ini
bersifat eksklusif sebab pemberiannya berlaku pada bayi berusia 0 bulan sampai 6 bulan. Dalam
fase ini harus diperhatikan dengan benar mengenai pemberian dan kualitas ASI, supaya tak
mengganggu tahap perkembangan si kecil selama enam bulan pertama semenjak hari pertama
lahir (HPL), mengingat periode tersebut merupakan masa periode emas perkembangan anak
sampai menginjak usia 2 tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, ASI Ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).(Kemenkes RI, 2021).
Air Susu Ibu adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Rekomendasi dari United Nation Childrens (cetak miring) dan World Health organization (cetak
miring) menyatakan bahwa sebaiknya anak hanya disusui ASI selama paling sedikit enam bulan
dan makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur enam bulan dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO hanya
sekitar 44% bayi berusia 0-6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif selama periode 2015-2020
diseluruh dunia. Padahal kenyataannya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki
banyak manfaat baik bagi bayi maupun ibu dimana yang paling utama yaitumelindungi terhadap
penyakit infeksi gastrointestinal yang sering terjadi tidak hanya di Negara berkambang maupun
di Negara industry. Pemberian ASI Eksklusif juga dapat menyelamatkan lebih dari 820.000
Di Indonesia dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2021 menujukkan bahwa
tingkat pemberian ASI ekslusif hanya mencapai 52,5 persen atau hanya setengah dari 2,3 juta
bayi berusia kurang dari enam bulan, angka ini menurun 12 persen dari angka di tahun 2019
(UNICEF, 2022). Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia, Secara nasional, cakupan bayi
mendapat ASI eksklusif tahun 2021 yaitu sebesar 56,9% dan mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu sebesar 69,62%. Namun, Angka tersebut sudah
melampaui target program tahun 2021 yaitu 40%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI
eksklusif terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Barat (82,4%), sedangkan persentase terendah
terdapat di Provinsi Maluku (13,0%). Persentase cakupan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif
di Provinsi Sumatera Selatan ada diurutan keempat tertinggi yaitu sebesar 70,5% (Kemenkes RI,
2021). Berdasarkan data dari Puskesmas diketahui bahwa cakupan bayi yang mendapat ASI
Eksklusif di Kota Palembang tahun 2020 sebesar 76,1%. Cakupan tersebut mengalami
semua bayi (94%) pernah mendapat ASI. Lebih dari separuh anak (60%) mendapatkan ASI
dalam periode 1 jam setelah lahir dan 79 persen anak mulai disusui dalam 1 hari setelah lahir.
Temuan lainnya menunjukkan bahwa 29 persen anak mendapat makanan pralaktasi (makanan
selain ASI) dalam 3 hari setelah lahir. Hal ini menunjukkan bahwa ada pemberian tambahan
selain ASI di bawah usia 6 bulan. Data SDKI tahun 2017 menunjukkan konsumsi pemberian MP
Pemberian ASI sudah dilakukan oleh orang Indonesia sejak dulu, tetapi bukan ASI saja
karena selama pemberian ASI sebagian besar ibu menambahkannya dengan susu formula, madu
dan makanan tambahan lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya
yaitu rendahnya tingkat pendidikan ibu sehingga memungkinkan sempitnya pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif sekaligus yang menjadi faktor penghambat pemberian ASI eksklusif.
Pendidikan orang tua khususnya ibu bayi merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Jika tingkat pendidikan ibu
rendah maka ibu akan lebih sulit untuk memahami pesan atau informasi yang diterima. Jika ibu
memiliki pendidikan yang tinggi dan berwawasan luas maka ibu lebih mudah untuk
mendapatkan informasi baru dan mengikuti perkembangan ilmu kesehatan khususnya berkaitan
Pemberian ASI yang optimal dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas serta memiliki
dampak jangka panjang pada kecerdasan dan kinerja seseorang pada saat dewasa. Balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang 61 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita
yang diberi ASI eksklusif. Diare pada anak balita diakibatkan oleh dua faktor utama yaitu faktor
perilaku seperti pemberian ASI tidak eksklusif dan faktor lingkungan seperti sanitasi dan
personal hygiene yang tidak baik. Bagi ibu, menyusui dapat menurunkan risiko perdarahan dan
depresi pasca persalinan. Pemberian ASI terbukti dapat mencegah 823.000 kematian per tahun
kematian pada anak di bawah usia 5 tahun dan 20.000 kematian pada wanita karena kanker
Hasil penelitian (Herman et al., 2021) pada penelitiannya yang berjudul hubungan
pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian ASI Eksklusif menunjukkan bahwa ada hubungan
pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p=0,003<0,05. Hasil penelitian
menunjukkan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif sangat penting, karena pengetahuan
memiliki hubungan dengan tindakan pemberian ASI ekslusif. Ibu yang memiliki pengetahuan
baik lebih cenderung melakukan tindakan pemberian ASI ekslusif dibandingkan dengan Ibu
dengan pengetahuan yang kurang, karena memiliki pemahaman yang baik akan pentingnya
tindakan tersebut, Secara teori menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sejalan dengan penelitian (Putri et
al., 2019) dengan judul hubungan pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif terhadap pemberian
ASI Ekkslusif menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan status pemberian