Anda di halaman 1dari 20

EFEK PEMBERIAN MAKAN BAYI TERHADAP PERKEMBANGAN AWAL

NEUROKOGNITIF ANAK-ANAK ASIA

ABSTRAK
Latar Belakang: Menyusu telah terbukti meningkatkan kecerdasan global pada
anak-anak. Namun, terdapat sedikit studi yang meneliti hubungan antara menyusu
dan kemampuan tugas kognitif spesifik dalam 2 tahun pertama kehidupan, terutama
pada populasi Asia.
Tujuan: Kami menilai hubungan antara pemberian makan dini bayi dan ukuran
perkembangan kognitif secara rinci dalam 2 tahun pertama kehidupan pada anak-
anak Asia yang sehat dan lahir aterm.
Desain: Dalam penelitian kohort prospektif, penilaian neurokognitif dilakukan pada
408 anak-anak yang sehat (umur 6, 18, dan 24 bulan) dari kehamilan tanpa
komplikasi (yaitu, berat lahir> 2500 dan <4000 g, usia kehamilan 37 minggu, dan
skor Apgar 5 menit 9). Penilaian meliputi memori (deffered imitation, relational
binding, habituation) dan attention task (visual expectation, auditory oddball) serta
Bayley Scales of Infant and Toddler Development, Third Edition (BSID-III). Anak
digolongkan menjadi 3 kelompok (rendah, menengah, dan tinggi) berdasarkan durasi
menyusu dan eksklusivitas.
Hasil: Setelah variabel perancu potensial dikontrol, asosiasi yang signifikan dan
hubungan dosis-respon diamati pada 4 dari 15 tes. Paparan ASI yang lebih tinggi
dikaitkan dengan memori yang lebih baik pada usia 6 bulan, ditunjukkan oleh
kecenderungan untuk melihat ke arah item yang cocok selama bagian awal dari
relational memory task (yaitu, relational binding task: P-trend = 0.015 dan 0.050
masing-masing untuk dua 1000-ms time bin pertama). Tidak ada efek menyusu yang
diamati pada 18 bulan. Pada 24 bulan, anak-anak yang disusui lebih mungkin untuk
menampilkan sequential memory selama deffered imitation memory task (P-trend =
0,048), dan balita dengan lebih banyak paparan ASI memiliki nilai yang lebih tinggi
dalam bahasa reseptif [+0,93 (0,23, 1,63) dan +1,08 (0,10, 2,07) untuk masing-
masing kelompok menyusu menengah dan tinggi, dibandingkan dengan kelompok
menyusu rendah], serta bahasa ekspresif [+0,58 (-0,06, 1,23) dan +1,22 (0,32, 2,12)
untuk masing-masing kelompok menyusu menengah dan menyusu tinggi] yang
dinilai melalui BSID-III.
Kesimpulan: Temuan kami menunjukkan manfaat kecil tapi signifikan ASI bagi
beberapa aspek perkembangan memori dan bahasa di 2 tahun pertama kehidupan,
dengan perbaikan yang signifikan hanya pada 4 dari 15 indikator. Tidak diketahui
apakah proses yang terlibat memberikan keuntungan terhadap perkembangan dan
merupakan merupakan bidang yang penting untuk penelitian di masa depan.
Penelitian ini terdaftar di www.clinicaltrials.gov sebagai NCT01174875.
Kata Kunci: Asia, menyusu, kognisi, bayi, memori, balita, atensi, nutrisi,
elektrofisiologi, eyetracking

PENDAHULUAN
Meskipun ASI umumnya dianggap berpengaruh positif terhadap
perkembangan kognitif, penelitian lebih dari 80 tahun (1) telah memberikan hasil
yang bertolak belakang. Beberapa studi melaporkan bahwa ASI meningkatkan
kemampuan pada pengukuran global intelegensia (2-5), sedangkan penelitian lain
menemukan efek yang kecil atau tidak ada efek (6-8). Studi-studi yang
menggabungkan bayi yang diberi ASI secara eksklusif dan tidak eksklusif cenderung
melemahkan efek ketika menilai pengaruh ASI pada kognisi (9). Variasi dalam
komposisi susu formula (10) dan perbedaan diet antara ibu menyusui (11) di populasi
penelitian mungkin juga telah memberikan kontribusi untuk temuan yang beragam.
Penyesuaian/adjustment yang tidak adekuat untuk variabel perancu potensial,
termasuk pendidikan dan pendapatan ibu, mungkin juga menjelaskan perbedaan
dalam hasil yang dipublikasikan (12, 13). Memang, ketika faktor-faktor perancu
seperti status sosial ekonomi dan kecerdasan ibu (IQ)5 dipertimbangkan (5, 12, 14,
15), efek menguntungkan dari ASI sering dilemahkan. Pendidikan ibu telah
dilaporkan menyumbang banyak perbedaan yang diamati antara bayi yang disusui
dan yang diberi susu formula karena ibu berpendidikan tinggi lebih mungkin untuk
menyusui bayi mereka (12, 16). Namun, pada penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa ASI mempengaruhi perkembangan kognitif pada trial terkontrol secara acak
(2) dan durasi menyusu yang lebih lama tidak terkait dengan status sosial ekonomi
yang lebih tinggi (17, 18).
Meskipun banyak penelitian mengenai ASI dan kemampuan kognitif, sedikit
penelitian-terkontrol yang baik yang meneliti asosiasi ini selama masa bayi dan anak
usia dini (19). Meneliti hubungan ini dalam tahap awal pengembangan penting guna
membatasi efek akumulasi dari variabel sosiodemografi. Selain itu, penelitian pada
anak-anak sering berkonsentrasi pada pengukuran intelijen global (misalnya, skala IQ
Wechsler dan skala McCarthy). Pengukuran seperti itu mungkin tidak sensitif
terhadap perbedaan perkembangan pada anak dibandingkan dengan pengukuran
elektrofisiologi yang lebih spesifik seperti event-related potentials (ERPs) (20).
Singkatnya, meskipun terdapat sejarah panjang penelitian tentang ASI dan
kemampuan kognitif, sedikit penelitian-terkontrol-dengan-baik yang telah meneliti
mengenai manfaat potensial ASI pada proses kognitif spesifik dalam 2 tahun pertama
kehidupan. Selain itu, sangat sedikit penelitian yang difokuskan pada populasi Asia,
dan penelitian terhadap populasi asia yang sudah dilakukan, dilakukan pada negara-
negara Asia berpenghasilan rendah dan menengah dan menggunakan metode tes
global daripada penilaian neurokognitif yang rinci (17, 21, 22). Memahami peran
pemberian makan bayi di Asia sangat penting, karena orang Asia menyumbang >40%
dari populasi dunia (23). Pada artikel ini, kami melaporkan studi yang menilai
hubungan antara pemberian makan bayi dan perkembangan neurokognitif pada anak-
anak sehat di Singapura, pada etnis Cina, Melayu, dan India saat usia 6, 18, dan 24
bulan.

SUBJEK PENELITIAN DAN METODE


Subjek Penelitian
Wanita hamil berusia > 18 tahun (n = 1247) direkrut pada usia kehamilan
trimester pertama dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Kandang Kerbau dan Rumah Sakit
Universitas Nasional di Singapura antara bulan Juni 2009 dan September 2010 untuk
berpartisipasi dalam penelitian birth cohort Growing Up in Singapura towards
Healthy Outcome (GUSTO) (24). Bayi dalam penelitian ini lahir antara November
2009 dan Mei 2011. Prioritas dalam penjadwalan kunjungan follow-up diberikan
kepada bayi yang telah berpartisipasi dalam penilaian neurokognitif yang dilakukan
dalam 2 minggu pertama kehidupan. Kami juga mengambil sampel lebih banyak dari
perkiraan besar sampel pada etnis minoritas (Melayu dan India) dan pada bayi yang
memiliki asupan ASI tinggi atau rendah untuk meningkatkan kekuatan statistik.
Hilangnya partisipasi pada tahap ini (n = 774) adalah karena jadwal sibuk, kurangnya
minat anak mereka untuk menjalani penilaian neurokognitif, atau pembatasan slot tes
yang tersedia (Gambar 1). Undangan untuk penilaian kognitif selanjutnya pada usia
18- dan 24-bulan dibatasi pada balita yang telah berpartisipasi dalam salah satu
penilaian perkembangan neurokognitif sebelumnya kecuali orang tua peserta GUSTO
secara khusus meminta untuk diikutkan dalam kunjungan ini. Pada usia 18 dan 24
bulan, hilangnya partisipasi (n = 99 dan n = 55, masing-masing) adalah karena jadwal
sibuk, tidak dapat menghubungi subjek penelitian, atau subjek penelitian dropout dari
penelitian kohort. Dalam penelitian ini, ibu dan bayi yang berpartisipasi mengambil
bagian dalam penilaian neurokognitif pada usia 6 bulan (n = 473), 18 bulan (n = 431),
dan 24 bulan (n = 514), dengan 212 bayi yang menjalani seluruh 3 penilaian. Data
neurokognitif tersebut dikumpulkan dari Juni 2010 sampai Mei 2013.
Untuk analisis ini, kami mengeksklusi subyek dengan ibu yang memiliki
komplikasi kehamilan (misalnya, preeklampsia, diabetes gestasional). Kriteria
eksklusi bayi meliputi: memiliki skor Apgar yang tercatat terakhir < 9 (baik di menit
ke-5 atau 10), berat badan lahir < 2.500 g atau > 4000 g, usia kehamilan <37 minggu,
atau dites di luar periode jendela penilaian neurokognitif (kunjungan 6-bulan: 6 bulan
+ 2 minggu; kunjungan 18 bulan: 17-19 bulan; dan kunjungan 24 bulan: 23-25
bulan). Sebanyak 408 subyek yang menjalani satu atau lebih dari penilaian
neurokognitif memenuhi kriteria [6 bulan (n = 306), 18 bulan (n = 285), dan 24 bulan
(n = 344)]. Penelitian ini disetujui oleh National Health Care Group Domain Specific
Review Board (referensi D/09/021) dan Sing Health Centralized Institutional Review
Board (referensi 2009/280/D). Semua subyek penelitian yang memberikan data
memberikan persetujuan tertulis sebelum berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian
ini terdaftar diwww.clinicaltrials.gov sebagai NCT01174875.
Definisi kelompok menyusu
Pewawancara memberikan kuesioner praktek pemberian makan kepada ibu
pada usia 3 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan postpartum. Pada setiap wawancara, ibu
diminta untuk mengklasifikasikan jenis makan [eksklusif, predominan (diberikan
hanya ASI dan air), parsial (diberikan campuran ASI dan susu formula), atau tidak
mendapat ASI] untuk setiap minggu (sampai minggu 3) dan setiap bulan setelahnya.
Ibu juga ditanya ketika mereka berhenti menyusui dan kapan mereka
memperkenalkan makanan padat kepada bayi mereka.
Pada kohort kami, sedikit subyek disusui secara eksklusif / dominan pada usia
6 bulan, mungkin karena banyak wanita kembali ke bekerja setelah cuti melahirkan
mereka (hingga 16 minggu). Oleh karena itu, dalam analisis ini, bayi didefinisikan
sebagai menyusu tinggi jika mereka disusui secara eksklusif atau didominasi ASI
(25) sampai usia 4 bulan dan kemudian dilanjutkan setidaknya dengan menyusu
secara parsial sampai usia 6 bulan atau lebih. Hal ini mirip dengan definisi yang
digunakan pada penelitian sebelumnya (26, 27). Karena kebanyakan bayi dalam
penelitian kami memiliki beberapa paparan ASI, bayi didefinisikan sebagai memiliki
menyusu rendah jika mereka disapih dari ASI dan diberi susu formula saja sebelum
usia 3 bulan. Bayi yang diberi ASI melampaui 3 bulan tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk menyusu tinggi didefinisikan sebagai menyusu menengah.
Dalam analisis sekunder, kami juga mengkategorikan durasi setiap menyusu
sebagai, < 1 bulan, 1-<3 bulan, 3 - <6 bulan, 6 - <12 bulan, dan > 12 bulan.
Kategorisasi ini memungkinkan kita untuk mengevaluasi hubungan dosis-respons
antara durasi menyusu dan luaran kognitif yang kurang dipelajari dengan baik,
terutama pada usia dini (28).
Gambar 1 Flowchart menggambarkan partisipasi anak dalam penilaian
neurokognitif antara usia 6 sampai 24 bulan dari studi kohort kelahiran GUSTO
(Growing Up in Singapore toward Healthy Outcomes). Panah padat tebal
menunjukkan distribusi subyek yang bergabung dalam kunjungan studi di masing-
masing titik waktu (baik mereka yang berpartisipasi dan tidak berpartisipasi dalam
kunjungan sebelumnya), panah padat tipis mewakili diad ibu-anak yang tidak bisa
berpartisipasi dalam kunjungan berikutnya, dan panah putus-putus merujuk kepada
subyek penelitian yang hadir dalam kunjungan studi berturut-turut tetapi dieksklusi
dari analisis yang dilaporkan dalam artikel ini. 6M, 6-bulan (180 hari); 18M, 18-
bulan (545 hari); 24M, 24-bulan (730 hari).

Pengukuran Luaran
Penilaian neurokognitif berlangsung di Institut Pusat Ilmu Klinis
Perkembangan Neurokognitif ketika bayi berusia 6 dan 18 bulan dan di rumah
mereka pada usia 24 bulan (Tabel 1). Setiap kunjungan berlangsung 2-3 jam. Jumlah
subjek yang terlibat dalam analisis ini pada setiap titik waktu ditunjukkan pada Tabel
1. Tidak setiap anak mampu menyelesaikan semua penilaian karena kelelahan, tidak
kooperatif, atau rewel, terutama pada usia 6 dan 18 bulan. Penilaian neurokognitif
pada kunjungan-kunjungan ini meliputi tugas kognitif, behavioral observation, eye
tracking, and/or electrophysiology. Rangsangan terkomputerisasi diberikan melalui
software Eprime (Alat Perangkat Lunak Psikologi), gerakan mata dicatat oleh TOBII
eye tracker 60-Hz dan / atau 120-Hz (Teknologi TOBII), dan rekaman video direkam
oleh Canon Legria camcorder kecuali terdapat pernyataan yang menyebutkan
penggunaan alat lainnya. Semua tugas didapatkan secara terkomputerisasi kecuali
untuk deferred imitation, mirror self-recognition, dan novelty preference aspect of
habituation; untuk tugas-tugas tersebut, video diberi kode oleh peneliti terlatih dan
terpercaya (keandalan r > 0,79) yang blinded untuk riwayat makan bayi. Metodologi
tes kognitif digambarkan secara singkat di bawah ini, dengan penjelasan terperinci
tersedia di Lampiran Metode.

Tugas Memori
Habituation: 6 bulan
Perangkat lunak Habit versi 2.2.5c (Universitas Texas, Austin) digunakan
untuk menghasilkan tes habituation. Bayi secara berulang kali disajikan gambar
beruang atau serigala sebagai stimulus habituation. Bayi itu dianggap telah menjadi
terbiasa ketika jumlah waktu bayi melihat 3 uji coba berturut-turut kurang dari
setengah kriteria yang ditetapkan, yaitu jumlah dari 3 durasi terpanjang uji coba
berturut-turut. Setelah bayi itu terbiasa, stimulus baru disajikan pada satu sisi
monitor dan stimulus yang sudah dibiasakan tadi disajikan pada sisi yang lain.
Setelah 10 detik, gambar disajikan pada sisi berlawanan selama 10 detik. Perilaku
melihat bayi tersebut direkam dengan menggunakan video, dan durasi serta arah
melihat dinilai oleh coders yang blinded terhadap kelompok makan dan stimulus
habituation yang digunakan.

Deffered imitation: 6, 18, dan 24 bulan


Tugas imitasi tangguhan digunakan pada usia 6 bulan (puppet paradigm) dan
usia 18 bulan (rattle paradigm dan paradigma pohon) yang diadaptasi dari Barr dan
Hayne (29). Tugas yang digunakan pada usia 24 bulan (slide task) dimodifikasi dari
Kolling et al. (30). Setiap tugas deffered imitation dimulai dengan fase awal (90 detik
saat usia 6 bulan, 60 detik saat usia 18 dan 24 bulan), selama anak bisa berinteraksi
dengan alat peraga, untuk menentukan apakah anak dapat secara spontan bisa
menghasilkan tindakan yang ditargetkan. Setelah tahap awal, peneliti menunjukkan
tindakan target dengan alat peraga. Sebuah tes (90 detik saat usia 6 bulan, 60 detik
saat usia 18 dan 24 bulan) dilakukan 2-3 jam setelah tahap pelatihan. Anak disajikan
item yang sama dalam konteks yang sama untuk menentukan apakah anak
menunjukkan imitasi terhadap tindakan yang ditunjukkan sebelumnya. Seluruh
prosedur direkam dalam video dan dinilai. Skor absolut (semua poin waktu) dan skor
sekuensial (pada 18 dan 24 bulan) dinilai berdasarkan jumlah capaian sasaran
tindakan dan urutan tindakan yang benar.

Relational Binding: 6 bulan


Paradigma memori ini (31) adalah modifikasi dari yang digunakan oleh
Richmond dan Nelson (32). Secara singkat, bayi ditunjukkan blok-blok percobaan
yang melibatkan adegan dan gambar mainan. Setiap blok terdiri dari 3 studi
percobaan dan 1 uji coba. Setiap studi percobaan terdiri dari satu adegan
audiovisual dengan satu gambar mainan yang ditumpangkan pada tempat adegan.
Selama uji coba, bayi ditunjukkan 1 dari 3 adegan audiovisual, dengan seluruh 3
gambar mainan yang sebelumnya diperlihatkan ditumpangkan di tempat kejadian.
Proporsi waktu yang dihabiskan anak untuk melihat setiap gambar dan latarnya
ditangkap oleh eye tracker. Relational binding disimpulkan ketika anak memilih
untuk melihat pada gambar yang cocok. Kami memasukkan trial lag 0 (pasangan
yang cocok dari tempat kejadian/mainan muncul segera sebelum uji coba) dan trial
lag 2 (pasangan yang cocok dari tempat kejadian/mainan muncul di 2 studi percobaan
sebelum uji coba).

Tugas perkembangan atensi dan sosial


Ekspektasi visual pada 6 dan 18 bulan
Paradigma ekspektasi visual dimulai dengan bayi melihat 18 klip video yang
disajikan pada suatu layar dengan letak yang acak (baseline). Dalam tahap
percobaan, bayi menonton klip serupa yang disajikan di lokasi-lokasi pada layar yang
bervariasi menurut pola tertentu (6 bulan: kiri-kiri-kanan atau kanan-kanan-kiri; 18
bulan: kiri-tengah-kanan-tengah atau tengah-kanan-tengah-kiri). Sebuah makro
menghitung variable-variabel yang diteliti berikut ini, semua variabel kecuali waktu
reaksi mata berasal dari data selama tahap eksperimental dari tugas: 1) waktu reaksi
mata, waktu tersebut diambil selama porsi kontrol yang acak dari percobaan pada
anak untuk menggeser tatapannya dari berbagai lokasi yang berbeda di layar ke lokasi
stimulus akhirnya muncul; 2) waktu reaksi, rata-rata waktu yang dibutuhkan bagi
seorang individu untuk menggeser tatapannya selama porsi eksperimental dari tugas;
3) proporsi rata-rata waktu yang dihabiskan untuk melihat stimuli yang disajikan; 4)
proporsi uji coba di mana bayi dengan benar mengantisipasi (misalnya, melihat ke
arah lokasi stimuli berikutnya diharapkan muncul); 5) Rata-rata durasi antisipasi
(ketika antisipasi terjadi); dan 6) proporsi rata-rata dari waktu yang dihabiskan untuk
melihat lokasi yang benar sebelum stimulus muncul di layar.

Auditory oddball (ERPs): 6 dan 18 bulan


Bayi diberi percobaan auditory oddball yang terdiri dari aliran suara suku kata
umum untuk semua 4 bahasa di Singapura (bahasa Inggris, Bahasa Melayu,
Mandarin, dan Tamil): ". Na" "ma" dan apakah bayi mendengar "ma" vs "na" sebagai
penyeimbangan suara standar. Stimuli diberikan di 4 blok dengan total 1.600 uji coba
(240 suara "oddball"), dengan selang waktu antar-stimulus 800-ms (ISI), sehingga
38-menit auditory oddball yang didahului oleh 3 menit pengumpulan data saat
kondisi istirahat (data tidak dilaporkan). Dua komponen ERPs yang berbeda diamati
pada bayi di usia 6 dan 18 bulan yang mungkin mencerminkan berbagai tahap
pengolahan. Komponen diberi nama berdasarkan komponen-komponen serupa yang
sebelumnya dilaporkan (33, 34). Dalam sampel kami saat ini, kami mengamati
defleksi negative yang relative awal (antara 46 dan 164 ms pada 6 bulan dan antara
38 dan 164 ms pada 18 bulan), diikuti oleh puncak positif yang relative awal (antara
223 dan 444 ms pada 6 bulan dan antara 205 dan 384 ms pada 18 bulan).

Mirror self-recognition: 18 bulan


Mirip dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Amsterdam (35), anak
ditempatkan di depan cermin dan perilakunya direkam. Peneliti kemudian
menempatkan tanda di hidung atau pipi anak saat menyentuh wajah dengan boneka.
Pengamat terlatih menilai perbedaan ekspresi wajah (tersenyum, mengerutkan
kening, dan juling), freezing behaviour (misalnya, tetap diam), dan indikasi lisan
bahwa anak menyadari tanda tersebut dari refleksi cermin mereka, selain tindakan
yang dibimbing cermin (misalnya, menyentuh / menunjuk ke arah tanda atau
menunjuk ke bayangan). Indikasi verbal didefinisikan sebagai anak mengalami reaksi
suara saat melihat bayangannya di cermin. Semua perilaku dinilai baik sebelum dan
setelah pemberian tanda pada wajah bayi sehingga dapat mengendalikan nilai dasar
dari setiap perilaku target yang dijelaskan di atas.

Bayley Scales of Infant and Toddler Development, Third Edition: 24 bulan


The Bayley Scales of Infant and Toddler Development, Third Edition (BSID-
III), merupakan tes standar yang menilai perkembangan sejumlah domain untuk anak-
anak usia 1-42 bulan. BSID-III memliki 5 skor subskala AS yang disesuaikan dengan
usia dan norma untuk kognisi, bahasa ekspresi, bahasa reseptif, motorik halus, dan
motorik kasar (36). BSID-III diberikan oleh koordinator peneliti yang telah terlatih
oleh dokter dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Kandang Kerbau yang blinded tentang
kelompok makan.

Data lain yang dikumpulkan yang relevan dengan analisis saat ini
Kuesioner diberikan kepada ibu dengan pewawancara selama periode
antenatal untuk memastikan kovariat relevan yang berpotensi, termasuk data
demografi, status sosial ekonomi, merokok dan pajanan alkohol, riwayat obstetri dan
medis, serta penggunaan obat-obatan dan suplemen. Pada usia kehamilan minggu ke
26-28 dan 3 bulan postpartum, kesehatan ibu dinilai dengan menggunakan Edinburgh
Postnatal Depression Scale (EPDS), yang telah divalidasi pada wanita Singapura
(37), dan State-Trait Anxiety Inventory (STAI). Luaran kelahiran (misalnya, berat
lahir dan usia kehamilan) serta skor Apgar dicatat oleh bidan saat melahirkan.
Paparan bahasa anak didapat melalui kuesioner selama kunjungan; monolingualism
didefinisikan sebagai memiliki paparan bahasa pertama 90%, sedangkan
bilingualisme didefinisikan sebagai memiliki paparan bahasa kedua minimal 25%.
Analisis statistik
Uji one-factor ANOVA dan uji chi-square digunakan untuk membandingkan
karakteristik kontinyu dan kategorial dari bayi dan ibu, pada seluruh kelompok ASI.
Model regresi linear multivariabel digunakan untuk menilai efek dan linear trend dari
peningkatan kategori ASI pada setiap uji neurokognitif. Model regresi linier multipel
disesuaikan/adjusted dengan pendidikan ibu, berat badan lahir, etnis, dan skor State-
Trait Anxiety Inventory (STAI). Kovariat tersebut dipilih karena memiliki perbedaan
secara signifikan antar kelompok dan berhubungan dengan luaran kognitif atau
kovariat tersebut umumnya disesuaikan/adjusted dalam literatur terkait. Untuk
analisis data ERPs pada 6 dan 18 bulan, peneliti menggunakan repeated-measures
ANOVA untuk komponen amplitudo dan latensi berdasar kelompok ASI, regio otak
(frontal vs sentral), hemisfer (kiri vs kanan), dan stimulus (oddball vs standar)
sebagai variabel independen. Interaksi antara variabel-variabel ini juga diperiksa.
Data yang hilang terdapat pada data usia ibu sejumlah 2,5% (n = 10), EPDS antenatal
3,5% (n = 14), skor STAI 7,6% (n = 31), pendapatan rumah tangga 8,3% (n = 34),
dan data pendidikan ibu 3,2% (n = 13). Beberapa imputasi data yang hilang
(pendidikan ibu, skor kecemasan antenatal ibu) menggunakan imputasi persamaan
berantai (20 imputasi) menghasilkan temuan sangat mirip pada data yang terbatas
dengan data lengkap tentang semua kovariat (data tersedia atas permintaan). Semua
analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21.0 (IBM).

HASIL
Karakteristik Subjek Penelitian
Para peserta yang ikut dalam penilaian neurokognitif sebanding dengan sisa
nonpeserta pada kohort dalam hal distribusi etnis, pendapatan rumah tangga, usia ibu
dan pendidikan ibu. Dua kelompok tersebut juga memiliki berat badan lahir yang
sebanding (3060 485 vs 3106 435 g, P = 0,085), tetapi anak nonpeserta memiliki
usia kehamilan signifikan lebih rendah (38,5 1,7 vs 38,7 1,3 minggu, P = 0,031).
Ibu yang setuju dengan penilaian neurokognitif lebih mungkin untuk memiliki skor
lebih tinggi pada pengukuran kecemasan dan depresi selama periode antenatal
dibandingkan mereka yang tidak setuju (STAI-state: 30,1 14,7 vs 33,5 11,8;
STAI-trait: 31,8 14,8 vs 35,2 11,7; EPDS: 6.1 4.7 vs 7.6 4.6; semua P <
0,001). Peserta yang mengambil bagian dalam penilaian neurokognitif tetapi tidak
berhasil dievaluasi pada satu atau lebih tugas umumnya mirip dengan mereka yang
menyelesaikan tugas-tugas, dengan pengecualian bahwa anak-anak Cina lebih
mungkin untuk menyelesaikan habituation (59,4% vs 44,4%, P = 0,042) dan deffered
immitation (62,0% vs 49,7%, P = 0,037) pada usia 6 bulan, serta self-recognition
mirror (54,5% vs 41,7%, P = 0.030) pada 18 bulan. Anak-anak yang menyelesaikan
ekspektasi visual pada 18 bulan memiliki usia kehamilan lebih tinggi (39.0 1.0 vs.
38.7 1.0 minggu, P = 0.040) dan memiliki ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi (P = 0.041) serta usia ibu yang lebih tinggi (30.6 5.2 vs. 29.0 5.1 tahun, P
= 0.026). Subjek penelitian yang dapat menyelesaikan tugas ERPs secara sukses pada
usia 18 bulan diasuh dalam keluarga dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi (P
= 0.037), sedangkan subjek penelitian yang dapat menyelesaikan deffered imitation
pada usia 24 bulan memiliki berat badan lahir lebih rendah (3120 319 vs. 3226
350 g, P = 0.015). Pada umumnya, tingkat penyelesaian pada penelitian ini mirip
dengan penelitian kognitif terdahulu pada bayi dan anak-anak (32, 38).
Pada anak-anak yang termasuk pada analisis ini, kelompok makanan serupa
dalam hal berat badan lahir, usia gestasi, dan pajanan bahasa (table 2). Bayi yang
termasuk kelompok menyusu sedang memiliki lingkar kepala lebih besar dari pada
kelompok menyusu tinggi. Ibu pada kelompok sedang memiliki umur lebih tua dan
memilki skor STAI dan EPDS lebih rendah. Mereka juga cenderung merupakan etnis
Cina dan memiliki status sosioekonomi lebih tinggi (tingkat pendapatan keluarga dan
tingkat pendidikan lebih tinggi) daripada ibu kelompok menyusu rendah (Tabel 2).
Durasi menyusu untuk subjek penelitian yang mengikuti penilaian
neurokognitif dibagi menjadi 5 kelompok sebagai berikut: <1 bulan (n = 94; 23%), 1
hingga < 3 bulan (n = 70; 17%), 3 hingga <6 bulan (n = 69; 17%), 6 hingga <12 bulan
(n = 72; 18%),dan 12 bulan (n = 92; 23%), dengan sejumlah kecil (n = 11;3%) tidak
terklasifikasi karena data yang hilang pada satu atau lebih item. Distribusi durasi
menyususi pada 5 kelompok sebanding dengan subjek penelitian yang tidak
mengikuti penilaian kognitif: <1 bulan (29%), 1 hingga < 3 bulan (19%), 3 sampai <6
bulan (16%), 6 sampai <12 bulan (17%), dan 12 mo (19%).

Tugas Memori
Pada istilah performa relational memory, tidak terdapat efek signifikan
menyusu terhadap performa bayi pada percobaan lag 0, yang tidak melibatkan
keterlambatan atau gangguan dari rangsangan lainnya. Namun, pada uji lag 2, yang
mencakup baik keterlambatan dan informasi yang mengganggu, proporsi waktu yang
dihabiskan dalam melihat gambar yang cocok dengan benar pada waktu 2 1000-ms
time bin pertama (Tabel 3) lebih tinggi pada kelompok yang menerima ASI lebih
tinggi. Peneliti kemudian lebih lanjut memeriksa 1000 ms pertama karena penelitian
sebelumnya (32, 39) mengamati efek memori dengan analisis secara detail pada time
bin ini untuk uji lag 2. Analisis post hoc menunjukkan bahwa bayi kelompok
menyusu tinggi lebih cenderung melihat gambar yang cocok dengan benar daripada
bayi pada kelompok menyusu rendah. Hal tersebut terjadi pada awal 250 ms dan
konsisten untuk sisa 1000-ms time bin, serta untuk 1000-ms time bin kedua.
Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati untuk deffered imitation pada
bayi 6 bulan; Namun, bayi dengan menyusu tinggi cenderung lebih mengingat
perilaku target daripada bayi dengan menyusu rendah (Tabel 4). Untuk balita 18
bulan, tidak ada perbedaan pada seluruh kelompok menyusu untuk salah satu dari
tugas deffered imitation. Pada balita usia 24 bulan, balita mampu untuk menghasilkan
jumlah perilaku target yang setara pada seluruh kelompok menyusu. Meskipun
peneliti mengamati bahwa balita pada kelompok menyusu sedang dan tinggi
cenderung memilki daya recall yang lebih baik pada perilaku target dengan urutan
yang benar dibandingkan dengan kelompok menyusu rendah, perbedaan ini secara
statistik signifikan hanya untuk kelompok menyusu sedang.
Untuk analisis sekunder (berdasarkan durasi setiap pemberian ASI; lihat pada
Subjek penelitian dan Metode Penelitian), hasil yang sama telah diperoleh. Untuk
relational binding, proporsi waktu yang dihabiskan untuk melihat gambar yang cocok
lebih besar pada kelompok durasi menyusu lebih lama pada time bin yang sama
seperti yang diamati dengan peningkatan paparan ASI [subdivisi dalam 1000 ms
pertama (yaitu, 1000-ms bin 1): 0-250 ms (P-trend pada seluruh 5 kelompok = 0,664),
251-500 ms (P = 0,046), 501-750 ms (P = 0,014), 751-1000 ms (P = 0,131); 1000-ms
bin 1 (P = 0,035), 1000- ms bin 2 (P = 0,027), dan 1000- ms bin 3 (P = 0,287)]. Tidak
terdapat tren signifikansi yang ditemukan antara durasi menyusu dan recall perilaku
target atau urutannya pada usia 6 atau 18 bulan. Pada usia 24 bulan, balita dengan
durasi menyusu lebih lama mampu mengingat perilaku target secara lebih baik dalam
urutan yang benar (P-trend = 0,009). Tidak ada hubungan yang signifikan yang
diamati dengan ASI (3 kelompok primer atau 5 kelompok sekunder atas dasar durasi
saja) dan tugas habituation (data tidak ditampilkan).

Tugas Perkembangan Atensi dan Sosial


Tidak ada hubungan yang signifikan yang diamati pada ASI (3 kelompok
utama atau 5 kelompok sekunder atas dasar durasi saja) untuk ekspektasi visual,
novelty preference within the habituation task, dan mirror self-recognition (data tidak
ditampilkan). Demikian pula, tidak ada hubungan yang signifikan yang diamati
dengan ASI untuk amplitudo keseluruhan atau latensi komponen ERP. Interaksi
antara menyusu dan variabel seperti stimulus ERP atau hemisfer otak ata region otak
juga tidak signifikan, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada efek modifikasi
pada amplitudo ERP dan latensi antara kelompok makan dengan rangsangan tertentu
atau di regio atau hemisfer otak tertentu (data tidak ditampilkan).
BSID-III
Skor skala BSID-III seluruh kelompok ditunjukkan pada Tabel 5. Secara
keseluruhan, hubungan positif diamati antara kelompok menyusu dan skor domain
bahasa. Meskipun kelompok menyusu sedang dan tinggi secara signifikan lebih baik
daripada kelompok menyusu rendah pada domain bahasa reseptif, hanya kelompok
menyusu tinggi yang secara signifikan memiliki skor lebih baik dalam domain bahasa
ekspresif. Skor kognisi dan motorik (halus dan kasar) sebanding pada seluruh
kelompok. Demikian pula, analisis sekunder kami menunjukkan bahwa skor yang
lebih tinggi pada domain bahasa reseptif (P-trend, 0,001) dan ekspresif (P-trend =
0,002) terkait dengan durasi menyusu yang lebih lama. Namun, kami juga
menganalisis adanya kecenderungan yang sama untuk Skor domain kognisi (P-trend
= 0.045), yang tidak diamati dalam analisis primer.

DISKUSI
Konsisten dengan penelitian terakhir, studi besar (n = 408) tentang ASI pada
bayi Asia sehat menunjukkan bahwa terdapat efek yang menguntungkan pada ASI
terhadap perkembangan neurokognitif. Namun, ukuran efek yang diamati kecil
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan tentang pendidikan
ibu, depresi ibu, dan status sosial ekonomi (12, 40, 41). Dengan demikian, hasil
penelitian ini mungkin memiliki implikasi yang lebih besar pada populasi,
dibandingkan tingkat individu. Selain itu, peneliti tidak bisa mengesampingkan
potensi kesempatan temuan; menyusu dikaitkan dengan kinerja yang lebih baik hanya
4 dari 15 pengukuran kognitif, dan peneliti mengamati tidak ada yang signifikan pada
hubungan menyusu dengan pengukuran elektrofisiologi yang sangat sensitif. Namun,
penelitian terakhir yang menggunakan tugas auditory oddball serupa juga
menghasilkan temuan yang bertolak belakang. Pivik et al. (19) mengamati adanya
diskriminasi suku kata yang lebih besar pada bayi diberi ASI usia 6 bulan. Selain
itu,penelitian tersebut juga mengidentifikasi perbedaan signifikan hanya antara ASI
dan bayi yang diberi susu kedelai tetapi tidak untuk bayi yang diberi susu formula
(42). Di sisi lain Jing et al. (10), tidak melihat adanya pengaruh diet pada ERP.
Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya sensitivitas
tetapi juga spesifisitas yang penting dalam penelitian tentang efek menyusu terhadap
perkembangan kognitif.
Memang, hasil penelitian ini mengindikasikan potensi spesifisitas efek dalam
domain memori. Pertama, bayi berusia 6 bulan pada kelompok menyusu tinggi
tampak secara signifikan lebih melihat pada gambar yang cocok di bagian awal dari
tugas relational binding dibandingkan dengan kelompok menyusu rendah. Sesuai
dengan penelitian terakhir yang menunjukkan bahwa kecenderungan memandang ke
arah rangsangan yang cocok cenderung terjadi sangat awal dalam tugas (32), efek
menyusu diamati pada awal 250 ms setelah stimulus muncul. Durasi melihat oleh
bayi menyusu tinggi yang lebih lama terhadap gambar yang cocok menunjukkan
bahwa terdapat relasi yang lebih kuat dengan memori. Kedua, selama uji deffered
imitation, jumlah perilaku target yang dilakukan oleh balita berusia 2 tahun sebanding
pada seluruh kelompok menyusu. Namun, kelompok menyusu sedang dan tinggi
lebih dapat melakukan perilaku target dalam urutan yang benar dibandingkan dengan
kelompok menyusu rendah, meskipun hal tersebut hanya bermakna secara statistik
pada kelompok menyusu sedang. Mengingat efek ukuran yang relatif kecil,
kurangnya signifikansi statistik untuk tingkat menyusu tinggi mungkin disebabkan
karena power statistik. Deffered imitation merupakan cara untuk menilai memori
deklaratif, dengan mengumpulkan kembali informasi dan peristiwa (43). Mirip
dengan tugas relational binding, di mana bayi menampilkan memori untuk item yang
dipasangkan dalam ruang, perilaku berurutan selama deffered imitation mensyaratkan
bahwa bayi memilki tampilan memori untuk item yang dipasangkan secara tepat
waktu. Baik deffered imitation (44) dan relational binding (45, 46) mungkin
berhubungan dengan proses memori yang terutama melibatkan hippocampus, region
yang rentan terhadap pengaruh gizi (47). Sebaliknya, konsisten dengan studi
sebelumnya yang melaporkan tidak ada pengaruh inisiasi atau durasi menyusu pada
recognition memory dan preferensi (48), peneliti tidak menemukan adanya efek
menyusu pada habituation. Habituation adalah tugas memori visual yang melibatkan
preferensi baru dan juga cenderung melibatkan hippocampus dan lobus temporal
medial pada sistem memori (49), tetapi tidak memori relasional. Dengan demikian,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menyusu mungkin memiliki efek lebih besar
pada tugas memori yang melibatkan relational memory dan retrieval sebagai
pengenalan dan dapat membantu untuk mengatasi perbedaan penelitian sebelumnya
yang menggunakan tes memori umum (50-52).
Konsisten dengan temuan-temuan mengenai menyusu yang lebih lama dan
IQ yang lebih tinggi (2, 52), peneliti juga mengamati adanya hubungan antara durasi
menyusu dengan skor kognitif yang lebih tinggi pada BSID-III. Menyusu telah
dikaitkan dengan peningkatan keterampilan motorik pada bayi berusia 3 dan 6 bulan
(53). Namun, peneliti tidak mengamati adanya hubungan skor motorik pada usia 24
bulan, yang konsisten dengan penelitian yang dilakukan pada balita (53-55). Peneliti
mengamati hubungan perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif, yang juga dapat
dicirikan sebagai membutuhkan relational memory antara makna konseptual dan
suara tertentu atau tanda-tanda selama akuisisi kosakata (56, 57). Hasil penelitian ini
konsisten dengan laporan skor bahasa yang lebih tinggi pada anak-anak yang disusui
dengan usia yang sama (28, 53, 55). Namun, karena perbedaan jenis pengukuran yang
digunakan [misalnya, DEONI et al. (55) menggunakan Mullen Scales Early
Learning, Bernard et al. (28) menggunakan Communicative Development Inventory,
dan Andres et al. (53) menggunakan BSID-II dan Preschool Language Scale-3],
peneliti tidak dapat membandingkan secara eksplitis ukuran besarnya.
Dalam studi sebelumnya pada anak-anak 18 bulan, Leventakou et al. (58)
melaporkan bahwa durasi menyusu dikaitkan berhubungan positif dengan BSID-III
kognitif, reseptif, dan bahasa ekspresif. Peneliti tidak mengamati hubungan antara
menyusu dengan ERP selama auditory oddball paradigm, meskipun penelitian
terdahulu menghubungkannya dengan tugas bahasa (59) dan kemampuan membaca
dan menulis (60). Meskipun beberapa kesimpulan dari penelitian terdahulu tersebut
mencerminkan keseluruhan pola yang diamati dari sejumlah besar hasil yang
dilaporkan. Misalnya, Leppnen et al. (61) yang melakukan 132 uji statistik dan
ditemukan hanya 18 temuan yang signifikan (P, 0,05) terkait dengan berbagai aspek
keterampilan berbahasa, dengan hanya satu hubungan relevan dengan kosakata
ekspresif. Perbedaan dalam pengujian paradigma, identifikasi komponen, dan subjek
penelitian juga mungkin menyebabkan hasil tidak sesuai dengan studi terdahulu.
Sebagai contoh, paradigma neurolinguistik sering menggunakan ISIS sangat singkat
(misalnya, 70 milidetik vs 800 milidetik yang digunakan dalam paradigma kami)
dengan suara nonspeech dan kemampuan bahasa hanya dapat diprediksi ketika ISIS
70 milidetik digunakan (62). Banyak studi yang menghubungkan ERP dan bahasa
termasuk anak berisiko tinggi (59-61) dan, dalam beberapa kasus, perubahan aspek
gelombang elektroensefalogram (misalnya, respon mismatch) dievaluasi.
Kesimpulannya, metodologi dan studi perbedaan populasi mungkin membantu
menjelaskan mengapa peneliti mengobservasi hubungan antara menyusu dan skor
bahasa Bayley tetapi tidak ERP.
Usia pada pemeriksaan juga dapat mempengaruhi apakah efek dari menyusu
diamati dalam domain tertentu; menyusu ditemukan mempengaruhi perkembangan
region yang berkembang terakhir yang memiliki berbagai fungsi, termasuk bahasa
(55). Demikian, adalah bahwa efek menyusu lebih mudah diamati kemudian dalam
pengembangan, ketika mendeteksi perbedaan proses yang berhubungan dengan regio
otak yang berkembang pada tahap-tahap selanjutnya menjadi lebih mudah.
Tingkat kesulitan tugas juga dapat memodifikasi hubungan. Menariknya,
anak-anak dengan kelompok menyusu tinggi dan rendah atau mereka yang disusui
dengan durasi yang lebih lama dapat lebih baik dalam tugas-tugas yang lebih sulit.
Sebagai contoh, meskipun tidak ada perbedaan yang diobservasi dalam kondisi
memori segera pada tugas relational memory (yaitu, uji lag 0), menyusu berhubungan
secara positif dengan kinerja dalam kondisi interferensi dan gangguan yang lebih sulit
(yaitu, uji lag 2). Demikian juga, meskipun mereka tidak menunjukkan perbedaan
sejumlah item diingat pada paradigm deffered imitation kami, anak-anak yang diberi
ASI memiliki memori sekuensial yang lebih baik. Selanjutnya, menyusu juga
berpengaruh secara positif terhadap perkembangan bahasa, yang mungkin lebih
lambat untuk anak-anak yang terpajan beberapa bahasa (63-65), seperti ~80% anak-
anak GUSTO.
Studi kami menambahkan literatur yang telah ada dalam berbagai cara.
Sebuah kritik penelitian umum tidak mengamati efek yang signifikan pada kurangnya
spesifisitas dalam pengujian. Di sini, peneliti menggunakan berbagai ukuran kognitif
spesifik tertentu. Sayangnya, validitas sebagian besar alat-alat penelitian yang sangat
spesifik untuk memprediksi hasil perkembangan standar di masa depan dan IQ relatif
belum diketahui, dengan beberapa pengecualian, seperti auditory oddball ERP (10)
dan tugas habituation (66, 67). Dengan demikian, belum diketahui apakah tingkat
hubungan yang diamati dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak
berikutnya. Namun demikian, untuk menyeimbangkan kekhawatiran berkaitan
dengan spesifisitas dan validitas prediktif, peneliti memasukkan perkembangan
umum. Kekuatan lain dari penelitian ini adalah fokus pada anak-anak Asia pada usia
2 tahun pertama kehidupan, sedangkan penelitian lain difokuskan pada anak usia
sekolah dan remaja dari etnis lainnya.
Peneliti secara luas mengontrol sejumlah besar perancu potensial, termasuk
kecemasan ibu. Seperti dalam semua penelitian observasional, perancu residual tidak
dapat dikecualikan. Meskipun kohort ini mungkin tidak mewakili populasi Singapura,
subjek penelitian diambil dari 2 rumah sakit bersalin terbesar di negara ini termasuk
baik swasta dan pasien bersubsidi.
Studi yang melaporkan efek menyusu pada kognisi sering menyebabkan
perbedaan yang diamati untuk gizi, tetapi hubungan selama menyusu juga telah
dikaitkan dengan peningkatan perkembangan syaraf (9, 68). Seperti, metode menyusu
(langsung atau diberikan dengan alat) merupakan hal penting untuk penelitian
selanjutnya. Penelitian selanjutnya harus dapat mengukur dan menyesuaikan
kemampuan kognitif orang tua.
Meskipun peneliti menganalisis sejumlah besar luaran penelitian dan tidak
bisa mengecualikan kemungkinan temuan yang kebetulan, fakta bahwa hasil
penelitian memiliki hubungan yang signifikan yang terbatas pada domain memori dan
bahasa sangat konsisten dengan penelitian sebelumnya (44-48). Kesimpulannya,
secara komprehensif, uji neurokognitif secara intensif pada anak-anak Asia pada 2
tahun pertama kehidupan menunjukkan efek menguntungkan menyusu yang
signifikan, meskipun sederhana, pada memori dan pengembangan bahasa anak.

Anda mungkin juga menyukai