Anda di halaman 1dari 12

Abstract

Culture must indeed be preserved because in the end it will show identity in a nation
or region. Likewise with the culture in the Aceh region which has quite a proud
historical value, Aceh is one of the provinces in Indonesia that is quite varied and
unique in culture and tradition. Kenduri Mulod is typical of Acehnese customs,
traditions and culture. Kenduri Mulod or the commemoration of the birth of the
Great Prophet is included in the celebration of the day of Islam which recalls the
prayer, the remembrance and the verses glorifying Allah SWT and praying for the
salvation of the Prophet Muhammad.

Keywords: Kenduri Mulod, Culture, Tradition and Prophet Muhammad SAW.

Abstrak

Budaya memang harus dilestarikan karena pada akhirnya hal itu akan menunjukkan
identitas pada suatu bangsa ataupun daerah. Begitu juga dengan budaya di daerah
Aceh yang memiliki nilai historis yang cukup membanggakan, Aceh menjadi salah
satu provinsi di Indonesia yang cukup variatif dan unik dalam budaya dan tradisi.
Kenduri Mulod memang khas sebagai adat, tradisi dan budaya Aceh. Kenduri
Mulod atau peringatan lahirnya Nabi Besar ini termasuk dalam perayaan hari besar
Islam yang bersampulkan lantunan shalawat, zikir dan syair-syair mengagungkan
Allah SWT dan mendoakan keselamatan untuk Rasulullah SAW.

Kata Kunci : Kenduri Mulod, Budaya, Tradisi, dan Nabi Muhammad SAW.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya memang harus di lestarikan karena pada akhirnya hal itu akan menunjukkan
identitas suatu daerah, begitu juga dengan budaya Aceh yang sarat dengan nilai historis
yang cukup membanggakan, Aceh menjadi salah satu provinsi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang cukup variatif dan unik dalam budaya dan tradisi. Semenjak
Aceh mendapat sentuhan Islam dari pedagang Arab di abad 13 M/7 H. Aceh terus tumbuh
kembang dengan pesat dengan beragam budaya atau pun tradisi Islam yang terus di
pertahankan hingga kini. Budaya tersebut tidak lepas akan pengaruh migran atau pedagang
Arab ketika mendakwahkan Islam ke Aceh saat itu.
Walaupun selama ini tradisi atau budaya Aceh sudah sedikit menurun akibat
akulturasi atau asimilasi budaya barat yang banyak menghipnotis masyarakatnya.
Mempertahankannya tidak hanya teoritis tetapi juga praktikal karena menyangkut karakter
masyarkat setempat yang sudah terhipnotis bertahun-tahun. Tetapi, kalau budaya tidak di
jaga dan di pertahankan, jangan heran kalau beberapa tahun kedepan Aceh sudah mulai
kehilangan jati diri baik itu di Indonesia ataupun di dunia. Keunikan akan tradisi dan
budaya Islam yang ada di Aceh sangat dikenal salah satunya Kenduri Mulod.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Kendari Mulod?


2. Kapan tradisi Kenduri Mulod dilaksanakan?
3. Dimana proses tradisi Kenduri Mulod dilaksanakan?
4. Siapa saja pihak-pihak yang melaksanakan tradisi Kenduri Mulod?
5. Bagaimana proses Kenduri Mulod berlangsung?
6. Mengapa tradisi Kenduri Mulod harus dilestarikan?

1
1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari Kenduri Mulod.


2. Mengetahui waktu dilaksanakannya Kenduri Mulod.
3. Mengetahui tempat terjadinya pelaksanaan Kenduri Mulod.
4. Mengetahui siapa saja pihak yang melaksanakan Kenduri Mulod.
5. Mengetahui bagaimana proses Kenduri Mulod berlangsung.
6. Mengetahui alasan tradisi Kenduri Mulod harus dilestarikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kenduri Mulod

Kenduri Mulod atau peringatan lahirnya Nabi Besar ini termasuk dalam perayaan hari
besar Islam yang sebagian orang Aceh memperingatinya di 3 bulan hijrah yaitu di bulan
Rabiul Awal (Molod Awai), Rabiul Akhir (Molod tengoh) dan Jumadil Awal (Molod
Akhe). Kenduri Mulod oleh masyarakat Aceh dianggap sebagai suatu tradisi. Hal itu
didasarkan pada pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.
Kenduri Mulod memang khas sebagai adat, tradisi dan budaya Aceh. Tentunya, ini
sangat relevan dengan kehidupan masyarakat di daerah ini, yang telah pula
memproklamirkan diri sebagai daerah dengan pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai sebuah daerah yang bersyariat Islam, maka semua aspek kehidupan
diarahkan kepada nilai-nilai ajaran Islam. Sikap, perilaku, tata krama didasarkan kepada
syariat Islam.
Tradisi Kenduri Mulod di Aceh bersampulkan lantunan shalawat, zikir dan syair-syair
mengagungkan Allah SWT dan mendoakan keselamatan untuk Rasulullah SAW. Keluarga
beserta sahabat serta untuk seluruh umat Islam yang terdengar indah dan menggugah jiwa
yang keluar dari mulut-mulut remaja Dayah dengan suara yang merdu dan nyaring. Suara-
suara itulah yang dinamakan dengan “Barzanji” yang merupakan salah satu karakter
khusus dalam tradisi Maulid Nabi SAW di Aceh.

2.2 Waktu Pelaksanaan Kenduri Mulod

Peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang disimbolkan dalam bentuk kenduri
Maulid telah mentradisi dilaksanakan setiap tahun. Seperti orang memperingati hari ulang
tahun setiap tahun atau merayakan “tahun baru” untuk memperingati pergantian tahun
Masehi pada tanggal 1 Januari. Peringatan Maulid yang dilaksanakan setiap tahun
dikandung maksud sebagai sebuah upaya yang terus-menerus untuk mengingatkan kepada

3
seluruh anggota masyarakat akan jati diri mereka sebagai umat Islam dan ureung (orang)
Aceh.
Pelaksanaan Kenduri Mulod (Kenduri Maulid) pada masyarakat Aceh dilaksanakan
setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Kenduri maulid yang
dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal disebut maulod awai (maulid awal) dimulai dari
tanggal 12 Rabiul Awal sampai berakhir bulan Rabiul Awal. Sedangkan kenduri maulid
yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir disebut maulod teungoh (maulid tengah)
dimulai dari tanggal 1 bulan Rabiul Akhir sampai berakhirnya bulan. Selanjutnya, kenduri
maulid pada bulan Jumadil Awal disebut maulod akhee (maulid akhir) dan dilaksanakan
sepanjang bulan Jumadil Akhir.1
Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan rentang tiga bulan di atas, mempunyai
tujuan supaya warga masyarakat dapat melaksanakan kenduri secara keseluruhan dan
merata. Maksudnya apabila pada bulan Rabiul Awal warga belum mampu melaksanakan
kenduri, pada bulan Rabiul Akhir belum juga mampu, maka masih ada kesempatan pada
bulan Jumadil awal. Umumnya seluruh masyarakat mengadakan Kenduri Maulid hanya
waktu pelaksanaannya yang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan
menyelenggarakan dari masyarakat. Kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul
Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal mempunyai nilai yang sama tidak ada yang lebih
tinggi atau rendah, hanya tergantung kepada kemampuan dan kesempatan warga desa.
Penyelenggaraan kenduri maulid dapat dilangsungkan kapan saja asal tidak melewati
batas bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal, tepatnya mulai tanggal 12
Rabiul Awal sampai tanggal 30 Jumadil Awal. Selain itu waktu kenduri maulid ada yang
menyelenggarakan pada siang hari dan ada pula yang menyelenggarakannya pada malam
hari.2

1
Sri Waryanti, “Makna Kenduri Maulid dalam Konteks Masyarakat Aceh Masa Kini”, diakses dari https://leser-
aceh.blogspot.com/2011/12/kenduri-maulid.html?fbclid=IwAR0CS5oqt_eF37gXaQoKyIECZFj1p0xiq33-
6xWHTwJCEoyjej0lQoFuCXo
2
Ibid.
4
2.3 Tempat Pelaksanaan Kenduri Mulod

Penyelenggaraan kenduri mulod umumnya dilangsungkan di meunasah atau mesjid.


Panitia pelaksana kenduri mengundang penduduk dari desa-desa lain yang berdekatan atau
desa tetangga dan ada juga yang mengundang semua desa dalam pemukimannya. Kondisi
ini diperngaruhi oleh jumlah hidangan yang disediakan oleh warga desa.

Di samping itu ada juga yang melaksanakan kenduri di rumah saja atau secara pribadi
disebut maulod kaoy (maulid nazar). Maulid ini diselenggarakan untuk melepas nazar yang
menyangkut kehidupan pribadi atau keluarga disebabkan permohonan mereka kepada
Allah SWT telah dikabulkan. Penyelenggaraan kenduri maulid ini sesuai dengan nazar
yang dicetuskan sebelumnya. Apabila nazarnya ingin menyembelih seekor kerbau, maka
pada saat kenduri akan disembelih hewan tersebut, demikian pula jika nazar ingin
menyembelih seekor kambing.
Bagi desa-desa yang menyelenggarakan kenduri pada siang hari mulai jam 12 siang
hidangan telah siap untuk diantar ke meunasah atau mesjid. Demikian pula bagi yang
menyelenggarakan kenduri di rumah, hidangan telah ditata rapi untuk para tamu.
Pertandingan meudikee maulod (zikir marhaban atau zikir maulid) dimulai sejak pukul 9
pagi dan berhenti ketika shalat dzuhur untuk kemudian dilanjutkan kembali. Selanjutnya
desa-desa yang menyelenggarakan kenduri pada malam hari hidangan dibawa ke meunasah
atau mesjid setelah shalat ashar atau menjelang maghrib, sedangkan lomba meudikee
maulod dilangsungkan setelah shalat isya.

2.4 Pihak-pihak yang Melaksanakan Kenduri Mulod

Kenduri Mulod dilaksanakan oleh umat islam warga Aceh di bumi Serambi Mekkah
untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad di berbagai tempat umum, seperti
balai desa, pesantren, masjid, sekolah dan di rumah-rumah penduduk, diperingati dengan
berbagai cara seperti doa bersama, zikir barzanji, kenduri maulid, ceramah agama dan
santunan anak yatim atau fakir miskin, sepanjang hari hingga malam.
Pihak yang mengadakan kenduri sebelumnya telah memberitahu kepada keuchik
(kepala desa) dan teungku meunasah (imam desa). Apabila kendurinya besar akan dibentuk
panitia yang berasal dari penduduk desa setempat. Penduduk dari luar desa tidak diundang,

5
kecuali sanak saudara atau ahli keluarga pihak yang mengadakan kenduri serta anak yatim
yang berada di sekitarnya.

2.5 Pelaksanaan Kenduri Mulod

Pada hari Kenduri Mulod masyarakat dengan ikhlas menyedekahkan makanan siap
saji untuk dinikmati bersama yang dipusatkan di Meunasah atau Mesjid setempat.
Makanan yang disedekahkan masyarakat berupa nasi yang dibungkus dengan daun pisang
berbentuk segi tiga yang dinamakan dengan “bue kulah” beserta lauk pauk mulai dari gulai
ayam kampung, gulai kambing, gulai ikan, telur bebek, sayur nangka, buah-buahan, kue
dan lain-lain. Makanan-makanan tersebut dibungkus dengan tudung saji berkainkan
berenda emas. Tudung saji tersebut berbentuk kerucut dengan warna dominan hijau,
kuning, dan hitam yang dinamakan sebagai “Idang Meulapeh”.3
Hidangan yang menjadi tradisi keharusan dalam Kenduri Mulod di meunasah dan di
rumah berupa beuleukat kuah tuhee (nasi ketan dengan kuah), sebagai hidangan siang hari
selain nasi dan lauk pauk. kuah tuhee lalu dimakan bersama ketan. Pada malam hari
hidangan yang harus disediakan berupa beuleukat kuah peungat. Kuah peungat adalah
santan dicampur dengan pisang raja dan nangka serta diberi gula secukupnya.
Selain sebagai upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, ritual mulod
bagi orang desa dapat menjadi sarana silaturahmi dan hiburan. Dalam kenyataannya, dalam
setiap maulid ada yang menyertakannya dengan “Dikee Mouled”, yaitu membaca syair
secara berirama. Isi dikee mouled terutama tentang peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW
dan luapan gembira masyarakat Madinah yang menyambut kedatangan nabi. Isi lainnya
tentang status Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa rahmat dan penyelamat
kemanusiaan. Sekarang baik di desa-desa maupun di kota lazim pula diramaikan dengan
ceramah atau pidato keagamaan (dakwah Islam).
Sedangkan pada malam hari sebagai kegiatan puncak Kenduri Mulod masyarakat
mengadakan dakwah akbar yang berisikan tentang sirah nabawiyah untuk dijadikan
sebagai ibrah oleh masyarakat Aceh dalam kehidupan.4

3
Banda Aceh Indoc, “Maulid Nabi SAW. Tradisi Aceh (Kanduri Mulod)”, diakses dari
https://bandaacehindoc.wordpress.com/2011/03/09/maulid-nabi-saw-tradisi-aceh-kanduri-mulod/
4
Ibid.
6
2.6 Tradisi Kenduri Mulod Harus Dilestarikan

Kenduri Mulod pada masyarakat Aceh masa kini di zaman yang semakin maju seperti
saat ini mengalami perubahan yang berlangsung sangat cepat. Masyarakat tidak hanya
menerima informasi dari kalangan internal di masyarakatnya, tetapi mereka juga menerima
berbagai macam informasi dari masyarakat yang berasal dari luar lingkungan tempat
tinggal mereka. Informasi tersebut dapat berupa informasi yang positif, tetapi juga
informasi yang bersifat negatif.5
Masyarakat Aceh pun tidak terlepas dari masuknya berbagai informasi. Apabila tidak
dapat tersaring informasi yang negatif, maka dikhawatirkan akan merusak sendi-sendi
nilai-nilai moral yang ada dan tertanam di dalam sanubari ureung (orang) Aceh, khususnya
di kalangan generasi muda.
Pada masa yang akan datang tantangan pergeseran nilai-nilai budaya sangatlah berat.
Kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Aceh makin
meluas ke berbagai belahan wilayah di Aceh. Batas-batas antar daerah ini tidak tampak
secara nyata. Peristiwa atau aktivitas dari dunia lain dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat lain.
Oleh karena itu perlu dilestarikan tradisi Kendari Mulod karena sebagai upaya
membantengi diri dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat. Di antara upaya tersebut adalah
dengan cara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya. Selain
sebagai upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, ritual mulod bagi orang
desa dapat menjadi sarana silaturahmi dan hiburan.
Kondisi perayaan yang berbeda dari Kenduri Molod di daerah perkotaan. Nilai itu
sudah mulai memudar dengan didukung oleh lingkungan kondisi masyarakat yang sudah
mulai egois. Tradisi yang khas dilakukan belum bisa berlaku di perkotaan karena susahnya
mengumpulkan orang yang di sibukkan dengan kegiatan masing-masing. Keadaan ini
sepertinya wajar karena kota besar atau Banda Aceh saja misalnya sudah sedikit demi
sedikit menghilangkan rasa kebersamaan dan kehidupan sosial dengan sesama, sehingga
untuk menyelenggarakan tradisi Islam seperti Kenduri Molod dengan silaturahmi bersama,
duduk bersama, makan bersama, mendengar ceramah bersama, berzikir bersama, mungkin

5
Sri Waryanti, “Makna Kenduri Maulid dalam Konteks Masyarakat Aceh Masa Kini”, diakses dari https://leser-
aceh.blogspot.com/2011/12/kenduri-maulid.html?fbclid=IwAR0CS5oqt_eF37gXaQoKyIECZFj1p0xiq33-
6xWHTwJCEoyjej0lQoFuCXo
7
sudah dianggap sudah tidak penting lagi. Sehingga nilai tradisi itu semakin memudar di
telan waktu.
Tradisi atau budaya Islam Aceh sengaja di peloporkan oleh para pendahulu karena
memiliki nilai yang sangat penting untuk di pertahankan dari generasi pedahulu ke generasi
lainnya. Mempertahankannya berarti ikut menjaga tradisi, dan melupakannya seperti
sedang menghancurkan tradisi yang sudah sangat kental di wilayah Aceh.6

6
Muhammad Iqbal, “Budaya Islam Aceh: Kenduri Mulod”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/iqbalx3e/550fe8a6a33311bf37ba7db1/budaya-islam-aceh-kendurimulod

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kenduri Mulod atau peringatan lahirnya Nabi Besar ini termasuk dalam perayaan
hari besar Islam yang sebagian orang Aceh memperingatinya di 3 bulan hijrah yaitu di
bulan Rabiul Awal ( Molod Awai), Rabiul Akhir ( Molod tengoh) dan Jumadil Awal (
Molod Akhe). Kenduri Mulod oleh masyarakat Aceh dianggap sebagai suatu tradisi. Hal
itu didasarkan pada pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
umat manusia dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.
Penyelenggaraan kenduri mulod umumnya dilangsungkan di meunasah atau mesjid.
Panitia pelaksana kenduri mengundang penduduk dari desa-desa lain yang berdekatan atau
desa tetangga dan ada juga yang mengundang semua desa dalam pemukimannya. Kondisi
ini diperngaruhi oleh jumlah hidangan yang disediakan oleh warga desa.
Selain sebagai upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, ritual mulod
bagi orang desa dapat menjadi sarana silaturahmi dan hiburan. Dalam kenyataannya, dalam
setiap maulid ada yang menyertakannya dengan “Dikee Mouled”, yaitu membaca syair
secara berirama. Isi dikee mouled terutama tentang peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW
dan luapan gembira masyarakat Madinah yang menyambut kedatangan nabi. Isi lainnya
tentang status Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa rahmat dan penyelamat
kemanusiaan. Sekarang baik di desa-desa maupun di kota lazim pula diramaikan dengan
ceramah atau pidato keagamaan (dakwah Islam). Sedangkan pada malam hari sebagai
kegiatan puncak Kenduri Mulod masyarakat mengadakan dakwah akbar yang berisikan
tentang sirah nabawiyah untuk dijadikan sebagai ibrah oleh masyarakat Aceh dalam
kehidupan.

9
3.2 Saran

Berdasarkan penjelasan sebelumnya tampak begitu penting dan relevannya tradisi


bermaulid dalam masyarakat, maka tradisi itu perlu dilestarikan dengan memperingatinya
setiap tahun berkesinambungan. Maulid mempunyai makna yang dalam, baik secara
spritual maupun sosial bagi kehidupan bersama. Pemerintah, baik di tingkat provinsi
sampai dengan pemerintah gampong hendaknya memelihara khasanah kekayaan budaya
ini. Tidak hanya sebagai salah satu cara mensyiarkan ajaran agama Islam, tetapi juga
sebagai wadah pelaksanaan keistimewaan Aceh yang meliputi bidang agama, pendidikan,
adat-istiadat, dan peran ulama dalam kebijakan pemerintahan. Hindarilah sikap merugikan
di masa yang akan datang. Jangan sampai generasi muda di masa yang akan datang lupa
akan jati dirinya sebagai ureung Aceh. Sebuah hadih maja Aceh selalu memperingatkan
kepada kita untuk tetap memelihara adat istiadat dan budaya Aceh.

10
DAFTAR PUSTAKA

Banda Aceh Indoc. “Maulid Nabi SAW. Tradisi Aceh (Kanduri Mulod)”,
https://bandaacehindoc.wordpress.com/2011/03/09/maulid-nabi-saw-tradisi-aceh-
kanduri-mulod/ (diakses pada tanggal 4 Juni 2019 pukul 20:48 WIB)

Iqbal, Muhammad. “Budaya Islam Aceh: Kenduri Mulod”,


https://www.kompasiana.com/iqbalx3e/550fe8a6a33311bf37ba7db1/budaya-islam-
aceh-kendurimulod (diakses pada tanggal 4 Juni 2019 pukul 20:50 WIB)

Waryanti, Sri. “Makna Kenduri Maulid dalam Konteks Masyarakat Aceh Masa Kini”,
https://leser-aceh.blogspot.com/2011/12/kenduri-
maulid.html?fbclid=IwAR0CS5oqt_eF37gXaQoKyIECZFj1p0xiq33-
6xWHTwJCEoyjej0lQoFuCXo (diakses pada tanggal 4 Juni 2019 pukul 21:02 WIB)

Anda mungkin juga menyukai