Anda di halaman 1dari 6

Perayaan Maulid Nabi yang dalam bahasa Aceh disebut Kenduri Maulod merupakan

perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW atau di Aceh disebut
memperingati kelahiran Pang Ulee Alam (penghulu Alam). Keunduri Maulod sudah menjadi
tradisi dalam masyarakata Aceh. Bahkan yang terbesar bila dibandingkan dengan tradisi-
tradisi lain di Aceh,. terbesar. Dalam kalender Aceh, ada tiga bulan berturut yang disebut
dengan bulan maulod, yaitu padabulan Rabiul Awal disebut Maulod Awai (Maulid Awal)
yang dimulai dari tanggal 12 Rabiul Awal sampai berakhir bulan Rabiul Awal. Sedangkan
Kenduri Maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir disebut Maulod Teungoh
(Maulid Tengah) yang dimulai dari tanggal 1 bulan Rabiul Akhir sampai berakhirnya bulan
Rabiul Akhir tersebut. Selanjutnya, Kenduri Maulid pada bulan Jumadil Awal disebut Maulod
Akhee (Maulid Akhir) yang dilaksanakan sepanjang bulan Jumadil Awal. Kenapa dikatakan
tradisi terbesar? Karena tidak ada desa (Gampong) yang tidak merayakannya meskipun
dalam skala kecil. Kemudian dilaksanakan juga di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi
yang dilakukan secara besar-besaran. Pada setiap perayaan maulid itu dan sudah menjadi
tradisi hampir dapat dipastikan ada penyembelihan sapi atau kerbau. Penyembelihan sapi
atau kerbau itu sampai puluhan ekor tergantung tingkatannya. Terkadang pada tingkat
kampung saja ada dua atau tiga ekor sapi atau kerbau yang disembelih. Ada adagium dalam
masyarakat Aceh yang menyebutkan: Hana rubah aneuek binantang nyan kon maulod. (tidak
ada penyembelihan anak binatang bukan disebut perayaan maulid). Karena itu, ada yang
menyindir, bulan-bulan maulod di Aceh adalah bulan-bulan perbaikan gizi. Kenyataannya
memang demikian, untuk merayakan maulod, setiap kampung jauh-jauh hari telah
mempersiapkan diri sedemikian rupa. Perayaan maulod menjadi agenda besar gampong. Ada
gampong jauh-jauh hari telah fokus mengumpulkan uang (dalam bahasa Aceh disebut
meuripee peng) setiap warga untuk membeli sapi atau kerbau. Kadang ada gampong yang
memang suda ada sapi atau kerbau yang dipelihara untuk itu.. Apa yang dilakukan pada saat
perayaan Maulod? Pada salah satu hari dalam 3 bulan itu ditetapkan dalam musyawarah
besar gampong sebagai hari maulod. Antara gampong tetangga saling memberitahukan atau
diberitahukan jadwalnya agar tidak ada yang bentrok. Karena masyarakat gampong yang
satu mengundang masyarakat gampong tetangga lainnya untuk hadir di gampong mereka.
Banyak atau sedikitnya gampong yang diundang sangat tergantung pada persediaan berapa
ekor sapi atau kerbau atau kambing yang dipotong. Bila persediaan sedikit maka yang
diundang pun sedikit. Pada hari H, yang saya lihat ada sedikit perbedaan acara yang
dilakukan tergantung daerah. Bila di daerah Aceh Besar dan sekitarnya, masyarakat
gampong tetangga diundang datang ke mesjid atau meunasah (musholla) tempat diadakan
kenduri biasanya setelah sholat asar. Gampong yang mengundang menyediakan idang
(hidangan) yang dibawa oleh setiap warganya yang berisi lauk pauk dan nasi yang sudah
dibungkus dengan daun pisang yang disebut bu kulah. Bila perayaan maulod besar, maka
warga diminta untuk menyediakan idang meulapeh (berlapis-lapis), dimana bu kulah dan lauk
disusun berlapis dalam idang yang ditutup dengan tudung saja dan dibungkus dengan kain
warna warni. Bila kendurinya kecil, idang cukup satu lapis yang berisi 20 buah bu kulah dan
lauk. Idang yang disediakan Warga pada Keunduri Maulod Di Aceh Besar dan sekitarnya ada
istilah kuah beulangong (kuah belangga) yaitu daging yang disembelih di gampong semuanya
dimasak di meunasah atau dipekarangan mesjid dalam belangga besar. Ada berpuluh-puluh
belangga tergantung jumlah sapi yang dipotong. Jadi tidak dimasak di rumah. Masyarakat
hanya mengambilnya saja setelah ada pemberitahuan dari panitia. Sebagian dari kuah
belangong itu disisihkan untuk para masyarakat gampong lain yang diundang. Istilah kuah
beulangong sangat terkenal di Aceh Besar dan sekitarnya. Panitia menentukan tempat di
halaman mesjid atau menasah (surau) untuk para masyarakat gampong yang diundang. Di
sana telah diletak sejumlah idang (tergantung besar kecilnya gampong). Bila masyarakat
gampong yang diundang adalah gampong yang penduduknya banyak maka jumlah idang
banyak atau disesuaikan. Kemudian para undangan dipersilakan untuk membuka idang dan
menyantapnya secara bersama-sama. Tidak tertutup kemungkinan bila makanan berlebih,
boleh di bawa pulang dan panitia juga menyediakan kantung plastik untuk undangan
membutuhkannya. Di daerah ini juga, selain ada acara di Meunasah, masyarakat gampong
secara pribadi bagi yang mampu juga membuat kenduri di rumah. Cuma yang diundang
adalah kerabat-kerabat dekat di gampong lain untuk makan bersama di rumah tempat yang
mengadakannya. Pada hari H itu, mulai pagi sampai bakda asar, ada sekelompok orang
membaca zikir, selawat dan puji-pujian kepada Nabi. Kelompok ini sengaja diundang atau
bisa jadi di gampong tersebut memang ada kelompok zikir yang sudah terbentuk bila tidak
diundang santri dayah (pesantren) untuk meudikee. Acara kenduri maulod selesai bila sudah
menyelesaikan santapan yang telah disediakan. 14202465251402792928 Kelompok Santri
sedang Meu-dikee (Zikir Maulid) sumber foto: Acheh Post Kemudian kenduri maulod di
pantai Barat Selatan, mungkin ada sedikir perbedaan. Meskipun tradisi penyembelihan tetap
ada namun di sana tidak dikenal kuah beulangong seperti di Aceh Besar dan sekitarnya. Di
daerah ini, daging dimasak di rumah masing-masing atau kelompok rumah yang telah
ditentukan sendiri. Idang di daerah ini biasanya dibuat dari rotan atau bambu berbentuk
slinder besar dan panjang. Satu untuk lauk dan satu lagi untuk bu kulah yang ditempatkan
secara tersusun. Bahkan, dalam satu idang ini, ada sampai 100 bungkus lauk dan 100 bu
kulah. Lalu idang itu di bungkus dengan kain biasanya kain pernak pernik warna kuning.
1420246924508215540 Idang Besar pada Perayaan Keunduri Maulod Masyarakat gampong
tetangga yang diundang sudah berdatangan sebelum sholat zuhur karena acara dilaksanakan
setelah sholat zuhur di mesjid atau meunasah yang telah ditentukan. Di daerah ini yang me-
dikee adalah semua masyarakat gampong yang undang. Mereka duduk berkelompok pada
kelompok gampong sendiri kemudian meu-dikee. Jadi bukan kelompok yang diundang tetapi
masyarakat gampong yang diundang yang meu-dikee. Bila sepuluh gampong yang diundang
maka ada sepuluh kelompok dikee. Karenanya, saat mendekati bulan maulod di daerah ini
warga gampong pada malamnya sudah ada latihan meu-dikee. Acara meudike dimulai setelah
sholat zuhur sampai sholat asar. 1420247124478074732 Masayarakat Gampong undangan
sedang Meu-dikee duk (duduk) Menariknya pada saat perayaan maulod, meu-dikee selain
dilakukan secara duduk juga kemudian dilanjutkan secara berdiri (disebut dikee dong). Dikee
dong juga mengucapkan pujian-pujian kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Setelah semua
itu dilaksanakan pada akhirnya ditutup dengan doa oleh masing-masing gampong secara
sendiri-sendiri. Baru kemudian, setelah itu sholat asar panitia menyerahkan idang kepada
masing-masing gampong. 1420247214608776163 Suasana dikee Dong (Zikir Maulid secara
berdiri) Selain idang yang dimaksud juga ada idang nasi ketan yang dihias, yang diserahkan
kepada gampong undangan. Idang ini berisi nasi ketan ( bu lukat) , daging ayam bakar atau
kelapa parut yang sudah dicampur dengan gula gongseng (keramel) yang disebut dengan u
mirah atau tepung yang dicapur pisang atau dalam basa disebut tumpoe sebagai kawan nasi
ketan. Kemudian, sebagai penyemarak kenduri ada pohon pinang atau bambu yang segaja
dipajang di tempat acara. Pada pohon pinang atau bambu digantungkan sejumlah buah-
buahan atau tebu yang sudah dikupas dan dipotong-potong juga digantung kelapa muda. Pada
semua perayaan maulid diakhiri dengan makan bersama. Karena kalau ada istilah keunduri
pasti ada makan-makan bersama. Ini semua dilakukan sebagai ungkapan atau luapan rasa
cinta kepada Rasul. Allahumma shalli ala saidina Muhammad.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/husita/perayaan-maulid-nabi-dalam-tradisi-
aceh_54f37eb4745513942b6c7883
Tradisi Maulid Nabi di Aceh dalam Manuskrip Aceh

KATA maulod atau maulid berasal dari kata serapan bahasa Arab yang dimaknai hari lahir.
Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang
diperingati atau dirayakan pada setiap 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Perayaan
Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi
Muhammad wafat.

Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi
Muhammad. Perayaan Maulid Nabi, kabarnya pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-
Qakburi, seorang gubernur Irbil di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin al-Ayyubi
(1138-1193). Dan ada sumber lain yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan
Salahuddin al-Ayyubi sendiri.

Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta
meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang
Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan
sekitarnya. Akan tetapi, dalam perkembangan berikutnya tradisi ini menyebar ke daerah-
daerah sentral Muslim dalam kegiatan peringatan keagamaan untuk meningkatkan kecintaan
kepada Nabi Muhammad, hingga akhirnya berkembang bukan hanya pada pembacaan syair-
syair mahabbah kepada Rasulullah, akan tetapi juga pada ranah sosial budaya dan adat-
istiadat yang "dikawal" secara turun-temurun.

Sebagaimana tradisi di dunia muslim dalam beragam corak dan keunikan, demikian juga di
Aceh, tradisi Kenduri (khanduri) Maulid dalam adat budaya Aceh sendiri merupakan bentuk
akulturasi budaya adalah tradisi (adat) kanduri mulod. Tehnik dalam tradisi tersebut
dikombinasikan dengan item-item perayaan maulid di Arab. Salah satu item yang diadopsi
dalam tradisi kanduri mulod di Aceh adalah bacaan Dalailul Khairat dan Barzanji.

Di Aceh, banyak naskah-naskah klasik yang menyalin kitab-kitab maulid Nabi bermacam
bentuk dan ukuran naskah, dari kitab yang disakralkan hingga naskah yang digunakan setiap
harinya, mulai dari bahasa Melayu (Indonesia)

hingga bahasa Aceh yang disusun dalam bentuk bait dan tersusun.

Salah satu halaman naskah Aceh yang ditampilkan disini menunjukkan pentingnya peringatan
Maulid Nabi, teks diawali:

Bismillahirrahmanirrahim

Muhammad amin lon calitra


Aneuk meupoe, cucoe meusoe

meupat nanggroe, meupoe bangsa

Deungo lon kisah makrifat kisah

Nyanka Nubuwwah Muhammad mulia

Lon hikayat Nubuwwah Nabi

Hai boh hatee deungo beurata

Soe deungo meutuwah tuboeh

Soe yang tem turot that bahgia

Soe tem pagee jeut meutuwah rizki

Tamah Allah karunia..

Dalam kajian ini, Dalail al-Kairat, Shalawat, ataupun bacaan barzanji dianggap sebagai item
tradisi yang diadopsi dari Arab berdasarkan kepada teori umum Al-Attas yaitu karakteristik
Kitab Barzanji bertulisan Arab, yang disusun oleh Al-Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-
Sayyid Jafar bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji (1126-1184 H), seorang mufti As-
Syafiiyah di Kota Madinah al-Munawwarah.

Kitab tersebut lebih populer dengan nama Mawlid al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan
bahwa nama karangan tersebut sebagai I'qdul Jawhar fi mawlid an-Nabi al-Azhar. Kitab
Barzanji ini tersebar luas di negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat.

Mayoritas umat Islam di dunia telah menghafal dan membaca dalam perhimpunan-
perhimpunan agama, balai pengajian, acara keagamaan, dan sebagainya. Kitab Barzanji
berisikan tentang ringkasan sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran, perutusan
sebagai rasul, hijrah, akhlak dan peperangan, hingga kewafatan baginda Rasulullah SAW.

Sedangkan tehnik-tehnik lain dalam tradisi kanduri maulod di Aceh yang bernuansa lokal.
Hal demikian terlihat dari tata cara pelaksanaan, jenis-jenis makanan, alat-alat penyajian
makanan seperti idang meulapeh, tempat perayaan dan kegiatan-kegiatan dalam perayaan
tradisi tersebut.

Begitu juga tentang waktu (periode) perayaan kanduri mulod di Aceh yang diperingati dan
dirayakan selama tiga bulan berturu-turut, yaitu pada bulan Rabiul Awal (Maulod Awai),
Rabiul Akhir (Maulod Teungoh), dan Jumadil Awal (Maulod Akhe). Maka dengan periode
tersebut dianggap periode paling panjang perayaan keagamaan di wilayah Melayu-Nusantara.
Source: Dipadu dari berbagai sumber

http://www.hermankhan.com/2014/02/tradisi-maulid-nabi-di-aceh-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai