Anda di halaman 1dari 7

PENGOBATAN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Oleh :
Melsi Megawati & Rahma Triani

Diabetes adalah penyakit kronis (menahun) yang terjadi ketika pankreas (kelenjar
ludah perut) tidak memproduksi cukup insulin, atau ketika tubuh tidak secara
efektif menggunakan insulin. Diabetes biasa ditandai dengan kadar gula darah di
atas normal. Sedangkan diabetes tipe 2 adalah diabetes yang disebabkan tubuh
tidak efektif menggunakan insulin atau kekurangan insulin yang relatif
dibandingkan kadar gula darah.

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan kelompok DM dengan resistensi insulin


disertai defisiensi insulin relatif. Kecurigaan adanya DM perlu mendapatkan
perhatian bila ada keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan
terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.(1).Diabetes
mellitus tipe 2 sering tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal dan tetap
tidak terdiagnosis dalam waktu lama sampai terjadi berbagai komplikasi. Setiap
tahun sekitar 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh DM, berarti ada satu orang
per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat DM. Angka kejadian
DM pada tahun 2012 di dunia 371 juta jiwa (2) ,dengan proporsi kejadian DM
tipe 2 sebanyak 95% (3). Prevalensi DM di dunia terus meningkat terutama di
negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasien DM di Indonesia menurut WHO
mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 13,7 juta pada
tahun 2003 dan diperkirakan akan meningkat sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun
2030(4) . Tingginya jumlah penderita menjadikan Indonesia berada pada
peringkat keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat(5). Pada
hasil Riskesdas 2007, terlihat prevalensi DM di Indonesia 1,1%(6)dan pada tahun
2013 terlihat adanya peningkatan prevalensi DM menjadi 2.1 %(7). Prevalensi
DM tipe 2 di Aceh termasuk dalam 10 provinsi di atas prevalensi nasional. Pada
Riskesdas 2007ditemukan prevalensi DM di Aceh sebesar 1.7%, angka ini
meningkat pada tahun 2013 menjadi 1.8% penderita(7). Diabetes mellitus
merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung,
tetapi dapat berakibat fatal apabila pengelolaannyatidak tepat. Penatalaksanaan
DM yang tidak tepat menyebabkan glukosa darah pasien menjadi sulit terkontrol
dan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, seperti neuropati diabetik,
nefropati diabetik, stroke, kebutaan, dan ulkus diabetik yang berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien (8) Faktor yang dapat digunakan dalam menilai
pengendalian DM yaitu kadar HbA1c, gula darah puasa (GDP), glukosa darah 2
jam post prandial, kolesterol, indeks massa tubuh, dan tekanan darah(9).
Pengontrolan DM dengan pemeriksaan kadar HbA1c juga direkomendasikan oleh
American Diabetic Association(ADA) karena dapat mengambarkan rerata gula
darah selama 2-3 bulan terakhir sehingga bisa dijadikan acuan untuk perencanaan
pengobatan(10) HbA1c merupakan ikatan molekul glukosa pada hemoglobin
secara non-enzimatik melalui proses glikasi post translasi(9,11). Hemoglobin yang
terglikasi terlihat dalam beberapa asam amino HbA yang terdiri dari HbA1a,
HbA1b dan HbA1c. Komponen yang terpenting dari glikasi hemoglobin tersebut
dalam penyakit Diabetes mellitus adalah HbA1c, digunakan sebagai patokan
utama untuk pengendalian penyakit DM karena HbA1c dapat mengambarkan
kadar gula darah dalam rentang 1 3 bulan karena usia sel darah merah yang
terikat oleh molekul glukosa adalah 120 hari (11) Studi yang dilakukan oleh
United Kingdom Prospective DM Study (UKPDS) mengungkapkan, semakin
tinggi nilai HbA1c pada penderita DM semakin potensial terjadi komplikasi(12).
Setiap penurunan 1 % akan menurunkan resiko gangguan pembuluh darah 51
Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Nur Ramadhan, Nelly
Marissa) (mikro vaskuler) sebanyak 35 %, komplikasi DM lain 21 % dan
menurunkan resiko kematian 21 %. Kenormalan HbA1c dapat diupayakan dengan
mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang waktu (11).
Pengontrolan DM yang tidak optimal dapat meningkatkan jumlah penderita dan
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung dan pembuluh
darah. Jumlah penderita dan komplikasi DM di kota Banda Aceh terus meningkat.
Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh 2012, DM termasuk 10
penyakit terbanyak rawat jalan di Puskesmas yaitu dengan jumlah kunjungan
dalam setahun sebanyak (3,51 %) 8562 kali (13). Di wilayah kerja Puskesmas
Jayabaru mempunyai penderita yang melakukan rawat jalan terbanyak di Kota
Banda Aceh(14) . Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana karakteristik penderita DM berdasarkan HbA1c di wilayah
kerja Puskesmas tersebut.

Pola pengobatan pada penyakit Diabetes Melitus tipe 2 :

a. Pengobatan obat antidiabetik

Pengobatan pasien pada diabetes melitus tipe 2 yang sedang menjalani perawatan
menggunakan golongan obat biguanid, insulin atau kombinasi. Penggunaan obat
antidiabetik untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak
digunakan adalah insulin. Pada terapi dengan penggunaan insulin kadar gula darah
sewaktu melebihi rentang 200 mg/dl. Insulin dibutuhkan oleh sel tubuh untuk
mengubah dan menggunakan glukosa darah, dari glukosa sel membuat energi
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Pasien Diabetes Melitus tidak
memeliki kemampuan untuk mengambil dan menggunakan gula darah, sehingga
kadar gula darah meningkat.

Pada Diabetes Melitus tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin.


Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada Diabetes Melitus tipe 2, pasien
memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak merespon insulin dengan normal.
Namun demikian, insulin juga digunakan pada Diabetes Melitus tipe 2 untuk
mengatasi resistensi sel terhadap insulin (Anonim, 2010).

Pasien DM tipe 2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan
penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan
insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin
yang diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih
baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut
diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pankreas. Insulin juga memeliki efek
lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM.

Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi,


mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian
secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis pasien yang diberikan terapi
insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin analog, merupakan jenis yang
baik karena memeliki profil sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin
normal atau fisiologis (Gklinis, 2004). Pada terapi kombinasi, pemberian obat
antidiabetik oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Perkeni, 2011).

Penggunaan kombinasi obat golongan biguanid berupa metformin secara


bersamaan dengan insulin memberi manfaat bagi pasien dengan resistensi insulin.
Keuntungan penggunaan metformin ialah dapat mengurangi peningkatan berat
badan yang sering ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi insulin.
Kombinasi obat metformin dengan insulin yang telah diberikan pada seorang
pasien DM dapat menyederhanakan jadwal pemberian insulin. Golongan
sulfonilurea memeliki efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan
lebih (Perkeni, 2011). Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja
langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa
golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah
menyebabkan hipoglikemia (Anonim, 2005).

b. Penggunaan obat penyerta

Penggunaan Obat Penyerta Pengobatan penyakit komplikasi pada pasien


Diabetes Melitus tipe 2 menggunakan obat obat golongan antihipertensi, serta
obat golongan antibiotik. Obat golongan ACE inhibitor merupakan obat pilihan
untuk penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan hipertensi. Mekanisme kerja dari
golongan obat ini yaitu dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II, sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron
yang menyebabkan terjadinya sekresi natrium dan air. Golongan ACE inhibitor
tidak menimbulkan efek samping metabolik pada penggunaan jangka panjang
yaitu tidak mengubah metabolisme karbohidrat maupun kadar lipid dan asam urat
dalam plasma. Di samping itu juga golongan ACE inhibitor dapat mengurangi
resistensi insulin, sehingga obat golongan ini sangat menguntungkan untuk
penderita DM tipe 2 yang disertai hipertensi (Ganiswarna, 1995).

ACE Inhibitor dan ARB menjadi pilihan pertama pada pasien DM dengan
hipertensi karena secara farmakologi kedua agen ini bersifat nefroprotektor yang
menyebabkan vasodilatasi pada arteriola efferent ginjal. (Govindarajan, 2006).
ACE Inhibitor memiliki manfaat dalam menghambat perkembangan DM bahkan
mencegah komplikasi DM pada pasien dengan hipertensi melalui mekanisme
penghambatan RAAS (Renin-Angiotensin- Aldosteron System) (Hansson et al,
1999). Ulkus merupakan salah salah satu penyakit komplikasi dari penyakit
Diabetes Melitus tipe 2.

Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang disertai dengan penyakit ulkus


mendapatkan terapi DM berupa obat golongan insulin serta golongan obat-obat
oral. Sedangkan untuk terapi ulkus sendiri digunakan golongan obat antibiotik.
Kulit pada daerah ekstrimitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami
infeksi. Ulkus kaki biasanya melibatkan banyak mikroorganisme seperti
Staphylococcus, Streptococcus, batang garam negatif dan kuman anaerob
(Perkeni, 2011). Pemberian antibiotik bagi pasien ulkus diabetik yang terinfeksi
harus memperhatikan derajat beratnya infeksi karena pada infeksi akut umumnya
didapatkan kuman gram positif aerobik dan untuk luka kronik atau berat
didapatkan mikroorganisme multipel sehingga perlu diberikan antibiotic spektrum
luas, jadi pemberian antibiotik perlu mempertimbangkan tingkat derajat infeksi
ulkus diabetic (Sarwono, 2005). Pada pengobatan Diabetes Melitus tipe 2
penggunaan antidiabetik dengan obat lainnya tidak terjadi reaksi interaksi obat.
DAFTAR PUSTAKA

Hongdiyanto Arnold, Yamlean Paulina V. Y, Sri Supriati Hamidah. 2014.


EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2
PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO
TAHUN 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi,3(2), pp.5-7.

Ramadhan, Nur,Nelly Marissa.2015. KARAKTERISTIK PENDERITA


DIABETES MELLITUS TIPE 2 BERDASARKAN KADAR HBA1C DI
PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA ACEH. Portal Garuda. Vol 2, No
22:49-56.
TUGAS ESSAY

ENDOKRINOLOGI

PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2

OLEH :

MELSI MEGAWATI (1610311040)

RAHMA TRIANI (1610311052)

PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

Anda mungkin juga menyukai