lihat dari acara makan-makan tersebut. Dan ada juga sebagian orang
memberikan makanan kepada fakir miskin sebagai bentuk dari ukhuwah Islamiyah untuk
menumbuhkan solidaritas dan kepekaan terhadap sesama. Malamnya biasanya disertai dengan
dakwah-dakwah dengan mengundang penceramah handal.

Kondisi yang berbeda itu di perkuat ketika merayakan Kenduri Molod di daerah perkotaan.
Nilai itu sudah mulai memudar dengan didukung oleh lingkungan kondisi masyarakat yang
sudah mulai egois. Tradisi yang sebutkan diatas belum bisa berlaku di perkotaan karena
susahnya mengumbulkan orang yang disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Keadaan ini
sepertinya wajar karena kota besar atau Banda Aceh saja misalnya sudah sedikit demi sedikit
menghilangkan rasa kebersamaan dan kehidupan sosial dengan sesama, sehingga untuk
menyelenggarakan tradisi Islam seperti Kenduri Molod dengan silaturahmi bersama, duduk
bersama, makan bersama, mendengar ceramah bersama, berzikir bersama, mungkin sudah
dianggap sudah tidak penting lagi. Sehingga nilai tradisi itu semakin memudar di telan waktu.

Tradisi atau budaya Islam Aceh sengaja di peloporkan oleh pendahulu kita karena mereka
menilai itu sangat penting untuk di pertahankan ke generasi-generasi. Mempertahankannya
berarti kita menjaganya, dan melupakannya kita sedang menghancurkannya.
Khauri Mulod

Kenduri Maulid Pada Masyarakat Aceh


Pelaksanaan kanduri Maulod (kenduri Maulid) pada masyarakat Aceh terkait erat dengan
peringatan hari kelahiran Pang Ulee (penghulu alam) Nabi Muhammad SAW, utusan Allah
SWT yang terakhir pembawa dan penyebar ajaran agama Islam. Kenduri ini sering pula disebut
kanduri Pang Ulee.

Masyarakat Aceh sebagai penganut agama Islam melaksanakan kenduri maulid setiap bulan
Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan
Rabiul Awal disebut maulod awai (maulid awal) dimulai dari tanggal 12 Rabiul Awal sampai
berakhir bulan Rabiul Awal. Sedangkan kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul
Akhir disebut maulod teungoh (maulid tengah) dimulai dari tanggal 1 bulan Rabiul Akhir
sampai berakhirnya bulan. Selanjutnya, kenduri maulid pada bulan Jumadil Awal disebut
maulod akhee (maulid akhir) dan dilaksanakan sepanjang bulan Jumadil Akhir.

Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan rentang tiga bulan di atas, mempunyai tujuan supaya
warga masyarakat dapat melaksanakan kenduri secara keseluruhan dan merata. Maksudnya
apabila pada bulan Rabiul Awal warga belum mampu melaksanakan kenduri, pada bulan
Rabiul Akhir belum juga mampu, maka masih ada kesempatan pada bulan Jumadil awal.
Umumnya seluruh masyarakat mengadakan kenduri Maulid hanya waktu pelaksanaannya yang
berbeda-beda, tergantung pada kemampuan menyelenggarakan dari masyarakat.

Kenduri Maulid oleh masyarakat Aceh dianggap sebagai suatu tradisi. Hal itu didasarkan pada
pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam
kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.

Penyelenggaraan kenduri maulid dapat dilangsung-kan kapan saja asal tidak melewati batas
bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal, tepatnya mulai tanggal 12 Rabiul Awal
sampai tanggal 30 Jumadil Awal. Selain itu waktu kenduri maulid ada yang menyelenggarakan
pada siang hari dan ada pula yang menyelenggarakannya pada malam hari.

Bagi desa-desa yang menyelenggarakan kenduri pada siang hari mulai jam 12 siang hidangan
telah siap untuk diantar ke meunasah atau mesjid. Demikian pula bagi yang menyelenggarakan
kenduri di rumah, hidangan telah ditata rapi untuk para tamu. Pertandingan meudikee maulod
(zikir marhaban atau zikir maulid) dimulai sejak pukul 9 pagi dan berhenti ketika Sembahyang
dhuhur untuk kemudian dilanjutkan kembali.
Selanjutnya desa-desa yang menyelenggarakan kenduri pada malam hari hidangan dibawa ke
meunasah atau mesjid setelah sembahyang Ashar atau menjelang maghrib, sedangkan lomba
meudikee maulod dilangsungkan setelah sembahyang Isya.

Penyelenggaraan kenduri maulid umumnya dilangsungkan di meunasah atau mesjid. Panitia


pelaksana kenduri mengundang penduduk dari desa-desa lain yang berdekatan atau desa
tetangga dan ada juga yang mengundang semua desa dalam kemukimannya . Kondisi ini
diperngaruhi oleh jumlah hidangan yang disediakan oleh warga desa.

Di samping itu ada juga yang melaksanakan kenduri di rumah saja atau secara pribadi disebut
maulod kaoy (maulid nazar). Maulid ini diselenggarakan untuk melepas nazar yang
menyangkut kehidupan pribadi atau keluarga disebabkan permohonan mereka kepada Allah
SWT telah dikabulkan. Penyelenggaraan kenduri maulid ini sesuai dengan nazar yang
dicetuskan sebelumnya. Apabila nazarnya ingin menyembelih seekor kerbau, maka pada saat
kenduri akan disembelih hewan tersebut, demikian pula jika nazar ingin menyembelih seekor
kambing.

Daging hewan yang dinazarkan setelah dimasak dan ditambah lauk-pauk lainnya akan
dihidangkan kepada undangan. Besar atau kecilnya kenduri tergantung kepada kemampuan
orang yang melaksanakan.

Pihak yang mengadakan kenduri, sebelumnya telah memberitahu kepada keuchik (kepala desa)
dan teungku meunasah (imam desa). Apabila kendurinya besar akan dibentuk panitia yang
berasal dari penduduk desa setempat. Penduduk dari luar desa tidak diundang, kecuali sanak
saudara atau ahli famili pihak yang mengadakan kenduri serta
anak yatim yang berada di sekitarnya.

Hidangan yang menjadi tradisi keharusan dalam kenduri Maulid di meunasah dan di rumah
berupa beuleukat kuah tuhee (nasi ketan dengan kuah), sebagai hidangan siang hari selain nasi
dan lauk pauk. kuah tuhee lalu dimakan bersama ketan. Pada malam hari hidangan yang harus
disediakan berupa beuleukat kuah peungat. Kuah peungat adalah santan dicampur dengan
pisang raja dan nangka serta diberi gula secukupnya.

Seperti telah disebutkan di atas Kenduri maulid dapat dilaksanakan dalam 3 bulan dimulai dari
bulan Rabiul awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal. Apabila kenduri telah dilaksanakan pada
bulan Rabiul Awal berarti pelaksanaan kenduri pada tahun bersangkutan telah dilaksanakan,
tidak perlu diadakan lagi pada pada bulan Rabiul Akhir dan bulan Jumadil Awal.
Kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal
mempunyai nilai yang sama tidak ada yang lebih tinggi atau rendah, hanya tergantung kepada
kemampuan dan kesempatan warga desa.

Kenduri Maulid Pada Masyarakat Aceh Masa KiniDi zaman yang semakin maju ini perubahan
berlangsung sangat cepat. Masyarakat tidak hanya menerima informasi dari kalangan internal
di masyarakatnya, tetapi mereka juga menerima berbagai macam informasi dari masyarakat
yang berasal dari luar lingkungan tempat tinggal mereka. Informasi tersebut dapat berupa
informasi yang positif, tetapi juga informasi yang bersifat negatif.

Informasi yang bersifat positif tentunya tidak akan menimbulkan masalah bagi masyarakat.
Bahkan informasi tersebut sangat menguntungkan bagi kemajuan sebuah masyarakat. Masalah
akan timbul apabila informasi yang masuk ke dalam masyarakat adalah infornasi yang negatif.
Tidak hanya pertentangan antar masyarakat akan timbul sebagai dampak masuknya informasi
yang negatif, tetapi juga pudarnya beberapa nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup bagi
masyarakat tersebut.

Masyarakat Aceh pun tidak terlepas dari masuknya berbagai informasi. Apabila tidak dapat
tersaring informasi yang negatif, maka dikhawatirkan akan merusak sendi-sendi nilai-nilai
moral yang ada dan tertanam di dalam sanubari ureung (orang) Aceh, khususnya di kalangan
generasi muda.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membentengi diri dengan nilai-nilai keagamaan
yang kuat. Di antara upaya tersebut adalah dengan cara memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW setiap tahunnya. Selain sebagai upaya mengenang hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW, ritual mouled bagi ureung (orang) gampong dapat menjadi sarana
silaturahmi dan hiburan. Dalam kenyataannya, dalam setiap maulid ada yang menyertakannya
dengan dikee mouled, yaitu membaca syair secara berirama. Isi dikee mouled terutama tentang
peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dan luapan gembira masyarakat Madinah yang
menyambut kedatangan nabi. Isi lainnya tentang status Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa rakhmat dan penyelamat kemanusiaan. Sekarang baik di gampong-gampong maupun
di kota lazim pula diramaikan dengan ceramah atau pidato keagamaan (dakwah Islam).

Kenduri Maulid memang khas sebagai adat dan budaya Aceh. Tentunya, ia sangat relevan
dengan kehidupan masyarakat di daerah ini, yang telah pula memproklamirkan diri sebagai
daerah dengan pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai sebuah daerah
yang bersyariat Islam, maka semua aspek kehidupan diarahkan kepada nilai-nilai ajaran Islam.
Sikap, perilaku, tatakrama didasarkan kepada syariat Islam.
Gempuran nilai-nilai luar yang tidak sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat akan
terus mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW, sifat-sifat dan keteladanan disertai dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist merupakan senjata yang ampuh untuk menangkal semua
pengaruh yang bersifat negatif dari dunia luar masyarakat Aceh.

Peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang disimbolkan dalam bentuk kenduri Maulid
telah mentradisi dilaksanakan setiap tahun. Seperti orang memperingati hari ulang tahun setiap
tahun atau merayakan “tahun baru” untuk memperingati pergantian tahun Masehi pada tanggal
1 Januari. Peringatan Maulid yang dilaksanakan setiap tahun dikandung maksud sebagai
sebuah upaya yang terus-menerus untuk mengingatkan kepada seluruh anggota masyarakat
akan jati diri mereka sebagai umat Islam dan ureung (orang) Aceh.

Pada masa yang akan datang tantangan pergeseran nilai-nilai budaya sangatlah berat.
Kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Aceh makin meluas
ke berbagai belahan wilayah di Aceh. Dunia telah menjadi gampong yang besar. Batas-batas
antar gampong ini tidak tampak secara nyata. Peristiwa atau aktivitas dari dunia lain dapat
dengan mudah diakses oleh masyarakat lain.

Penutup
Berdasarkan uraian di atas tampak begitu penting dan relevannya tradisi bermaulid dalam
masyarakat, maka tradisi itu perlu dilestarikan dengan memperingatinya setiap tahun
berkesinambungan. Maulid mempunyai makna yang dalam, baik secara spritual maupun sosial
bagi kehidupan bersama. Pemerintah, baik di tingkat provinsi sampai dengan pemerintah
gampong hendaknya memelihara khasanah kekayaan budaya ini. Tidak hanya sebagai salah
satu cara mensyiarkan ajaran agama Islam, tetapi juga sebagai wadah pelaksanaan
keistimewaan Aceh yang meliputi bidang agama, pendidikan, adat-istiadat, dan peran ulama
dalam kebijakan pemerintahan. Hindarilah sikap merugikan di masa yang akan datang. Jangan
sampai generasi muda di masa yang akan datang lupa akan jati dirinya sebagai ureung Aceh.
Sebuah hadih maja Aceh selalu memperingatkan kepada kita untuk tetap memelihara adat
istiadat dan budaya Aceh seperti di bawah ini,
Matee Aneuk Meupat Jeurat
Gadoh Adat pat Tamita
Artinya:
Anak mati tahu kuburannya
Hilang adat dimana harus dicari.
https://leser-aceh.blogspot.com/2011/12/kenduri-
maulid.html?fbclid=IwAR0CS5oqt_eF37gXaQoKyIECZFj1p0xiq33-6xWHTwJCEoyjej0lQoFuCXo
Warga Aceh di bumi Serambi Mekkah memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad di
berbagai tempat umum, seperti balai desa, pesantren, masjid, sekolah dan di rumah-rumah
penduduk, diperingati dengan berbagai cara seperti doa bersama, zikir barzanji, kenduri
maulid, ceramah agama dan santunan anak yatim atau fakir miskin, sepanjang hari hingga
malam.

Kenduri memperingati hari lahir Nabi besar Muhammad SAW yang dirayakan oleh seluruh
warga masyarakat di Provinsi Aceh, bisanya diperingati hingga seratus hari (tiga bulan sepuluh
hari) dan dilakukan di setiap desa. Kelompok masyarakat sosial yang tidak sempat
memperinganti maulid pada tanggal 12 Rabiul Awal, mereka umumnya melaksanakan pada
hari berikutnya dalam batas waktu 100 hari.

Pada hari “Kanduri Mulod”, masyarakat dengan ikhlas menyedekahkan makanan siap saji
untuk dinikmati bersama yang dipusatkan di Meunasah atau Mesjid setempat. Makanan yang
disedekahkan masyarakat berupa nasi yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk segi tiga
yang dinamakan dengan “bue kulah” beserta lauk pauk mulai dari gulai ayam kampung, gulai
kambing, gulai ikan, telur bebek, sayur nangka, buah-buahan, kue dan lain – lain. Makanan –
makanan tersebut dibungkus dengan tudung saji berkainkan berenda emas. Tudung saji
tersebut berbentuk kerucut dengan warna dominan hijau, kuning, dan hitam yang dinamakan
sebagai “Idang Meulapeh”.

Dalam “Kanduri Mulod”, anak – anak yatim dan fakir miskin mendapat pelayanan khusus dari
masyarakat sebagai wujud kecintaan mereka kepada golongan tersebut. Bahkan ada dibeberapa
daerah di Aceh, masyarakat menyantuni mereka dengan sejumlah uang.

Tradisi “Kanduri Mulod” di Aceh bersampulkan lantunan shalawat, zikir dan syair – syair
mengagungkan Allah SWT. dan mendoakan keselamatan untuk Rasulullah SAW. keluarga
beserta shahabat serta untuk seluruh umat Islam yang terdengar indah dan menggugah jiwa
yang keluar dari mulut – mulut remaja Dayah dengan suara yang merdu dan nyaring. Suara-
suara itulah yang dinamakan dengan “Barzanji” yang merupakan salah satu karakter khusus
dalam tradisi Maulid Nabi SAW. di Aceh.

Sedangkan pada malam hari sebagai kegiatan puncak “Kanduri Mulod”, masyarakat
mengadakan dakwah akbar yang berisikan tentang sirah nabawiyah untuk dijadikan sebagai
ibrah oleh masyarakat Aceh dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai