Anda di halaman 1dari 5

MODUL

TELAAH JURNAL ASKEB KOMUNITAS PADA BALITA

Disusun dalam rangka memenuhi Tugas Kelompok Askeb Komunitas

Disusun Oleh Kelompok 6

Ning Ayu Wahyuni NIM. 238140096

Nofi Margareta Kusumaningrum NIM. 238140097

Novi Tri Hastuti NIM. 238140098

Nur Afidatul Fajriyah NIM. 238140099

Nur Ramadhania NIM. 238140100

Okta Alif Fadillah NIM. 238140101

Orchid Dwi Nurhayati NIM. 238140102

PRODI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA

2024
ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS PADA BALITA

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang menjadi perhatian utama dunia
termasuk Indonesia. WHO menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka
prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017. Stunting dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, hilangnya potensi pertumbuhan fisik, berkurangnya
neuron fungsi perkembangan, serta berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pemahaman terhadap strategi penanganaan stunting berbasis bukti sangat diperlukan untuk
untuk mengatasi masalah stunting sehingga dapat terjadinya perbaikan generasi masa depan
yang sehat.

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang
terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak
berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di
bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi


stunting Balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2%
(2013) menjadi 30,8% (2018). Sedangkan untuk balita normal terjadi peningkatan dari 48,6%
(2013) menjadi 57,8% (2018). Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi
stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan sebelumnya,
Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik
kelebihan maupun kekurangan gizi. Di kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting di
Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja.

FAKTOR PENYEBAB STUNTING

Berdasarkan kerangka penyebab masalah gizi “The Conceptual Framework of the


Determinants of Child Undernutrition” dan “The Underlying Drivers of Malnutrition”,
pencegahan stunting perlu dititikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang
langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung mencakup masalah kurangnya asupan
gizi dan penyakit infeksi. Sementara, penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan
(akses pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan,
pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif),
dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi). Keempat
faktor tidak langsung tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak.
Intervensi terhadap keempat faktor penyebab tidak langsung diharapkan dapat mencegah
masalah gizi.

Penyebab langsung dan tidak langsung tersebut di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem
pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan
perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang
mencakup: (a) Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan; (b) Peran aktif
pemerintah dan non-pemerintah; dan (c) Kapasitas untuk melaksanakan.

1. Pendidikan Gizi
Pemberdayaan ibu melalui pendidikan gizi terbukti efektif dalam mengatasi praktik
pemberian makan yang buruk, kegiatan yang dilakukannya yaitu kelas gizi dan
kunjungan rumah, topik yang dibahas yaitu memberikan pesan nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhan lokal (Effendy et al., 2020). Studi uji coba kontrol acak kelompok
di antara wanita hamil di Timur Laut Ethiopia menunjukkan bahwa pendidikan gizi
meningkat secara signifikan rata-rata pengetahuan gizi pada kelompok intervensi,
sekitar 6,9 pada awal hingga 13,4 setelah pendidikan gizi (Astika et al., 2020).
Intervensi pendidikan dapat diadopsi secara budaya di tingkat keluarga berinteraksi
dengan ibu dan anggota keluarga tentang praktik pemberian makanan pendamping
ASI yang dapat diberikan dengan pemberian buklet berbahasa daerah yang berisi
rekomendasi gizi dan anjuran praktik pemberian makan pada anak sampai usia dua
tahun dan intervensi ini memiliki dampak positif pada status gizi anak (Kamath et al.,
2019).

2. Intervensi Perlindungan Sosial (Bantuan Tunai Tanpa Syarat)


Program bantuan tunai telah terbukti meningkatkan permintaan untuk perawatan
kesehatan preventif, konsumsi makanan, keragaman diet, dan meningkatkan hasil
kesehatan secara keseluruhan, termasuk kematian anak (Huda et al., 2020). Di
Indonesia, dalam program perlindungan sosial pemerintah telah melaksanakan
gerakan nasional pencegahan stunting dan bekerjasama dengan kemitraan multi
sektor. Salah satu program yang telah dilaksanakan adalah Program Keluarga Harapan
(PKH) yang bertujuan pada bidang kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan
Ibu hamil dan balita dengan memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan,
melakukan intervensi gizi pada ibu hamil dan balita dengan memberikan dana
bantuan uang tunai dan untuk merubah serta penguatan pola pikir mengenai
pentingnya menjaga kesehatan bagi ibu hamil dan balita melalui program Family
Development Session (FDS) atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga
(P2K2).(SRG, 2021) Dan program ini efektif dalam pengendalian angka prevelensi
stunting di Indonesia yang kini menjadi 24, 4%

3. Intervensi Literasi Gizi Ibu dan Nutrisi Terpadu


Dalam penelitian Sirajudin (Sirajuddin et al., 2021) menunjukan bahwa intervensi
Maternal Nutritional Literacy (MNL) memberikan pengaruh terhadap perubahan
status gizi baik pada kelompok kontrol maupun intervensi (p<0,05), pemberian ASI
berpotensi mencegah stunting terutama bagi keluarga miskin, bantuan dalam
mengatasi kesulitan menyusui serta mempersiapkan peralihan anak dari pemberian
ASI eksklusif ke makanan pendamping dengan baik. MNL berpengaruh signifikan
terhadap status stunting pada kelompok intervensi sebesar 9,3%, sedangkan
penurunan pada kelompok kontrol sebesar 2,4%. Intervensi literasi gizi ibu dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi stunting pada kelompok anak
usia 0-6 bulan. Dalam Intervensi pencegahan stunting idealnya difokuskan pada anak
yang tidak stunting karena pencegahan stunting lebih mudah dilakukan daripada fokus
pada anak yang sudah stunting bahkan pada usia 0-6 bulan.

4. Status Ekonomi keluarga


Permasalahan status ekonomi rendah masih dialami oleh banyak keluarga dan
menjadi prediktor yang dominan. Banyak orangtua yang merasa kesulitan dalam
mencukupi kebutuhan gizi anakanaknya dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang
rendah, ketidakcukupan penghasilan dari pekerjaan dan mahalnya harga bahan
makanan (Susanti, 2018). Penelitian yang dilakukan di negara China dan Etiopia
menunjuukan hasil bahwa keragaman makanan dalam indeks makan anak
berhubungan terhadap berat badan kurang dan badan kurus, makanan yang tidak
beragam mempunyai efek negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak (Aemro
et al., 2013; Zhang et al., 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Aristiyani, Indrawati & Mustajab, Abdullah Azam. 2023. Dampak Status Ekonomi Pada
Status Gizi Balita. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol. 7 No. 2, Juli 2023 E-
ISSN 2715-6303; P-ISSN 2407-4284; DOI. 10.52020/jkwgi.v7i2.5607.
Azhari, Claudia. & Mahwati, Yeni. 2022. Kajian Naratif : Intervensi Pencegahan dan
Pengendalian Stunting. Prosiding Simposium Nasional Multidisiplin Universitas
Muhammadiyah Tangerang Volume 4, 2022
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. 2019. Strategi Nasional Percepatan
Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024.

Anda mungkin juga menyukai