Anda di halaman 1dari 44

Nutrisi Pada Remaja

10.09.2013
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai
potensi pertumbuhan secara maksimal karena nutrisi dan pertumbuhan merupakan hubungan
integral. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat terlambatnya
pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear. Pada masa ini pula nutrisi penting untuk
mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis.
Sebelum masa remaja, kebutuhan nutrisi anak lelaki dan anak perempuan tidak dibedakan, tetapi
pada masa remaja terjadi perubahan biologik dan fisiologik tubuh yang spesifik sesuai gender
(gender specific) sehingga kebutuhan nutrienpun menjadi berlainan. Sebagai contoh, remaja
perempuan membutuhkan zat besi lebih banyak karena mengalami menstruasi setiap bulan.
Selain perubahan biologik dan fisiologik, remaja juga mengalami perubahan psikologik dan
sosial. Terdapat variasi waktu dan lamanya berlangsung masa transisi dari anak menjadi manusia
dewasa yang dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan ekonomi. Selain itu, remaja bukanlah
kelompok yang homogen walaupun berada dalam lingkungan sosio-kultural yang sama dengan
variasi lebar dalam hal perkembangan, maturitas dan gaya hidup. Penelitian Blum (1991) pada
remaja 15-18 tahun, didapatkan bahwa remaja lelaki lebih percaya diri, merasa lebih bahagia dan
sehat serta lebih tidak rentan dibandingkan remaja perempuan yang cenderung merasa kurang
puas akan keadaan tubuhnya, kepribadian serta kesehatannya.
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi
zat besi, serta masalah malnutrisi, baik gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih
sampai obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan dengan perilaku
makan salah.
Kebutuhan nutrisi
Tingginya kebutuhan energi dan nutrien pada remaja dikarenakan perubahan dan pertambahan
berbagai dimensi tubuh (berat badan, tinggi badan), massa tubuh serta komposisi tubuh sebagai
berikut:
Tinggi badan

Sekitar 15 - 20% tinggi badan dewasa dicapai pada masa remaja.

Percepatan tumbuh anak lelaki terjadi lebih belakangan serta puncak ypercepatan lebih
tinggi dibanding anak perempuan. Pertumbuhan linear dapat melambat atau terhambat
bila kecukupan makanan / energi sangat kurang atau energy expenditure meningkat misal
pada atlet.

Berat badan

Sekitar 25 - 50% final berat badan ideal dewasa dicapai pada masa remaja.

Waktu pencapaian dan jumlah penambahan berat badan sangat dipengaruhi yasupan
makanan / energi dan energy expenditure.

Komposisi tubuh

Pada masa pra-pubertas proporsi jaringan lemak dan otot maupun massa ytubuh tanpa
lemak (lean body mass) pada anak lelaki dan perempuan sama.

Anak lelaki yang sedang tumbuh pesat, penambahan jaringan otot lebih ybanyak daripada
jaringan lemak secara proporsional, demikian pula massa tubuh tanpa lemak dibanding
anak perempuan.

Jumlah jaringan lemak tubuh pada orang dewasa normal adalah 23% pada yperempuan
dan 15% pada lelaki.

Sekitar 45% tambahan massa tulang terjadi pada masa remaja dan pada yakhir dekade kedua kehidupan 90% massa tulang tercapai.

Terjadi kegagalan penambahan massa tulang pada perempuan dengan ypubertas terlambat
sehingga kepadatan tulang lebih rendah pada masa dewasa. Nutrisi merupakan salah satu
faktor lingkungan yang turut menentukan awitan pubertas.

Pemantauan pertumbuhan selama pubertas dapat menggunakan indeks TB/U, BB/TB dan
IMT/U (indeks massa tubuh menurut umur). Rumus IMT = BB/TB.

Nutrisi pada masa remaja hendaknya dapat memenuhi beberapa hal di bawah ini:
1. Mengandung nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kognitif serta maturasi seksual.
2. Memberikan cukup cadangan bila sakit atau hamil.
3. Mencegah awitan penyakit terkait makanan seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
osteoporosis dan kanker.
4. Mendorong kebiasaan makan dan gaya hidup sehat.
Pada remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik pesat serta perkembangan dan maturasi
seksual, pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan hal yang mutlak dan hakiki. Defisiensi energi
dan nutrien yang terjadi pada masa ini dapat berdampak negatif yang dapat melanjut sampai
dewasa. Kebutuhan nutrisi remaja dibahas berikut ini:

Energi
Kebutuhan energi remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme basal dan peningkatan
kebutuhan untuk menunjang percepatan tumbuh-kembang masa remaja. Metabolisme basal
(MB) sangat berhubungan erat dengan jumlah massa tubuh tanpa lemak (lean body mass)
sehingga MB pada lelaki lebih tinggi daripada perempuan yang komposisi tubuhnya
mengandung lemak lebih banyak. Karena usia saat terjadinya percepatan tumbuh sangat
bervariasi, maka perhitungan kebutuhan energi berdasarkan tinggi badan (TB) akan lebih sesuai.
Percepatan tumbuh pada remaja sangat rentan terhadap kekurangan energi dan nutrien sehingga
kekurangan energi dan nutrien kronik pada masa ini dapat berakibat terjadinya keterlambatan
pubertas dan atau hambatan pertumbuhan.
Protein
Kebutuhan protein pada remaja ditentukan oleh jumlah protein untuk rumatan masa tubuh tanpa
lemak dan jumlah protein yang dibutuhkan untuk peningkatan massa tubuh tanpa lemak selama
percepatan tumbuh. Kebutuhan protein tertinggi pada saat puncak percepatan tinggi terjadi
(perempuan 11-14 tahun, lelaki 15-18 tahun) dan kekurangan asupan protein secara konsisten
pada masa ini dapat berakibat pertumbuhan linear berkurang, keterlambatan maturasi seksual
serta berkurangnya akumulasi massa tubuh tanpa lemak.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan, selain juga sebagai sumber serat
makanan. Jumlah yang dianjurkan adalah 50% atau lebih dari energi total serta tidak lebih dari
10-25% berasal dari karbohidrat sederhana seperti sukrosa atau fruktosa.
Di Amerika Serikat, konsumsi minuman ringan (soft drinks) memasok lebih dari 12% kalori
yang berasal dari karbohidrat dan konsumsinya meningkat 3 kali lipat pada dua dekade terakhir
ini. Penelitian Josep di Jakarta (2010) pada remaja siswa SMP didapatkan bahwa siswa yang
mengonsumsi minuman bersoda 3-4 kali per minggu berisiko untuk terjadi gizi lebih.
Lemak
Tubuh manusia memerlukan lemak dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal. Pedoman makanan di berbagai negara termasuk Indonesia (gizi
seimbang), menganjurkan konsumsi lemak tidak lebih dari 30% dari energi total dan tidak lebih
dari 10% berasal dari lemak jenuh.
Sumber utama lemak dan lemak jenuh adalah susu, daging (berlemak), keju, mentega / margarin,
dan makanan seperti cake, donat, kue sejenis dan es krim, dan lain-lain.
Mineral

Kalsium (Ca). Kebutuhan kalsium pada masa remaja merupakan yang tertinggi dalam kurun
waktu kehidupan karena remaja mengalami pertumbuhan skeletal yang dramatis. Sekitar 45%
dari puncak pembentukan massa tulang berlangsung pada masa remaja, sehingga kecukupan
asupan kalsium menjadi sangat penting untuk kepadatan masa tulang serta mencegah risiko
fraktur dan osteoporosis. Pada usia 17 tahun, remaja telah mencapai hampir 90% dari masa
tulang dewasa, sehingga masa remaja merupakan peluang (window of opportunity) untuk
perkembangan optimal tulang dan kesehatan masa depan.
Angka kecukupan asupan kalsium yang dianjurkan untuk kelompok remaja adalah 1.300 mg per
hari. Susu merupakan sumber kalsium terbaik, disusul keju, es krim, yogurt. Kini banyak
makanan dan minuman yang difortifikasi dengan kalsium yang setara dengan kandungan
kalsium pada susu (300mg per saji). Terdapat pula kalsium dalam bentuk sediaan farmasi (dalam
bentuk karbonat, sitrat, laktat atau fosfat) dengan absorpsi sekitar 25-35%. Preparat kalsium akan
diabsorpsi lebih efisien bila dikonsumsi bersama makanan dengan dosis tidak lebih dari 500 mg.
Zat besi (Fe). Seperti halnya kalsium, kebutuhan zat besi pada remaja baik perempuan maupun
lelaki meningkat sejalan dengan cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya massa otot dan
volume darah. Pada remaja perempuan kebutuhan lebih banyak dengan adanya menstruasi.
Kebutuhan pada remaja lelaki 10-12 mg/hari dan perempuan 15 mg/hari. Besi dalam bentuk
neme yang
terdapat pada sumber hewani lebih mudah diserap dibanding besi non-heme yang terdapat pada
biji-bijian atau sayuran.
Seng (Zn).Seng berperan sebagai metalo-enzyme pada proses metabolisme serta penting pada
pembentukan protein dan ekspresi gen. Konsumsi seng yang adekuat penting untuk proses
percepatan tumbuh dan maturasi seksual. Seperti halnya dengan kekurangan energi dan protein,
kekurangan seng dapat mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan dan kematangan seksual.
Daging merah, kerang dan biji-bijian utuh merupakan sumber seng yang baik.
Vitamin
Vitamin A. Selain penting untuk fungsi penglihatan, vitamin A juga diperlukan untuk
pertumbuhan, reproduksi dan fungsi imunologik. Kekurangan vitamin A awal ditandai dengan
adanya buta senja. Sumber vitamin A utama : serealia siap saji, susu, wortel, margarin dan keju.
Sumber - karoten sebagai pro-vitamin A yang sering dikonsumsi remaja berupa wortel, tomat,
bayam dan sayuran hijau lain, ubi jalar merah dan susu.
Vitamin E. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang penting pada remaja karena pesatnya
pertumbuhan. Meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung vitamin E merupakan
tantangan karena makanan sumber vitamin E umumnya mengandung lemak tinggi.
Vitamin C . Keterlibatannya dalam pembentukan kolagen dan jaringan ikat menyebabkan
vitamin ini menjadi penting pada masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Status
vitamin C pada remaja perokok lebih rendah walaupun telah mengonsumsinya dalam jumlah
cukup dikarenakan stres oksidatif sehingga mereka memerlukan tambahan vitamin C hingga 35
mg per hari.

Folat. Folat berperan pada sintesis DNA, RNA dan protein sehingga kebutuhan folat meningkat
pada masa remaja. Kekurangan folat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dan
kecukupan folat pada masa sebelum dan selama kehamilan dapat mengurangi kejadian spina
bifida pada bayi.
Lain-lain
Serat (fiber). Serat makanan penting untuk menjaga fungsi normal usus dan mungkin berperan
dalam pencegahan penyakit kronik seperti kanker, penyakit jantung koroner dan diabetes
mellitus tipe-2. Asupan serat yang cukup juga diduga dapat menurunkan kadar kolesterol darah,
menjaga kadar gula darah dan mengurangi risiko terjadinya obesitas. Kebutuhan serat per hari
dapat dihitung dengan rumus : ( umur + 5 ) gram dengan batas atas sebesar ( umur + 10 ) gram.
Masalah nutrisi pada remaja
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi
zat besi, serta masalah malnutrisi, baik gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih
sampai obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan dengan perilaku
makan salah dan gaya hidup.
Laporan hasil beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kebanyakan remaja
kekurangan vitamin dan mineral dalam makanannya antara lain folat, vitamin A dan E, Fe, Zn,
Mg, kalsium dan serat. Hal ini lebih nyata pada perempuan dibanding lelaki, tetapi sebaliknya
tentang asupan makanan yang berlebih (lemak total, lemak jenuh, kolesterol, garam dan gula)
terjadi lebih banyak pada lelaki daripada perempuan.
Isu masalah nutrisi pada remaja
1. Defisiensi besi, anemia defisiensi besi dan defisiensi mikronutrien lain.
Anemia merupakan masalah nutrisi utama pada remaja dan umumnya pola makan salah
sebagai penyebabnya di samping infeksi dan menstruasi. Prevalensi anemia pada remaja
cukup tinggi. Sukarjo dkk di Jawa Timur (2001) mendapatkan prevalensi sebesar 25.8%
pada remaja perempuan dan 12.1% pada remaja lelaki usia 12-15 tahun, sedangkan
laporan Sunarno dan Untoro (2002) pada SKRT 1995 menunjukkan angka 45.8% dan
57.1% masing-masing pada anak sekolah lelaki dan perempuan usia 10-14 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan defisiensi besi dengan gangguan
proses kognitif yang membaik setelah mendapat suplementasi zat besi.
2. Gizi kurang dan perawakan pendek
Perawakan pendek pada remaja seringkali ditemukan pada populasi dengan kejadian
malnutrisi tinggi, prevalensi berkisar antara 27 - 65% pada 11 studi oleh ICRW
(International Centre for Research on Women). Gizi kurang kronik yang mengakibatkan
perawakan pendek merupakan penyebab terjadinya hambatan pertumbuhan dan maturasi,
memperbesar risiko obstetrik, dan berkurangnya kapasitas kerja.

3. Obesitas
Obesitas pada masa remaja cenderung menetap hingga dewasa dan makin lama obesitas
berlangsung makin besar korelasinya dengan mortalitas dan morbiditas. Obesitas sentral
(rasio lingkar pinggang dengan panggul) terbukti berkorelasi terbalik dengan profil lipid
padal penelitian longitudinal Bogalusa. Obesitas juga menimbulkan masalah besar
kesehatan dan sosial, dan pengobatan tidak saja memerlukan biaya tinggi tetapi seringkali
juga tidak efektif. Karenanya pencegahan obesitas menjadi sangat penting dan remaja
merupakan target utama.
4. Perilaku dan pola makan remaja.
Pola makan remaja seringkali tidak menentu yang merupakan risiko terjadinya masalah
nutrisi. Bila tidak ada masalah ekonomi ataupun keterbatasan pangan, maka faktor psikososial merupakan penentu dalam memilih makanan. Gambaran khas pada remaja yaitu :
pencarian identitas, upaya untuk ketidaktergantungan dan diterima lingkungannya,
kepedulian akan penampilan, rentan terhadap masalah komersial dan tekanan dari teman
sekelompok (peer group) serta kurang peduli akan masalah kesehatan, akan mendorong
remaja kepada pola makan yang tidak menentu tersebut. Kebiasaan makan yang sering
terlihat pada remaja antara lain ngemil (biasanya makanan padat kalori), melewatkan
waktu makan terutama sarapan pagi, waktu makan tidak teratur, sering makan fast foods,
jarang mengonsumsi sayur dan buah ataupun produk peternakan (dairy foods) serta diet
yang salah pada remaja perempuan. Hal tersebut dapt mengakibatkan asupan makanan
tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan akibatnya terjadi gizi kurang atau
malahan sebaliknya asupan makanan berlebihan menjadi obesitas. Remaja perempuan
cenderung pada asupan makanan yang kurang, terlebih bila terjadi kehamilan.
Di negara berkembang, sering terjadi gangguan perilaku makan seperti anoreksia nervosa
dan bulimia terutama pada perempuan yang berkorelasi dengan body image yang negatif.
Karenanya penting membangun body image dan self esteem yang positif pada remaja
dalam upaya promosi kesehatan dan gizi serta pencegahan obesitas.
Ringkasan
Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai
potensi pertumbuhan secara maksimal. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat
berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear.
Pada masa ini pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait
nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan
osteoporosis.
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi
zat besi, serta masalah malnutrisi, baik gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih
sampai obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan dengan perilaku
makan salah dan gaya hidup.
Daftar Bacaan

1. Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Service (2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
2. Blum RW. Global trends in adolescent health. J Amer Med Assoc 1991;265:2711-9
3. Haider R. Adolescent Nutrition: A review of the Situation in Selected South-East Asian
Countries. WHO 2006.
4. Story M, Stang J. Nutrition needs of adolescents. In: Stang J, Story M (eds) Guidelines
for Adolescent Nutrition Service (2005) diunduh dari
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.htm
5. Rome ES, Vazquez IM, Blazar NE. Adolescence: healthy and disordered eating. Dalam:
Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic science
and applications. Edisi ke-3. London: Decker, 2003. h. 861-77
6. Kennedy E, Goldberg J. What are American children eating? Implication for public
policy. Nutr Rev 1995;53(5):111-26
7. Harrington S. The Role of Sugar-Sweetened Beverage Consumption in Adolescent
Obesity: A Review of the Literature. The Journal of School Nursing 2008;24(1):3-12
8. Josep R. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan perilaku konsumsi minuman manis
pada siswa SMP : Sebuah survei di salah satu SMP swasta di Jakarta. Tugas penelitian di
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Dept I.Kesehatan Anak, FKUI (2010)
9. Soekarjo DD, de Pee S, Bloem MW, et al. Socio-economic status and puberty are the
main factors detemining anaemia in adolescent girls and boys in East-Java, Indonesia.
Eur J Clin Nutr. 2001;55(11):932-9
10. Sunarno RW, Untoro R. Paper dipresentasikan di WHO Regional Meeting on Adolescent
Nutrition ln Chandigarh, India, 16-17 September 2002.
11. Nelson M. Anaemia in adolescent girls: effects on cognitive function and activity. Proc
Nutr Soc 1996;55:359-67
12. Kurz KM, Johnson-Welch C. The nutrition and lives of adolescents in developing
countries: Findings from the nutrition of adolescent girls research program. ICRW , 1994.
Dikutip dari Delisle H. Should adolescents be specifically targeted for nutrition in
developing countries? To addresswhich problem and how? Diunduh dari
http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pdf
13. Freedman DS, Dietz WH, Srinivasan SR, Berenson GS. The Relation of Overweight to
Cardiovascular Risk Factors Among Children and Adolescents: The Bogalusa Heart
Study Pediatrics 1999;103(6):1175-82

14. Delisle H. Should adolescents be specifically targeted for nutrition in developing


countries? To addresswhich problem and how? Diunduh dari
http://www.idpas.org/pdf/1803ShouldAdolescentBeTargeted.pdf

Penulis : Satgas Remaja IDAI


Sumber : Buku Bunga Rampai Keseharan Remaja
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/nutrisi-pada-remaja

Masalah kesehatan mental emosional remaja


10.09.2013
Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara
berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun
yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja
yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti,
tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran
media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi
tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri
maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai
keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan
optimal.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di
rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para
remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness).
Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang
lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri
mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan
ketenaran.

Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik
dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi
lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan hebat. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja
akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu,
remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu
sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu
diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai
dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka
dengan kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif
sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan
tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab inilah yang sangat dibutuhkan
sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian
positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu
sebagai seseorang yang baru; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya.
Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para idolanya untuk menyelesaikan
masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. Dari
beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka
terdapat kemungkinan - kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya
adalah perilaku yang mengundang risiko dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang
mengundang risiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat
lainnya; aktivitas sosial yang berganti - ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti
balapan motor, naik gunung dll. Alasan perilaku yang mengundang risiko ada bermacam macam dan berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut
dianggap hal yang dinilai rendah, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika
kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini
banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan
sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan
baik perubahan biologik, psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan serba tanggung
ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal),
maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal). Apabila konflik ini tidak diselesaikan
dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di
masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya
gangguan mental.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu dilakukan pengenalan awal (deteksi
dini) perubahan yang terjadi dan karateristik remaja dengan mengidentifikasi beberapa faktor

risiko dan faktor protektif sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia
mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisik maupun psikisnya.
Perkembangan psikososial pada remaja
Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat dari aspek
biologik, psikologik, dan juga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai
disharmonisasi yang membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf
perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat usianya. Kondisi ini
sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan perbedaan yang bersifat individual, sehingga
setiap remaja diharapkan mampu menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungannya.
Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu;
1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.
Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang
memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam
lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak
ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai.
Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan
pembentukan kepribadian seorang remaja, yaitu;
1. Faktor risiko
Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan
psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan
perilaku yang khas pada seorang remaja.
Faktor risiko dapat berupa;
a. Faktor individu.
1. Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar belakang
genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan kepribadian, dan
gangguan psikologik lainnya.
2. Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri,
dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang

dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini
cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososial.
1. Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan penyalahgunaan zat, gangguan
mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta pola
asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi, semua kondisi di atas
sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan
remaja.
2. Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya, serta
berdampak terjadinya kegagalan akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang
cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer victimization adalah
bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologik maupun fisik
terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah, oleh seseorang/sekelompok
orang yang lebih kuat.
Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau menampar;
(b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan diskriminasi; (c) verbal seperti,
memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua kondisi ini merupakan tekanan dan
pengalaman traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan terjadinya gangguan
mental bagi remaja
Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah
senior yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih junior untuk melakukan
berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok senior ini menyiksa
dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara fisik maupun
psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan sebagai prasyarat untuk diterima dalam suatu
kelompok tertentu. Ritual hazing ini sudah lama dilakukan sebagai tradisi dari tahun ke
tahun sebagai proses inisiasi penerimaan seseorang dalam suatu kelompok dan biasanya
hanya berlangsung singkat, namun tidak jarang terjadi perpanjangan sehingga
menimbulkan tekanan bagi remaja yang mengalaminya.
Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan
berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas
diperkirakan sekitar 10 - 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa yang
mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit bergaul, merasa
takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan dalam
berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar; tidak jarang
mereka yang mengalami bullying maupun hazing yang terus menerus menjadi depresi
dan melakukan tindak bunuh diri.
3. Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara
timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial masyarakat
tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan adanya penyakit
kronik pada remaja.

2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang
mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami
gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor
yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat
menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini
akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah
perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari.
Rae G N dkk. mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:
1. Karakter/watak personal yang positif.
2. Lingkungan keluarga yang suportif.
3. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat upaya
penyesuaian diri remaja.
4. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.
Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada
seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang diwarnai
oleh;
1. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan
dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif.
2. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi
peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen
dengan perannya tersebut yang tentunya disertai dengan kesadaran akan kelebihan dan
kekurangan yang ada dalam dirinya.
3. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan
kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.
Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini
1. Perubahan psikoseksual
Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan
seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi
langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu
dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang
film, pahlawan, dan lainnya.

Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan
dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman
sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri.
2. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan
seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam
mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan
dasar sedangkan dunianya adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja
mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti
teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dan lainnya.
Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah
teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari
keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya
juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain,
serta membolos, dan lainnya.
3. Perilaku berisiko tinggi
Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai bentuk dari identitas diri.
80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi
minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan
zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan 50% remaja tersebut juga
menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk,
melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku criminal yang bersifat minor.
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65%
remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol.
Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat
diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan
perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (fun). Walaupun
demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang berisiko
sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri mereka
atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini berlanjut
hingga individu mencapai usia dewasa.
4. Kegagalan pembentukan identitas diri
Menurut J. Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara
berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented).
Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan
keagamaan. E. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas
utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai
kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan

menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang
terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru
seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna
perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta
memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil.
Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari
berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego
yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawab pertanyaan siapakah
aku? dan kemanakah tujuan hidup saya?
Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi
kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk
negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri.
Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri
yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja
ini.
5. Gangguan perkembangan moral
Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara
bersama, apabila ads dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka
umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati
nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etika dari orangtua dan
agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa
yang terbaik bagi masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk
memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi
orangtua sendiri tidak berbuat demikian.
Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak
mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan
berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang
mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan
berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi
remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik.
6. Stres di masa remaja
Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka
berhadapkan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target
perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan
dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan
lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian.

Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya
tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi
tantangan tersebut.
Pencegahan
Salah satu usaha pencegahan agar permasalahan remaja tidak menjadi gangguan atau
penyimpangan pada remaja adalah usaha kita untuk dapat melakukan pengenalan awal atau
deteksi dini. Beberapa instrumen skreening sudah banyak dikembangkan untuk melakukan
deteksi dini terhadap penyimpangan masalah psikososial remaja diantaranya adalah The Child
Behavior Checklist (CBCL), Pediatric Symptom Checklist (PSC), the Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ).
Pediatric symptom checklist adalah alat untuk mendeteksi secara dini kelainan psikososial untuk
mengenali adanya masalah emosional dan perilaku, didalamnya berisi beberapa pertanyaan
tentang kondisi-kondisi perilaku anak yang dikelompokkan dalam 3 masalah yaitu atensi,
internalisasi, dan eksternalisasi. Terdapat 2 versi, yaitu PSC-17 yang diisi oleh orang tua untuk
anak usia 4-16 tahun dan PSC-35 yang diisi sendiri oleh remaja (Youth-PSC) untuk remaja usia
> 11 tahun.
Remaja cenderung energetik, selalu ingin tahu, emosi yang tidak stabil, cenderung berontak dan
mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri dengan cara berfikir yang tidak logis. Kadang
remaja melakukan hal-hal diluar norma untuk mendapatkan pengakuan tentang keberadaan
dirinya dimasyarakat, salah satunya adalah melakukan tindakan penyalahgunaan obat/zat.
Ditinjau dari aspek sosial, masalah ini bukan hanya berakibat negatif terhadap diri penyandang
masalah saja, melainkan membawa dampak juga terhadap keluarga, lingkungan sosial,
lingkungan masyarakatnya, bahkan dapat mengancam dan membahayakan masa depan bangsa
dan negara.
Beberapa istilah yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaan obat adalah sebagai berikiut:

Penyalahgunaan zat atau bahan lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/y yobat yang
dapat menyebabkan ketergantungan dan efek non-terapeutik atau non-medis pada
individu sendiri sehingga menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau
kesejahteraan orang lain.

NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /ypsikologi


seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi.

Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi,


ykecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan dosis obat yang berlebihan.

Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan ypenggunaan obat
meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada pengguna.

Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat yuntuk


memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak mengkonsumsinya.

Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap obat yang ditandai ydengan
timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma putus obat bila dihentikan.

Tidak ada metode pencegahan yang sempurna, yang dapat diterapkan untuk seluruh populasi.
Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode
pencegahan adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
2. Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko
tersebut dapat berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
3. Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko
dalam suatu keluarga yang disfungsional.
Semua upaya pencegahan pada umumnya ditujukan untuk memperbaiki mengurangi faktor risiko
dan memperkuat faktor protektif dari individu, keluarga
dan lingkungannya. Faktor risiko mempermudah seseorang untuk menjadi pengguna sedangkan
faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat. Tugas dari seorang
dokter anak adalah mengawasi terhadap faktor risiko tersebut, mengatasinya atau merujuknya
kepada ahli lain. Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam
bentuk kuesener seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk
mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.
Kuesioner CRAFFT

C:Apakah pernah berkendaraan (car) dengan atau tanpa seseorang dalam keadaan mabuk
atau setelah memakai obat-obatan?

R: Apakah minum alkohol atau memakai obat untuk relaks, merasa diri lebih baik (fit
in)?

A: Apakah pernah minum alkohol atau memakai obat saat sendirian (alone)?

F: Apakah anda pernah melupakan (forget) hal-hal yg telah anda lakukan selama selama
menggunakan alkohol atau obat-obatan?

F: Apakah keluarga atau teman (friend) anda pernah mengatakan kepada anda untuk
menghentikan kebiasaan minum-minum atau penggunaan obat-obatan?

T: Apakah terlibat masalah (trouble) akibat minum alkohol atau memakai obat?

Bila didapatkan dua atau lebih jawaban ya, maka remaja mempunyai masalah yang serius dalam
penyalahgunaan zat.
Peran Orang Tua Dan Lingkungan
Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena di satu
pihak dapat merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yan terus
menerus yang dapat membahayakan diri, orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan
suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru maupun
masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja
dapat tertanggulangi.
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan
dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan
remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu
mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi
bangsa. Ditangan remajalah masa depan bangsa ini digantungkan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin
meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua

Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita

Membekali anak dengan dasar moral dan agama

Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua - anak

Menjalin kerjasama yang baik dengan guru

Menjadi tokoh panutan dalam perilaku maupun menjaga lingkungan yang sehat

Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak Hindarkan anak dari NAPZA

Peran Sebagai Pendidik


Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan
dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak.
Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan
benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat
membentuk rencana hidup mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orang tua perlu
menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di
sekolah, di luar sekolah serta di dalam keluarga.

Peran Sebagai Pendorong


Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang
tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka. Pada saat
itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi
masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.
Peran Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh dan
teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di masyarakat.
Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.
Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar
tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan
tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat
dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua,
serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.
Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau
mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh
dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan
terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara atau
bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.
Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit
dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan
pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil
keputusan terbaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan
mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah
melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak
menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah tersebut.
Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan
komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif.
Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran tangan
orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik anak.
Peran Guru

Bersahabat dengan siswa

Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman

Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler

Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga

Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP

Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas

Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain

Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempa

Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah

Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat adalah
hal fisik, mental, spiritual dan sosial

Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA

Peran Pemerintah dan masyarakat

Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti

Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga


dan bermain

Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas

Memberikan keteladanan

Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas

Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan

Peran Media

Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)y

Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)y

Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas ybiaya khusus
untuk remaja

Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki
masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat. Peran Puskesmas
yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus
yang menangani permasalahan remaja.
Pembentukan Klinik Kesehatan Remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya
remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat penyalahgunaan
narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takuttakut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.
Penulis : Satgas Remaja IDAI
Sumber : Buku Bunga Rampai Keseharan Remaja
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/masalah-kesehatan-mentalemosional-remaja

Masalah Pubertas pada Anak dan Remaja


10.09.2013
Objektif:
1. Memahami masalah pubertas yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi, pendekatan diagnosis, dan penatalaksanaan masalah
pubertas.
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang berlangsung
dalam tahapan-tahapan dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor neuroendokrin yang kompleks.
Faktor tersebut bertanggung jawab terhadap awitan dan perkembangan menuju maturitas seksual
yang sempurna.1,2 Walaupun umur awitan pubertas sangatlah bervariasi, sebagian besar anak akan
mengawali pubertas pada umur 8-13 tahun untuk anak perempuan, dan 9-14 tahun untuk anak
laki-laki.2-5 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi awitan pubertas antara lain etnis, sosial,
psikologis, nutrisi, fisis dan penyakit kronis.3,6-,8
Perkembangan pubertas dianggap abnormal bila awal pubertas terlampau dini atau terlambat.
Pubertas prekoks ialah perkembangan ciri-ciri seks sekunder yang terjadi sebelum usia 8 tahun
pada seorang anak perempuan atau sebelum umur 9 tahun pada seorang anak laki-laki.3,4,6,9,10

Dalam praktek sehari-hari selain pubertas prekoks dan pubertas terlambat sering dijumpai
masalah pubertas lainnya seperti telars prematur, pubarke prematur, ginekomastia dan
constitutional delay of growth and puberty. Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah
masalah pubertas yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Telars Prematur
Istilah telars prematur pertama kali digunakan oleh Wilkins untuk menyatakan payudara tanpa
disertai tanda-tanda seks sekunder lainnya (isolated=tersendiri) pada anak perempuan berusia
kurang dari 8 tahun.11,12 Pada telars prematur perkembangan payudara dapat terjadi pada salah
satu atau kedua payudara. Prevalensi telars prematur tertinggi terjadi pada umur dua tahun
pertama kehidupan.
Antara tahun 1945-1975 di Amerika Utara dilaporkan 205 kasus telars prematur. Setelah tahun
1971 jumlah kasus yang dilaporkan cenderung menurun, kemungkinan disebabkan oleh
timbulnya pengetahuan dan kesadaran bahwa kondisi ini secara klinis lazim dijumpai dan jinak.
Rogdriguez19 dkk (1981), melaporkan 482 kasus telars prematur pada suatu epidemi di Puer to
Rico akibat mengkonsumsi makanan dan minuman berupa daging ayam, sapi, babi dan susu
yang mengandung preparat estrogen. Pasquino17 dkk, (1990) melaporkan 48 kasus telars
prematur di Minnesota dari tahun 1940 sampai 1984 dengan angka kejadian 21,2/100.000 orang
per tahun. Dari 48 kasus telars prematur tersebut, 29 orang anak di antaranya berumur kurang
dari 2 tahun. Di Subbagian Endokrinologi Anak dan Remaja FKUI/RSCM dari tahun 1987-1991
tercatat dari 682 kasus baru endokrin, ditemukan 53 (7,8%) kasus kasus telars prematur.17
Klasifikasi
Dalam klasifikasi pubertas prekoks oleh Styne3 telars prematur digolongkan sebagai variasi
perkembangan pubertas. Sedangkan Sizonenko,10 menggolongkannya sebagai pubertas prekoks
parsial (inkomplet) yang harus dibedakan dengan pubertas prekoks sentral dan pubertas prekoks
semu (pseudopubertas prekoks).
Etiologi
Studi hormonal belum banyak membantu menentukan etiologi telars prematur. Beberapa penulis
menemukan bukti adanya pengaruh estrogen sedangkan yang lain tidak menemukannya. Kadar
hormon gonadotropin yang normal maupun meningkat telah dilaporkan. Estrogen eksogen juga
telah dilaporkan sebagai penyebab timbulnya perkembangan seksual baik melalui ingesti,
absorpsi melalui kulit atau kontak dengan lingkungan.14-16
Patogenesis
Patogenesis telars prematur masih kontroversial. Menurut beberapa penulis telars prematur
disebabkan oleh meningkatnya sensitivitas secara abnormal jaringan mamae (lokal) terhadap
peningkatan sekresi estrogen fisiologis. Pada beberapa anak perempuan hormonal spurt cukup
untuk menginduksi perkembangan kelenjar payudara parsial dan juga maturasi derajat tertentu
sel epitel vagina.

Bidlingmaier dkk (dikutip dari Ducharme)8 melaporkan bahwa telars prematur mungkin
disebabkan oleh sedikit peningkatan estrogen ovarium sebagai respons terhadap peningkatan
kadar gonadotropin transien. Penulis lain menduga telars prematur disebabkan oleh produksi
estrogen yang berlebihan secara autonom dari folikel ovarium yang mengalami transformasi
kistik dan luteinisasi pada tahun pertama hingga ke-empat kehidupan. Selain itu telars prematur
juga diduga dapat disebabkan oleh peningkatan produksi estrogen dari prekursor adrenal.
Berdasarkan studi fungsi Hipotlamaus-Hipofise-Gonad belakangan ini, diduga bahwa pada
pasien telars prematur mungkin terjadi peningkatan sekresi gonadotropin yang pada akhirnya
akan meningkatkan produksi estrogen. Namun temuan ini belum dikonfirmasi oleh para ahli
lain.1,6,11,12
Perjalanan alamiah
Perjalanan alamiah telars prematur bervariasi dari regresi, persisten, progresif tanpa disertai
gejala lain hingga pasien memasuki usia pubertas, ataupun berkembang menjadi pubertas
prekoks sentral. Beberapa studi tentang perjalanan alamiah telars prematur di luar negeri dan
tentang konklusinya masih bervariasi.
Mills dkk (dikutip dari Pescovtz)18, melaporkan perjalanan alamiah selama 7 tahun 46 kasus
telars prematur. Dari 46 kasus telars prematur didapatkan 57% di antaranya menetap selama
pengamatan 3-5 tahun, sebanyak 11% bersifat progresif walaupun tanpa disertai gejala lain, dan
32% mengalami regresi. Suatu studi retrospektif longitudinal lainnya memperlihatkan sebagian
besar telars prematur akan mengalami regresi dalam jangka waktu 6 bulan hingga 6 tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Pada 10% kasus, telars prematur akan menetap hingga memasuki usia
pubertas. Illicki dkk. (dikutip dari Pucarelli)15 dalam pengamatan jangka panjangnya terhadap
68 kasus telars prematur mendapatkan regresi payudara terjadi pada 44% kasus dalam jangka
waktu hampir 3 tahun dan pubertas berlangsung normal sesuai usia. Hanya sebagian kecil telars
prematur yang berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.
Pasquino16 dkk. mengamati 52 pasien telars prematur selama 10 tahun dan mendapatkan hasil
sebagai berikut: 3 orang anak berkembang menjadi pubertas prekoks sentral, 9 orang hilang dari
pengamatan, 40 orang selebihnya diikuti selama 2-8 tahun. Dari 40 anak tersebut, 20 orang di
antaranya awitannya terjadi sebelum usia 2 tahun, 6 anak di antaranya telah ada saat lahir
(neonatal gynecomastia), sedangkan 14 anak, awitannya terjadi setelah usia 2 tahun. Pucarelli15
dkk. melaporkan pengamatan 2-6 tahun 100 kasus telars prematur antara tahun 1975-1990.
Ternyata 14 anak (14%) di antaranya berkembang menjadi pubertas prekoks sentral. Menurut
Suranto20, dari 60 kasus telars prematur yang ditelitinya, sebagian besar pasien (31/60)
mengalami regresi, sebagian kecil (4/60) berkembang menjadi pubertas prekoks dan sisanya
menetap
Selanjutnya keluaran telars prematur dari berbagai penulis dapat dilihat pada gambar di bawah
ini :
Diagnosis

Tujuan diagnostik telars prematur adalah untuk membedakannya dengan pubertas prekoks
sentral sedini mungkin karena tata laksananya yang sangat jauh berbeda.
Sebagaimana telah dijelaskan, efek peningkatan estrogen pada telars prematur bersifat lokal
sehingga pada telars prematur umumnya tidak akan terlihat efek sistemik estrogen. Secara klinis
akan tampak pola pertumbuhan linear masih normal tanpa adanya akselerasi, usia tulang masih
sesuai dengan usia kronologis.10,12 Pada pemeriksaan USG pelvis terlihat uterus berukuran
prepubertal (rasio korpus banding serviks adalah 1:2), sehingga tidak terjadi menstruasi.2
Pemeriksaan hormonal pada telars prematur memperlihatkan pola prepubertal. Kadar estradiol
berada dalam tingkat prepubertal sesuai dengan usia pasien, namun kadang-kadang sedikit
meningkat. Kadar FSH (Follicle stimulating hormone) basal dan LH (luteinizing hormone)
biasanya normal, namun FSH mungkin agak meningkat. Demikian pula terhadap uji stimulasi
LHRH menunjukkan pola prepubertal (FSH dominan).16,10,12
Tata laksana
Telars prematur merupakan suatu keadaan yang self limited dan jarang sekali menjadi pubertas
prekoks sentral.10,15,16 Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa telars prematur yang terjadi pada
usia kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang baik, karena payudara umumnya akan
mengalami regresi spontan, sehingga disarankan untuk tidak melakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang tidak perlu..
Penjelasan terhadap orangtua merupakan kunci, bertujuan memberikan keyakinan bahwa
sebagian besar telars prematur bersifat jinak dan tidak perlu khawatir terhadap perkembangan
dan pertumbuhan anak selanjutnya. Yang lebih penting pada kasus telars prematur adalah
pemantauan sedini mungkin kemungkinan terjadinya pubertas prekoks senrtal yang dapat
dilakukan baik secara klinis, laboratoris, maupun dengan pemeriksaan penunjang radiologis. Hal
ini sangat penting agar terapi sedini mungkin dapat segera dilakukan pada pasien telars prematur
yang berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.1,10,18
Walaupun angka kejadian telars prematur yang berkembang menjadi pubertas prekoks sangat
kecil, namun dampak yang ditimbulkan oleh pubertas prekoks sentral sangat besar, meliputi
aspek fisis, sosial, psikologis baik pada pasien maupun pada orangtua. Oleh sebab itu setiap
pasien telars prematur perlu diamati secara berkala dan teratur kemungkinan berkembang
menjadi pubertas prekoks sentral, sehingga deteksi dini dan terapi cepat dan adekuat dapat
dilakukan.
Pubarke (adrenarke) premature
Pubarke prematur secara klinis didefinisikan sebagai munculnya rambut pubis sebelum usia 8
tahun pada anak perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki tanpa disertai tanda-tanda seks
sekunder lainnya.1,5,9,13 Keadaan ini 3 kali lebih sering dijumpai pada anak perempuan ketimbang
anak laki-laki.21 Dalam praktek sehari-hari hal ini bisa dijumpai sebagai hal yang fisiologis,
naumun ada beberapa keadaan yang harus disingkirkan seperti tumor atau hiperplasia adrenal.

Anak dengan awitan virilisasi hiperplasia adrenal kongenital dapat menunjukkan gambaran klinis
yang serupa.1,3,21
Mekanisme yang mendasari terjadinya pubarke prematur adalah terjadinya maturasi dini dari
zona retikularis adrenal korteks yang menyebabkan peningkatan produksi androgen.3,6,21 Pada
pubarke prematur, kadar dihidroepiandrosteronesulfas (DHEAS) meningkat, sedangkan
testosteron masih berada dalam kisaran prepubertas.
Umur saat dijumpainya pubarke prematur sangatlah penting. Munculnya rambut pubis tersendiri
atau bersamaan dengan rambut aksila terutama dapat terjadi pada usia sedini 5 tahun. Jika
dijumpai pada masa bayi, selalu merupakan kelainan endokrin yang harus segera ditindak lanjuti
yang sebaiknya langsung dirujuk ke spesialis anak konsultan endokrin. Kasus yang tanpa disertai
tanda-tanda virilisasi ataupun gambaran cushingoid, hasil DHEAS sesuai kisaran nilai pubertas
dan umur tulang tidak lebih dari 1 tahun dari umur kronologis bisa dianggap sebagai pubarke
prematur idiopatik. Kasus seperti ini tidak memerlukan pengobatan, namun monitoring
pertumbuhan, status pubertas, virilisasi dan gambaran cushingoid setiap 3-4 bulan harus
dilakukan.5,21,22
Ginekomastia
Ginekomastia (gyneco=wanita; mastia=payudara) merupakan pembesaran kelenjar mamae yang
terjadi pada laki-laki.5 Hal ini terjadi karena adanya gangguan fisiologi hormon steroid yang
bersifat sementara (reversibel) maupun menetap.24 Ginekomastia terjadi karena berbagai macam
perubahan dalam payudara termasuk jaringan penunjang, proliferasi duktus kelenjar mamae,
penambahan vaskularisasi, dan infiltrasi sel-sel radang kronik. Pembesaran seringkali terjadi
pada regio tepat di bawah papila dan areola mamae,24,26 dan dapat disertai atau tanpa sekresi
menyerupai kolostrum, teraba lunak, dan pembesaran papila dan areola mamae.26 Ginekomastia
jangan dikacaukan dengan lipomastia yaitu lemak subkutan, teraba lunak yang seringkali tampak
seolah-olah mempunyai payudara pada laki-laki gemuk.
Perjalanan klinis ginekomastia seperti juga efek obat-obatan dapat dipantau dengan mengukur
diameter lempeng jaringan kelenjar mamae setiap 3 bulan sekali. Sering terjadi asimetri pada
perkembangan ginekomastia, dan perkembangan mamae unilateral dapat selalu dipertimbangkan
sebagai stadium perkembangan ginekomastia bilateral.27
Etiologi
Hormon stimulans pertumbuhan mamae yang dominan adalah estrogen, sedangkan androgen
mempunyai efek inhibisi yang lemah.24,25 Ginekomastia ini akan terjadi bila terdapat penurunan
ratio androgen terhadap estrogen.24,26 Peran prolaktin pada genesis ginekomastia masih belum
jelas. Prolaktin serum pada kebanyakan pasien ginekomastia dalam batas normal. Prolaktin
adakalanya ikut berperan melalui efek tidak langsung pada gonad dan kemungkinan pada fungsi
adrenal yang dapat menyebabkan perubahan rasio estrogen atau androgen dalam sirkulasi.26
Manifestasi klinis

Ginekomastia fisiologis
Ginekomastia pada neonatus
Pembesaran payudara pada neonatus diduga disebabkan oleh faktor estrogen maternal atau
plasenta atau kombinasi keduanya. Pembengkakan ini dapat atau tidak berkaitan dengan
produksi ASI dan biasanya hilang dalam beberapa minggu, walaupun pada beberapa kasus
tertentu dapat menetap lebih lama.26,27
Tabel 2.Klasifikasi ginekomastia26
A. Ginekomastia fisiologis
Ginekomastia pada neonatus
Ginekomastia pubertas
Ginekomastia usia lanjut
B. Ginekomastia patologis
Defisiensi testosteron

Kelainan kongenital (anorkhia kongenital, Sindrom


Klinefelter, resistensi androgen (feminisasi testis dan
sindrom Reifenstein), kelainan sintesis testosteron)

Gagal testis sekunder (orkhitis virus, trauma, kastrasi,


penyakit neurologis dan granulomatosa, gagal ginjal)

Peningkatan produksi estrogen

Peningkatan sekresi estrogen testis (tumor testis, karsinoma


bronkogenik dan tumor lain memproduksi hCG, true
hermaphroditism)

Peningkatan zat untuk aromatisasi jaringan ekstra-glanduler


(penyakit adrenal, hati, kelaparan, tirotoksikosis)

Peningkatan aromatisasi ekstraglanduler

Obat-obatan

Estrogen atau obat yang beraksi seperti estrogen

(dietilstilbestrol, obat kosmetika yang mengandung


estrogen, pil KB, digitalis, makanan yang terkontaminasi
estrogen, fitoestrogen)

Obat yang meningkatkan produksi estrogen endogen


(gonadotropin,klomifen)

Obat penghambat sintesis testosteron (ketokonazol,


metronidazol, simetidin, etomi dat, alkylating agents,
cisplatin, flutamid, spironolakton)

Obat yang mempunyai mekanisme aksi tidak diketahui


(busulfan, isoniazid, metil

dopa, zat penghambat pompa kalsium, kaptopril,


antidepresan trisiklik, penisilamin, diazepam, marijuana,
heroin)

C. Gikenomastia idiopatik

Ginekomastia pubertas
Pada usia 10 sampai 17 tahun, kira-kira 40% anak laki-laki menderita ginekomastia transien
dengan puncak insidens ( 65%) pada 14 tahun (gambar 2)27. Ginekomastia pubertas ini akan
menghilang secara spontan pada kira-kira 75% kasus dalam 2 tahun24,25,26 dan 90% dalam 3 tahun.
Ginekomastia yang cukup besar pada anak laki-laki terdapat kurang dari 10%.28.
Manifestasi klinis
Ginekomastia pubertas selalu diawali dengan tanda-tanda perkembangan seks laki-laki.
Perkembangan rambut pubis, pigmentasi kulit skrotum, dan pembesaran testis (volume 8 ml)
khas terdapat sedikitnya 6 bulan sebelum onset pembesaran payudara.24,27 Pada ginekomastia
pubertas, diameter kelenjar mamae biasanya kurang dari 4 cm menyerupai breast budding.
Apabila ukuran mamae pada ginekomastia serupa dengan M4 atau M5 stadium pubertas
perempuan maka disebut makroginekomastia. Pada keadaan ini, diameter kelenjar mamae
meluas 5 cm atau lebih dan payudara berbentuk kubah. Pada makroginekomastia regresi spontan
tidak mungkin terjadi, dan terapi tidak boleh terlambat.27
Ginekomastia patologis

Ginekomastia patologis adalah ginekomastia yang disebabkan oleh efek samping obat atau
penyakit yang mendasarinya. Diagnosis banding ginekomastia patologis, dimulai dengan obatobatan yang dapat menyebabkan pembesaran payudara. Pembesaran payudara dapat terjadi pada
kecanduan alkohol kronik walaupun tanpa disertai penyakit hati.26,27
Hiperplasia mamae sering terjadi pada pemakaian obat-obat penyakit kronik. Kecurigaan yang
tinggi terjadinya ginekomastia karena obat harus ada untuk anak laki-laki yang memerlukan obat
untuk kelainan psikiatrik, leukemia, limfoma, tuberkulosis, dan penyakit-penyakit
kardiovaskuler.27
Kelainan endokrin
Kelainan endokrin pada ginekomastia patologis umumnya kelainan endokrin yang secara
potensial menyebabkan penurunan konsentrasi androgen (hipogonadism) atau peningkatan
sekresi estrogen. Androgen dihasilkan testis dan adrenal sehingga baik kelainan pada adrenal
maupun testes dapat menyebabkan ginekomastia. Androgen akan mengalamai aromatisasi perifer
di jaringan menjadi estrogen. Rasio androgen dan estrogen ini yang berperan pada ginekomastia.
Pada sindrom Klinefelter terjadi hipergonadotropik hipogonadism seringkali dijumpai
ginekomastia. Pada sindrom Kloinefelter gonad mengalami disgenesis sehingga ukurannya kecil
dan lembut. Pada sindrom Klinefelter resiko terjadinya kanker payudara meningkat sampai 20
kali.26-29 Pada 30% penderita hipertiroid dapat dijumpai ginekomastia. Pada hipertiroid terjadi
peningkatan produksi androstenedion, sehingga aromatisasi androgen perifer meningkatkan
pembentukan.26-28
Ginekomastia yang timbul sebelum usia 10 tahun memerlukan perhatian khusus karena
kemungkinan adanya tumor di hipofisis, adrenal atau testis. Kebanyakan ginekomastia yang
disebabkan tumor hipofisis merupakan tumor yang mensekresi LH,26,29 Tumor adrenal biasanya
mensekresi androstenedion dalam jumlah besar, yang akan diubah oleh aromatase jaringan
perifer menjadi estron. Tumor sel stroma testis (sel leydig atau sertoli) dapat mensekresikan
estrogen atau hCG. Tumor germinal testis (choriocarcinoma Ca embional, teratoma) dapat
mensekresikan hCG atau mengambil prekursor hormon steroid sirkulasi dan mengubahnya
menjadi estrogen.
Tumor mamae. kista dermoid, lipoma, limfangioma, dan rabdomiosarkoma menimbulkan massa
pada payudara. Apakah ginekomastia sendiri merupakan predisposisi terjadinya kanker sampai
sekarang belum ada kesepakatan.
Ginekomastia yang tampak pada malnutrisi, biasanya timbul setelah peningkatan masukan
kalori, mungkin berhubungan dengan disfungsi hati. Selama kelaparan, produksi hormonhormon seks turun. Ketika masukan makanan menjadi normal, baik produksi estrogen maupun
androgen meningkat. Kerusakan hati bersama-sama dengan malnutrisi mencegah hati
mendegradasi estrogen dan terjadi rasio estrogen terhadap androgen yang tinggi. Pembesaran
payudara biasanya akan menghilang sesuai dengan perbaikan fungsi hati.25,26,28
Ginekomastia idiopatik

Pada keadaan ini penyebabnya setelah dicari tetap tidak diketahui, dan ginekomastia idiopatik
tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang berarti.26
Pendekatan Diagnosis
Tujuan utama pendekatan diagnosis adalah membedakan ginekomastia fisiologis (pubertas) atau
patologis. Gambaran khas kedua keadaan ini
tertera pada tabel 3. Pada anamnesis riwayat pemakaian obat-obatan sangat penting selain
adanya riwayat keluarga dengan prolonged gynecomastia atau menetap. Pada tahap lanjut harus
diidentifikasi ada tidaknya gagal ginjal, sirosis, hipertiroid, hipogonadisme, malnutrisi, maupun
trauma lokal dinding dada. Ginekomastia pra pubertas atau yang berhubungan dengan pubertas
prekoks memerlukan konsultasi ahli endokrin.24,27
Kegunaan pemeriksaan fisis adalah untuk memeriksa pembesaran payudara tersebut mempunyai
konsistensi khas ginekomastia dan mencari tanda-tanda dari penyakit yang mendasarinya. Pada
anak laki-laki yang kurang gizi dan kakheksia mungkin dapat ditemukan penyakit kronis atau
keganasan. Adanya goiter pada pasien yang gelisah atau gugup memberi kesan hipertiroid.
Kurangnya maskulinisasi pada anak laki-laki dengan testis kecil atau asimetris kemungkinan
menderita hipogonadisme atau tumor feminisasi.27
Tabel 3. Perbedaan gambaran ginekomastia pubertas dan patologis27
Parameter

Ginekomastia pubertasGinekomastia
patologis

Awitan

Usia 10-18 tahun

Sebelum usia 10
tahun

Obat penyebab

Tidak ada

Riwayat positif

Riwayat keluarga

Ginekomastia transien Ginekomastia


permanen

Penyakit kronis

(-)

Hati, ginjal, fibrosis


kistik, hipertiroid,
kolitis ulseratif,
trauma dinding dada

Penyakit genital

(-)

Orkitis, trauma testis,


kriptorkismus,

hipospadia
Awitan pubertas

Normal dan sebelum Prekoks atau setelah


terjadi ginekomastia terjadi ginekomastia

Pemeriksaan fisis

Gizi baik, testis


membesar, pubertas
stadium II-IV

Kurang gizi, goiter,


testis kecil atau
asimetris,
under masculinized

Massa mamae

Pusat cakram di bawahKeras, massa


papila
asimetris tidak di
bawah papila,
limfadenopati
regional

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesuai dengan gambaran klinis. Uji faal ginjal, hati,
dan tiroid diindikasikan pada penyakit kronik. Pemeriksaan karyotipe diperlukan bila ukuran
testis remaja kurang dari 3 cm (panjang) dan 8 ml (volume). Anak laki-laki dengan tanda
hipogonadisme, pubertas prekoks, atau makroginekomasti harus ditentukan kadar LH, FSH,
estradiol, testosteron, dehidroepiandrosteron sulfat (DHAS), dan HCG darah. Kadar prolaktin
darah harus diukur bila terdapat galaktorea. Bila kadar DHAS darah tinggi diperlukan
pemeriksaan lanjut dengan sonografi adrenal, dan bila kadar estradiol darah tinggi diperlukan
sonografi hati, ginjal dan testis. Adanya kadar hCG yang tinggi merupakan indikasi untuk
magneting resonance imaging (MRI) otak, dada, abdomen, dan testis untuk mencari tumor yang
mensekresi hCG.27,29 Kadangkala diperlukan pemeriksaan mammografi/USG untuk membedakan
ginekomastia dan adipomastia pada anak laki-laki obese.28
Terapi
Terapi ginekomastia tergantung pada penyebab dan lamanya menderita ginekomastia. Pada
ginekomastia pubertas biasanya hanya memerlukan penentraman hati.24,25,29 dan dukungan
psikososial 24,25 Pada 90% kasus ginekomastia pubertas regresi spontan terjadi dalam 3 tahun dan
dalam 6 bulan dengan terapi medis.27

Terapi medis
Hasil terapi dengan raloksifen30, klomifen sitrat, tamoksifen, testolakton, danazol dan testosteron
atau dihidrotestosteron heptanoat dilaporkan dengan hasil yang tidak konsisten.24,25,26,30
Tamoksifen dan raloksifen merupkan anti-estrogen. Tamoksifen bekerja dengan cara
berkompetisi dengan estrogen binding site jaringan mamae. Obat ini cukup aman dan efektif bila
diberikan dengan dosis 10-20 mg 2 kali sehari pada remaja. Selama ini efek samping yang ada
hanya nausea atau abdominal discomfort yang terjadi pada 5% laki-laki yang diobati dan tidak
memerlukan penghentian pengobatan.25,26 Lawrence dkk.membandingkan efek terapi raloksifen
dan tamoksifen untuk pengobatan ginekomastia pubertas. Terbukti dari penelitian tersebut kedua
obat cukup efektif menekan reseptor estrogen, mengurangi ukuran payudara dan cukup aman
untuk ginekomastia pubertas yang persisten. Dari kedua obat tersebut raloksifen memerikan
respons terapi yang lebih baik dibanding tamoksifen.30
Testolakton adalah suatu aromatase inhibitor. Dosis 150 mg 3 kali sehari, merupakan dosis aman
yang tidak menghambat sekresi gonadotropin atau memperlambat pubertas. 26,27
Dihidrotestosteron heptanoat diberikan secara intra muskuler tapi belum tersedia secara
komersial.. Tidak seperti testosteron, dihidrotestosteron tidak dapat diaromatisasi (in vivo)
menjadi estrogen, oleh karena itu obat ini tetap mempunyai kemampuan menghambat
pembentukan mamae.25,27
Terapi bedah
Inidikasi bedah pada ginekomastia adalah apabila ukuran melebihi 6 cm atau jaringan mamae
menetap lebih dari 4 tahun dan sudah terjadi fibrosis luas, dan adanya stres psikologis berat.
26,27,30

Constitutional Delay of Growth and Puberty


Dalam praktek sehari-hari masalah pubertas terlambat yang paling sering dijumpai adalah
Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP). Penderita CDGP lebih sering
mengeluhkan perawakan pendek daripada pubertas terlambat.31,32,33,34
CDGP lebih sering dijumpai pada anak laki-lak (90%)i.37,38 Pediatric Endocrine Ambulatory
Center at North Shore University Hospital melaporkan jumlah anak yang didiagnosis sebagai
CDGP sebanyak 15% dari anak berperawakan pendek.33
Gambaran Klinis
Anak dengan CDGP mempunyai riwayat kelahiran yang normal, dengan berat lahir yang normal.
Sampai kira-kira usia 2-3 tahun pertumbuhan tampak normal. Selanjutnya setelah umur 2-3
tahun pertumbuhan anak akan berat badan maupun tinggi badan menurun sehingga menyilang ke
bawah garis persentil-3. Setelah itu kecepatan tumbuh akan normal kembali yaitu sebesar 5
cm/tahun atau lebih sehingga pertumbuhan liniernya akan paralel dengan kurva pertumbuhan

normal.33,36-39 Pada anak CDGP dengan riwayat pendek dalam keluarga, manifestasi gangguan
pertumbuhan akan lebih berat.
Dari riwayat keluarga, salah satu atau kedua orangtua mempunyai riwayat pertumbuhan yang
sama dan mengalami pubertas yang terlambat.31,33,36-39
Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak dengan pubertas terlambat yang disertai perawakan
pendek proporsional. 31,34,36-39 Kecepatan tumbuh pada periode prapubertas sesuai dengan
umurnya, dan tinggi badan akhir akan mencapai batas-batas normal.33-35
Diagnosis
Diagnosis CDGP kadang sulit ditegakan terutama bila datang seblum usia pubertas dan beberapa
ahli masih berbeda pendapat dalam pengertian CDGP, 38,40 namun ada beberapa keadaan yang
dapat dipertimbangkan sebagai CDGP antara lain40
1. Tidak ditemukan kelainan endokrin, metabolik, kongenital atau penyakit kronik.
2. Status nutrisi baik
3. Tidak ditemukan kelainan fisik, dismorfik maupun proporsi tubuh
4. Perawakan pendek
5. Pubertas terlambat
6. Usia tulang lebih muda 2 tahun atau lebih dibanding usia kronologis.
7. Prediksi tinggi akhir normal.
8. Dalam keluarga ibu atau kedua orangtuanya, atau salah satu saudara kandung pernah
mengalami pubertas terlambat
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pubertas terlambat yang disertai perawakan pendek cukup banyak.
Selain beberapa penyakit kronis (misal talasemia), sindrom Turner merupakan diagnosis banding
yang perlu dipikirkan bila ditemukan pada seorang anak perempuan.
Terapi
CDGP sebenarnya tidak perlu diterapi karena merupakan keadan yang fisiologis. Namun karena
perawakan pendek dapat mengakibatkan masalah psikososial, sehingga anak akan merasa rendah
diri dan akhirnya orang tua akan membawa anaknya untuk diobati pada saat masa
prepubertas.31,33,35 Perawakan pendek pada CDGP tidak patologis, sehingga tidak diperlukan
pengobatan.36,38,39,40

Crowne dkk dan Bramswig dkk mengobservasi anak laki-laki dengan CDGP tanpa pengobatan
sampai anak tersebut mencapai tinggi dewasa akhir (usia 21tahun).32 Crowne dkk mendapatkan
tinggi akhir rata-rata adalah 164,1 cm, sedangkan Bramswig dkk sekitar 170 cm, yang ternyata
lebih rendah dari potensi tinggi gentik mereka.42
Masalah yang sering dikeluhkan anak-anak dengan CDGP adalah mereka merasa kurang percaya
diri, mengalami tekanan psikososial, merasakan bahwa keterlambatan pertumbuhan dan pubertas
yang terjadi pada diri mereka akan berpengaruh terhadap prestasi sekolah, pekerjaan nantinya
ataupun kegiatan sosial.32,36,41 Tekanan psikososial ini dapat mengganggu perkembangan anak,
sehingga banyak orang tua minta agar anak mereka diberikan pengobatan. Peran ahli jiwa anak
atau psikolog penting untuk menangani masalah ini.
Dari semua opsi pengobatan banyak sentra sekarang menggunakan oksandrolon atau testosterone
untuk induksi pubertas pada CDGP. Ada juga sentra yang mengkonbinasikan testosterone dengan
letrozol, suatu inhibitor aromatase generasi ke-4 yang sangat potensial.38 Untuk memulai
pengobatan sebaiknya pasien dikonsultasikan ke konsultan endokrin anak Sebelum pengobatan
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:35,36,38,40,42,43
1. Umur minimal 12 tahun untuk oksandrolon dan 14 tahun untuk testosterone
2. Umur tulang minimal 10 tahun
3. Tinggi di bawah persentil-3
4. Status pubertas masih prepubertal atau Tanner G2 dan kadar testosterone di bawah 100
ng/dL
5. Pasien terbukti ada gangguan self-image (jaga-imej) dan tidak berhasil dengan konseling.
Oksandrolone adalah hormon anabolik sintetik suatu derivat testosteron yang dapat diberikan
secara oral dengan dosis 1.25 mg/hari atau 2.5 mg/hari selama 3 sampai 4 bulan. Terapi
dihentikan bila volume testis telah mencapai 10 ml atau tinggi badan yang diinginkan asien
tercapai.35,38,40,42,43 Walaupun oksandrolon ini banyak dipergunakan di banyak sentra, namun obat
ini sulit didapat dan tidak tersedia di Indonesia.
Testosteron diberikan secara parentral dengan dosis enanthate sebesar 50-200 mg setiap 3 sampai
4 minggu. Biasanya di bulan keempat akan mulai terlihat tanda seks sekunder. Kecepatan
pertumbuhan tinggi badan yang terjadi 10-12,6 cm/tahun.44 Dengan cara pemberian seperti yang
dianjurkan tidak terjadi percepatan maturasi tulang ataupun gangguan proses pubertas.40,44
Crowne dkk membandingkan hasil terapi oxandrolone dan testosteron depo pada CDGP.
Penelitiannya menyimpulkan keduanya memberikan hasil yang sama terhadap kecepatan
pertumbuhan dan pubertas.35
Induksi pubertas pada anak perempuan dengan CDGP adalah estradiol. Dosis estradiol cypionate
yang dianjurkan adalah 0,5 mg intra-muscular atau ethinyl estradiol 5 g/hari per oral dapat
merangsang tumbuhnya payudara dan pertumbuhan fisik.39

Walaupun anak dengan CDGP dapat dipercepat pertumbuhannya dengan berbagai macam
hormon, namun pemakaiannya hendaknya harus dipertimbangkan baik-baik.33,3.9 Pemberian
terapi hendaknya baru diberikan bila memang terjadi kecemasan yang amat berlebihan pada
orang tua atau terjadi tekanan psikososial pada anak. Orang tua harus diberi pengertian bahwa
pemberian terapi tidak merubah tinggi akhir anak, namun hanya mempercepat pertumbuhan.
Terapi tidak dibenarkan diberikan bila usia kronologis anak kurang dari 12 tahun atau usia tulang
kurang dari 10 tahun.33
Kesimpulan
1. Pubertas adalah bagian dari proses pertumbuhan anak dan remaja
2. Status pubertas termasuk bagian pemeriksaan fisik yang harus diperiksa pada anak dan
remaja
3. Selain tanda seks sekunder, urutan timbulnya tanda seks sekunder harus diperhatikan
4. Penyimpangan dari proses pubertas dapat terjadi pada semua umur dari neonatus sampai
remaja
5. Masalah pubertas sehari-hari yang sering dijumpai yaitu telars prematur, telars pubarke,
ginekomastia dan CDGP
6. Masalah sehari-hari tersebut harus bisa dikenali dan diketahui yang mana yang fisiologis
atau patologis
7. Untuk masalah yang patologis atau yang memerlukan terapi hormonal dikonsultasikan ke
konsultan endokrin anak
Daftar Pustaka
1. Rosenfield RL. Puberty in the female and its disorders. Dalam: Sperling MA, 1.
penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders; 2002. h 455518.
2. Ducharne JR. Forest MG. Normal pubertal development. Dalam: Bertrand 2. J,
Rappaport R, Sizonenkon PC, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2.
Baltimore: Williams; 1993. h 372-86.
3. Styne DM. Puberty. Dalam: Greenspan FS. Basic and clinical endocrinology. 3. Edisi ke3. San Fransisco: Lange; 1992. h 519-40
4. Pathomvanich A, Merke DP, Chrousos GP. Early puberty:A cautionary tale. J 4. Pediatr
2000;105: 797-802.

5. Cavallo A. Assessment of variation of pubertal development. Dalam Baker RC, 5.


penyunting. Pediatric primary care ill- child care. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott
William; 2001. h 163-175
6. Delemarre-Van de Waal HA. Central regulation of human puberty . DeBoer-6.
Nieuwkoop: vrije universiteit te Amsterdam, 1984. Disertasi.
7. Kakarla N, Bradshaw KD. Disorders of pubertal development: Precocious 7. Puberty.
Semin Reprod Med 2003; 21:339-351 (edisi on line) Diunduh dari:
http://www.medscape.com
8. Ducharme JR, Collu R. Pubertal development: Normal precocious and 8. delayed.
Dalam: Bailey JD, penyunting. Clinics in endocrinology and metabolism. London:
Saunders; 1982. h 57-87
9. Brook CGD. Mechanism of puberty. Horm Res 1999;51(suppl3):52-49.
10. Sizonenko PC. Precosius puberty. Dalam: Bertrand J, Rapaport R, Sizonenko 10. PC,
penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Baltimore: Williams; 1993. h 387-403.
11. Roman R, Johnson MC, Codner E, Boric MA, Avila A, Cassoria F. Activating 11. GNAS
Gene metation in patient with premature thelarche. J Pediatr 2004;145:1-8.
12. Klein KO, Mericq V, Brown-Dawson J, Larmore KA, Cabezas P, Cortinez A. 12. strogen
level in girls with premature thelarche compared with normal prepubertal girls as
determined by an ultrasensitive recombinat cell bioassay. J Pediatr 1999;134:1-5.
13. Bridges NA, Brook CGD. Disorders of puberty. Dalam: Brook CGD, penyunting. 13.
Clinical padiatric Endocrinology. Edisi ke-3. Oxford: Blackwell; 1995. h 253-73.
14. Mills JL, Stolley PD, Davies J, Moshang T Jr. Premature Thelarche; natural 14. history
and etiologic investigation. Am J Dis Child 1981;135:743-5.
15. Pasquino AM, Pucarelli I, Passeri F, dkk. Progression of premature thelarche 15. to
central precocious puberty. J Pediatr 1995;126:11-4.
16. Pasquino AM, Tebaldi L, Cioschi L, dkk. Premature thelarche: a follow-up 16. study of
40 girls. Arch Dis Child 1985;60:1180-2.
17. Assin MS. Peranan hormon dalam proses tumbuh kembang anak dan remaja. 17. Pidato
Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada
Faklutas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 9 Januari 1993.
18. Pescovitz OH, Henh KD, Barnes KM, Loriaux DL, Culter GB Jr. Premature 18. thelarche
and central precocious puberty: the relationship between clinical presentation and the

gonadotropin response to luteinizing hormone-releasing hormone. J Clin Endocrinol


Metab 1988; 67:474-9.
19. Saenz de Rodriguez Ca, Bongiovanni AM, Conde de Borrego L. An 19. epidemic of
precocious development in Puerto Rican children. J Pediatr 1985;107:393-6.
20. Suranto A. Perjalanan alamiah telars prematur di Bagian Ilmu Kesehatan 20. Anak
RSCM. Jakarta: Universitas Indonesia, 1999. Thesis.
21. Lee PA. Disorders of puberty. Dalam: Lifshitz F, penyunting. Pediatric 21. endocrinology.
Edisi ke-3. New York: Marcell Dekker; 1996. h175-95.
22. Klein OK. Editorial: Precocious puberty: Who has it? Who should be treated? J Clin
Endocrinol Metab 1999;84:1-6.
23. Wheeler CE, Cawley EP, Gray HT.Gynecomastia: A review and an analysis of 160 cases.
Ann Intern Med 954;40:985-1001.
24. Braunstein GD. Pubertal gynecomastia. Dalam: Lifshitz F, penyunting. 24. Pediatric
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcell Dekker; 1996. h 97-205.
25. Segu VB. Gynecomastia. eMedicine 2004;3:1-10. Diunduh dari: 25. http://emedicine.com
26. Wilson JD, Foster DW. Abnormalities in estrogen metabolism. Dalam: Larsen: 26.
Williams Textbook of Endocrinology. Edisi ke-10;2003. h 741-7.(Edisi on line). Diunduh
dari: http://home.mdconsult.com
27. Mahoney CP. Adolescent gynecomastia: differential diagnosis and 27. management.
Pediatr Clin North Am 1990;37:1389-1401.
28. Templeman C, Hertweck SP. Breast disorders in the pediatric and adolescent 28. patient.
Clin Obstet Gynecol 2000;27:1-14.
29. Styne DM. Disorders of sexual differentiation and puberty in the male. Dalam: 29.
Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-2. Philadelphia; 2002. h 565628.
30. Lawrence SE, Faught KA, Vethamutu J, Lawson ML. Beneficial effects of 30. raloxifene
and tamoxifen in the treatment of pubertal gynecomastia. J Pediatr 2004;145:1-8.
31. Pulungan AB, Delemarre-van de Wall HA. Management of growth disorders. 31. Paediatr
Indones 2002;42:225-38.
32. Crowne EC. Shalet SM, Wallace WHB, Eminson DM, Price D. Final height in 32. boys
with untreated constitutional delay in growth and puberty. Arch Dis Child 1990;65:110912.

33. Lifshitz F, Cervantes CD. Short stature. Dalam: Lifshitz F. penyunting. Pediatric 33.
endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcel Dekker Inc. 1996; h 1-15.
34. Lee Pa. Disorders of puberty. Dalam: Lifshitz F. penyunting. Pediatric 34. endocrinology.
Edisi ke-3. New York: Marcel Dekker Inc; 1996. h 175-93.
35. Crowne EC, Wallace WHB, Moore C, Mitchel R, Robert WR, Shalet SM. 35. Degree of
activation of the pituitary-testicular axis in early pubertal boys with constitutional delay
of growth and puberty determines the growth response to treatment with testosterone or
oxandrolone. J Clin Endocrinol Metab. 1995;80:1869-75.
36. Patel L. Delay in puberty. Dalam:Ryan S, Gregg J, Patel L, penyunting. Core 36.
pediatrics a problem-solving approach.London: Arnold; 2003. h 324-335.
37. Argente J. Diagnosis of late puberty. Horm Res. 1999;51:95-10037.
38. Bourguignon JP. Delayed puberty and sexual infantilism. Dalam: Larsen: 38. Williams
Textbook of Endocrinology. Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders WB; 2003. h 1171-1202
39. Rosenfield RL. Diagnosis and management of delayed puberty. J Clin 39. Endocrinol
Metab 1990;70:559-62.
40. Rosenfeld RG, Cohen P. Disorders of growth hormone/Insulin-like growth 40. factor
secretion and action. Dalam:Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke2. Philadelphia: Saunders; 2002. h 211-88.
41. Bramswig JH, Fasse M, Holfhoff ML, Lengerke HJ, Petrykowski W, Schellong G. 41.
Adult height in boys and girl with untreated short stature and constitutional delay of
growth and puberty. Accuracy of five different methods of height. J Pediatr 1990;117:
886-91.
42. Papadimitriou A, Wacharasindhu S. Pearl K, Preece MA, Stanhope R. Treatment 42. of
constitutional growth delay in prepubertal boy with a prolonged course of low dose
oxandrolone. Arch Dis Child 1991;66:841-3.
43. Wilson DM, Mc Cauley E, Brown DR, Dudley R. Oxandrolone therapy in 43.
constitutional delay of growth and puberty. Pediatrics 1995;96:1095-100.
44. Keenan RS, Richards GE, Pondey SW. Dallas JS, Nagamami M, Smith ER. 44. Androgen
stimulated pubertal growth. The effects of testosterone and dihydrotestosterone on growth
hormone and insulin like growth factor-1 in the treatment of short stature and delayed
puberty. J Clin Endocrinol Metab 1993;76:996-1001.
45. AlbaneseA,Kewley GD, Long A, Pearl KN. Oral treatment for constitutional 45. delay of
growth and puberty: a randomized trial of an anabolic steroid or testosterone. Arch Dis
Child 1994;71:315-7.

Penulis : Aman B. Pulungan


Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in
Management

Anak belajar mengenai seks sama pentingnya dengan mereka belajar hal lain. Anak perlu merasa
bahwa organ seksual mereka sama pentingnya dengan bagian tubuh lainnya seperti tangan dan
kaki. Mereka harus bangga menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan. Dan jika orang
tua mengajak anak membicarakan anggota-anggota tubuh mereka, tentang prilaku serta perasaan
anak mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan seks, seharusnya anak merasa
nyaman dan aman dapat berkomunikasi tentang hal ini dengan orang tuanya. Hal ini penting
sekali bagi terciptanya kondisi dimana anak merasa bahwa orang tuanya lah tempat bertanya,
mengadu, dan curhat untuk hal yang paling ditabukan sekalipun.
Pengaruh pada perilaku seksual anak

Orangtua

Apa yang orangtua pikirkan mengenai seksualitas anak memberi pengaruh yang kuat bagaimana
anda merespon prilaku seksual anak. Apa yang orang tua atau leluhur anda katakan, lakukan,
keyakinan agama yang dianut, latar belakang kebudayaan dan perasaan anda, semuanya akan
memberi warna tentang bagaimana anda menyikapi perkembangan seksual putra putri anda.
Anda dapat menolong anak anda untuk merasa nyaman, sehat dan normal, atau sebaliknya, yaitu
merasa malu, bersalah dan buruk, semuanya tergantung bagaimana cara anda merespons putraputri anda.

Televisi, radio dan majalah

Anak dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat, dengar dan baca. Mereka mungkin melihat atau
mengetahui seks melalui berbagai cara termasuk melalui media televisi, video, koran, papan
iklan dan majalah. Mereka belajar dari apa yang mereka baca dan lihat itu mengenai apa artinya
menjadi seorang laki-laki atau seorang perempuan, dan bagaimana seorang laki-laki atau seorang
perempuan berprilaku. Kadang mereka melihat gambar kekerasan sesual atau gambar aktivitas
seksual yang mana mereka belum cukup dewasa untuk mengerti artinya dan hal ini membuat
mereka cemas.

Bagaimana orang tua memperlakukan orang lain

Anak belajar dari orang tuanya guru pertama mereka ! Mereka melihat bagaimana orang tua
memperlakukan orang lain, bagaimana anda memberi perhatian, menghargai orang lain atau
sebaliknya. Beberapa anak mempunyai pengalaman melihat orang tuanya mentertawakan atau

mempermalukan orang lain karena perbedaan jenis kelaminnya. Hal ini memberi pengaruh buruk
bagi anak karena dia mungkin merasa tidak nyaman dengan status seksualnya sebagai laki atau
perempuan, dan mengajarkan mereka untuk takut atau tidak menghargai orang yang berjenis
kelamin berbeda dengannya.

Sekolah

Sebaiknya sekolah dan tempat-tempat terapi anak tidak hanya mengajarkan mereka anggota
tubuh, nama dan kegunaannya tapi juga mengajarkan anak bagaimana menyikapi prilaku orang
lain terhadap anggota tubuh mereka (termasuk organ seksual) yang tidak aman dan tidak senonoh
bagi mereka, serta cara mengatasinya.
Perkembangan seksual anak

Anak memiliki perasaan seksual sejak lahir. Bayi laki-laki mengalami ereksi dan baik bayi laki
maupun perempuan sama-sama memiliki perasaan senang jika ada sentuhan pada organ genitalia
mereka.

Usia Prasekolah

Bayi biasanya belum mengeksplor organ genitalianya sampai usianya 1 tahunan karena organ
ini memang lebih sulit terlihat dibandingkan dengan anggota tubuh lainnya seperti tangan dan
kaki. Bayi sering menyentuh organ genitalnya karena mereka menimbulkan rasa enak atau
menimbulkan rasa nyaman jika mereka sedang cemas dan marah.
Bayi satu tahun sudah mulai memainkan genitalnya saat diganti celananya dan kadang mereka
juga memainkan ee nya saat dibersihkan. Hal ini wajar saja sebagai bagian dari rasa
keingintahuan mereka.
Anak dibawah usia 3 tahun belum mengerti bahwa seluruh bagian tubuhnya merupakan satu
kesatuan dari badannya dan merupakan sesuatu yang permanen. Oleh karena itu anak laki
kadang jadi cemas penis nya hilang atau tidak ada saat mereka melihat anak perempuan tidak
memiliki genitalia yang sama, atau sebaliknya.
Anak usia prasekolah sering belum aware terhadap tubuhnya dan masih belum terlalu
mengerti malu dalam keadaan telanjang.
Anak usia prasekolah tertarik untuk melihat tubuhnya sendiri dan tubuh teman-temannya.
Mereka sering bermain peran dokter perawat sehingga mereka bisa saling melihat dan
menyentuh satu sama lain.

Mereka sering tertarik pada bagian-bagian tubuh orang tuanya dan ingin menyentuhnya jika
mereka kebetulan melihatnya di kamar atau di kamar mandi.
Mereka mulai tertarik konsep dari mana bayi berasal dan bagaimana bayi keluar dari perut
ibunya.
Sebelum usia 3 tahun, anak dapat menyampaikan jenis kelaminnya. Dan pada usia 6 tahun atau 7
tahun mereka mengerti bahwa organ genital bukanlah sesuatu yang bisa berubah lagi (laki
berubah jadi perempuan, dan sebaliknya). Saat usia 4 tahun mereka sangat tertarik dengan halhal yang berhubungan dengan kamar mandi dan toilet.

Di tahun-tahun pertama sekolah dasar

Anak biasanya mengetahui bahwa memperhatikan tubuh orang lain dan masturbasi merupakan
kegiatan yang dilakukan orang dewasa secara pribadi. Di umur ini anak masih bermain peran
yang melibatkan perbedaan jenis kelamin karena rasa keingintahuannya. Anak mulai mendengar
dan memperhatikan kata-kata yang berbau seks, kadang mereka menggunakan istilah-istilah
tertentu yang mereka dapatkan dari teman-temannya. Mereka masih merasa tertarik pada proses
kehamilan dan persalinan. Anak mulai memlih teman sejenis sebagai teman dekatnya. Anak
sudah malu jika tidak berpakaian dengan baik di depan orang lain dan juga di depan orang
tuanya. Mereka mulai mengangkat topik seks dalam obrolan atau gurauan dengan temantemannya. Permainan seksual yang sering diperankan adalah permainan bermain saling
memperolok atau berpura-pura mengenai perkawinan atau bermain peran dokterpasien/perawat.
Masturbasi

Dalam
masa
kanak-kanak
dini,
menyentuh
organ

mencari
dan
menemukan

anak
merasa

anak
ingin
pergi
memberikan rasa aman saat anak sedang dalam keadaan cemas

genital
anggota
ke

dapat

berarti:
tubuhnya
nyaman
toilet

Di tahun pertama sekolahnya anak belajar bahwa masturbasi adalah sesuatu yang dilakukan
sangat privabadi (jadi jika anak melakukannya di depan umum biasanya menunjukkan adanya
gangguan pada anak). Saat anak mencapai usia pra sekolah, anda mungkin ingin membicarakan
masalah masturbasi. Katakan pada anak anda bahwa masturbasi menimbulkan rasa nyaman,
namun hal tersebut hanya boleh dilakukan oleh diri sendiri bahkan tanpa kehadiran orang lain.
Jika anak sering masturbasi, mungkin ada suatu masalah yang dipikirkannya dan hal ini sangat
penting untuk dikenali oleh orang tuanya dan dicari solusinya. Anak-anak yang masih kecil
mungkin belum bisa menceritakan apa yang mengganggu pikirannya tapi orang tua harus terus

mencari kemungkinan penyebabnya misalnya adanya adik bayi yang baru dilahirkan, atau karena
orang tua kembali bekerja, dsb.
Mengatakan pada anak yang melakukan masturbasi dalam rangka mencari kenyamanan,
biasanya malah menambah ketegangan pada anak. Sebaiknya coba katakan:Ibu tau kamu lagi
gak enak ya., sini ibu peluk
Sentuhan

Menyentuh anak, memeluknya, mengelus, mengusap, menggendong anak oleh kedua orang tua
merupakan hal penting bagi anak untuk merasa dicintai dan belajar bagaimana menunjukkan rasa
cinta dan kasih sayang. Beberapa ayah dan ayah tiri ragu untuk memeluk anaknya karena takut
dituduh melakukan pelecekan seksual. Seyogyanya orang tua mengerti perbedaan antara
menyentuh, memeluk dan mengusap karena ekspresi kasih sayang atau sesuatu yang dilakukan
karena untuk memenuhi hasrat seksusal orang tuanya. Hal yang terakhir tersebut merupakan
tanggung jawab orang tua untuk tidak melakukannya.
Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua

Dari sejak usia dini anak sudah besar rasa ingin tahunya dari mana mereka datang atau
dilahirkan. Anda dapat jelaskan secara sederhana dan seringkali hal tersebut sudah dapat
memuaskan rasa ingin tahunya. Jelaskan bahwa mereka terbentuk dari pertemuan sel telur ibu
dan sel sperma ayah dan bentuk pertemuan ini makin hari tumbuh makin besar di tempat yang
istimewa dalam perut ibunya sampai tiba saatnya nanti dilahirkan menjadi bentuk yang sempurna
seperti dia.
Dengan bertambahnya usia mereka, anak dapat diberi penjelasan yang lebih rinci, misalnya dari
mana asalnya sel sperma dan sel telur. Misalnya, karena ayah dan ibu demikian saling
menyayangi, mereka sering saling bersama, sehingga sperma yang terpilih dari ayah bisa masuk
menemui sel telur terpilih juga dari ibu, sehingga menghasilkan anak yang istimewa seperti dia.
Sebagian anak ingin mendengarkan penjelasan ini berulang-ulang. Buku dengan banyak gambar
yang ilustratif dapat menolong mereka mengerti apa yang disampaikan oleh orang tua. Jawablah
pertanyaan mereka dengan jujur dan sewajarnya sehingga mereka merasa bahwa mereka dapat
berdiskusi dengan orang tuanya jika mereka ingin tahu lebih banyak tentang sesuatu hal. Bahkan
jika orang tua memberi istilah tertentu pada genitalianya misalnya titot untuk genitalia lakilaki, anak harus tahu terminology yang sesungguhnya sebelum anak usia sekolah. Perlihatkan
buku-buku bergambar tentang anggota tubuh dan cara kerjanya masing-masing.
Jika orang tua kesulitan memperkenalkan terminology original untuk organ-organ seksual, maka
perkenalkan istilah tersebut sejak anak usia sangat dini sehingga orang tua tidak jadi malu
menyebutkannya. Jangan lupa ajarkan anak untuk menghargai individu dari kedua jenis
kelamin..

Kebanyakan orang tua menginginkan anaknya memiliki prilaku yang sehat mengenai seks.
Cara orang tua bersikap atau beraksi terhadap pembicaraan mengenai seks akan
mempengaruhi bagaimana anak berpikir, bersikap tentang masalah tersebut dan tentang
diri mereka sendiri.
SEXUAL GAMES

Masa kanak-kanak merupakan masa belajar dan eksplorasi. Anak mengeksplorasi tubuhnya
selama masa ini, termasuk mengeksplor organ genitalianya. Mereka belajar dengan cara melihat,
memegang organ-organ tersebut saat bermain dengan temannya misalnya bermain peran dokterperawat. Namun orang tua tidak perlu terlalu khawatir mengenai hal ini karena ketertarikan
anak pada seks dan permainan peran yang melibatkan pemahaman seks ini hanya merupakan
sebagian hal yang ingin mereka pelajari dan eksplor. Permainan seperti ini tidak sama dengan
yang terjadi pada orang dewasa. Anak hanya merasa penasaran , ingin tahu mengenai organ
organ tubuhnya dan tentang perbedaan jenis kelamin.
Orang tua tidak perlu terlalu khawatir selama anak memainkan peran ini dengan anak
yang sebaya dan selama mereka tidak dipaksa untuk melakukan hal-hal yang mereka
tidak ingin lakukan, dan selama mereka tidak melakukan hal-hal yang biasanya tidak
diketahui oleh anak seusianya. Sangat dianjurkan agar orang tua senantiasa berada di sekitar
anak jika mereka bermain peran seperti ini sehingga anda dapat yakin bahwa anak-anak
melakukan permainan yang aman.
Jika anda melihat anak anda melakukan sex games
Anak biasanya menikmati permainan ini seperti halnya menikmati permainan lainnya. Jika anak
kedapatan sedang bermain sex games oleh orang tuanya, biasanya mereka jadi malu. Apalagi
kalau orang tuanya juga tidak berkenan dan juga malu. Banyak hal yang dirasa membingungkan
dan menakutkan bagi anak adalah disebabkan sikap atau reaksi orang tua terhadap mereka.
Jika anak bermain sex game dan anda tidak yakin bagaimana harus bersikap, tarik napas dalam
dan berpikirlah sejenak. Hal ini dapat mencegah anda untuk melakukan hal-hal yang menambah
takut mereka. Pikirkan baik-baik hal apa yang hendak anda sampaikan dan efeknya bagi anak.
Isi pesan dan bagaimana pesan disampaikan, tentu tergantung pada umur kematangan anak.
Jelaskan pada mereka bahwa ingin tahu sesuatu tentang orang lain bisa jadi sesuatu yang baik
tapi yang pasti organ-organ genitalia adalah termasuk sesuatu yang mutlak sangat pribadi bagi
siapapun.
Jika anda membutuhkan pertolongan mengenai perkembangan seksual anak anda

Ada beberapa hal ganjil yang mungkin akan dilakukan anak jika terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan pada mereka atau dikenal sebagai child abuse. Kalau hal itu sampai terjadi, orang

tua sangat dibutuhkan untuk melindungi mereka dan menempatkan mereka dalam situasi dan
kondisi yang aman.
Jika terjadi sesuatu hal seperti dibawah ini, segera bawa anak anda ke dokter untuk konsultasi
lebih jauh:
Anak mengetahui dan menguasai masalah seksual lebih jauh dibandingkan yang seharusnya
seusia dia misalnya anak usia pra sekolah mengerti rinci tentang hubungan intim / hubungan
seksual suami istri
Terdapat kemerahan atau luka lecet di sekitar organ genitalia (vagina, anus, bottom, penis atau
mulut) tanpa penyebab yang jelas
Memaksa temannya untuk bermain sex games
Bermain sex games dengan anak yang jauh lebih muda usianya
Melakukan masturbasi sangat sering sampai mengganggu kegiatan bermain, atau depan umum
saat anak usia sekolah dasar
Selalu menggambar bagian genitalia saja
Ketakutan atau marah jika orang membicarakan tubuhnya atau jenis kelaminnya
Sangat anxious jika berdekatan dengan orang tertentu tanpa alasan yang jelas
Tanda-tanda stress, seperti kembali mengompol, bab di celana dalam, atau mencederai dirinya
sendiri , mungkin merupakan tanda-tanda sexual abuse atau tanda-tanda stress akibat hal-hal
lain. Usahakan untuk tidak terlalu menginterogasi anak karena mungkin dia tambah ketakutan
dan tidak kooperatif dalam pemeriksaan.
Jika Anak Anda Mengalami SEXUAL ABUSED

Petugas hukum Negara akan mewawancarai orang tua perihal laporan


kecurigaan suatu sexual abused, sehingga hal ini merupakan masa masa
sulit bagi anda yang masih sangat emosional menghadapi musibah yang
menimpa anak anda dan keluarga.

Untuk mengatasi rasa kecewa, sedih dan marah yang berkecamuk di hati,
anda butuh seseorang yang dapat mendengarkan dan mengerti perasaan
anda sehingga anda dapat mengendalikan keadaan dan dapat menghadapi
anak anda dengan lebih bijaksana.

Jika anak anda tahu dan menyadari bahwa anda sendiri tidak dapat
mengendalikan perasaan, biasanya mereka merasa lebih tidak enak lagi.
Karena itu jangan terbawa emosi saat di depan anak anda, fokuskan pada
pemenuhan kebutuhan anak anda yang sedang sangat terpukul itu.

Anak yang baru mengalami sexual abused bisa menjadi bingung


membedakan antara sentuhan tulus penuh kasih sayang dari orang tua, atau
sentuhan sarat hasrat seksual. Hal ini membuat mereka cemas dan ketakutan
akan berulangnya hal yang sama. Sangat penting bagi anak untuk melihat
orang tuanya terus memberikan sentuhan kasih sayang dalam bentuk yang
aman untuknya.

Yang paling penting, yakinkan pada anak bahwa sexual abuse tidak boleh
pernah terjadi pada siapapun termasuk dia, dan apapun yang terjadi
padanya maka sexual abuse yang telah terjadi bukanlah kesalahan dia.

INGATLAH!

Membicarakan masalah seksual dengan anak tidak membuat anak menjadi


lebih tertarik pada masalah tersebut, namun membuat mereka lebih mudah
untuk datang kepada orang tua setiap saat mereka menghadapi masalah
apapun.

Memperkenalkan organ-organ tubuh termasuk organ genitalia lebih mudah


jika dibiasakan untuk diperkenalkan sejak usia dini

Anak harus mengerti bahwa organ seksual merupakan bagian tubuh mereka
yang sama baiknya dengan organ atau anggota tubuh yang lain.

Anak harus tahu nama original dari organ atau alat tubuh mereka.

Anak harus bangga atas keberadaannya sebagai anak lelaki atau sebagai
anak perempuan.

Berikan anak sebanyak-banyaknya sentuhan, usapan dan pelukan tanda


cinta dan kasih sayang yang tulus dari orang tua.

Apa yang orang tua yakini, rasakan dan apa yang anak anda lihat pada diri
orang tuanya saat orang tuanya bicara dan bersikap, akan sangat
mempengaruhi kehidupan seksual anak anda kelak.

Yang paling dibutuhkan anak adalah perasaan dicintai dan mencintai oleh
orang tua dan keluarga.

Resources

Shine SA (Sexual Health Information, Networking and Education)


http://www.shinesa.org.au/

Department of Education and Childrens Services (Sexuality education for


children and adolescents through classroom teaching, family evenings,
library, book sales, professional development for
teachers.) http://www.decs.sa.gov.au/family/

Yarrow Place Rape and Sexual Assault Service. (Counselling and medical
service for adolescents and adults affected by rape, sexual assault or sexual
abuse, both recent and in the past) http://www.yarrowplace.sa.gov.au/

http://www.parenting.sa.gov.au/

Anda mungkin juga menyukai