BAB I
PENDAHULUAN
Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010, salah satu program yang
salah satu cara untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia (Litbang
Depkes RI, 2001). Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan. dimulai sejak
dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi
pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan
(growth faltering), terutama gagal tumbuh kembang otak (Ruby, 2005). Anak
yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurun kecerdasan otaknya, tetapi
Pasalnva, sejumlah organ tubuh penting, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan
pembuluh darah, bisa mengalami “penuaan dini” (Wahyuni, 2007). Gizi buruk
gizi membuat daya tahan tubuh berkurang. Menurut WHO, faktor gizi merupakan
1
2
(KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Setiap
tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (< 2500 gram), sebagai salah satu
penyebab utama tingginya angka gizi kurang, 1,7 juta diantaranya menderita gizi
buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat
diperoleh sebanyak 28% balita di Indonesia mengalami masalah gizi kurang dan
8,8% mengalami masalah gizi berat badan anak secara teratur (Buchori, 2007).
Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan
peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi
Gambaran perilaku gizi yang belum baik dan ditunjukkan dengan masih
rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar
50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya
deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul
vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang mengkonsumsi tablet tambah
darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya
juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan
secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar 28% rumah tangga belum
menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang
mengolah dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih
dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas. Pada tingkat individu, keadaan
gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila
seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan
gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan
untuk membangun kesadaran akan pentingnya gizi bagi kesehatan yang dimulai
dan unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga ibu sebagai penjaga keluarga
(www.gizi.net)
Berdasarkan hasil survey mawas diri tahun 2007 diperoleh hasil beberapa
indikator Kadarzi masih dibawah target yaitu memberi ASI eksklusif sebesar
23,3% dari target pencapaian 80%, pemberian Tablet tambah darah (TTD) pada
bumil sebesar 56,7% dari target pencapaian 80% dan target vitamin A untuk ibu
nifas sebesar 0% dari target pencapaian 80%. Adapun indikator lain yang sudah
memberikan vitamin A sebesar 100% (Puskesmas Bantul, 2007). Hasil pra survey
Kadarzi dalam kriteria kurang baik sebanyak 40%, sebanyak 20% dalam kriteria
tidak baik dan rata-rata pengetahuan ibu tentang Kadarzi kriterianya kurang baik
B. Rumusan Masalah
pengetahuan keluarga tentang Kadarzi dalam kategori kurang baik. Oleh karena
C. Ruang Lingkup
2. Subjek penelitian adalah seluruh ibu yang ada di posyandu Bunga Tanjung
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian