Anda di halaman 1dari 13

REFERAT STASE MADYA

SUB BAGIAN NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK

MIKRONUTRIEN PADA REMAJA

Oleh:
Julius Harwastyo Handito

Supervisor:
dr. JC Susanto, SpA(K)
DR.dr. Mexitalia Setiawati, SpA(K)
dr. Rina Pratiwi, MSi.Med, SpA

PPDS I ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP


SMF KESEHATAN ANAK RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2017
PENDAHULUAN

Anak sekolah merupakan sumber daya manusia (SDM) di masa depan


sebagai generasi penerus bangsa yang potensinya dan kualitasnya masih perlu
ditingkatkan. Untuk mempersiapkan SDM yang tangguh, sehat dan produktif perlu
perhatian sedini mungkin. Untuk mewujudkan harapan seperti itu masih banyak
kendala yang harus diatasi. Beberapa penelitian mengungkapkan sebagian anak
sekolah masih mengalami berbagai gangguan gizi.1
Hasil RISKESDAS 2008 menunjukkan prevalensi status gizi anak sekolah (6-14
th) secara nasional dengan kategori kurus dan sangat kurus menurut indeks IMT
menurut umur pada laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan 10,9%. Status gizi
berdasarkan indeks IMT menurut umur menggambarkan kekurangan gizi saat ini.1
Pada kelompok umur remaja menunjukkan fase perkembangan tubuh yang
pesat dan diiringi aktivitas fisik, sehingga kebutuhan zat gizi naik pula. Pada remaja
yang melakukan aktifitas olahraga, berarti kebutuhan energi dikeluarkan harus
sesuai dengan asupan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut para remaja harus
mengkonsumsi makanan yang terdiri dari makronutrien dan mikronutrien.2
Aktivitas olahraga membutuhkan metabolisme optimal dari makro nutrien.
Metabolisme optimal makronutrien tergantung dari adanya dan ketersediaan
mikronutrien. Makronutrien dan mikronutrien sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan energi sehingga anak dapat beraktivitas.2
Transisi dari masa anak-anak ke usia dewasa ditandai oleh perubahan fisik,
fisiologi, dan psikologi sosial. Masa transisi ini dikenal sebagai masa remaja, pada
masa ini ditandai dengan adanya kematangan fungsi seksual, pada tumbuh dan
tercapainya bentuk dewasa yang terjadi karena pematangan fungsi endokrin. Usia
dimulainya masa ini bervariatif antara individu dan antara jenis kelamin. Masa ini
sangat sering disebut sebagai masa krisis kedua yang sering menimbulkan konflik
konflik selain dalam diri remaja juga dalam hubungan dengan orang lain.2
Perkembangan terjadi pada masa masa ini juga meliputi keseluruhan
kepribadian.2
Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang cepat yaitu dalam hal perubahan
tinggi badan, perubahan pada hormon yang mempengaruhi ciri-ciri sekunder dan
mulainya menstruasi, karena dapat dipahami pada masa ini amat dibutuhkan kalori
dan gizi lain dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bahwa gizi
memegang peran penting dalam daur kehidupan.2,3
Pada masa remaja adalah transisi dari masa anak-anak ke usia dewasa. Saat
ini pada kelompok remaja sedang mengalami perkembangan dan pertumbuhan.
Sehingga diperlukan zat-zat gizi yang lengkap dan meningkat untuk mendapatkan
perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dengan umurnya. Pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, tidak terjadi keterlambatan dan kelambatan.3
Faktor gizi dan kegiatan, jadi kalau zat gizi yang cukup dapat untuk proses
pertumbuhan dan kegiatan tidak terganggu, kegiatan fisik akan mempengaruhi
seluruh organ tubuh, memacu fungsi jantung, paru-paru menghirup O2 dan
metabolisme zat-zat gizi yang ada dalam tubuh untuk menjadi tenaga yang
diperlukan dalam melakukan aktifitas sedang atau berat dan membuang sisa-sisa
pembakaran CO2 dan air.3
Dari makanan inilah yang akan membentuk tubuh pada remaja tinggi dan
berat badan remaja, sehingga dapat dilihat bagi remaja yang mengalami hambatan
pertumbuhan akan mengalami tinggi dan berat badan yang kurang optimal, dengan
remaja seumurnya. Disebabkan gizi yang tidak seimbang antara yang dibutuhkan
zat gizi yang masuk dengan yang keluar.3
Dengan mengetahui angka kecukupan energi diharapkan para remaja dapat
memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan dan mau mengkonsumsi makanan
yang mengandung kabohidrat, protein, dan lemak, vitamin dan mineral, untuk
kebutuhan tubuh yang cukup. Dengan mengukur tinggi badan dan berat badan
remaja itu sendiri. Ia akan mengetahui pertumbuhan fisiknya. Pertumbuhan
fisiknya mengalami hambatan atau tidak.3
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien serta
masalah malnutrisi. Defisiensi mikronutrien pada remaja yang banyak terjadi
adalah anemia defisiensi zat besi. Masalah malnutrisinya mulai dari gizi kurang dan
perawakan pendek sampai gizi lebih sampai obesitas dengan komorbiditasnya.
Masalah tersebut seringkali berkaitan dengan perilaku makan salah.4
Gangguan gizi selain disebabkan karena kekurangan zat gizi makro (energi
dan protein), dapat juga disebabkan kurang zat gizi mikro (zat besi, vitamin A dan
seng) atau kombinasi dari ketiganya.4
Saat ini status gizi secara antropometri lebih dikaitkan dengan asupan zat
gizi makro (karbohidrat,kalori,protein,lemak). Padahal peranan zat gizi makro tidak
akan optimal tanpa kehadiran zat gizi mikro. Rata-rata konsumsi orang dewasa
yang dianjurkan sebesar 2100 kalori per hari merupakan patokan global dengan
asumsi didalamnya tersedia zat gizi mikro yang memadai. Pada kenyataannya
masih ditemukan kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi dan vitamin A di
masyarakat. Survei Kesehatan Rumah Tangga thn 2001 melaporkan prevalensi
anemia pada anak sekolah dan remaja masih sebesar 36,5%. Dampak anemia pada
kalangan pelajar sangat merugikan karena membuat lesu, lemah, semangat belajar
menurun, rentan terhadap penyakit sehingga berakibat prestasi belajar menurun.
Kekurangan seng yang terjadi pada usia sekolah dapat berakibat gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak.4,5
Laporan hasil beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
kebanyakan remaja kekurangan vitamin dan mineral dalam makanannya antara lain
folat, vitamin A dan E, Fe, Zn, Mg, kalsium dan serat. Hal ini lebih nyata pada
perempuan dibanding laki-laki,tetapi sebaliknya tentang asupan makanan yang
berlebih (lemak total,lemak jenuh,kolesterol,garam dan gula) terjadi lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan.6
Anemia merupakan masalah nutrisi utama pada remaja dan umumnya pola
makan salah sebagai penyebabnya disamping infeksi dan menstruasi. Prevalensi
anemia pada remaja cukup tinggi. Penelitian di Jawa Timur pada tahun 2001
mendapatkan prevalensi sebesar 25,8% pada remaja perempuan dan 12,1% pada
remaja laki-laki usia 12-15 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
hubungan defisiensi besi dengan gangguan proses kognitif yang membaik setelah
mendapat suplementasi zat besi.6
Kekurangan seng yang terjadi pada usia sekolah dapat berakibat gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak. Defisiensi seng dapat menurunkan
kemampuan ekspresi gen dalam proses replikasi sel dan pertumbuhan tulang.6
Selain anemia dan defisiensi Zn ternyata pada remaja ditemukan juga
masalah defisiensi vitamin A. Kadar serum vitamin A <20 ug/dl pada remaja
sebesar 24%. Menurut WHO bila prevalensi defisiensi vitamin A (<20 ug/dl) lebih
dari 15% termasuk masalah kesehatan masyarakat.6
PEMBAHASAN

STATUS GIZI
Status gizi adalah merupakan keadaan kesehatan akibat interaksi antara
makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Mc Laren menyatakan
bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk
dalam tubuh manusia dan penggunaannya.7
Gizi atau nutrisi merupakan ilmu yang mempelajari perihal makanan serta
hubungannya dengan kesehatan. Ilmu pengetahuan tentang gizi (nutrisi) membahas
sifat-sifat nutrient (zat gizi) yang terkandung dalam makanan, pengaruh
metaboliknya serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan (ketidakcukupan)
gizi. Zat-zat gizi adalah senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam makanan
yang pada gilirannya diserap dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan tubuh
kita.7
Pertumbuhan normal tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan
energy, protein, lemak dan suplai semua nutrient esensial yang menjadi basis
pertumbuhan. Pertumbuhan remaja di negara yang sedang berkembang
membutuhkan perhatian khusus pada nutrient vitamin A, seng atau protein selain
kebutuhan energy yang adekuat. Berbeda dengan di negara maju, disana dilakukan
forifikasi pada produk makanannya sehingga jarang ditemukan defisiensi nutrient.7
Zat-zat nutrient dibagi dalam dua golongan besar yakni makro nutrient (zat
gizi makro) dan mikro nutrient (zat gizi mikro). Zat gizi makro merupakan
komponen terbesar dari susunan diet serta berfungsi menyuplai energi dan zat-zat
gizi esensial yang berguna untuk keperluan pertumbuhan sel atau jaringan, fungsi
pemeliharaan maupun aktivitas tubuh.7
Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok didalam masyarakat yang
paling jelas mudah menderita gangguan kesehatannya atau karena kekurangan gizi.
Pada kelompok-kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan
atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar
dari kelompok umur yang lain. Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari7 :
a. Kelompok bayi : 0-1 tahun
b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita) : 1-5 tahun
c. Kelompok anak sekolah : 6-12 tahun
d. Kelompok remaja : 13-20 tahun
e. Kelompok ibu hamil dan menyusui
f. Kelompok usia lanjut
Pertumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesat kemudian
kegiatan-kegiatan jasmani termasuk olahraga juga pada kondisi puncaknya. Oleh
sebab itu, apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori
untuk pertumbuhan dan kegiatan-kegiatannya maka akan terjadi defisiensi yang
akhirnya dapat menghambat pertumbuhannya. Pada anak remaja putri mulai terjadi
menarche (awal menstruasi) yang berarti mulai terjadi pembuangan Fe. Oleh sebab
itu, kalau konsumsi makanan, khususnya Fe kurang maka akan terjadi kekurangan
Fe (anemia).7

PARAMETER STATUS GIZI


Parameter status gizi adalah ukuran yang menjadi patokan dalam
menentukan status gizi seseorang. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan
dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh
manusia yang dikenal antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai
indikator untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat.7,8
Remaja dapat dibagi menjadi tiga subfase, yaitu :
1. Early adolescent (11-14 th)
2. Middle adolescent (15-17 th)
3. Late adolescent (18-20 th)
Peristiwa yang paling penting pada usia remaja adalah pubertas, karena pubertas
muncul dan berkembang pada rentang usia yang berbeda menurut jenis kelaminnya.

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN MENARCHE


Menarche adalah haid yang pertama terjadi, yang merupakan ciri khas
kedewasaan seorang wanita yang sehat. Status gizi remaja wanita sangat
mempengaruhi terjadinya menarche baik dari factor usia terjadinya menarche,
adanya keluhan-keluhan selama menarche maupun lamanya hari menarche. Secara
psikologis wanita remaja yang pertama kali mengalami haid akan mengeluh rasa
nyeri, kurang nyaman, dan mengeluh perutnya terasa begah atau tegang. Tetapi
pada beberapa remaja keluhan-keluhan tersebut tidak dirasakan, hal ini dipengaruhi
oleh nutrisi yang adekuat yang biasa dikonsumsi, selain olahraga yang teratur.9
Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang mendapat
menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi pada
saat menstruasi pertama dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada
usia yang sama. Sebaliknya, pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya
lebih ringan daripada yang sudah menstruasi pada usia yang sama, walaupun tinggi
badan (TB) mereka sama. Pada umumnya, mereka menjadi matang lebih dini akan
memiliki body mass index (IMT) yang lebih tinggi dan mereka yang matang
terlambat memiliki IMT lebih kecil pada usia yang sama.9
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah
defisiensi zat gizi, salah satunya adalah anemia. Anemia merupakan defisiensi pada
ukuran dan jumlah eritrosit atau pada kadar hemoglobin yang tidak mencukupi
untuk fungsi pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jaringan darah.
Penelitian di SMA Kota Yogyakarta diperoleh prevalensi anemia remaja putri
sebesar 54,9%. Penelitian yang dilakukan di Padang, Sumatra Barat mendapatkan
prevalensi anemia pada siswi SMA sebesar 30%.9
Penyebab tersering anemia adalah kekurangan satu atau dua lebih zat gizi,
diantaranya besi, asam folat, dan vitamin B12 yang sangat dibutuhkan untuk
pembentukan Hb. Besi merupakan komponen penting dalam hemoglobin selain
protein goblin. Defisiensi asam folat akan menyebabkan gangguan pematangan inti
eritrosit, yang berakibat timbulnya sel darah dengan bentuk dan ukuran yang tidak
normal. Vitamin B12 memiliki fungsi yang berkaitan erat dengan folat. Vitamin
B12 dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya.10
Selain zat gizi tersebut diatas terdapat zat gizi mikro lain yang berperan
dalam pembentukan hemoglobin seperti seng, vitamin B6 dan tembaga. Secara
tidak langsung defisiensi seng akan mempengaruhi metabolisme besi karena seng
berperan sebagai kofaktor dalam reaksi oksidasi retinol. Konsentrasi retinol plasma
yang rendah berkaitan dengan penurunan besi plasma dan hemoglobin. Vitamin B6
diperlukan dalam metabolism protein yang juga diperlukan untuk sintesis heme
dalam pembentukan hemoglobin. Tembaga juga berhubungan pada proses oksidasi
besi untuk pembentukan hemoglobin.10
Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan
tugas pekerjannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Kesegaran jasmani pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa factor,antara lain
genetic, umur, jenis kelamn, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, status gizi dan
kadar hemoglobin. Sebuah penelitian yang menyatakan hubungan positif antara
kadar hemoglobin dengan kesearan jasmani. Penelitian pada siswi SMA di
Kota/Kabupaten Semarang menyatakan bahwa terjadi peningkatan kesegaran
jasmani setelah diberikan suplementasi besi.10

HUBUNGAN ASUPAN MIKRONUTRIEN DENGAN KADAR Hb


Besi merupakan komponen utama yang memegang peranan penting dalam
pembentukan darah (hemopoiesis) yaitu pembentukan molekul hemoglobin.
Simpanan zat besi dalam tubuh (ferritin dan hemosiderin) terdapat pada hati,limpa,
dan sumsum tulang. Apabila jumlah zat besi dalam bentuk simpanan cukup, maka
kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan selalu
terpenuhi. Akan tetapi bila simpanan zat besi berkurang dan jumlah zat besi yang
diperoleh dari makanan kurang dari kebutuhan, maka akan terjadi
ketidakseimbangan zat besi didalam tubuh, yang pada akhirnya akan menyebabkan
anemi. Ketidakcukupan asupan makanan sumber zat besi pada remaja dapat
disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan keluarga, pengetahuan gizi yang
rendah, perilaku makan yang salah dan kurangnya kombinasi dari makanan yang
dikonsumsi. Dimana berbagai studi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
asupan zat besi, seng dan folat masih kurang dari AKG. Kebutuhan zat besi pada
remaja baik perempuan maupun lelaki meningkat sejalan dengan cepatnya
pertumbuhan dan bertambahnya massa otot dan volume darah. Pada remaja
perempuan kebutuhan lebih banyak dengan adanya menstruasi. Kebutuhan pada
remaja laki-laki sebesar 10-12 mg/hari dan perempuan 15 mg/hari. Besi dalam
bentuk heme yang terdapat pada sumber hewani lebih mudah diserap dibanding
besi nonheme yang terdapat pada biji-bijian atau sayuran.11
Seng berperan dalam beberapa enzim seperti karbonik anhydrase yang
banyak ditemukan dalam sel darah merah dan berperan dalam pertukaran oksigen.
Hal ini sesuai dengan penelitian di Peru yang menyatakan adanya peningkatan
kadar Hb pada anak setelah diberikan suplementasi besi dan seng. Seng juga
berperan sebagai kofaktor dalam reaksi oksidasi retinol. Konsentrasi retinol plasma
yang rendah berkaitan dengan penurunan besi plasma dan hemoglobin. Sehingga
bila terjadi defisiensi vitamin A akan menyebabkan gangguan mobilisasi besi dari
hati. Bila metabolism retinol terganggu, maka akan berpengaruh terhadap
metabolism besi, secara tidak langsung defisiensi seng akan mempengaruhi
metabolisme besi. Daging merah, kerang dan biji-bijian utuh merupakan sumber
seng yang baik.11
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan
tembaga dengan kadar Hb. Tembaga berfungsi membantu penyerapan besi,
merangsang sintesis hemoglobin dan melepas simpanan besi dari ferritin dalam
hati. Asupan tembaga yang cukup dapat membantu proses oksidasi besi karena
peran tembaga yang mengandung seruloplasmin sebagai feroksidase. Aktivitas
feroksidase memungkinkan besi dapat diangkut oleh transferrin untuk
pembentukan hemoglobin. Hasil ini sesuai dengan penelitian di berbagai center
yang menunjukkan bahwa anak yang mengalami defisiensi tembaga ternyata diikuti
pula dengan meningkatnya kejadian anemia pada anak tersebut.11
Ada hubungan antara asupan folat dengan kejadian hemoglobin. Penelitian
di Malaysia menyebutkan bahwa terdapat peningkatan kadar Hb pada remaja yang
mendapat suplementasi folat. Folat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah
dan sel darah putih dalam sumsum tulang. Folat berperan sebagai pembawa karbon
tunggal dalam pembentukan heme. Kekurangan folat menyebabkan terjadinya
anemia megaloblastic dan kecukupan folat pada masa sebelum dan selama
kehamilan dapat mengurangi kejadian spina bifida pada bayi.11
Berbagai penelitian lain menunjukkan ada hubungan antara asupan vitamin
B6 dengan kadar Hb. Vitamin B6 diperlukan sebagai koenzim dalam metabolism
protein yang juga diperlukan untuk sintesis heme dalam pembentukan hemoglobin.
Ketika tubuh kekurangan vitamin B6, maka metabolism protein akan terganggu,
demikian juga dengan pembentukan Hb. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada
remaja di Cina yang menunjukkan adanya hubungan antara defisiensi vitamin B6
dengan kejadian anemia.11,12
Hasil penelitian lain menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan
vitamin B12 dengan kadar Hb. Hal ini dimungkinkan karena adanya gangguan
penyerapan vitamin B12 yang gagal menghasilkan secret lambung normal. Pada
lambung yang normal sel-sel parietal pada kelenjar lambung mensekresi
glikoprotein yang disebut factor intrinsic, yang bergabung dengan vitamin B12 dari
makanan, sehingga vitamin B12 dapat diabsorbsi oleh usus. Jika tubuh kekurangan
factor intrinsic, hal ini akan menyebabkan kurangnya ketersediaan vitamin B12
akibat kelainan absorbs vitamin B12 akibat kelainan absorbs vitamin tersebut.12
Selain itu,kadar Hb tidak hanya dipengaruhi oleh zat mikronutrien tersebut
diatas tetapi juga dipengaruhi asupan lain yang berperan dalam pembentukan
hemoglobin seperti zat pemacu (vitamin C dan protein) dan zat penghambat
(tannin,fitat, oksalat).13
Keterlibatan vitamin C dalam pembentukan kolagen dan jaringan ikat
menyebabkan vitamin ini menjadi penting pada masa percepatan pertumbuhan dan
perkembangan. Status vitamin C pada remaja perokok lebih rendah walaupun telah
mengkonsumsinya dalam jumlah cukup dikarenakan stress oksidatif sehingga
mereka memerlukan tambahan vitamin C hingga 35 mg/hari.13
Semakin tinggi asupan zat besi, seng, tembaga, folat dan vitamin B6, maka
semakin tinggi pula kadar hemoglobin. Zat mikronutrien yang paling berperan
terhadap kadar hemoglobin adalah zat besi. Akan tetapi asupan vitamin B12 tidak
berhubungan dengan kadar hemoglobin.13
KESIMPULAN

Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi


yang tinggi agar tercapai potensi perumbuhan secara maksimal. Tidak terpenuhinya
kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual
dan hambatan pertumbuhan linier.
Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien,
khususnya anemia defisiensi zat besi. Semakin tinggi asupan zat besi, seng,
tembaga, folat dan vitamin B6, maka semakin tinggi pula kadar hemoglobin. Akan
tetapi asupan vitamin B12 tidak berhubungan dengan kadar hemoglobin. Zat
mikronutrien yang paling berperan terhadap kadar hemoglobin adalah zat besi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI. Laporan Nasional. Riset Kesehatan


Dasar (RISKESDAS) 2008. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI,2008.
2. Survai Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Depkes RI,2001.
3. Groff J.L, Sareen S. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Third Ed.
Wadsworth.1998.
4. Wiryatmadji dkk. Laporan Survei WFPS Nutrition Rehabilitation.
Programme in Madura,Lombok and West Timor. Jakarta WFPS,2007.
5. Alfred Sommer,Frances R. Assesment and Control of Vitamin A Deficiency:
The Annecy Accord. American Society for Nutritional Sciences.2002.
6. WHO. Technical Report Series. Physical Status: The Use and Interpretation
of Anthropometri. Report of a WHO Expert Committee. Geneva:WHO,2005.
7. Gibson,RS. Principle of Nutrition Assessment. New York University
Press,2010.
8. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Jakarta: Badan Litbang Kesehatan
Depkes RI,2004.
9. Herman, Susilowati. Studi Masalah Gizi Mikro di Indonesia: Perhatian
Khusus Pada Kurang Vitamin A. Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan,2009.

Anda mungkin juga menyukai