Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya pembangunan sumber daya manusia masa depan,

sebagaimana tuntutan dalam mencapai visi Indonesia sehat secara

produktif, anak paling rentan terhadap berbagai gangguan tumbuh

kembang. Dibandingkan usia dewasa anak mempunyai resiko

kematian dan kesakitan yang lebih tinggi. Apalagi di negara

berkembang termasuk Indonesia, berbagai penyakit infeksi dan

gangguan gizi mengancam kelangsungan dan tumbuh kembang anak.

Dan Kesehatan merupakan salah satu aspek kehidupan masyarakat,

mutu hidup serta produktifitas kerja menjadi harapan setiap orang,

yang dapat dicapai jika ia memiliki nilai status gizi yang memadai.

Dalam upaya peningkatan kualitas manusia harus dimulai sejak dini,

dan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam

peningkatan kualitas manusia melalui pemberian ASI semaksimal

mungkin untuk persiapan generasi penerus di masa depan.

Sangat disayangkan bahwa di era kemajuan ilmu dan teknologi

dalam trasnasional saat ini, masyarakat diperhadapkan pada berbagai

fenomena yang kompleks. kerawanan gizi pada bayi karena asupan

nutrisi yang kurang menyebabkan hambatan pertumbuhan yang

selanjutnya akan berdampak terhadap tingginya prevalensi gizi kurang

1
2

pada bayi diawal kehidupannya yaitu sejak umur 4-6 bulan dan paling

sering dijumpai setelah bayi berumur 6 bulan sampai 12 bulan.

Keadaan tersebut jika tidak ditangani secara baik akan berdampak

lebih jauh hingga pada peningkatan mortalitas bayi yang cukup tinggi.

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung pada

sel organ dan tubuh yang terjadi pada 3 tahapan yaitu hiperplasia

(peningkatan jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofia ( peningkatan

jumlah dan besarnya atau kematangan sel), hipertrofia (peningkatan

dalam besar atau pematangan sel), selanjutnya setiap organ dan

keseluruhan tubuh mengikuti pola pertumbuhan yang berbeda dalam

masa berlangsungnya pengtahapan pertumbuhan, maka terdapatlah

saat-saat rawan gizi bagi anak oleh karena pemenuhan kebutuhan

akan zat gizi merupakan faktor utama untuk mencapai hasil

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi

genetik (Anwar, Faisal, dkk, 2007 )

Pencapaian tahapan pertumbuhan yang optimal akan terwujud cika

asupan nutrisi yang sesuai diperoleh individu sesuai pula dengan

tahapan pertumbuhannya. Pemberian ASI secara eksklusif oleh

berbagai penelitian terlah membuktikan keunggulan itu, betapa penting

manfaat pemberian ASI eksklusif selama enam bulan akan menjamin

mulai dari pertumbuhan fisik yang sempurna, perkembangan

kecerdasan yang pesat, hingga kematangan emosional yang optimal.

Namun keunggulan itu tidak semuanya dapat dinikmati oleh bayi


3

sebagai makanan utamanya, yang akhirnya akan berdampak terhadap

meningkatnya prevalensi gizi kurang pada tahun pertama kehidupan

bayi.

Suatu kenyataan yang hampir sulit diterima tentang ASI yang

merupakan makan pokok bayi yang secara rational diyakini

mengandung berbagai nutrien yang lengkap. Meskipun menyusui bayi

sudah menjadi budaya Indonesia, namun praktek pemberian air susu

ibu (ASI) masih buruk. Buruknya pemberian ASI ini dipicu oleh promosi

Susu Formula di berbagai media dan sarana pelayanan kesehatan.

Sasaran pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Menengah (RPJM) 2005-2009 adalah menurunkan

prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,8% pada tahun 2005 menjadi

setinggi-tingginya 20% pada tahun 2009. Karena itu dalam rangka

pencepatan penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk

diperlukan upaya terobosan yang bersifat nasional untuk

menggerakkan seluruh masyarakat Indonesia terutama ibu-ibu dengan

dukungan suami dan keluarga dalam memberikan ASI secara eksklusif

selama 6 bulan kepada bayinya ( Yekti Widodo, 2003 )

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002,

hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama.

Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar

64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9 dan antara 6-7

bulan 7,8%. Sementara itu cakupan pemberian susu formula


4

meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8%

menjadi 32,4% pada tahun 2002.

( Evy Rahmawati, 2006 )

Lebih lanjut diungkapkan bahwa buruknya pemberian ASI

Eksklusif di Indonesia, terbatasnya persediaan pangan di tingkat

rumah tangga serta terbatasnya akses balita sakit terhadap pelayanan

kesehatan yang berkualitas menyebabkan 5 juta menderita gizi

kurang. Padahal kekurangan gizi yang terjadi pada bayi akan

berdampak pada gangguan psikomotor, kognitif dan social serta

secara klinis terjadi gangguan pertumbuhan.

Dampak lainnya derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia

masih memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat

kematian bayi setiap tahunnya sekitar 132.000 meninggal sebelum

usia 1 tahun. Menurut WHO, dari seluruh kematian bayi tersebut, lebih

dari setengahnya terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk serta

penyakit infeksi.

Agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak

yang sehat dan cerdas, kebutuhan dasar anak harus terpenuhi yang

meliputi 7 aspek yaitu kasih sayang dan perlindungan, gizi, kesehatan,

pendidikan, pengasuhan, bermain dan berekreasi, lingkungan yang

sehat dan orang tua ikut KB. Pertumbuhan anak dapat diukur

berdasarkan atas pertumbuhan fisik yang dinilai dari peningkatan berat

badan sesuai tahap pertambahan umurnya.


5

Menyusui bayi secara eksklusif merupakan wujud nyata

pemenuhan ketujuh aspek kebutuhan dasar tersebut. Menyusui secara

eksklusif adalah memberikan ASI kepada bayi selama 6 bulan penuh

dan bayi tidak mendapat makanan lain selain ASI ( Utami Rusli, 2005 )

Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal,

WHO/UNICEF menetapkan Global Strategy for Infant and Young

Child Feeding yang di Indonesia ditindaklanjuti dengan Penyusunan

Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak yaitu

memberikan ASI dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan hanya

ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan,

memberikan makanan pendamping ASI (MP=ASI) yang cukup dan

bermutu sejak bayi umur 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI

sampai anak berumur 2 tahun (Agus Triwinarti, 2005).

Di Indonesia menurut Agus Triwanto, dkk (2.000), mengungkapkan

bahwa prevalensi gizi kurang pada bayi usia 0-58 bulan mencapai

28,3%, sedangkan untuk usia 0-12 bulan sekitar 8%. Keadaan tersebut

jika tidak mendapat penanganan yang memadai akan memicu

terjadinya peningkat morbiditas dan mortalitas bayi yang sampai saat

ini mencapai 36/1000 kelahiran hidup (SKRT, 2003).

Menurut Unite Nation Invan Children & Found (UNICEF), penelitian

yang dilakukan pada tahun 2006 mengatakan bayi yang di beri susu

formula memiliki kemungkinan 25 kali untuk meningggal dunia pada

bulan pertama kelahirannya.


6

Proporsi pemberian ASI eksklusif pada bayi di Indonesia dari waktu

ke waktu terlihat berfluktuasi, menurut Evy R, dan R. Kuntari (2006)

dalam tulisannya tentang ASI Eksklusif demi sang anak

mengungkapkan masih rendah nya kesadaran ibu untuk memberikan

ASI ekslusif baru berkisar 14% yang hanya sampai empat bulan saja

dari jumlah ibu yang melahirkan.

Pernyataan diatas lebih kecil dari angka sebelumnya berdasarkan

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1994

menunjukkan bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI ekslusif kepada

bayinya baru berkisar 47%, sedangkan data untuk pemberian ASI

eksklusif menurut SDKI (2002-2003) bayi yang diberi ASI ekslusif 39,5

Berdasarkan hasil penelitian oleh Dr. Moh Efendi di Rumah sakit

Umum Dr. kariadi Semarang pada tahun 1977 didapatkan pemberian

ASI sampai umur 2 bulan 31,6 % , ASI tambah susu formula 15,8 %

dan susu formula 52,6 % dan sebelumnya yaitu pada umur satu bulan

ASI 66,7 % dan susu formula 33,3 % .

Menurut hasil penelitian Dr. Parma dkk yang dilaksanakan di

Rumah sakit Umum Dr. Jamil Padang pada tahun 1978 s/d 1979

didapatkan lama pemberian ASI saj 4-6 bulan pada ibu yang karyawan

12,63% sedangkan pada ibu rumah tangga sebanyak 21,73 % dan

dilihat dari pendidikannya hanya SD 75 % yang telah memberikan

pendamping ASI terlalu dini pada bayi


7

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya motivasi ibu

untuk memberikan ASI secara ekslusif terhadap bayinya, antara lain

karena produksi ASI yang kurang sehingga memerlukan makanan

untuk pengganti ASI, faktor lain adalah kesulitan bayi dalam

menghisap akan menghambat asupan yang dapat diperoleh sang bayi,

disamping itu keadaan puting susu yang tidak menunjang antara lain

karena puting lari masuk menyulitkan bayi untuk menghisap, adanya

aktivitas ibu dalam kapasitasnya sebagai pendamping suami yang

membantu untuk mencari nafkah yenag menyebabkan mereka

beralasan untuk sulitnya memperoleh waktu memberi ASI pada

bayinya. Disamping itu adanya pengaruh kehidupan kota

mmenyebabkan mereka lebih memilih memberi susu formula pada

bayinya. Disamping itu mereka yang memang tidak mendapatkan

motivasi yang cukup, serta kurangnya pengetahuan dan sikap mereka

tentang pentingnys pemberian ASI eksklusif Tumbuh kembang bayi

yang diberikan ASI ekslusif dan non ASI ekslusif merupakan indikator

dalam memantau tumbuh kembang bayi.

ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi yang tidak perlu diragukan

namun akhir-akhir ini sangat disayangkan karena masih banyak ibu-ibu

menyusui lupa dengan manfaat ASI dengan memberikan bayi susu

formula sebagai alat pengganti ASI.


8

Karena begitu banyak dan kompleksnya faktorfaktor yang

berhubungan dengan pemberian ASI termasuk motivasi dan sikap

serta pengetahuan ibu tentang ASI

Motivasi turut berkontribusi dalam pemberian ASI ekslusif karena

dengan dorongan dari dalam diri ibu untuk menyusui maka bayi dapat

disusui sampai enam bulan tanpa makanan pendamping (Soekidjo

Natoadmodjo, 2005 )

Hal ini juga sikap ibu untuk menyusui bayi dengan teratur dan

benar sangat berpengaruh terhadap bayi juga pengetahuan yang

dimiliki oleh seorang ibu tentang ASI ekslusif juga memegang peranan

penting dalam pemberian ASI ekslusif untuk mengurangi resiko yang

mungkin terjadi terhadap bayi ( Willy F Marimis, 2006 )

Dengan melihat beberapa faktor yang berhubungan dengan ASI

eksklusif memberi dorongan kepada penulis untuk menelusuri lebih

jauh factor-faktor tersebut yang membatasi pada factor pendidikan ibu,

pengathuan, sikap, dan status gizi ibu terhadap pemberian ASI

eksklusif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian

ASI ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone ?


9

2. Apakah ada hubungan antara sikap ibu dengan pemberian ASI

ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone ?

3. Apakah ada hubungan antara status gizi ibu dengan pemberian ASI

ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan in adalah untuk memperoleh

informasi tentang yang berpengaruh terhadap pemberian ASI

ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone tahun 2012.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan

pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone

b. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu dengan pemberian

ASI ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone .

c. Diketahuinya hubungan antara status gizi ibu dengan

pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan akan dapat dimanfaatkan sebagai

berikut :

1. Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi kepada pengambil kebijakan dan

instansi terkait dalam pemanfaatan ASI eksklusif dalam kaitannya

dengan tumbuh kembang bayi.


10

2. Manfaat ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan serta dapat menjadi bahan acuan untuk peneliti

selanjutnya

3. Manfaat bagi peneliti

Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat

menambah wawasan ilmiah serta pengetahuan penulis tentang

pemanfaatan ASI ekslusif.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang ASI Ekslusif

1. Pengertian

Air Susu Ibu ASI adalah Suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar

mammae ibu yang berguna sebagai makanan bayinya (Arifin

Siregar, 2007)

ASI ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan air susu ibu

(ASI ) saja kepada bayi sampai umur enam bulan tanpa makanan

dan ataupun minuman lain kecuali sirup obat.(Hubertin Sri

Purwanti, 2004 )

2. Kebaikan ASI ( Evy Rahmawati, 2006 )

AsI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan /sifat sebagai

berikut

a ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis,

ekonomis, mudah dicerana dan memiliki komposisi zat gizi yang

ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan

bayi

b ASI mengandung laktosa yang tinggi di bandingkan dengan

susu buatan. Didalam usus akan difermentasi menjadi asam

laktat yang bermanfaat untuk :

11
12

1) Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen

2) Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat

menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis

vitamin

3) Memudahkan terjadinya pengendapan calsium cassienat

4) Memudahkan penyerapan berbagai jenis mineral, seperti

calsium dan magnesium

c ASI mengandung zat pelindung ( antibodi ) yang dapat

melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama seperti: lysozyme,

complemen C3 dan C4, Antistapilacoccus ,lactobacillus, bifidus,

lactoferin

d ASI tidak mengandung beta lactoglobulin yang dapat

menyebabkan allergi pada bayi

e Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis

antara ibu dan bayi

Pemberian makanan terlalu dini akan meninmbulkan resiko sebagai

berikut :

a. Kenaikan berat badab terlalu cepat sehingga menjurus

keobesitas

b. Allergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam

makanan tersebut

c. Mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitratyang

merugikan
13

d. Mungkin saja dalam makanan yang yang dipasarkan terhadap

zat pewarna atau zat pengawet yang tak dinginkan

e. Kemungkinan pencemaran dalam menyediakan atau

menyimpannya .

Sebaiknya penundaan pemberian makanan tambahan dapat

menghambat pertumbuhan ,jika energi dan zat-zat gizi yang

dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi ( Pudji,1990 )

3. Manfaat Pemberian ASI

Membantu kelekatan dan pertumbuhan dan penundaan kehamilan

baru serta menjaga kesehatan bayi ( Pelatihan Konselor lactasi,

2002 )

4. Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi

Sebelum membahas lebih jauh, pada bagian ini dilustrasikan

anatomi dan fisiologi Laktasi.

a. Anatomi Payudara

Payudara terletak secara vertical diantara kosta II dan IV,

secara horizontal mulai sternum sampai linea aksilaris medialis.

Payudara bentuknya bervariasi menurut aktifitas fungsionalnya.

Pembesaran disebabkan oleh karena pertumbuhan stroma

jaringan penyangga dan penimbunan lemak (Liana M, 2011).

Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas

dari duktulus yang baru, percabangan-percabangan dan lobules,


14

yang dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus

leuteum (Soetjiningsih,1997)

Secara anatomi payudara terbagi atas tiga bagian yaitu,

Korpus mammae (badan) yakni bagian yang membesar, Areola

bagian yang kehitaman di tengah serta Papilla atau putting, yaitu

bagian yang menonjol di puncak payudara.

Dalam korpus mammae terdapat alveolus, yaitu unit terkecil

yang memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel acini,

jaringan lemak, dan pembuluh darah. Beberapa alveolus

mengelompok membentuk lobules berkumpul menjadi 15 - 20

lobulus, masing-masing lobules terdiri dari 20 40 lobulus, tiap

lubulus terdiri dari 10 100 alveoli (Yulianti L, 2011). Di bawah

areola saluran yang besar melebar disebut sinus laktiferus.

Akhirnya semua memusat ke dalam putting dan bermuara keluar

dalam dinding alveolus maupun saluransaluran, terdapat otot

polos yang bila berkontraksi memompa ASI keluar.

Gambar 1 : Payudara tampak dari samping dengan susunannya

Sumber :

Sumber: www.ictjogja.net
15

b. Fisiologi ASI

1) Pabrik ASI (Alveoli)

a) Berbentuk seperti buah anggur

b) Dinding terdiri dari selsel yang memproduksi ASI bila

dirangsang oleh Hormon Prolaktin

2) Saluran ASI (Duktus Laktiferus) menyalurkan ASI dari pabrik ke

gudang

3) Gudang ASI (Sinus laktiferus), adalah tempat penyimpanan ASI

yang terletak di bawah kalang payudara (Areola).

Fisiologi laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian

yaitu produksi dan peneluaran ASI, dimana calon ibu harus sudah

siap baik secara psikologis dan fisik. Jika laktasi baik maka bayi

cukup sehat untuk menyusu. Produksi ASI disesuaikan dengan

kebutuhan bayi, volume ASI : 500 800 ml / hari (Proverawati A,

2010)

c. Refleks refleks penting dalam laktasi pada ibu:

1) Refleks Prolaktin

Setelah persalian kadar estrogen dan perogesteron

menurun , ditambah lagi dengan adanya isapan bayi yang

merangsang putting susu dan kalang payudara, akan

merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai

reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke

hipotalamus yang akan memacu keluarnya hormon prolaktin


16

yang kemudian merangsang sel kelenjar memproduksi ASI.

Menyusukan dengan sering adalah cara terbaik untuk

mendapatkan ASI dalam jumlah banyak.

2) Refleks oksitosin (let down refleks)

Dengan dibentuknya hormone prolaktin , rangsangan yang

berasal dari isapan bayi akan dilanjutkan ke neurohipofise yang

kemudian di keluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormone

ini akan menuju uterus sehingga terjadi involusio dari organ

tersebut. Oksitosin yang sampai kepada alveoli akan

mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi sel akan memeras

air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke

sistem duktulus yang untuk selanjutnya akan mengalir melalui

duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Oleh karena itu setelah

dilahirkan bayi perlu segera disusukan ibunya jika mungkin

(Jitowiyono S, 2010)

Selain refleks tersebut diatas juga terdapat 3 refleks yang

penting dalam mekanisme hisapan bayi :

a) Refleks Menangkap (rooting refleks)

Bayi baru lahir bila disentuh pipinya akan menoleh

kearah sentuhan, bila bibirnya dirangsang / disentuh, dia

akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk

menyusu.
17

b) Refleks mengisap (Sucking refleks)

Terjadi bila sesuatu yang merangsang langit-langit dalam

mulut bayi, biasanya putting susu, supaya putting mencapai

bagian belakang platum maka sebagian besar areola harus

tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus

yang berada dibawah areola akan tertekan gusi, lidah dan

platum sehingga ASI terperas keluar.

c) Refleks Menelan ( Swallowing refleks)

Bila mulut bayi terisi ASI maka bayi akan menelannya. Dalam

ASI terdapat zat yang dapat mengendalikan produksi ASI dalam

payudara. Zat tersebut dapat mengurangi atau menghambat

produksi ASI, bila ASI tertinggal banyak dalam payudara zat

penghambat tersebut menghentikan sel-sel sekresi untuk

berproduksi. Hal ini akan melindungi payudara tehadap akibat

tidak baik bila terlalu penuh, seperti pada keadaan bayi

meninggal atau menghentikan menyusui karena sebab lain. Bila

ASI dikeluarkan dengan isapan bayi atau memeras ASI zat

penghambat itu juga berkurang dan payudara membuat ASI lagi

(Nurjannah, 2010).

5. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa

aspek yaitu: aspek gizi, aspek immunologik aspek psikologi, aspek


18

kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan

kehamilan, secara sistematis diuraikan sebagai berikut :

a. Aspek gizi

1) Manfaat kolostrum

Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama

Immunoglobulin A untuk melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi. Jumlah kolostrum yang diproduksi

bervariasi tergantung hisapan bayi pada hari-hari pertama

kelahiran, walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi

kebutuhan gizi bayi, karena itu kolostrum harus diberikan

pada bayi. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang

tinggi, karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai

dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama

kelahiran. Membantu mengeluarkan mekonium ( DepKes

R.I. 2001 )

2) Komposisi ASI menurut Evy rahmawati, 2006

Selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung

enzimenzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat

dalam ASI tersebut. ASI juga mengandung zat-zat gizi

berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan

perkembangan yang sesuai untuk bayi. ASI mengandung

kolostrum berbeda dengan air susu mature karena hanya

sekitar 1% dalam air susu matur lebih sedikit mengandung


19

lemak dan laktosa lebih banyak mengandung vitamin,

mineral, natrium (Na) dan seng (Zn). Perkiraan komposisi

kolostrum ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml seperti

tertera pada tabel berikut :

Tabel 1 ; Komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi untuk


setiap 100 ml
Zat Zat Gizi Kolostrum ASI Susu
Sapi
Energi ( K Cal ) 58 70 65
Protein ( g ) : 2,3 0,9 3,4
Kasein / whey 140 1:1,5 1:1,2
Kasen (mg ) 218 187 -
Laktamil Bumil (mg) 330 161 -
Laktoferin (mg) 364 167 -
Ig A ( mg ) 5,3 142 -
Laktosa ( g ) 2,9 7,3 4,8
Lemak ( g) 151 4,2 3,9
Vitamin 30 14 43
Vit A 75 40 145
Vit B 1 - 160 82
Vit B2 183 12-15 64
Asam Nikotinmik ( mg) 0,06 246 340
Vit B6 0,05 0,6 2,8
Asam pantotenik 0,05 0,1 13
Biotin 5,9 0,1 0,6
Asam folat - 5 1,1
Vit B12 1,5 0,04 0,02
Vit C - 0,25 0,07
Vit D ( mg ) 39 1,5 6
Vit Z 85 35 130
Vit K ( mg ) 40 40 108
Mineral 70 40 14
Kalsium (mg) 4 100 70
Klorin ( mg ) 14 4 12
Tembaga ( mg ) 74 15 120
Zat besi (ferrum) 48 57 145
Magnesium ( mg ) 22 15 58
Fosfor ( mg ) - 14 30
Potassium ( mg) - - -
Sodium ( mg ) - - -
Sulfur ( mg ) - - -
Sumber : Food and Nutrition Boart,National
Research Council,2007
20

b. Aspek immunologik

ASI memengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas

kontaminasi. Imunoglobulin A ( Ig A ) dalam kolostrum atau ASI

kadarnya cukup tinggi. sekretori Ig A tidak diserap tetapi dapat

melumpuhkan bakteri patogen E. Coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan. Lactoferin yaitu sejenis protein yang

merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di

saluran pencernaan. Lysosim, enzym yang melindungi bayi

terhadap bakteri (E.coli dan Salmonella ) dan virus. Jumlah

lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak dari pada susu sapi.

Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari

4000 sel permil yang terdiri dari 3 macam yaitu : bronchus

Asociated lympocyte Tissue (BALT) antibody pernapasan, gut

asosiated lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran

pernapasan, dan mammary asosiated` lympocyte tissue (MALT)

antibodi jaringan payudara ibu serta faktor bifidusb,sejenis

karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang

pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. bakteri ini menjaga

keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang merugikan ( Arifin Siregar, 2007 )

c. Aspek Psikologik

Rasa percaya diri ibu untuk menyusui bahwa ibu mampu

menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi


21

.Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang

terhadap bayi akan meningkatkan produksi ASI .Interaksi ibu

dan bayi yaitu pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi

tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut .Pengaruh kontak

langsung ibu-bayi yaitu ikatan kasih sayang ibu-bayi menjadi

berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit bayi akan merasa

aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu

dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak

bayi masih dalam rahim

( Evy Rahmawati,2006 )

d. Aspek Kecerdasan

Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat

dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat

meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa

IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih

tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3

tahun,dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun di

bandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI ( Evy Rahmawati,

2006 )

e Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan,

mengisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat

lebih sempurna ( Hubertin Sri Purwanti, 2004 )


22

f Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara ekslusif, ibu tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur

4 bulan .Demgan demikian akan menghemat pengeluaran

rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.(

DepKes R.I.2001 )

g Aspek penundaan kehamilan

Dengan menyusui secara ekslusif, dapat menunda haid dan

kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi

alamiah yang secara umum dikenal sebagai metode

Amenorrhoe Laktasi (Siswono, 2005 )

6. Produksi ASI

Proses terjadinya pengeluaran air susu di mulai atau

dirangsang oleh isapan mulut bayi pada puting susu ibu.Gerakan

tersebut merangsang kelenjar pictuitary anterior untuk

memproduksi sejumlah prolaktin , hormon utama yang

mengandalkan pengeluaran Air Susu.Proses pengeluaran air susu

juga tergantung pada let Down Reflex, dimana hisapan putting

dapat merangsangkelenjar pitutary posterior untuk menghasilkan

hormon oksitosin yang dapat merangsng serabut otot halus di

dalam dinding saluaran susu agar membiarkan susu dapat

mengalir secar lancar. Kegagalan dalam perkembangan payudara

secara fisiologis untuk menampung air susu sangat jarang


23

terjadi.payudara secara fisiologis merupakan tenunan aktif yang

tersusun seperti pohon tumbuh didalam puting dengan cabang

yang menjadi ranting semakin mengecil.susu diproduksi pada akhir

ranting dan mengalir kedalam cabang-cabang besar menuju

saluran kedalam puting .Secara visual payudara dapat

digambarkan sebagai setangkai buah anggur ,mewakili tenunan

kelenjar yang mengsekresi dimana setiap selnya mampu

memproduksi susu, bila sel-sel mioephitelial di dalam dinding

alveoli berkontraksi, anggur tersebut terpencet dan mengeluarkan

susu kedalam ranting yang mengalir kecabang-cabang lebih

besar,yang secara perlahan-lahan bertemu didalam areola dan

membentuk sinus lactiferous. Pusat dari arola adalh putingnya

,yang tidak kaku letaknya dan dengan mudah dihisap mulut bayi

( Utami Rusli, 2005 )

Berdasrkan waktu diproduksi ASI dapat di bagi menjadi 3 yaitu :

a Colostrum

Colostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi

oleh kelenjar mammae yang menagndung tissue debris dan

ridual materil yang terdapat dalam alveoli dan ductus dari

kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah melahirkan anak.

Disekresi oleh kelenjar mammae dari hari pertama sampai hari

ktiga dan keempat dari masa laktasi .komposisi kolostrum dari

hari kehari berubah dimana merupakan cairan kental yang ideal


24

yang berwarna kekuning-kuningan,lebih kuning dibandingkan

ASI mature . Juga Suatu laxanif yang ideal untuk membersihkan

miconium usus bayi yang baru lahir, dan mempersiapkan

saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan

selanjutnya. Disamping itu lebih banyak mengandung

protein,antibodi,lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya,

total energi lebih rendah, vitamin larut lemak lebih tinggi,bila

dipanaskan menggumpal, PH lebih alkalis,lemak lebih banyak

mengandung kolesterol dan lecitin juga terdapat trpsin inhibitor

dibanding ASI mature (Arifin Siregar ,2007 )

b Air Susu Masa Peralihan ( Masa Transisi )

Merupakan ASI peralihan dari colostrum menjadi ASI

mature disekresi dari hari ke 4 sampai hari ke 10 dari masa

laktasi ,tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI mature

baru akan terjadi pada minggu ke tiga sampai kelima. Kadar

protein semakin rendah,sedangkan kadar lemak dan karbohidrat

semakin tinggi serta volumenya semakin meningkat. (Pelatihan

Konselor Lactasi,2002 )

c Air Susu Mature

Air susu yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya yang

dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang

mengatakan bahwa minggu ke tiga sampai ke lima ASI baru

komposisinya baru konstan. Air susu ini merupakan makanan


25

yang dianggap aman bagi bayi,bahkan ada yang mengatakan

pada ibu yang sehat ASI makanan satu-satunya yang diberikan

selama enam bulan pertama bagi bayi ( Depkes R.I, 2001 )

7. Volume Produksi ASI

Pada minggu bulan terakhir kehamilan ,kelenjar-kelenjar

pembuat ASI mulai menghasilkan ASI, apabila tidak ada kelainan,

pada hari pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-

100 ml sehari dari jumlah ini akan terus bertambah sehingga

sehingga mencapai sekitar 400-450 ml pada waktu bayi mencapai

usia minggu kedua. Jumlah tersebut dapat dicapai dengan

menyusui bayinya selama 4-6 bulan pertama. Oleh karena itu

selama kurun waktu tersebut mampu memenuhi kebutuhan gizinya.

Setelah 6 bulan volume pengeluaran air susu menjadi menurun dan

sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja

dan harus mendapat makanan tambahan.dalam keadaan produksi

ASI telah normal ,volume susu terbanyak yang dapat diperoleh

adalah lima menit pertama.Penyedotan /penghisapan oleh bayi

biasanya berlangsung selama 15-25 menit .Selama beberapa bulan

berikutnya bayi yang sehat akan mengkomsumsi sekitar 700-800

ml ASI setiap hari.Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh

sekelompok ibu dan bayi menunjukkan terdapatnya variasi dimana

seorang bayi dapat mengkomsumsi sampai satu liter selama 24

jam ,meskipun kedua anak tersebut dengan kecepatan yang sama.


26

Konsumsi ASI selama satu kali menyusui atau jumlah selama

sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada

hubungannya dengan volume air susu yang diproduksi, meskipun

umumnya payudara yang berukuran sangat kecil terutama yang

ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya

memproduksi sejumlah kecil ASI. Pada ibu-ibu yang mengalami

kekurangan gizi ,jumlah air susunya dalam sehari sekitar 500-700

ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan kedua, dan

300-500 ml dalam tahun kedua ( James Akre,1994 )

B. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI ekslusif

1. Kegiatan menyusui

Terlambat mulai menyusui karena ibu merasa capek juga

ketidak seringan menyusui serta tidak mau menyusui pada malam

hari dengan alasan terganggu sehingga jika menyusui malam hari

waktu yang digunakan terlalu singkat juga dipengaruhi oleh ketidak

sesuaian posisi perlekatan saat menyusui mengakibatkan bayi

tidak mendapat ASI sesuai dengan kebutuhan yang akhirnya

diberikan susu botol atau makanan tambahan (Hubertin Sri

Purwanti, 2004 )

2. Psikologis ibu

Kurang percaya diri menyusui bayinya dan juga ibu yang

mengalami stress, karena tidak menyukai kegiatan menyusui


27

sehingga menolak kehadiran bayi namun ada juga karena

kelelahan ( Dian Rakyat,2001 )

3. Kondisi fisik ibu

Ibu yang mengkonsumsi obat-obatan juga karena terjadinya

kehamilan serta malnutrisi, mengkonsumsi alkohol, perokok, dan

perkembangan payudara yang buruk ( Rusepno Hassan ,2007 )

4. Kondisi bayi

Kondisi bayi biasanya karena sakit atau ketidak normalan pada

bayi ( Hubertin Sri Purwanti, 2004 )

C. Tinjauan Variabel yang Diteliti

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahun

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindaran terhadap suatu objek

tertentu. pengindaran terjadi melalui pancaindra manusia, yakni

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga.

b. Tingkatan - Tingkatan Pengetahuan

Soekidjo Notoatmodjo menggunakan model teori Bloom,

menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan dominan yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.


28

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai

tingkatan yaitu :

1) Tahu ( know )

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. kata kerja untuk mengukur

bahwa tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dengan

menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,

dan sebagainya.

2) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

menginterpretasikan materi tersebut secara benar, orang

telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya. Misalnya penggunaan hukum-hukum,

rumus atau metode-metode.

4) Analisis (Analysis)

Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan


29

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang

masih ada kaitannya antara satu sama lain. Misalnya

mengelompokkan, membedakan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat menyesuaikan dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penelitian terhadap suatu objek atau materi

(Notoadmodjo, 2010)

c. Cara mengukur tingkat pengetahuan

1) kuantitatif

Pada umumnya akan mencari jawab aras fenomena,

yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa

lama, maka biasanya menggunakan metode wawancara

dan angket.

a) Wawancara tertutup atau wawancara terbuka, dengan

menggunakan instrument (alat pengukur /

pengumpulan data) kuesioner. Wawancara tertutup

adalah suatu wawancara dimana jawaban responden


30

atas pertanyaan yang diajukan telah tersedia dalam

opsi jawaban, responden tinggal memilih jawaban

mana yang mereka anggappaling benar atau paling

tepat. Sedangkan wawancara terbuka, dimana

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka.

b) Angket terbuka atau terbuka. Seperti halnya

wawancara, angket juga dalam bentuk tertutup dan

terbuka. Instrument atau alat ukurnya seperti

wawancara, hanya jawaban responden disampaikan

lewat tulisan. Metode pengukuran melalui angket ini

sering disebut metode mengisi sendiri (Notoatmojo,

2010).

2) Kualitatif

Bertujuan untuk menjawab bagaimana suatu

fenomena itu terjadi, atau mengapa terjadi. Metode-metode

pengukuran pengetahuan dalam metode penelitian

kualitatif ini antara lain:

a) Wawancara mendalam

Peneliti mengajukan suatu pertanyaan sebagai

pembuka, yang akhirnya memancing jawaban yang

sebanyak-banyaknya dari responden. Jawaban

responden akan diikuti pertanyaan yang lain, terus


31

menerus, sehingga diperoleh informasi atau jawaban

responden sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya.

b) Diskusi Kelompok Terfokus

Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yang

akan memperoleh jawaban yang berbeda-beda dari

semua responden dalam kelompok tersebut

(Notoatmodjo 2010).

2. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude

adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu

kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap

sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana

reaksi seseorang jika ia terkena sesuatu rangsangan baik

mengenai orang, bendabenda, ataupun situasi-situasi yang

mengenai dirinya (Ngalim P. 2007).

Menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di

dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua

adalah reaksi / respons, atau kecenderungan untuk bereaksi.

Dalam beberapa hal, sikap merupakan penentu yang penting

dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu

berhubungan dengan dua alternative, yaitu senang (like) atau


32

tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau

menjauhi / menghindari sesuatu.

b. Pengukuran Sikap

1) Kuantitatif

Pengukuran sikap dalam penelitian kuntitatif, juga dapat

menggunakan dua cara seperti pengukuran pengetahuan

yakni:

a) Wawancara

Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama

dengan wawancara untuk mengukur pengetahuan.

Bedanya hanya pada substansi pertanyaan-pertanyaan

saja. Apabila pada pengukuran pengetahuan pertanyaan-

pertanyaannya menggali jawaban apa yang diketahui

oleh responden.

b) Angket

Demikian juga pengukuran sikap menggunakan

metode angket, juga menggali pendapat atau penilaian

responden terhadap objek kesehatan, melalui

pertanyaan-pertanyaan dan jawaban tertulis.

2) Kualitatif

Pengukuran sikap dalam metode penelitian kualitatif,

substansi pertanyaannya juga sama dengan pertanyaan-

pertanyaan pada penelitian sikap pada penelitian kuantitatif.


33

a) Wawancara mendalam

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian

kuantitatif untuk sikap, tetapi pertanyaan bersifat

menggali pendapat atau penilaian responden terhadap

obyek.

b) Diskusi Kelompok Terfokus

Disamping metode-metode pengukuran sikap seperti telah

diuraikan diatas (wawancara angket), pengukuran sikap juga

dapat dilakukan melalui metode pengamatan atau observasi,

yaitu dengan cara verbal dan non verbal (Notoatmojo S, 2010).

3. Status Gizi

Membicarakan tentang penilaian status gizi terlebih dahulu

memahami sekilas beberapa istilah yang berhubungan dengan

status gizi.

a. Pengertian

Gizi berasal dari bahssa Mesir gidza yang berarti makanan.

Gizi merupakan salah satu landasan utama terbentuknya

manusia untuk tumbuh kembang secara optimal. Gizi adalah

suatu proses organism menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, obsorpsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-

zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,


34

pertumbuhan dan normal dari organ-organ serta menghasilkan

energi.

Status adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara

konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi

tersebut untuk keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi

dalam seluler tubuh

Status gizi merupakan hasil pengukuran secara

antropometrik yang menggambarkan unkuran fisik seseorang

tentang pemenuhan asupan gizi yang dihitung dengan Indeks

Massa Tubuh berdasarkan berat badan dan tinggi badan.

Status gizi ibu hamil adalah keseimbangan antara konsumsi

makanan dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi

tersebut untuk keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi

dalam seluler tubuh pada ibu hamil (I Dewa Nyoman S.

Dkk.2001).

b. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara antropometri,

merupakan satu cara pengukuran yang lazim digunakan.

Antropometri berasal dari kata Antrhopos artinya tubuh

dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri. Ditinjau dari sudut

pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan

berbagai jenis pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat

umur, berat badan, tinggi badan, LILA (lingkar lengan atas).


35

Dibawah ini diuraikan pengertian dan kegunaan parameter

tersebut :

Setiap metode penilaian status gizi mempunyai kelebihan

dan kelemahan, namun dalam aplikasinya dapat disesuaikan

dengan obyek yang diukur.

Berbagai contoh penggunaan penilaian status gizi,

seperti antropometri, digunakan untuk mengukur karakteristik

fisik seseorang dan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan.

Pemeriksaan klinis dan biokimia biasanya dilakukan untuk

melihat atau mengukur satu aspek dari status gizi seperti kadar

mineral dan atau vitamin.

Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan

sering luput dari pengamatan biasa, tidaklah mudah untuk

mengetahui seorang ibu menyusui kekurangan gizi yang

sesungguhnya secara perlahan akan berdampak terhadap

kelangsungan produksi ASI, sehingga secara langsung akan

berpengaruh terhadap pemberian ASI terhadap bayinya.

Status gizi ibu berhubungan secara timbal balik dengan

morbiditas ibu. Ibu yang berstatus gizi baik mempunyai daya

tahan tubuh yang baik pula.

Status gizi ibu pada masa laktasi merupakan kontinum

dari satstus kesehatan dan gizi wanita sejak masa dalam

kandungan dan selanjutnya melalui tahapan-tahapan siklus


36

kehidupan sampai saat siap untuk menjadi calon ibu, untuk

mempersiapkan calon ibu dalam kondisi optimum dan siap fisik

serta biologis untuk menghadapi kehamilannya, hingga akhirnya

melahirkan bayinya dengan persiapannya terutama dalam

pemenuhan nutrisi melalui pemberian ASI yang berkualitas.

Potensi atau fungsi reproduksi seorang wanita sangat

terkait dengan status gizinya, sehingga status gizi yang kurang

pada seorang wanita ketika hamil dapat mengakibatkabn

terganggunya fungsi reproduksi termasuk dalam persiapannya

untuk memperoleh ASI yang cukup setelah melahirkan,

sekalipun tubuh masih dapat beradaptasi pada kondisi tertentu.

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu cara

untuk menentukan status gizi dengan membandingkan antara

Berat Badan dan tinggi badan dalam meter pangkat dua, namun

dalam pengukuran itu dinyatakan dengan kurus, normal, dan

gemuk.

Indeks massa tubuh (IMT) menurut recomendasi dari WHO

(1958) dapat diketahui dengan mengukur berat badan (BB)

dalam kilogram dan tinggi badan (TB) dalam meter dengan

formula :

Berat Badan(kg)
=
Tinggi Badan (meter)2
37

Berdasarkan hasil pengukuran, satatus gizi seseorang

dapat diklasifikasikan menjadi :

Tabel 2. Klasifikasi Keadaan Gizi Menurut Indeks Massa Tubuh

Klasifikasi Laki-Laki Perempuan


Kurus <17 kg/m2 <18 kg/m2

Normal 17 23 kg/m2 18 25 kg/m2

Kegemukan >27 kg/m2 >27 kg/m2

Sumber Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis Depkes R.I, 2003

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk

penentuan status gizi. Karena mudah dilakukan dan tidak

memerlukan alat-alat yang susah diperoleh dan harganya

murah. Lingkar lengan atas berhubungan dengan indeks berat

badan menurut umur maupun berat badan menurut tinggi

badan. Namun pengukuran lingkar lengan atas sensitif

digunakan untuk golongan orang dewasa terutama untuk ibu

hamil. Oleh karena itu lingkar lengan atas banyak ditujukan

untuk screening individu tetapi dapat juga digunakan untuk

pengukuran status gizi.

Penggolongan keadaan penentuan status gizi menurut

indeks Antropometri menggunakan ukuran Lingkar Lengan Ata

(LILA) dapat di katagorikan dengan gizi normal jika ukuran LILA

23,5Cm.
38

Selain pengukuran yang dijelaskan di atas, juga penilaian

status gizi dapat dilakukan namun dalam tulisan ini tidak

dibahas yakni pengukuran secara Biokimia, Secara Klinis,

Medical History yaitu catatan mengenal perkembangan

penyakit, Pemeriksaan Fisik, Pengukuran Secara Biofisik, dan

untuk penilaian status gizi secara tidak langsung, melalui survei

konsumsi makanan, Statistik Vital, serta Faktor Ekologi

(Schrimshaw, 1964).
39

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A . Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Setelah melakukan studi kepustakaan secara sistematis untuk

memberikan landasan tori maupun asumsi tentang kerangka konsep

variabel variabel yang akan diteliti.

Dengan melalui studi pustaka tersebut akan menghasilkan

variabelvariabel baik yang bersifat independen maupun dependen

yang diduga sebagai faktorfaktor yang berpengaruh terhadap

pemberian ASI ekslusif yang secara otomatis akan memberi dampak

dlam tumbuh kembang bayi. Berdasarkan asumsi tersebut akan

memberi arah dalam menelusuri variabel dependen dan independen

dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa variabel independen

yang dipilih diasumsikan secara positif sebagai faktor yang

berperngaruh terhadap ASI ekslusif yang secara teknis variabel

tersebut layak diteliti meliputi:

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindaran terhadap suatu objek tertentu,

diharapkan dengan pengetahuan ibu yang cukup manfaat ASI bagi ibu

dan bayi sehingga mampu mengambil keputusan yang benar untuk

memberikan ASI kepada bayinya.

Pengetahuan seseorang akan lebih yakin dan percaya terhadap

apa yang akan dilakukan berdasarkan teori tersebut, dapat


40

disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup

mengenai ASI eksklusif akan memiliki sifat positif sehingga ia semakin

sadar terhadap pemberian ASI secara eksklusif pada bayinya, dengan

kata lain tinggi rendahnya pengetahuan seorang ibu merupakan

penentu diberikan atau tidaknya ASI secara eksklusif pada bayinya.

Sikap atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah

suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu

kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu

perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang

jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda-

benda, ataupun situasi-situasi yang mengenai dirinya (Ngalim P,

2007).

Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan yang harus didukung fasilitas atau sarana dan

prasarana. Seseorang yang menilai positif atas stimulus yang diterima

diharapkan dapat memberi respon terhadap hal yang positif pula,

Sikap juga dapa memberikan pengaruh dalam hal pengambilan

keputusan untuk memberikan ASI lebih dini hingga mencapai usia 6

bulan.

Kebutuhan gizi pada bayi 0-6 bulan diperoleh melalui ASI

sehinga produksi ASI yang cukup baik jumlah dan kualitasnya sangat

menentukan terhadap pertumbuhan bayi. Dengan demikian upaya

perbaikan gizi pada bayi 0-6 bulan hanya dapat dilakukan melalui
41

perbaikan gizi ibunya, karena itu ibu harus mempunyai status gizi yang

baik, sehingga dapat menghasilkan ASI yang optimal guna memenuhi

kebutuhan gizinya. Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi,

jumlah air susunya dalam sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan

pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan kedua, dan 300-500 ml

dalamtahun kedua kehidupan bayi. Penyebabnya mungkin dapat

ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah pangan yang

dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan

lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah

satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.

Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa peningkatan jumlah produksi

konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat meningkatkan produksi air

susunya. Produksi ASI dari ibu yang kekurangan gizi seringkali

menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan akibat yang fatal

bagi bayi yang masih sangat muda.

B. Kerangka Konseptual

Untuk memudahkan dalam memahami keterkaitan antara variabel

independen dengan variabel dependen, maka berikut ini digambarkan

pola pikir dalam bentuk kerangka konsep.


42

Kerangka Konsep Penelitian

Pendidikan Ibu

Pengetahuan Ibu

Sikap Ibu

Status Gizi Ibu ASI Eksklusif

Status Ekonomi

Pekerjaan Ibu

Budaya

Keterangan : Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air

Susu Ibu tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir

sampai berusia 6 bulan, kecuali sirup obat.

Kriteria Obyektif :

a. Eksklusif : jika bayi hanya mendapat ASI tanpa makanan

lain sejak lahir hingga usia 6 bulan.


43

b. Non eksklusif : jika bayi selain mendapatka ASI juga mendapat

makanan lain sebelum usia 6 bulan.

Skala ordinal

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjdinya melalui

penginderaan terhadap pemberian ASI ekslusif. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, raba untuk menyusui bayi secara

benar (Soekidjo Natoadmojo, 2003) dengan yang diukur

menggunakan Kriteria Rating Scale sebagai berikut :

Kriteria Score

- Sangat baik 4

- Cukup baik 3

- Kurang baik 2

- Tidak baik 1

Selanjutnya dikatakan pengetahuan cukup jika hasil jawaban

responden mempunyai nilai dari nilai rata-rata, dan dikatakan

kurang jika hasil jawaban responden < dari nilai rata-rata.

Skala Ordinal

3. Sikap

Sikap adalah suatu predisposisi untuk berespons atau bertindak

secara negatif atau positif terhadap pemberian ASI ekslusif (Willy


44

F. Marimis, 2006) dengan kriteria menggunakan Skala Likert

sebagai berikut :

Kriteria Score

- Sangat Setuju 5

- Setuju 4

- Ragu-ragu 3

- Tidak Setuju 2

- Sangat Tidak setuju 1

Selanjutnya dikatakan sikap positif jika hasil jawaban responden

mempunyai nilai dari nilai rata-rata, dan dikatakan negatif jika

hasil jawaban responden < dari nilai rata-rata.:

Skala : ordinal

4. Status Gizi Ibu

Status gizi adalah ekspresi dari kondisi fisik yang diakibatkan

oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi

dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi

biologis meliputi pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,

pemmeliharaan kesehatan yang dinilai berdasarkan hasil

pengukuran lingkar lengan atas kiri untuk yang kidal.

Kriteria Obyektif (skala numerik yang dikatagorikan):

a. Gizi Normal : jika lingkar lengan atas 23,5 cm

b. Gizi kurang : jika lingkar lengan atas <23 cm


45

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif

yang dirumuskan sebagai berikut:

a. Pengetahuan merupakan faktor yang berhubungan dengan

pemberian ASI ekslusif

b. Sikap merupakan faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI

ekslusif

c. Status gizi ibu merupaka faktor yang berhubungan antara motivasi

dengan pemberian ASI ekslusif


46

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang observasional dengan pendekatan cross

sectional di mana penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI ekslusif yang

diamati secara bersamaan antara faktor yang merupakan variabel

independen dengan faktor yang merupakan variabel dependen di

Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone , dengan Skema rancangan

dapat digambarkan sebagai berikut :

Populasi

Sampel

Faktor Risiko Positif Faktor Risiko Negatif

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lamuru

Kabupaten Bone yang melayani masyarakat sekaligus merupakan

tempat di mana penulis bekerja

46
47

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a Populasi target dalam penelitian ini adalah semua bayi yang

datang dan dilayani dipoliklinik anak di Puskesmas Lamuru

Kabupaten Bone .

b Populasi sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi yang

berumur 6- 11 bulan yang dilayani di Puskesmas Lamuru

Kabupaten Bone

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua bayi dengan umur 6-

11 bulan yang dilayani dipoliklinik Puskesmas Lamuru Kabupaten

Bone sedangkan unit sampel adalah ibu dari bayi yang terpilih

menjadi sampel, dengan kriteria sampel :

a Kriteria Inklusi

1) Bayi yang lahir tunggal dan cukup bulan

2) Mempunyai data yang lengkap tentang variabel yang diteliti

3) Ibu dari bayi tersebut bersedia untuk ikut berpartisipasi dalm

penelitian ini.

b Kriteria Eksklusi :

1) Bayi yang mempunyai riwayat BBLR

2) Bayi dengan riwayat cacat bawaan

3. Besar sampel dihitung dengan menggunakan formulasi sampel

Size menurut Notoatmodjo (2007) dengan rumus :


48

N
n
2
1 N (d )

dimana : n = besar sampel


N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan (0,1)

Berdasarkan hasil survai sebelumnya didapatkan jumlah bayi yang

terdaftar pada Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone aji sebesar 662

orang, Sehingga besar sampel adalah:

662
n 86 , 87 dibulatkan menjadi 87
2
1 6 6 2 (0 ,1 0 )
Berdasarkan estimasi sampel size, maka besar sampel yang

diperlukan adalah 87 orang.

3. Teknik dan metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu

melakukan seleksi berdasarkan pertimbangan atas kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya, selanjutnya sampel ditarik

menggunakan metode purpossive sampling yakni semua

responden yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya.
49

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan

dalam bentuk koesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

E. Pengumpulan Data

Melakukan pengumpulan data secara primer dengan wawancara

langsung pada responden melalui daftar pertanyaan yang telah

dipersiapkan, disamping itu juga diambil data sekunder sebagai bagian

dari informasi yang diperlukan untuk melengkapi penelitian ini.

F. Pengolahan dan Penyajian data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik yang

menggunakan komputer dengan program SPSS Versi 17.0 yang

digunakan untuk mengetahui gambaran frekuensi masing-masing

variabel yang diteliti, serta menilai ada tidaknya hubungan antara

variabel independen dengan varibael dependen.

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bebtuk tabel distribusi

frekuensi dan tabel silang antara variabel bebas dan variabel terikat

disertai dengan penjelasan atau narasi.

G. Analisis data

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

umum masalah penelitian dengan cara mendiskripsikan tiap-tiap


50

variabel yang di gunakan dalam penelitian ini yakni melihat

gambaran frekuensinya.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen . Karena rangcangan penelitian

ini adalah crossectional maka dilakukan perhitungan dengan rumus

:
2

O E 2
E

Sumber : P.H. Sosanto, 2007; Analisis Data Kesehatan

Interpretasi Hipotesis :

a Berhubungan jika nilai p (0,05) pada CL = 95%

b Tidak berhubungan jika nilai p> (0,05) pada CL = 95%

Sumber : Susanti Priyono Hastono,2007


51

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Lamuru Kabupaten

Bone tanggal 25 September sampai dengan 5 Oktober 2012.

Jumlah sampel secara keseluruhan adalah 87 orang. Setelah data

terkumpul selanjutnya dilakukan pemeriksaan mengenai kebenaran

pengisian kuesioner secara cermat pada saat masih di lapangan.

Pada saat pengolahan data, dilakukan pemeriksaan ulang mengenai

kuesioner dengan mengacu pada kriteria sampel yang telah dtetapkan

sebelumnya serta kebenaran pengisian kuesioner. Dari hasil

pemeriksaan tersebut dari 87 sampel yang diperiksa ternyata

semuanya memenuhi syarat untuk selanjutnya diolah secara

elektronik dengan program SPSS versi 17. Berdasarkan hasil

pengolahan data yang telah dilakukan kemudian disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan terhadap

87 ibu yang mempunyai balita dan memenuhi criteria sampel yang

ditetapkan sebelumnya yang diambil secara purposive sampling.

Selanjutnya dianalisis sesuai dengan karakteristik khusus dari

sampel sebagai berikut:


52

a. Karakteristik Jenis Kelamin

Tabel 3 : Karakteristik Sampel Menurut Jenis Kelamin di


Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone tahun 2012

Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persen (%)

Laki-laki 40 46,0

Perempuan 47 54,0

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Secara keseluruhan pada table 3 di atas, 87 bayi yang menjadi

sampel dalam penelitian ini dari karakteristik jenis kelamin 47

orang (54,0%) perempuan dan 40 orang (46,0%) laki-laki.

b. Tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 4 : Karakteristik Sampel menurut Tingkat Pendidikan


Ibu di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone tahun
2012

Frekuensi Persen
Tingkat Pendidikan
(F) (%)
Tinggi (Minimal Tamat SLTA/Sederajat) 54 62,1

Rendah (Maksimal Tamat SLTP/Sederajat) 33 37,9

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Secara edukatif jika memperhatikan tingkat pendidikan ibu dari

bayi yang menjadi sampel dalam penelitian ini pada table 4 di atas

masih menunjukkan suatu kesenjangan dari aspek gender dalam

hal pendidikan. Hal itu terlihat dari 87 sampel terdapat 54 ibu


53

(62,1%), jumlah cukup tinggi jika dibandingkan dengan ibu dari

bayi dengan tingkat pendidikan yang dikatagorikan tinggi sebanyak

33 orang (37,1%).

c. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5 : Karakteristik Sampel Menurut Pemberian Pemberian


ASI Eksklusif pada Bayi di Puskesmas Lamuru
Kabupaten Bone tahun 2012

Pemberian ASI Eksklusif Frekuensi (F) Persen (%)

Eksklusif 67 77,0

Non Eksklusif 20 23,0

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jumlah bayi yang diberikan

ASI Ekskklusif sebanyak 67 orang (77,0 %) dan yang Non

eksklusif 20 orang (23,0 %). Ini berarti bahwa di Puskesmas

Lamuru Kabupaten Bone belum semua bayi diberikan ASI secara

eksklusif. Meskipun pada kenyataannya ASI eksklusif itu bisa

diberikan sampai umur bayi 6 bulan, akan tetapi untuk

mendapatkan manfaat dan keuntungan dari ASI eksklusif tersebut

terutama kesempatan mendapatkan keuntungan kolostrum di awal

kehidupan bayi tidak seoptimal seperti yang diharapkan.


54

d. Pengetahuan Ibu

Tabel 6 : Karakteristik Sampel Menurut Pengetahuan Ibu


tentang ASI Eksklusif di Puskesmas Lamuru
Kabupaten Bone Tahun 2012

Frekuensi Persen
Pengetahuan Ibu
(F) (%)

Cukup 46 52,9

Kurang 41 47,1

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah ibu yang memiliki

pengetahuan cukup tentang pemberian ASI eksklusif sebanyak 46

responden (52,9%) sedangkan pengetahuan yang kurang

sebanyak 41 (47,1%) responden. Ini berarti bahwa ibu yang

memiliki bayi dan dilayani di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone

dengan tingkat pengetahuan cukup tentang pemberian ASI

eksklusif lebih banyak dari pada yang kurang pengetahuan tentang

pemberian ASI eksklusif. Diharapkan ibu bersalin yang mempunyai

pengetahuan cukup akan memberikan ASI secara eksklusif pada

bayi dalam waktu 6 bulan demikian pula bagi ibu yang mempunyai

pengetahuan kurang.
55

d. Sikap Ibu Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 7 : Karakteristik Sampel Menurut Sikap Terhadap


Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Lamuru
Kabupaten Bone tahun 2012

Frekuensi Persen
Sikap Ibu
(F) (%)
Cukup 45 51,7

Kurang 42 48,3

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 7 menunjukkan dari sikap ibu yang termasuk katagoori

cukup dan positif terhadap pemberian ASI eksklusif sebanyak 45

orang (51,7%) dan yang kurang atau negative terhadap pemberian

ASI eksklusif sebanyak 42 orang (48,3%). Ini berarti bahwa dalam

hal pemberian ASI eksklusif belum semua ibu yang memiliki bayi

dan dilayani melahirkan di Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone

menilai secara positif bagaimana pentingnya ASI diberikan kepada

bayi tanpa makanan atau minuman lain secara lebih dini sampai

umur mencapai 6 bulan. Pada hal dengan pemberian ASI secara

eksklusif member makna dan keuntungan yang lebih besar baik

untuk bayi sendi maupun terhadap ibunya.


56

e. Status Giizi Ibu

Tabel 8: Karakteristik Sampel Menurut Status Gizi Ibu di


Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone tahun 2012

Frekuensi Persen
Status Gizi Ibu
(F) (%)
Cukup 55 63,2

Kurang 32 36,8

Total 87 100

Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 8 si atas menunjukkan bahwa jumlah ibu yang status

gizinya cukup sebanyak 55 orang (63,2%) dan yang termasuk

status gizi kurang sebanyak 32 orang (36,8%). Ini berarti bahwa

tidak semua ibu dari bayi yang dilayani di Puskesmas Lamuru

Kabupaten Bone memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

2. Analisis Bivariat

Setelah dilakukan analisis secara univariat untuk melihat

karakteristik dari sampel/responden sebagaimana terlihat pada

beberapa tabel distribusi frekuensi di atas, maka sesuai dengan

tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pembuktian ada tidaknya

hubungan antara faktor faktor yang merupakan variabel independen

dan variabel dependen dalam hal pemberian ASI eksklusif pada bayi

dengan tingkat pengetahuan, sikap dan status gizi ibu, maka

selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk menguji hubungan yang

secara keseluruhan dapat dilihat sebagai berikut:


57

a. Tingkat pengetahuan ibu

Tabel 9: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan


Pemberian ASI Eksklussif di Puskesmas Lamuru
Kabupaten Bone Tahun 2012

Pemberian ASI
Tingkat Total Chi Square
Eksklusif
Pengetahuan (X) CL 0,95
Ekskusif Non Eksklusif
Ibu N % (= 0,05)
N % n %
Cukup 44 95,7 2 4,3 46 52,9 X2t = 3.841

Kurang 23 56,1 18 43,9 41 47,1 X2h = 16,989

Total 67 77,0 20 23,0 87 100 Nilai p=0,000

Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 46 ibu dengan tingkat

pengetahuan cukup, jumlah yang memberikan ASI eksklusif pada

bayinya sebanyak 44 orang (95,7 %) dan 2 orang (4,3 %) yang

tidak memberikan ASI secara eksklusif. Serta dari 41 ibu dengan

tingkat pengetahuan kurang, terdapat 23 orang (56,1%) yang

memberikan ASI secara eksklusif dan 20 orang (23 %) yang tidak

memberikan ASI secara ekskklusif pada bayinya.

Berdasarkan hasil uji hubungan melalui analisis univariat pada

tabel di atas dengan menggunakan rumus Yates corection

(continuity correction ), didapatkan nilai Xh lebih besar dari Xt

(16,989 > 3,841) dengan nilai p(0,000) < (0,05) yang berarti kita

dapat simpulkan secara statistik bahwa hipotesis diterima dalam

arti ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan


58

ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas

Lamuru Kabupaten Bone .

b. Dukungan Keluarga

Tabel 10: Hubungan antara Sikap Ibu dengan Pemberian ASI


Eksklusif pada Bayi di Puskesmas Lamuru
Kabupaten Bone Tahun 2012

Pemberian ASI Eksklusif Total Chi Square


Sikap Ibu Ekskusif Non Eksklusif (X) CL 0,95
N %
n % n % (= 0,05)
Cukup 39 88,7 6 13,3 45 51,7 X2t = 3.841
Kurang 28 66,7 14 33,3 42 48,3 X2h = 3,844
Total 67 77,0 20 23,0 87 100 Nilai p=0,050
Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 45 ibu mempunyai

sikap cukup terhadap pemberian ASI eksklusif, jumlah yang

memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 39 orang (88,7 %) dan

6 orang (13,3%) yang tidak memberikan ASI terhadap bayinya

secara eksklusif. Serta dari 42 ibu bersalin yang sikapnya

kurang/negative terhadap pemberian ASI eksklusif, terdapat 14

orang (33,3%) yang tidakmemberikan ASI secara eksklusif.

Berdasarkan hasil uji hubungan dalam analisis bivariat

dengan menggunakan rumus Yates corection (continuity

correction), didapatkan nilai Xh lebih besar dari Xt (3,844 >3,841)

dan nilai p(0,05)=(0,05) yang berarti kita dapat simpulkan secara

statistik bahwa Hipoetesis diterima dalam arti ada hubungan positif


59

dan signifikan antara sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif

pada bayi.

c. Status Gizi Ibu

Tabel 11 : Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan


Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Puskesmas
Lamuru Kabupaten Bone Tahun 2012

Pemberian ASI
Total Chi Square
Eksklusif
Status Gizi Ibu (X) CL 0,95
Ekskusif Non Eksklusif
N % (= 0,05)
N % n %
Cukup 44 80,0 11 20,0 55 63,2 X2t = 3.841
Kurang 23 71,9 9 28,1 32 36,8 X2h = 0,365
Total 67 77,0 20 23,0 87 100 Nilai p=0,546
Sumber : Data Primer tahun 2012

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 55 ibu yang status gizinya

cukup, lebih banyak yang memberikan ASI secara eksklusif

sebanyak 44 orang (80,0%), hampir sama jumlahnya dengan ibu

yang status gizinya kurang, terdapat 23 orang (71,9%) dari 32

orang yang memberikan ASI secara eksklusif.

Berdasarkan hasil uji hubungan dengan menggunakan rumus

Yates corection (continuity correction), didapatkan nilai Xh lebih

kecil dari Xt (0,365 >3,841), yang berarti kita dapat simpulkan

secara statistik bahwa hipotesispenelitian yang diajukan ditolak

dalam arti tidak ada hubungan positif yang signifikan antara status

gizi ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas

Lamuru Kabupaten Bone .


60

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan terhadap

87 bayi yang terpilih menjadi sampel yang ditarik secara purposive

sampling dimana yang menjadi unit analisisnya adalah ibu dari

bayi tersebut. Dari aspek jenis kelamin lebih banyak perempuan

yaitu 47 orang (54,0%) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 40

orang (46,0%). Fakta tersebut dapat digambarkan bahwa populasi

dari aspek jeins kelamin lebih banyak perempuan dibandingkan

dengan laki-laki.

Memperhatikan tingkat pendidikan ibu dari bayi yang menjadi

sampel juga masih menunjukkan suatu fenomena kesenjangan

dalam hal gender, walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan

suatu perbandingan menurut jenis kelamin dari orang tua bayi.

Namun dari 87 sampel terbanyak dari ibu yang tingkat

pendidikannya masih rendah (maksimal tamat SMA/sederajat yaitu

sebanyak 54 orang (62,1%), lebih banyak dibandingkan ibu-

ibuyang tingkat pendidikannya dianggap tinggi (minimal tamat

SMA/sederajat) sebanyak 33 orang (37,9%), namun demikian

dapat disyukuri bahwa dalam penelitian ini tidak lagi ditemukan

ada ibu yang tidak prenah sekolah.

Dalam hal pemberian ASI secara eksklusif dari analisis

univariat terhadap 87 sampel sudah cukup tinggi walaupun belum


61

maksimal jika dibandingkan dengan hak-hak anak mendapatkan

ASI secara eksklusif yaitu 67 orang (77%) sudah mendapatkan ASI

secara eksklusif, namun masih ada 20 orang (23,0%) yang tidak

mendapatkan ASI secara eksklusif. Kenyataan tersebut dapat

dipahami mengingat bahwa pemberian ASI secara eksklusif oleh

ibu terhadap bayinya masih menjadi fenomena yang menarik

dengan berbagai fakktor yang dapat berpengaruh mulai dari faktor

budaya, social ekonomi, hingga aspek estetika yang kompleks.

Namun demikian dapat dipastikan jika masyarakat khususnya ibu-

ibu memiliki pengetahuan yang memadai diikuti dengan sikap

positif yang tinggi terhadap pemberian ASI eksklusif tersebut dan

didukung dengan gizi yang cukup sebagai bentuk suplay nutrient

yang dapat memdukung produksi ASI yang cukup, maka tidak

mustahil pemberian ASI secara eksklusif terhadap bayi dapat

terwujud. Pembuktian itu menjadi dasar dilakukannya penelitian ini

dengan menindakllanjuti melalui uji statistik yang telah dilakukan

terdahulu dan selanjutnya dilakukan pembahasan hasil uji bivariat.

2. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui lebih lanjut hasil penelitian yang diperoleh

setelah dilakukan pengolahan dan penyajian data tentang

beberapa karakteristik yang dapat menunjang informasi tentang

variable independen utama, maka akan dibahas sesuai dengan

variabel yang diteliti sebagai berikut :


62

a. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian

ASI Eksklusif pada Bayi.

Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif

merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu bersalin tentang

berbagai hal terkait dengan ASI, manfaat ASI, komponen-

komponen ASI, cara pemberian dan waktu pemberian ASI pada

bayi sejak baru lahir hingga mencapai umur 6 bulan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat ibu yang kurang

tingkat pengetahuan namun masih memberikan ASI secara

eksklusif pada bayinya. Kurangnya tingkat pengetahuan ibu

tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang sebagian besar

masih rendah.

Pendidikan yang relative rendah berdampak pada

kelemahan ibu dalam menerima suatu informasi dalam hal ini

tentang ASI, daya pikir, dan daya nalar rendah dalam hal ini

disebabkan keterbatasan pemikiran. Sedangkan ibu yang

tingkat pengetahuan cukup tetapi tidak memberikan ASI pada

bayinya secara dini sampai umur 24 bulan atau secara eksklusif

hingga umur 6 bulan disebabkan karena ibu bersalin

beranggapan bahwa kolostrum diberikan 3 4 jam setelah

lahir, jika ibu ada kesempatan, atau ibu tidak tahu kapan

kolostrum diberikan, jika hal tersebut terjadi secara otomatis

ASI eksklusif tidak dapat terwujud. Menurut penelitian yang


63

dilakukan oleh Tri Tahayuningsih (2005) menyatakan bahwa

tingkat pengetahuan ibu berpengaruh positif pada frekuensi dan

pola pemberian ASI. Di mana hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan

pemberian ASI pada bayi.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu

ASI dengan pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. Hal ini

berarti tingkat pengetahuan ibu memberikan konstribusi yang

berarti bagi ibu dalam memberikan ASI pada bayi sejak baru

lahir. Apabila seorang ibu bersalin memiliki tingkat pengetahuan

yang cukup tentang ASI dengan berbagai komponennya, maka

ibu akan lebih tergerak untuk memberikan ASI pada bayinya

sejak baru lahir dengan benar hingga mencapai usia maksimal

2 tahun dan khsusnya emberian ASI eksklusif hingga mencapai

umur 6 bulan.. Sebaliknya apabila ibu bersalin memiliki tingkat

pengetahuan rendah, maka ibu cenderung memberikan ASI

sesuai dengan apa yang ia ketahui dan diyakininya secara

turun temurun.

b. Hubungan antara Sikap Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif

pada Bayi

Sikap merupakan respon individu yang dapat

mempertinggi semngt seseorang dalam bvertindak, namun


64

demikian respons tersebut masih bias bersifat negatif ataupun

positif. Jika seseorang member respons secara positif terhadap

suatu aspek tingkat laku diharapkan akan melakukan tindakan

yang positif pula, sebaliknya jika seseorang merespons secara

negatif, maka dia cenderung tidak akan melakukan sesuatu

yang positif pula (Notoatmodj0, 2003).

Secara univariat diperoleh gambaran bahwa dalam

prakteknya memang ibu dari bayi yang menjadi sampel dalam

penelitian ini belum menunjukkan sikap positif terhadap

pemberian ASI eksklusif. Hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sikap

ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi baru. Hal ini

berarti sikap yang positif memberikan kontribusi berarti bagi ibu

dalam memberikan ASI pada bayi tanpa makan atau minuman

lain hingga umur 6 bulan. Apabila seorang ibu sikap yang

cukup terhadap pemberian ASI eksklusif maka ia akan lebih

tergerak untuk memberikan ASI tanpa alasan apapun terhadap

abyinya. Sebaliknya apabila ibu memiliki sikap positif yang

kurang, maka akan cenderung memberikan ASI kurang benar

pada bayinya.

c. Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Pemberian ASI

Eksklusif.

Status gizi merupakan aspek penting dalam menjamin


65

kelangsungan hidup individu, karena staus gizi yang cukup

akan menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan fisiologi

maupun bio kimia tubuh untuk menjalankan kehidupan dalam

menjamin keseimbangan dan homeostasis sehingga dapat

mencapai kondiisi kesehatan yang baik pula, termasuk seorang

wanita dalam masa hamil, melahirkan, hingga kesiapannya

memenuhi kodratnya sebagai seorang wanita untuk

memberikan kehidapan terhadap anaknya di awal

kehidupannya.

Gizi yang cukup bagi seorang wanita pada masa laktasi

akan menunjang dalam produski ASI yang cukup, walaupun

pada praktiknya belum semuanya wanita pada masa tersebut

memanfaatkannya secara maksimal. Hasil analisis secara

univariat menunjukkan bahwa sebagian besar dari ibu

mempunyai gizi yang cukup yakni 55 orang (63,2%) dan yang

memberikan ASI secara eksklusif sebanyak 44 orang (80.)%

yang memberikan ASI secara eksklusif, sebaliknya 32 orang

yang status gizinya kurang, terdapat 23 (71,9%) yang

memberikan ASI secara eksklusif. Kenyataan tersebut rupanya

menunjukkan bahwa ibu yang status gizinya cukup maupun

yang status gizinya kurang bukan menjadi dasar untuk

diberikan atau tiaknya ASI secara eksklusif pada bayinya.


66

Hasil analisis bivariat ternyata menunjukkan bahwa

secara statistik tidak ada hubungan positif yang signifikan

antara status gizi ibu dengan pemberian ASI secara eksklusif

pada bayi. Hal ini berarti bahwa status giizi ibu yang baik belum

dapat menjamin bagi seorang ibu untuk memberikan ASI

secara eksklusif pada bayinya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Soetjiningsih bahwa gizi yang baik yang dimiliki seorang ibu

dapat menjamin produksi ASI yang cukup, namun tidak dapat

menjamin diberikannya secara eksklusif pada bayi, karena hal

itu semuanya ditentukan sejauhmana pengetahuan dan

kesadaran mereka untuk menilai kepentingan tersebut.


67

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif bayi di

Puskesmas Lamuru Kabupaten Bone , maka penulis dapat

mengemukakan beberapa kesimpulan antara lain:

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan

ibu bersalin dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi.

2. Ada hubungan positif yang signifikan antara sikap ibu dengan

pemberian ASI eksklusif pada bayi.

3. Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara status gizi ibu

dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dan sebagai solusi yang mungkin

dapat ditempuh dalam upaya memecahkan masalah yang ada

tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Puskesmas

Lamuru Kabupaten Bone , maka peneliti menyarankan :

1. Bagi ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup tetapi

tidak memberikan ASI secara eksklusif dengan pada bayi, perlu

diyakinkan kembali tentang pentingnya pemberian ASI secara

eksklusif oleh bidan dan keluarga. Sedangkan bagi ibu yang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang senantiasa diberikan


68

informasi tentang pemberian ASI secara eksklusif dengan

berbagai kepentingannya.

2. Bagi ibu yang mempunyai sikap yang cukup tetapi tidak

memberikan ASI secara eksklusif dengan pada bayi, perlu

diyakinkan kembali tentang pentingnya pemberian ASI secara

eksklusif oleh bidan dan keluarga. Sedangkan bagi ibu yang

mempunyai sikap yang kurang senantiasa diberikan informasi

tentang pemberian ASI secara eksklusif dengan berbagai

kepentingannya, sehingga mereka dapat merspons secara positif

dan bijaksana dalam hal pemberian ASI.

3. Diharapkan komitmen penuh dari bidan agar setiap menolong

persalinan senantiasa membantu para ibu untuk memberikan ASi

yang lebih dini dan menerapkan insiasi menyusu dini untuk

membentuk perilaku awal dalam pemberian ASI baik bagi mereka

dengan status gizi yang cukup maupun yang status gizinya

kurang.

4. Perlunya penelitian lanjut tentang pemberian ASI secara ekskluasif

dengan melihat aspek lain yang belum termasuk dalam penelitian

ini.
69

DAFTAR PUSTAKA

Agus Triwinarti, et al, 2006. Kegagalan tumbuh Kembang bayi Usia 0-9
bulan, Jakarta.

Anonim, 2002.Pelatihan Konselor Lactasi St Carolus Jakarta

Anonim, 2010 Air Susu Ibu 20 Kali Lebih Hebat. (online)


http://www.bayisehat.com. Diakses tanggal 10 September 2012.

Anonim, 2010, Komposisi zat Gizi Kolostrum, ASI dan PASI.


http:florakilapong.multiply.com, Diakses tanggal 10 september
2012.

Arifin Siregar, 2007. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya ,Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2002, Strategi Nasional Peningkatan


Pemberian Air Susu Ibu Sampai Tahun 2005, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2005, Manajemen Laktasi Buku Pedoman


Bagi Bidan Dan Petugas Kesehatan Di Puskesmas, Jakarta.

DepKes R.I, 2001. Buku Panduan Manajemen Laktasi : Dit Gizi


Masyarakat,Jakarta.

Evy Rachmawati, 2006, ASI ekslusif Demi sang Anak. Jakarta

Hubertin Sri Purwanti, 2004. Konsep Penerapan ASI Ekslusif, EGC


Jakarta.

Lamesoshow et al,1997. Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan,


Yogyakarta.

Muhammad Arifin Siregar, 2007.Hasil Penelitian Pemberian ASI ekslusif


dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hasil Penelitian Yang
dipublikasikan.Universitas Sumatera Utara.

Purwanti, H.S. 2004, Konsep Penerapan ASI Eksklusif, EGC, Jakarta.

Riordan, J. dan Kathleen, G. 2000, Buku Saku Menyusui Dan Laktasi,


EGC, Jakarta.
70

Roesli, U. 2008, Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif, Pustaka bunda,
Jakarta.

Sidi, S. P. dkk. 2003, Manajemen Laktasi, Perkumpulan Perinatologi


Indonesia, Jakarta.

Siswono, 2005. ASI, Hak Anak yang Terkikis, Jakarta.

Soekidjo Natoadmodjo, 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan, Jakarta.

Soekidjo Natoatmodjo,2005.Promosi Kesehatan, Jakarta.

Soetjiningsih, 1997, ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, EGC,


Jakarta.

Suryani, D. 2008, ASI Antara Kewajiban dan Kebutuhan, Majalah Bidan


Vol XII/No. 02/Thn 2008, Jakarta.

Utami Rusli, 2005. Hasil Penelitian Hidup ASI Ekslusif. Hasil Penelitian
Yang Dipublikasikan, Jakarta.

Welford, H. 2008, Menyusui Bayi Anda, cetakan kedua PT Dian Rakyat,


Jakarta.

Verralls, S. 2003, Anatomi Dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan, edisi


3, EGC, Jakarta.

Willy F Marimis, 2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan, Jakarta.

Yekti Widodo, 2003.Pertumbuhan bayi 0-4 bulan yang Mendapat ASI


ekslusif dan Makanan Pendamping, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai