Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASI EKSLUSIF

2.1.1 Definisi

ASI (Air Susu Ibu) merupakan satu-satunya makanan terbaik untuk bayi yang
mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan seperti kolostrum (pada hari 1-5) pada
ASI juga tedapat laktosa sebagai sumber karbohidrat yang diserap lebih baik dibanding yang
terdapat di dalam susu formula yang lebih cocok untuk bayi. Bayi yang kekurangan ASI akan
mengalami kehilangan berat badan dan dehidrasi sedangkan bayi, yang tidak mendapatkan ASI
sama sekali akan lebih muda terkena penyakit infeksi, akan mengalami kurang gizi, menurunkan
kecerdasan otak bayi dan beresiko pada kematian. 1

Pengertian ASI eksklusif berdasarkan kementrian kesehatan Republik Indonesia yaitu


sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain kecuali obat. Cairan
yang dihasilkan kelenjar mama yaitu Air Susu Ibu (ASI) sering disebut “darah putih” karena
komposisinya mirip darah plasenta.2 Sebagaimana darah, ASI dapat mentransport nutrien,
meningkatkan imunitas, merusak patogen dan berpengaruh pada sistem biokimiawi tubuh
manusia. Sebagai contoh pada bayi yang mendapat ASI eksklusif organ thymus pada usia 4 bulan
dua kali lebih besar dibandingkan pada bayi 4 bulan yang hanya mendapat susu formula.3

ASI yang diberikan setelah 6 bulan pemberian disebut sebagai ASI lanjut, yang
direkomdasikan hingga balita berumur 24 bulan atau lebih. Pemberian ASI lanjut ini untuk dapat
memenuhi kebutuhan bayi sebesar 2/3 hingga berusia 8 bulan. 4 Sedangkan kebutuhan gizi
tambahan pada bayi setelah berumur 6 bulan melalui pemberian makanan pendamping ASI
karena pada usia ini ASI hanya memenuhi kebutuhan bayi sebesar 60%. Saat bayi berusia 1
tahun maka ASI hanya akan memenuhi kebutuhan bayi sebesar 30%, pada usia 1 tahun ini
pemberian asi masih dianjurkan hingga berusia 2 tahun.5
2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan penelitian Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), angka ibu yang pernah
menyusui anak di Indonesia sudah tinggi, yaitu 90%, namun yang memberikan secara eksklusif
selama 6 bulan masih rendah sebesar 20%.3 Pemberian ASI direkomendasikan sampai dua tahun
atau lebih. Alasan ASI tetap diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, karena 65% kebutuhan energi
seorang bayi pada umur 6-8 bulan masih terpenuhi dari ASI. Pada umur 9-12 bulan sekitar 50%
kebutuhannya dari ASI dan umur 1-2 tahun hanya sekitar 20% dari ASI.2

Laporan dari Global Nutrition Report menyebutkan bahwa pada tahun 2018 negara-
negara di dunia menghadapi berbagai masalah tentang gizi, balita dengan rentang usia 0-59 bulan
di dunia mengalami berbagai masalah gizi seperti stunting (22,2%), anak kurus (7,5%) dan
overweight (5,6%).6 World Health Organization (WHO) melaporkan angka kematian balita
mencapai 37 per 1.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh beberapa penyakit seperti
pneumonia, diare, dan malaria, di mana hal ini berkaitan dengan masalah gizi, Diketahui juga
sekitar 10% anak-anak di dunia mengalami gizi kurang dengan z-score antara -3 dan < -2, hal ini
menyebabkan mereka memiliki risiko kematian dari anak-anak dengan status gizi baik tiga kali
lebih besar.2,3

Peningkatan angka kurang gizi, infeksi, dan kejadian stunting pada anak merupakan suatu
yang yang dapat diakibatkan oleh pemberian ASI di bawah 6 bulan, penelitian oleh Iqbal tahun
2020 mengatakan adanya resiko sebesar dua kali lipat pada bayi yang tidak mendapat ASI
Eksklusif untuk mengalami stunting saat berusia 6-12 bulan. Kejadian angka balita pendek juga
di pengaruhi oleh pemberian ASI Ekslusif. Bila anak mendapatkan ASI Ekslusif maka resiko
untuk menjadi pendek lebih rendah bila dibandingkan dengan balita yang tidak di berikan ASI
Ekslusif.5

Semakin tinggi tingkat pemberian ASI pada 6 bulan, semakin besar manfaatnya bagi
kesehatan ibu dan bayi dan semakin besar signifikansinya dari perspektif kesehatan masyarakat. 6
Oleh karena itu, Global Breastfeeding Collective UNICEF/WHO bertujuan untuk meningkatkan
persentase bayi di bawah usia 6 bulan yang disusui secara eksklusif dari 4421 menjadi 70% pada
tahun 2030.7
Hasil survei yang dilakukan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) di
Amerika pada tahun 2014 menunjukkan bahwa hanya 40,7% bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif sebelum tiga bulan dan cuma 18,8% bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif hingga
usia enam bulan.8 Dalam penelitian yang di rilis oleh Santacruz-Salas tahun 2020 menyebutkan
bahwa terdapat sekitar 90-100% Wanita yang menawarkan pemberian ASI kepada bayi, namun
hanya 20-25% yang memberikan ASI hingga 6 bulan.9

Di Cina, prevalensi pemberian ASI eksklusif pada anak di bawah usia 6 bulan sebesar
21%. Diperkirakan 16.146 kematian anak karena diare yang dapat dicegah dan pneumonia
dikaitkan dengan tidak menyusui. Hal ini diperkirakan akan merugikan ekonomi China masing-
masing sekitar $6,3 miliar per tahun.10 Di india prevalensi pemberian ASI Ekslusif sebesar 55%,
dan diperkirakan 99.552 kematian anak setiap tahun karena diare dan pneumonia yang
sebenarnya dapat dicegah dengan menyusui di India. Di Indonesia prevalensi pemberian ASI
eksklusif pada anak di bawah usia 6 bulan sebesar 42%,dengan tingkat, kematian diperkirakan
anak sebesar 15.028 dan kematian ibu 5.174.11

2.1.3 Faktor Risiko

Meskipun ASI Ekslusif sudah diketahui manfaat dan dampaknya serta menjadi amanat
konstitusi, namun kecenderungan para ibu untuk menyusui bayi secara Eksklusif masih rendah. 8,9
Kegagalan dalam pemberian ASI Eksklusif di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal,
adapun faktor internal, yaitu: pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu,
sikap ibu, pendapatan keluarga, dukungan keluarga, pengalaman ibu, dan penyakit ibu. 10 Faktor
eksternal yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI Eksklusif adalah promosi susu formula
bayi dan penolong persalinan.12

Faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI ekslusif sebagai berikut :

1. Usia Ibu

Hasil penelitian Iqbal di tahun 2020 menyebutkan bahwa umur ibu berpengaruh terhadap
pemberian ASI Eklusif, umur ibu yang terlalu muda yaitu di bawah 20 tahun lebih banyak yang
memiliki balita dengan status gizi kurus. 5 Sedangkan ibu dengan usia di atas 35 tahun memiliki
status gizi balita yang gemuk. dan usia ibu berkisar antara 20-35 tahun memiliki lebih banyak
balita dengan status gizi yang normal.7 Status gizi pada balita ini menggambarkan kecendrungan
pemberian ASI Ekslusif.5 Usia ibu dapat berkaitan dengan status nutrisi ibu, tergambar dari
banyaknya kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu muda (16,7-33,5%) dibandingkan usia
diatas 30 tahun (6,5-12,3%) berdasarkan Riskesdas 2018. 3 Selain makronutrien,kandungan
vitamin A, vitamin B, dan vitamin D akan menurun drastis bila asupan nutrisi ibu tidak adekuat,
begitu pula dengan kandungan besi, seng, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. 11 Usia ibu
juga dapat dimaknai sebagai kesiapan mental yang lebih baik untuk memiliki dan merawat anak.
Meskipun begitu, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa usia ibu muda menandakan
ketidaksiapan mental dalam memiliki anak maupun memberikan ASI.13

Ibu pada kelompok usia produksif memberikan ASI secara Eksklusif kepada bayinya.
Usia produktif sehat memberi peluang ibu untuk memberikan nutisi yang adequat kepada
bayinya karena organ-organ reproduksi termasuk payudara saat menyusui masih bekerja optimal
dalam memenuhi kebutuhan bayi sehingga ASI saja sampai usia enam bulan dapat terlaksana
dengan baik.12

2. Pengetahuan dan Pendidikan Ibu

Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap status gizi bayi. Ibu yang mempunyai pengetahuan baik mengenai ASI eksklusif
mempunyai peluang punya bayi dengan status gizi normal berdasarkan BB/PB sebesar 2,92 kali
dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang. 8 Pengetahuan ibu yang baik tentang ASI
akan sejalan dengan pemberian ASI hingga bayi berusia 6 bulan.6 Pengetahuan ibu tentang
kandungan ASI dan susu formula akan meningkatkan pemberian ASI Ekslusif, lebih dari 60%
ibu yang tidak menyusui melaporkan bahwa susu formula sama atau lebih baik dari ASI. 12
Sehinga ibu cendrung lebih memilih pemberian susu formula daripada ASI pada bayi. 9 Hasil
penelitian dari Dukuzumuremyi, tahun 2020 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tentang pentingnya ASI eksklusif akan mengetahui bahwa pemberian
ASI saja selama 6 bulan merupakan nutrisi penting bagi bayi, dan waktu yang tepat untuk
memberikan ASI kepada anak dalam waktu satu jam setelah bayi lahir.14

Tingkat Pendidikan ibu berpengaruh terhadap pemberian ASI Ekslusif, Ibu yang lulus
dari sekolah kejuruan, sekolah menegah atas dan universitas lebih cenderung melanjutkan
pemberian ASI selama 6 bulan.13 Tingkat Pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan dan
rasa ingin tau ibu tentang ASI dan manfaat pemberian ASI. 7 Tingkat pendidikan ibu yang rendah
meningkatkan risiko ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif. 9 Pendidikan yang cukup
merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi
serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat. Pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan lambat dalam mengadopsi
pengetahuan baru, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan pola pemberian ASI.15

3. Pekerjaan Ibu

Bagi ibu yang bekerja, upaya pemberian ASI eksklusif sering kali mengalami hambatan
lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan sebelum pemberian ASI eksklusif berakhir
secara sempurna, ibu harus kembali bekerja. Kegiatan atau pekerjaan ibu sering kali dijadikan
alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, terutama yang tinggal di perkotaan.15

Bagi ibu yang bekerja akan diluar rumah dengan waktu kerja yang panjang sangat sulit
untuk dapat memberikan ASI selama 6 bulan. Program ASI Eksklusif menjamin pemberian ASI
saja sekalipun ibu tidak bersama dengan bayi dengan cara menyimpan ASI perasan di dalam
wadah bersih dan disimpan di lemari pendingin lalu dihangatkan setiap kali bayi minum sesuai
kebutuhan bayi. Keadaan ini mungkin tidak terlalu praktis sehingga ibu yang bekerja diluar
rumah tidak melakukan hal tersebut sebagai alternatif untuk tetap ASI Eksklusif. Selain itu
promosi susu formula yang sangat gencar mampu merubah keyakinan masyarakat untuk tidak
mempertahankan ASI Eksklusif.12

Tata cara memberi ASI ketika ibu sedang berada diluar rumah perlu lebih disosialisasikan
kepada ibu bekerja untuk dapat mempertahankan ASI Eksklusif. Hal ini penting dimana pada
periode ini merupakan periode emas untuk bayi sehingga kwalitas anak dimasa depan bisa lebih
baik. Diperlukan komitmen dari berbagai pihak terhadap ibu bekerja untuk dapat melaksanakan
pemberian ASI Eksklusif.12

4. Status Gizi Ibu


Kegagalan menyusui juga disebabkan karena faktor status gizi ibu sebelum hamil, selama
hamil dan selama menyusui.7 Hal ini terjadi karena selama menyusui, terjadi mobilisasi lemak
tubuh ibu untuk memproduksi ASI dan simpanan lemak ibu dengan status gizi lebih rendah dari
simpanan lemak tubuh pada ibu normal.9 Status gizi ibu selama menyusui merupakan efek dari
status gizi ibu sebelum hamil dan selama hamil (peningkatan berat badan selama hamil).
Pertambahan berat badan ibu selama hamil tergantung pada status gizi ibu sebelum hamil. 6 Ibu
yang memiliki status gizi baik selama hamil, cadangan lemak tubuhnya cukup untuk menyusui
selama 4 – 6 bulan, tetapi ibu dengan status gizinya kurang cadangan lemak tubuhnya
kemungkinan tidak cukup untuk menyusui bayinya 4 – 6 bulan.1

5. Sikap ibu

Ibu yang mempunyai pengetahuan baik mengenai ASI eksklusif mempunyai sikap yang
baik terhadap pemberian ASI selama 6 bulan, ibu yang berpengetahuan kurang, memiliki sikap
yang kurang baik terhadap pemberian ASI hingga usia 6 bulan. 12 Sikap ibu yang menyatakan
setuju pada pernyataan ASI yang pertama kali keluar (kolostrum) tidak baik dikomsumsi paling
banyak dimiliki oleh ibu dengan tingakat pengetahun yang rendah. 7 Kenyataannya kolostrum
justru sangat baik untuk bayi karena didalamnya terdapat zat-zat penolak penyakit infeksi dan zat
kekebalan tubuh. Kenyataannya masih ada ibu yang mempunyai sikap bahwa ASI yang pertama
keluar tidak baik dikomsumsi.11 Hal ini di mungkinkan karena pemahaman ibu mengenai ASI
eksklusif tersebut masih kurang. Sikap ibu tentang pemberian air dan oralit akan menurunkan
pemberian ASI kepada bayi, Studi menunjukkan bahwa pemberian air atau oralit kepada anak
setelah lahir mengganggu pemberian ASI ekslusif.15

6. Status Sosial Ekonomi dan Pendapatan Ibu

Ibu dengan sosial ekonomi yang rendah akan lebih berpeluang dalam memberikan ASI
dibanding ibu dengan sosial ekonomi yang tinggi.6 Kondisi ekonomi yang rendah membuat ibu
lebih memilih menyusui karena rendahnya daya beli terhadap susu formula. Sedangkan ibu
dengan sosial ekonomi yang tinggi akan termotivasi untuk memberikan susu formula, artinya
mengurangi kemungkinan untuk menyusui secara eksklusif.15 Kerugian ekonomi oleh anak laki-
laki yang tidak menyusui diperkirakan setara dengan US$210,13 miliar per tahun. Total kerugian
ekonomi, yang menggabungkan biaya sistem kesehatan, ekonomi, kerugian dari kematian bayi
dan balita serta kerugian dalam hal kognitif, diperkirakan menjadi US$257,9 miliar per tahun
atau 0,37% secara global.10

7. Dukungan Keluarga

Adanya keyakinan di lingkungan sekitar, pola sosial budaya setempat, dan tingkat
dukungan dan partisipasi Suami dan keluarga dalam mendukung pemberian ASI, serta dukungan
untuk mengasuh anak dan pembegain tugas dalam melakukan pekerjaan rumah tangga akan
berpengaruh terhadap peningkatan pemberian ASI Ekslusif. 7 Dukungan keluarga merupakan
faktor pendukung dalam keberhasilan ASI eksklusif. Dukungan keluarga ini merupakan suatu
kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui dalam
memberikan ASI. Hal ini berkaitan dengan pikiran, perasaan dan sensasi yang dapat
memperlancar produksi ASI.15 Telah terbukti bahwa lingkungan sosial teman dekat dan kerabat
yang memberikan dukungan berkualitas terkait ASI membantu wanita mencapai pemberian ASI
selama 6 bulan yang lebih baik.9

Semakin tinggi dukungan suami untuk memberikan ASI Eksklusif maka semakin tinggi
kemungkinan ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Sebaliknya semakin rendah
dukungan suami untuk memberikan ASI Eksklusif maka semakin rendah pula kemungkinan ibu
untuk memberikan ASI Eksklusif.12

9. Pengalaman Ibu Menyusui

Pengalaman ibu dalam memberikan ASI ekslusif pada bayi, akan berpengaruh terhadap
peningkatan pemberian ASI ekslusif pada bayinya. 15 Ibu yang pernah memberikan ASI eklusif
pada bayi pertama selama 6 bulan akan meningkatkan pemberian ASI pada bayi berikutnya,
sedangkan bagi ibu baru terdapat beberapa harapan yang menyenangkan dalam pemberian ASI,
yang tidak dapat terpenuhi seperti rasa nyaman, tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga ibu
merasa tidak siap untuk mengatasinya dan mungkin menjadi frustrasi ketika masalah tidak dapat
diselesaikan sendiri dengan naluri keibuan yang menyebabkan terhalangnya pemberian ASI pada
bayi.9

10. Riwayat Caecar


Adanya Riwayat persalinan Sectio Caecarea (SC) akan berpengaruh terhadap kebutuhan
fisik bayi. ASI merupakan salah satu kebutuhan fisik bayi setelah lahir. 7 Ikatan antara ibu dan
anak akan meningkat bila ASI diberikan pada satu jam pertama bayi lahir. Pemberian ASI
sebelum satu jam pertama setelah bayi lahir disebut dengan inisiasi menyusui dini (IMD).
Keberhasilan program pemberian ASI eksklusif pada bayi akan meningkat bila ASI diberikan
sedini mungkin. Ibu yang menjalani persalinan SC telah menggunakan obat anastesi untuk
menghilangkan rasa sakit seperti epidural. 16 Jal ini akan menjadi risiko lebih keterlambatan
pengeluaran air susu. Efek anestesi selama persalinan yang dicantumkan pada penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan waktu laktogenesis hingga 13
jam.16 Keterlambatan proses laktasi ibu post SC juga dikaitkan dengan penurunan kadar hormon
oksitosin akibat penggunaan obat anestesi. Hormon oksitosin sendiri merupakan hormon yang
merangsang produksi ASI. Proses menyusui ibu pasca SC dapat tertunda dalam 4- 5 hari pertama
setelah melahirkan.16

2.1.4 Komposisi ASI

Komposisi ASI Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, sesuai dengan stadium laktasi,
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 7.9.12

1. Kolostrum, yaitu ASI yang di hasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir.
Kolostrum merupakan cairan agak kental berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning dari ASI
matur. Kolostrum mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

a. Sebagai laxantia yang baik untuk membersihkan selaput usus bayi yang baru lahir
sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.
b. Kadar protein terutama Globulin (Gamma Globulin) tinggi sehingga dapat memberikan
daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.10
c. Mengandung zat anti infeksi (antibody) sehingga mampu melindungi tubuh dari berbagai
penyakit infeksi untuk jangka waktu 6 bulan.

2. Air susu masa transisi yang di hasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh.

3. Air susu matur yang di hasilkan setelah hari kesepuluh


Asi memiliki komposisi lemak yang lebih tinggi dibandingkan susu formula, hal ini yang
menyebabkan bayi yang diberikan ASI akan merasa kenyang dengan jumlah porsi ASI yang
hampir sama setiap harinya, namun bayi yang diberikan susu formula sering merasa tidak terlalu
kenyang sehingga perlu meminum susu dengan jumlah yang lebih besar. 17 ASI memiliki
komposisi yang ideal, sebagian besar terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, jenuh, tak
jenuh, asam lemak tak jenuh ganda dan kolesterol, vitamin dan mineral seperti natrium, kalium,
kalsium, fosfor magnesium, besi, dan seng.10 Asi memiliki kadar kolesterol yang lebih banyak di
bandingkan susu formula, sehingga akan mengaktifkan metabolisme bayi menjadi lebih efektif
dalam mensintesis kadar kolesterol sehingga akan terbentuknya profil lipid yang jauh lebih baik,
hal ini nantinya dapat mencegah terjadinya penyakit kardiocaskular jangka panjang.

2.1.5 Manfaat menyusi :

ASI mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya. Zat yang terkandung di dalam ASI akan melindungi
sistem gastrointestinal dan pernapasan, serta menurunkan resiko obesitas, resiko alergi, penyakit
endokrin dan meningkatkan perkembangan mental dan psikomotorik bayi. Selain itu melakukan
pemberian ASI oleh ibu terhadap bayi akan menurunkan resiko terhadap kanker payudara dan
kanker ovarium. Serta berguna sebagai kontrasepsi alami untuk menjarangkan masa kehamilan.17
Ada hubungan bertingkat antara eksklusivitas menyusui dan kolesterol total yang lebih rendah,
hari rawat inap yang lebih sedikit, Indeks Massa Tubuh (BMI) yang lebih rendah, perimeter
kepala terbesar pada 5 tahun. perkembangan interaksi sosial dan komunikasi yang jauh lebih
baiki pada 6 bulan, kognisi yang lebih baik, dan kebugaran fisik yang lebih baik, terutama
fleksibilitas dengan anak yang tidak diberi ASI atau campuran ASI dan susu formula.17

Menyusui diperkirakan berpotensi mencegah 27.069 kematian masa depan wanita dari
kanker payudara dan 13.644 dari kanker ovarium. Menyusui berpotensi mencegah 58.230
kematian Wanita dari diabetes tipe II. 6,8 Dengan menghitung penurunan kognitif anak dengan
pendekatan alternatif, yang mengasumsikan bahwa pemberian ASI pada usia 6 bulan
berhubungan dengan peningkatan IQ sebesar 2,62 poin dibandingkan dengan tidak diberikan
ASI.11
ASI berperan juga pada bayi baru lahir yang prematur dengan gangguan metabolisme.
Dengan pemberian ASI eksklusif, selain menjaga kestabilan parameter metabolisme, juga
meningkatkan peningkatan berat badan yang diinginkan14. Meskipun bayi prematur dengan
gangguan metabolisme yang disusui secara eksklusif memiliki peningkatan berat badan yang
baik namun tetap tidak sebaik dengan penambahan berat badan bagi bayi yang cukup bulan,
karena bayi premature cenderung memiliki peningkatan berat badan yang lebih rendah di
bandingkan bayi cukup bulan.17 ASI ekslusif memiliki manfaat jangka panjang di bandingkan
pemberian susu formula dalam mencapai angka kecukupan nutrisi bayi yang lebih baik selama
masa balita, mencegah akumulasi adiposa dan obesitas di kemudian hari. Seperti yang terlihat
pada table di bawah ini:14

Tabel 2.1. Manfaat ASI Ekslusif.14

Aspek fisik Aspek kognitif Yang lain

- Kebiasaan makan yang lebih sehat - Perkembangan kognitif yang lebih baik - Pengurangan waktu rawat
inap
- Stabilisasi parameter metabolisme - IQ lebih tinggi - Meningkatkan ikatan ibu dan anak

- Peningkatan berat badan yang signifikan - Kemampuan belajar yang lebih baik

- BMI yang sesuai - Kemampuan penalaran yang lebih baik

- Mencegah kenaikan berat badan/adipositas - Kemampuan pengambilan keputusan yang lebih baik

- Pencegahan obesitas - Peningkatan kapasitas memori


visual
- Hasil yang lebih baik dalam kadar kolesterol darah - Kapasitas memori pendengaran yang lebih
tinggi
- Pencegahan penyakit kardiovaskular

2.1.6 Fisiologis ASI

Pengeluaran ASI dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor utama yang mempengaruhinya
adalah faktor hormonal, yaitu:18

1. Hormon prolaktin yang berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.
Hormon ini memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI. Selama kehamilan,
hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih
dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan,
kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan
dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi
perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI
semakin lancar.
2. Hormon oksitosin yang berperan dalam proses turunnya susu (let-down/milk ejection
reflex). Pada proses pengeluaran ASI rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat
menyusu selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga
mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah
oksitosin dilepas kedalam darah akan mengacu otototot polos yang mengelilingi alveoli
dan duktus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus
menuju puting susu. Hisapan bayi juga merangsang produksi hormon oksitosin, yang
membuat sel-sel otot disekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju
puting payudara. Jadi semakin bayi menghisap, maka semakin banyak air susu yang
dihasilkan
3. Human placental lactogen (HPL).

Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI adalah dengan melakukan
perawatan payudara atau breast care yang bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran produksi ASI sehingga memperlancar pengeluaran ASI,
memelihara kebersihan, dan mengatasi puting susu datar yang terbenam. 12 Salah satu cara untuk
melancarkan dalam proses menyusui dengan melakukan perawatan payudara secara teratur,
dilakukan sebanyak 2 kali sehari sebelum mandi pada pagi dan sore hari selama 30 menit akan
membantu kelancaran pengeluaran ASI.8 Untuk membentuk pengeluaran ASI yang baik, maka
ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral yang cukup selain
itu ibu dianjurkan minum kurang lebih 8-12 gelas/hari.18

2.2 STATUS GIZI BALITA

2.2.1 Definisi

Status gizi dapat diartikan sebagai keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi.
Status gizi baik apabila asupan zat gizi sesuai keperluan tubuh dan status gizi kurang apabila
asupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. 3 Penyebab utama terjadinya gizi kurang
dan hambatan pertumbuhan pada anak salah satunya berkaitan dengan rendahnya pemberian Air
Susu Ibu (ASI) Eksklusif selama 6 bulan. 4 Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita
sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya
yang terkandung di dalam ASI. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan
pertumbuhan usia sampai sekitar enam bulan.5

Adanya keseimbangan antara kebutuhan asupan dan kebutuhan akan zat gizi dapat
menggambarkan status gizi pada balita.6 Ketika asupan zat gizi dapat memenuhi kebutuhan
tubuh maka dikatakan status gizi balita tersebut adalah baik dan sebaliknya ketika asupan zat gizi
tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh balita sehingga kebutuhan tubuh untuk bertumbuh dan
berkembang tidak tercukupi maka status gizi balita dikatakan kurang.5

Ketika terjadi ketidakseimbangan dari asupan dengan kebutuhan zat gizi pada individu,
maka akan terjadi masalah dalam status gizi seperti kelebihan zat gizi ataupun kekurangan zat
gizi. Kebutuhan asupan gizi setiap individu tentu berbeda. 9 Umur, berat badan, jenis kelamin,
dan aktivitas fisik merupakan beberapa hal yang mempengaruhi kebutuhan gizi dari seorang
individu. Balita yang memiliki hasil BB/U dikisaran -3 SD sampai <-2 SD dapat dikatakan balita
yang memiliki status gizi kurang.19

Indonesia saat ini tengah mengalami double burden karena permasalahan status gizi.
Double burden adalah permasalahan kurangnya gizi, meliputi gizi buruk, kurus, serta anak yang
memiliki tubuh pendek (stunting) pada anak balita.20 Secara harfiah, status gizi diartikan sebagai
kondisi tubuh individu yang mengkonsumsi makananmakanan dan zat-zat gizi lainnya. Penilaian
status gizi setiap individu dapat dikategorikan diantaranya yaitu status gizi buruk, gizi kurang,
dan gizi baik lebih.19

Unicef menjelaskan bahwa prevalensi kejadian stunting pada anak dibawah 5 tahun di
dunia mengalami penurunan dari tahun 2000 sebanyak 33,1 % menjadi 22,0 % ditahun 2020
tetapi masih kurang untuk mencapai target pada tahun 2030 (Unicef, 2021). Di Afrika Selatan,
sekitar 1,4% kerugian produktivitas ekonomi disebabkan oleh pengerdilan masa kanak-kanak.
Sekitar 1,1 miliar hilang setiap tahun dalam produk domestik bruto karena defisiensi
mikronutrien yang timbul dari malnutrisi anak.22
Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak negatif dan jangka panjang dari
kurangnya gizi pada perkembangan anak usia dini seperti prestasi yang buruk di sekolah dan
rendahnya produktivitas ketika mereka mencapai usia kerja. 20 Pemerintahan Afrika dalam
meningkatkan status gizi dan menurunkan angka stunting telah mengembangkan berbagai
intervensi untuk memperbaiki gizi ibu dan anak telah dilaksanakan, misalnya suplemen gizi
mikro bagi ibu dan anaknya, obat cacing, kampanye nasional pada 1000 pertama hari kehidupan
seorang anak untuk mengubah perilaku di sekitar ibu perawatan dan gizi ibu dan anak, waktu dan
pola makan yang tepat untuk makanan pendamping, perawatan anak dan kebersihan.22

Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah
tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang pertama
kali keluar), Inisasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat. Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air
bersih dan sanitasi layak serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian
infeksi penyakit menular pada anak (Bapenas, 2018)

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi status Gizi Balita:

Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu langsung, tidak langsung dan
mendasar. Untuk mengetahui hubungan pola asuh makan, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu
dan pendapatan keluarga dengan status gizi balita. Angka kejadian gizi buruk tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi seperti tingkat pendidikan orang tua, pengetahuan, pola asuh
dan pendapatan keluarga (Wu., 2021)

Malnutrisi dianggap sebagai tantangan kesehatan global yang semakin intensif yang
terkait dengan perawatan berbiaya tinggi, penyakit, dan kematian. Malnutrisi pada masa kanak-
kanak juga dapat mengakibatkan efek jangka panjang yang tidak dapat diubah, seperti
keterlambatan perkembangan kognitif dan fisik.20 selanjutnya menurunkan kemampuan sensorik-
motorik, kapasitas reproduksi, dan membuat anak lebih rentan terhadap penyakit keturunan,
seperti diabetes, mengurangi produktivitas dalam modal kerja saat dewasa. 17 Masalah malnutrisi
anak sangat terkonsentrasi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana setidaknya
sepertiga anak mengalami malnutrisi. Status gizi anak di bawah usia lima tahun dianggap sebagai
bagian dari kondisi ekonomi negara.11 Oleh karena itu, status gizi yang rendah pada anak tidak
hanya menjadi tantangan kesehatan masyarakat, tetapi juga mempengaruhi keadaan ekonomi
negara. Status gizi balita akan dipegaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Jenis Kelamin
Anak laki-laki memiliki risiko stunting yang lebih tinggi daripada anak perempuan,
Status gizi dapat dijelaskan dengan “kerapuhan biologis” karena anak laki-laki diperkirakan
tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan dan pertumbuhan mereka
menjadi lebih mudah dipengaruhi oleh kekurangan gizi atau penyakit lain atau adanya pajanan. 22
Jenis kelamin dapat menjadi faktor penting yang mempengaruhi status gizi anak. Nutrisi yang
dibutuhkan anak laki-laki dan perempuan berbeda.20 Jenis kelamin anak merupakan faktor
penting yang mempengaruhi status gizi anak, dimana anak laki-laki lebih cenderung mengalami
kekurangan gizi dibandingkan dengan anak perempuan.21

2. Usia
Peningkatan usia anak memiliki hubungan yang signifikan dengan stunting. Anak-anak
berusia 6–23 bulan memiliki risiko stunting yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
usia yang lebih tua 24–59 bulan.22

3. Berat Badan Lahir


Berat badan lahir menjadi salah satu faktor penyebab malnutrisi pada anak. Oleh karena
itu, berat badan lahir rendah juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak di
bawah usia lima tahun. berat badan lahir rendah sebagai prediktor kematian anak, morbiditas,
dan kekurangan gizi. anak dengan berat lahir rendah kurang dari 2500 g memiliki kemungkinan
lebih tinggi untuk menjadi kurus dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat lahir rata-
rata (>2500 g).20 Anak di bawah usia lima tahun sangat rentan terhadap kekurangan gizi karena
tubuhnya membutuhkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta mudah
terkena penyakit yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekurangan gizi.21

3. ASI Ekslusif
Tingkat pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama dapat memberikan efek
perlindungan terhadap stunting pada usia dini. 22 ASI eksklusif memiliki kontribusi yang besar
terhadap tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang diberi ASI eksklusif akan
tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah sakit. ASI eksklusif dapat
mempengaruhi status gizi balita. Selain itu juga dapat mempengaruhi perkembangan motorik
anak. Balita yang diberikan ASI secara eksklusif memiliki berat badan yang normal,
dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif, cenderung kurus dan gemuk.5

4. Asupan makanan anak


Asupan makanan memiliki peran vital dalam tumbuh kembang anak, terutama pada 1000
hari pertama kehidupan seorang anak. Asupan makanan yang tidak adekuat dengan konsumsi
makanan dengan nutrisi dan vitamin esensial yang kurang, seperti zat besi, kalsium, seng, asam
folat, vitamin A, dan vitamin B12. Konsumsi makanan yang kekurangan zat gizi esensial dan
vitamin sering mengakibatkan kekurangan energi protein (PEM), yang dicerminkan oleh
kwashiorkor, marasmus, dan kwashiorkor-marasmus. Asupan makanan yang tidak adekuat pada
anak mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak dan keterlambatan perkembangan kognitif,
sehingga berdampak pada status gizi yang buruk.21
Meningkatnya stunting secara bertahap pada anak di bawah 5 tahun disebabkan oleh
suplementasi makanan yang tidak tepat selama masa penyapihan, ketika bayi harus menjalani
transisi dari pemberian ASI eksklusif ke makanan pendamping dalam diet atau yang dikenal
dengan MPASI. Pentingnya pengetahuan ibu tentang makanan pendamping bayi setalah
pemberian ASI ekslusif sehingga ibu tahu kapan harus mulai memberikan makanan pendamping.
Hambatan dalam pemberian suplementasi makanan juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi
karena adanya hambatan terkait dengan kemiskinan terhadap pemberian makanan pendamping
yang memadai.22

5. Status ekonomi dan pendapatan keluarga


Pendapatan rumah tangga yang rendah mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga yang
selanjutnya mempengaruhi status gizi rumah tangga sehingga menyebabkan gizi buruk pada
anak. Pendapatan rumah tangga yang rendah merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi
anak, yang akibatnya menyebabkan gizi buruk. 21 Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi makan. Pendapatan yang rendah mengakibatkan daya beli
makan yang rendah sehingga asupan gizi juga rendah, asupan gizi rendah yang terus menerus
akan mengakibatkan status gizi juga akan menurun. 23 Rumah tangga dengan status sosial
ekonomi rendah lebih kecil kemungkinannya mendapatkan asupan gizi yang baik, sehingga
status gizi anggota keluarga menjadi kurang yang akan menyebabkan stunting.22
Survei nasional di Afrika Selatan yang menunjukkan bahwa diperkirakan 2,5 juta anak di
bawah usia lima tahun ditemukan di rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan
pangan. Adanya bantuan pangan dari pemerinta tidak mengubah angka kejadian kurang gizi pada
keluarga dengan penghasilan yang sangat rendah. Rumah tangga penerima bantuan sosial
mengalami stunting lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari rumah tangga yang tidak
menerima bantuan sosial. Adanya hibah sosial dalam mengurangi kekurangan pangan, akan
tetapi rumah tangga dari lingkungan miskin masih mengkonsumsi makanan yang kurang gizi.
Oleh karena itu, bantuan hibah sosial saja tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan rumah
tangga.21

6. Asupan Mikronutrien
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, setengah dari anak-anak di
bawah usia lima tahun secara global menderita setidaknya satu atau lebih bentuk defisiensi
mikronutrien.23 Efek kesehatan dari defisiensi mikronutrien termasuk penurunan berat badan,
disfungsi kekebalan tubuh, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan saraf, penyakit
kardiovaskular, anemia megaloblastik, dan masalah kulit. 23 Kekurangan zat gizi mikro pada anak
ditunjukkan oleh beberapa faktor, seperti mati rasa, sakit kuning, lidah bengkak, anemia, lemah,
dan mudah lelah. Sejumlah kecil penelitian di Afrika Selatan yang mengidentifikasi defisiensi
mikronutrien sebagai indikator gizi yang mencerminkan status gizi anak menunjukkan perlunya
studi yang menilai malnutrisi anak menggunakan defisiensi mikronutrien sebagai hal utama. 21

7. Pendidikan ibu dan Pengasuh


Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi anak.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi status gizi anak dengan mempengaruhi
makanan yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Pendidikan meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan tentang masalah kesehatan, praktik kebersihan, dan pendapatan rumah tangga. 23
Oleh karena itu, ibu dengan tingkat pendidikan rendah mungkin kurang memahami praktik
kebersihan dan masalah kesehatan lainnya. Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan Ibu
tentang praktik pemberian makan, yang berpengaruh signifikan terhadap status gizi anak.
Berbagai penelitian mengidentifikasi pendidikan gizi pengasuh sebagai faktor yang
mempengaruhi status gizi anak. Temuan ini menunjukkan bahwa pengetahuan gizi pengasuh
sangat penting untuk status kesehatan anak. Kurangnya pengetahuan tentang diet seimbang dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh merupakan faktor kritis yang mempengaruhi status gizi
anak.21

8. Penyakit Anak
Penyakit anak yang sering dan berkepanjangan dapat menyebabkan hilangnya nafsu
makan, penyerapan, gangguan metabolisme, dan perubahan perilaku, yang selanjutnya dapat
mempengaruhi status gizi seorang anak. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi anak-anak
untuk sakit atau memperpanjang masa pemulihan saat anak sakit. Penyakit seperti malaria, diare,
muntah, dan demam berdampak negatif terhadap status gizi anak di bawah usia lima tahun.
Adanya malnutrisi pada anak akan menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi
dengan merusak fungsi mekanisme respon imun.21

9. Air dan sanitasi yang buruk


Akses yang buruk ke air bersih sering menyebabkan kekurangan gizi pada anak, karena
konsumsi air yang tidak dimurnikan dapat menyebabkan diare dan infeksi yang ditularkan
melalui air lainnya.21

2.2.3 Penilian status gizi balita

A. secara langsung:

1. Antropometri
Pemantauan pertumbuhan fisik anak yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan
parameter yaitu pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri ini merupakan salah satu
cara pengukuran yang dapat dilakukan oleh pihak selain tenaga Kesehatan . Standar Antropometri
Anak digunakan untuk menilai atau menentukan status gizi anak. Penilaian status gizi Anak
dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan
dengan Standar Antropometri Anak. Umur yang digunakan pada standar ini merupakan umur
yang dihitung dalam bulan penuh, sebagai contoh bila umur anak 2 bulan 29 hari maka dihitung
sebagai umur 2 bulan. Indeks Panjang Badan (PB) digunakan pada anak umur 0-24 bulan yang
diukur dengan posisi terlentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur dengan posisi berdiri, maka
hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm. Sementara untuk indeks Tinggi
Badan (TB) digunakan pada anak umur di atas 24 bulan yang diukur dengan posisi berdiri. Bila
anak umur di atas 24 bulan diukur dengan posisi terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi
dengan mengurangkan 0,7 cm. Indeks Standar Antropometri Anak Standar Antropometri Anak
didasarkan pada parameter berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat)
indeks, meliputi:24
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.
Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau
sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting diketahui bahwa seorang
anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami masalah pertumbuhan, sehingga
perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.
2. Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau
TB/U) Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan
anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek
(stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang dalam
waktu lama atau sering sakit.
3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak sesuai terhadap
pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted) serta anak yang
memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi buruk biasanya
disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja terjadi (akut)
maupun yang telah lama terjadi (kronis).
4. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang, gizi baik,
berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB
cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitif untuk
penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang batas IMT/U >+1SD
berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi
lebih dan obesitas.

Tabel 2.2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak.24


Berdasarkan indikator-indikator tersebut, terdapat beberapa istilah terkait status gizi
balita yang sering digunakan.

1. Gizi kurang dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underwight (berat
badan kurang) dan severely underweight (berat badan sangat kurang).
2. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang
badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
3. Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat
badan menurut Panjang badan (BB/PB) atau berat menurut tinggi badan (BB/TB)
yang merupakan pedanan istilah wasted (buruk) dan severely wasted (sangat
buruk).

Grafik Pertumbuhan Anak

a. Grafik Anak Umur 0-60 bulan

Gambar 2.1. Grafik Berat Badan Menurut Usia Anak Laki-Laki 0-24 Bulan (Kurva WHO). 25
Gambar 2.2. Grafik Berat Badan Menurut Usia Anak Laki-Laki 24-60 Bulan (Kurva WHO). 25

Gambar 2.3. Grafik Berat Badan Menurut Usia Anak perempuan 0-24 Bulan (Kurva WHO). 25
Gambar 2.4. Grafik Berat Badan Menurut Usia Anak perempuan 24-60 Bulan (Kurva WHO)

Gambar 2.5. Grafik Panjang Badan Menurut Usia Anak Laki-Laki 0-24 Bulan (Kurva WHO).25
Gambar 2.6. Grafik Panjang Badan Menurut Usia Anak Laki-Laki 24-60 Bulan (Kurva WHO).25

Gambar 2.7. Grafik Berat Badan Menurut Umur Anak Perempuan 0-24 Bulan (Kurva WHO).25
Gambar 2.8. Grafik Berat Badan Menurut Umur Anak Perempuan 24-60 Bulan (Kurva WHO).25

Gambar 2.9. Grafik Berat Badan Menurut Panjang badan Anak Laki-laki 0-24 Bulan (Kurva WHO). 25
Gambar 2.10. Grafik Berat Badan Menurut Tinggi badan Anak Laki-laki 24-60 Bulan (Kurva WHO). 25

Gambar 2.11. Grafik Berat Badan Menurut Panjang badan Anak Perempuan 0-24 Bulan (Kurva WHO). 25
Gambar 2.12. Grafik Berat Badan Menurut Tinggi badan Anak Perempuan 24-60 Bulan (Kurva WHO)

Gambar 2.13. Grafik Indeks Massa Tubuh Menurut Usia Anak Laki-laki 0-60 Bulan (Kurva WHO).25
Gambar 2.4. Grafik Indeks Massa Tubuh Menurut Usia Anak Perempuan 0-60 Bulan (Kurva WHO).25
Gambar 2.15. Grafik Panjang Badan Menurut Usia Dan Berat Badan Menurut Usia Anak Laki-Laki 0-36 Bulan
(Kurva CDC).25
Gambar 2.16. Grafik Panjang Badan Menurut Usia Dan Berat Badan Menurut Usia Anak Perempuan 0-36 Bulan
(Kurva CDC).25
B. Secara Tidak Langsung:

1. Pola Konsumsi Makanan

Komsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 14 Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan
individu. Survei ini dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi.16

2. Statistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian
akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya di
pertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. 20
2.3 Kerangka Konsep

Faktor utama yang mempengaruhi status gizi

Kesehatan dan gizi ibu Praktik pemberian makan Higene dan sanitasi Lingkungan

Kunjungan antenatal Pemberian suplemen Status Ekonomi dan tingkat pengetahuan - Pelayanan air bersih
care (ANC) untuk ibu hamil - Sanitasi lingkungan tempat tinggal
- Pembuangan limbah lokal
- Kualitas bahan bakar untuk pangan

Status gizi ibu sebelum, saat dan Karakteristik keluarga :


- Usia orang tua
setelah kehamilan
- Pendidikan orang tua Praktik sanitasi lingkungan dan tempat tinggal
Jarak kelahiran anak
- Pekerjaan orang tua

Bayi Berat Badan Lahir


Anemia pada ibu Status kesehatan anak dan keluarga
Rendah (BBLR)

Pola asuh makan Pola asuh orang tua

Metabolisme pada bayi menjadi tidak optimal Risiko penyakit infeksi


karena kekurangan kadar henoglobin dan zat
gizi untuk mengikat oksigen
Pemberian ASI Perawatan Kesehatan:
Ekslusif dan MPASI - Kelengkapan imunisasi
Resiko terjadi malnutrisi - Pemeriksaan kesehatan rutin
meliputi pengukuran tinggi
Panjang badan dan berat badan

Kualitas Kualitas
zat gizi persediaan
makanan

2.3 Kerangka Teori


Penerapan pola makan seimbang (PGS)

Tingkat pengetahuan dan status ekonomi

Karakteristik sosiodemografi ibu:


1. Usia
2. Tingkat pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pendapatan keluarga

Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi: Hasil penilaian berat badan menurut Panjang atau
1. Gizi seimbang pada balita tinggi badan sesuai jenis kelamin serta usia pada
2. Gizi dan suplementasi kehamilan anak balita
3. pemberian ASI dan MPASI
Daftar Pustaka

1. Kojongian, Cindy F., Nancy SH Malonda, and Nova H. Kapantow. "Hubungan antara
Riwayat Pemberian ASI dengan Status Gizi pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan
Tombatu Utara Kabupaten Minahasa Tenggara." KESMAS: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi 7.4 (2018).
2. Kemenkes RI. Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir. Kemenkes.
2020: 1-21.
3. Kemenkes RI. ASI Ekslusif . Kemenkes. 2020: available online on : Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan (kemkes.go.id)
4. Wu, Wei, et al. "Factors influencing breastfeeding practices in China: A meta ‐aggregation
of qualitative studies." Maternal & Child Nutrition 17.4 (2021): e13251.
5. Iqbal, and Suharmanto Suharmanto. "Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status
Gizi Balita." Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita 4.2 (2020):
97-101.
6. Lechosa-Muñiz, Carolina, et al. "Factors associated with duration of breastfeeding in
Spain: a cohort study." International Breastfeeding Journal 15.1 (2020): 1-9.
7. Inano, Hitomi, et al. "Factors influencing exclusive breastfeeding rates until 6 months
postpartum: the Japan Environment and Children’s Study." Scientific Reports 11.1
(2021): 6841.
8. Ma, Jian, et al. "Breastfeeding and childhood obesity: A 12‐country study." Maternal &
child nutrition 16.3 (2020): e12984.
9. Santacruz-Salas, Esmeralda, et al. "Mothers’ expectations and factors influencing
exclusive breastfeeding during the first 6 months." International journal of
environmental research and public health 17.1 (2020): 77.
10. Li, Jia, et al. "Factors associated with exclusive breastfeeding practice among mothers in
nine community health centres in Nanning city, China: a cross-sectional
study." International Breastfeeding Journal 16.1 (2021): 1-14.
11. Walters, Dylan D., Linh TH Phan, and Roger Mathisen. "The cost of not breastfeeding:
global results from a new tool." Health policy and planning 34.6 (2019): 407-417.
12. Berutu, Heriaty. "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Eksklusif Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2020." Jurnal Ilmiah
Keperawatan Imelda 7.1 (2021): 53-67.
13. Hikmahrachim, Hardya Gustada, Rinawati Rohsiswatmo, and Sudarto Ronoatmodjo.
"Efek ASI Eksklusif terhadap Stunting pada Anak Usia 6-59 bulan di Kabupaten Bogor
tahun 2019." Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia 3.2 (2020).
14. Dukuzumuremyi, Jean Prince Claude, et al. "Knowledge, attitude, and practice of
exclusive breastfeeding among mothers in East Africa: a systematic
review." International breastfeeding journal 15 (2020): 1-17.
15. Umami, Wilda, and Ani Margawati. "Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif." JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL
JOURNAL) 7.4 (2018): 1720-1730.
16. Panggabean, Hetty WA, and Ontran Sumantri Riyanto. "Implementasi Pemberian Asi
Eksklusif pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea Di Rumah Sakit." Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia 6.3 (2021): 1216.
17. Couto, Germano Rodrigues, Vanessa Dias, and Isabel de Jesus Oliveira. "Benefits of
exclusive breastfeeding: An integrative review." Nursing Practice Today (2020).
18. Fatmawati, Lilis, Yuanita Syaiful, and Nur Afni Wulansari. "Pengaruh Perawatan
Payudara terhadap Pengeluaran Asi Ibu Post Partum." Journals of Ners Community 10.2
(2019): 169-184.
19. Putra, Ravenalla Abdurrahman Al Hakim Sampurna, and Fidela Amadea Dyna Setyaji.
"Pendekatan Epidemiologi: Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Gizi
Kurang Pada Balita." Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya 10.1 (2022): 24-27
20. Chowdhury, Tuhinur Rahman, et al. "Factors associated with stunting and wasting in
children under 2 years in Bangladesh." Heliyon 6.9 (2020).
21. Mkhize, Mbalenhle, and Melusi Sibanda. "A review of selected studies on the factors
associated with the nutrition status of children under the age of five years in South
Africa." International Journal of Environmental Research and Public Health 17.21
(2020): 7973.
22. Nshimyiryo, A., Hedt-Gauthier, B., Mutaganzwa, C. et al. Risk factors for stunting
among children under five years: a cross-sectional population-based study in Rwanda
using the 2015 Demographic and Health Survey. BMC Public Health 19, 175 (2019).
https://doi.org/10.1186/s12889-019-6504-z
23. Jama, Abdiasis, et al. "Exclusive breastfeeding for the first six months of life and its
associated factors among children age 6-24 months in Burao district,
Somaliland." International breastfeeding journal 15 (2020): 1-8.
24. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia, Antropometri Anak, 2020
25. IDAI, kurva WHO, Kurva CDC, Availabe online on: IDAI | Kurva Pertumbuhan WHO.
.

Anda mungkin juga menyukai