Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU, DUKUNGAN TENAGA


KESEHATAN DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAHYAMAJU LEMPUING OKI
TAHUN 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjanan


Kebidanan Pada Fakultas Kebidanan dan Keperawatan Program Studi
SI Kebidanan Universitas Kader Bangsa Palembang

OLEH:
NAMA : EMA YULIANA
NIM : 19251034P

YAYASAN KADER BANGSA UNIVERSITAS KADER BANGSA


PALEMBANG FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SI KEBIDANAN TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air susu ibu merupakan sumber nutrisi terbaik yang dapat meningkatkan

kesehatan ibu dan anak. Pemberian ASI pada bayi sangat penting terutama

dalam periode awal kehidupan, oleh karena itu bayi cukup diberi ASI secara

eksklusif selama 6 bulan pertama tanpa menambahkan dan/atau mengganti

dengan makanan atau minuman lain. Proses menyusui segera setelah melahirkan

juga membantu kontraksi uterus sehingga mengurangi kehilangan darah ibu

pada masa nifas. (Badan Pusat Statistik, 2017).

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator dalam

melihat keberhasilan tingkat kesehatan ibu dan bayi. Data WHO (Wordl Helath

Organization) menunjukkan angka kematian bayi (AKB) di negara Asia

Tenggara terendah adalah Singapura (2,26), disusul Malaysia (6,65), Thailand

(7,80), Brunei Darussalam (9,83), dan Vietnam (16,50). Berdasarkan data

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), angka kematian bayi di Indonesia pada 2019

lalu adalah 21,12/1000KH. Angka ini menurun dari catatan pada 2018 ketika

angka kematian bayi di Indonesia masih mencapai 21,86/1000KH atau pada 2017

yang mencapai 22,62/1000KH(Mawaddah, 2018).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa secara global rata-

rata angka pemberian ASI eksklusif di dunia pada tahun 2017 hanya sebesar 38%,

WHO menargetkan pada tahun 2025 angka pemberian ASI eksklusif pada usia 6
bulan pertama kelahiran meningkat setidaknya 50%. . WHO pada tahun 2017 juga

menyebutkan pemberian air susu ibu secara eksklusif mampu meningkatkan

kekebalan bayi sehingga dapat memperkecil kemungkinan kematian pada bayi.

Pemberian ASI eksklusif diperlukan pada enam bulan pertama

kehidupan yang mengandung banyak gizi serta tidak terkontaminasi oleh zat

apapun. Pengenalan makanan secara dini yang disiapkan tidak higienis dan

memiliki kandungan gizi serta energi yang rendah dapat menyebabkan anak

mengalami kekurangan gizi dan terinfeksi oleh hal-hal yang lain, sehingga anak

tersebut mempunyai daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit.

(Kemenkes RI, 2017)

Perempuan di Indonesia 96% menyusui anak mereka namun hanya 42%

yang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Target capaian cakupan ASI

eksklusif Indonesia dalam renstra tahun 2015 adalah sebesar 39%. Pada tahun

2017 hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan

presentasi cakupan ASI eksklusif pada bayi usia 0 sampai dengan 6 bulan

35,73%. Riskesdas (2018) melaporkan di Indonesia proporsi pemberian ASI

pada bayi dan anak usia 0 sampai 5 bulan sebesar 37,3%.5 Upaya pemerintah

untuk melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif

maka PP Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif,6 peraturan ini

melaksanakan ketentuan pasal 129 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan. (Kemenkes RI, 2017)


Target dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra)

mengenai ASI eksklusif tahun 2017–2018 yaitu 44%, di Indonesia terdapat lima

provinsi yang belum mencapai target Renstra. Secara nasional, cakupan bayi

yang mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33%, persentase tertinggi cakupan

pemberian ASI eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%),

sedangkan persentase terendah terdapat pada Papua 15,32%. (Kemenkes, 2018)

Pada data Dinas Kesehatan Kota Palembang didapat jumlah bayi dengan

usia 0 - 6 bulan yang mendapat ASI ekslusif pada bulan September tahun 2019

berjumlah 214 (73,79%) dengan sasaran bayi 0-6 bulan yang berjumlah 290.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2019

terdapat 41/100KH, salah satu dari 10 penyebab nya adalah diare (Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2020)

Berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas Cahyamaju Lempuing

OKI tahun 2019 didapatkan, dari 116 orang ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan

hanya 56,9% (66 orang) yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi sebesar 43,1%

(50 orang). Namun, berdasarkan studi awal peneliti yang dilakukan di desa

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI tahun 2020, diperoleh data dari 240

orang ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan hanya 17,5% (42 orang) yang

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Sedangkan ibu yang tidak

memberikan ASI eksklusif pada bayi sebesar 82,5% (198 orang). Hal tersebut
masih sangat jauh dari target nasional pemberian ASI eksklusif di Indonesia

yaitu 80%.

Dalam menyusui banyak ibu yang gagal, salah satu penyebabnya

kegagalan menyusui karena ibu kurang percaya diri sewaktu menyusui bayi nya.

Hal ini dapat mengakibatkan produksi ASI menjadi sedikit. Lambatnya sistem

kerja hormon oksitosin dapat dipengaruhi oleh ibu yang kurang percaya diri dan

selalu merasa ragu (Amalia, 2010). Banyak faktor yang menyebabkan cakupan

ASI rendah dan belum sesuai target nasional di Indonesia. Ibu yang bekerja,

dukungan suami, pengetahuan dan perilaku ibu serta peran tenaga kesehatan

yang rendah dapat menghambat praktik ASI Eksklusif (Saleh, 2011).

Pemerintah sudah mengeluarkan aturan guna mendukung Program ASI

eksklusif yaitu Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI

Eksklusif dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2013 tentang Tata Cara

Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau memerah. Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 49 ayat (2) berbunyi perempuan

berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan

atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau

kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksinya. Hak pekerja perempuan

yang berhubungan dengan fungsi reproduksi lainnya yaitu hak cuti haid, hak cuti

melahirkan atau keguguran, hak untuk menyusui atau ruang untuk mengambil

ASI (Anasari, 2016).


Dalam UU Nomor 36 tahun 2009 Pasal 128 ayat 1 dan 2, menyatakan

bahwa setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan

selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Selama pemberian air susu

ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus

mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas

khusus. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United

Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)

membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan

kepada bayinya. Berdasarkan Riskesdas (2013), sesudah umur 6 bulan, bayi baru

dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu tetap memberikan

ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun.

Perilaku pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal dan

ekskternal. Menurut Notoatmodjo (2016), perilaku merupakan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat

diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan

dipelajari. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya prilaku dapat

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor Intern

meliputi pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi motivasi dan sebagainya.

Sedangkan faktor ekstern seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan

dan sebagainya.

Faktor internal (karakteristik) ibu adalah segala sesuatu yang berasal dari

ibu, yang terdiri dari usia, persepsi, pengetahuan, dan perkerjaan ibu. Usia akan
mempengaruhi kemampuan dan kesiapan diri ibu dalam melewati masa

menyusui. Sehingga ibu dengan usia 18 tahun berbeda dalam melewati masa

menyusui dibandingkan dengan ibu yang berusia 40 tahun (Marlitalia, 2017).

Persepsi yang salah mengenai ASI eksklusif dapat mempengaruhi pemberian

ASI eksklusif. Misalnya adalah produksi ASI yang tidak mencukupi. Alasan ini

merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Dalam

hal ini ibu merasa bahwa ASI-nya kurang, dengan berbagai keluhan seperti

payudara mengecil, ASI menjadi lebih encer, bayi lebih sering menangis dan

lebih sering minta disusui (Walyani, 2015). Pengetahuan ibu yang kurang

mengetahui dan memahami tata laksana laktasi yang benar juga akan

mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi. Misalnya, pentingnya

memberikan ASI, bagaimana ASI keluar, bagaimana posisi menyusui dan

perlekatan yang baik sehingga ASI dapat keluar dengan optimal (Astutik, 2016).

Faktor ekskternal ibu adalah segala sesuatu yang berasal di luar diri ibu,

seperti dukungan suami dan tenaga kesehatan. Faktor-faktor tersebut sangat

mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi. Sehingga jika salah satu

faktor tersebut tidak teraplikasikan dengan baik dan benar pada ibu menyusui,

maka hal tersebut akan mempengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif pada

bayi (Maritalia, 2017).

Dukungan suami yang baik kepada ibu akan membantu keberhasilan

pemberian ASI eksklusif. Dukungan suami akan membuat ibu merasa tenang
sehingga memperlancar produksi ASI. Ayah membantu ibu agar bisa menyusui

dengan nyaman sehingga ASI yang dihasilkan maksimal (Khasanah, 2013).

Dukungan tenaga kesehatan juga berperan dalam menunjang pemberian

ASI eksklusif. Bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik

dan mencegah masalah-masalah umum terjadi. Misalnya dengan tidak

memberikan makanan atau minuman lain kepada bayi baru lahir selain ASI,

kecuali ada indikasi medis yang jelas. Sehingga jika dukungan suami dan bidan

tidak dilaksanakan dengan benar, hal tersebut dapat menjadi penyebab

rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. (Heryani, 2012)

Sebagian besar wanita bekerja mencari nafkah di luar rumah serta sering

meninggalkan keluarga untuk beberapa jam setiap harinya sehingga

mengganggu proses menyusui bagi mereka yang baru bersalin. Sebagai tuntutan

hidup di Kota besar, dimana semakin terdapatnya kecenderungan peningkatan

jumlah istri yang aktif bekerja di luar rumah untuk membantu upaya

peningkatan pendapatan keluarga. Tenaga kerja perempuan yang meningkat

menjadi salah satu kendala dalam mensukseskan program ASI Eksklusif, hal ini

karena cuti melahirkan hanya 12 minggu, dimana 4 minggu diantaranya sering

diambil sebelum melahirkan. Ibu yang bekerja hanya dapat mendampingi

bayinya secara intensif selama 2 bulan, termasuk dalam menyusui bayinya.

Setelah itu, ibu harus kembali bekerja dan sering ibu terpaksa berhenti meyusui.

(Nugroho, 2011)
Dan berdasarkan penelitian Ardhita (2012), dari 64 ibu didapati ibu yang

bekerja dan tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 37 ibu (57,8%) dan ibu

yang bekerja dan memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 27 ibu (42,2%).

Banyaknya hambatan dalam tercapainya penerapan kebijakan mengenai

pemberian ASI eksklusif yaitu Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012. Pada

kesempatan berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti jadi tertarik untuk

meneliti “Hubungan Dukungan Suami, Dukungan Tenaga Kesehatan dan

Pekerjaan Ibu Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas

Cahyamaju Lempuing OKI”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentikikasikan bahwa

masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan

dukungan suami, dukungan tenaga kesehatan dan pekerjaan ibu terhadap

pemberian ASI eksklusif. Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi

salah satu upaya untuk keberhasilan ASI eksklusif.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk memperjelas pembatasan

masalah ini maka hubungan karakteristik ibu dan dukungan sosial terhadap

pemberian ASI eksklusif yang terdiri dari :

a. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI


b. Target dalam penelitian ini adalah ibu menyusui dan ibu yang memiliki bayi

usia > dari 6 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI

c. Hanya hubungan antara dukungan suami, dukungan tenaga kesehatan, dan

pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut

maka penelitian dalam penulisan skripsi ini yang dapat dibahas adalah :

1.4.1 Secara Simultan

a. Apakah variabel dukungan suami berpengaruh secara simultan

terhadap pemberian ASI eksklusif di…tahun….

b. Apakah variabel dukungan tenaga kesehatan berpengaruh secara

simultan terhadap pemberian ASI eksklusif di …tahun….

c. Apakah variabel pekerjaan ibu berpengaruh secara simultan terhadap

pemberian ASI eksklusif di.. tahun….

d. Tambahkan factor lainnya

1.4.2 Secara Parsial

a. Apakah variabel dukungan suami berpengaruh secara parsial

terhadap pemberian ASI eksklusif

b. Apakah variabel dukungan tenaga kesehatan berpengaruh secara

parsial terhadap pemberian ASI eksklusif


c. Apakah variabel pekerjaan ibu berpengaruh secara parsial terhadap

pemberian ASI eksklusif

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui “Hubungan Karakteristik Ibu dan Dukungan Sosial

Terhadap Pemberian ASI Ekslusif Pada Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021”

1.5.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan dukungan suami terhadap pemberian

ASI eksklusif pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021

b. Untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap

pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Wilayah Kerja

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021

c. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI

Eksklusif pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021

d. Tambahkan variable lainnya ..

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1. Secara Teoritis


Informasi hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi tambahan

informasi dan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

penerapannya bagi masyarakat, khususnya ibu menyusui, dan tenaga

kesehatan dalam memahami hubungan karakteristik ibu dan dukungan

sosial dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Wilayah

Kerja Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI.

1.6.2. Secara Praktis

1. Bagi Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI

Data atau informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI dalam mengambil kebijakan

lebih lanjut dalam meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.

2. Bagi Rektor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan bagi institusi untuk pengembangan pendidikan di masa

yang akan datang dan menambah literatur perpustakaan Universita

Kader Bangsa Kota Palembang.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan

pengalaman bagi penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASI (Air Susu Ibu)

2.1.1. Pengertian ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa

dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kelenjar mammae ibu, dan

berguna sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). Menurut Who Health

Organization (WHO), ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan

cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, atau makanan tambahan lain

sebelum mencapai usia enam bulan (Astutik, 2016). ASI eksklusif atau lebih tepat

pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,

sejak usia 30 menit post natal (setelah lahir) sampai usia 6 bulan, tanpa tambahan

cairan lain seperti: susu formula, sari buah, air putih, madu, air teh, dan tanpa

tambahan makanan padat seperti buah-buahan, biskuit, bubur susu, bubur nasi dan

nasi tim (Walyani, 2015).

2.1.2. ASI Menurut Stadium Laktasi

Dalam Astutik (2016), ASI menurut stadium laktasi dibagi menjadi 3


stadium, yaitu adalah sebagai berikut :

a. Kolostrum

Merupakan cairan piscous kental dengan warna kekuning-kuningan dan lebih

kuning dibandingkan susu yang matur. Kolostrum juga dikenal dengan cairan

emas yang encer berwarna kuning (dapat pula jernih) dan lebih menyerupai sel

darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Sedangkan menurut Pollard

(2016), kolostrum merupakan suatu cairan kental berwarna kuning/jingga yang

sangat pekat, tetapi terdapat dalam volume yang kecil pada hari-hari awal.

Kolostrum diproduksi sejak kira- kira minggu ke-16 kehamilan (laktogenesis I)

dan siap untuk menyongsong kelahiran. Oleh karena itu, kolostrum harus

diberikan pada bayi. Kolostrum dapat melapisi usus bayi dan melindunginya

dari bakteri.

Kolostrum disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai

ketiga atau keempat. Pada awal menyusui, kolostrum yang keluar mungkin

hanya sesendok teh saja. Pada hari pertama pada kondisi normal, produksi

kolostrum sekitar 10-100 cc dan terus meningkat setiap hari sampai sekitar 150-

300 ml/24 jam.

Kolostrum mengandung zat antiinfeksi 10-17 kali lebih banyak

dibandingkan ASI matur. Komposisi dari kolostrum dari hari ke hari selalu

berubah-ubah. Rata-rata mengandung protein 8,5%, lemak 2,3%, karbohidrat

3,5%, curpusculum colostrums, garam mineral (K, Na dan Cl) 0,4%, air 85,1%,

leukosit sisa-sisa epitel mati dan vitamin yang larut dalam lemak.
b. Air Susu Masa Transisi (Peralihan)

ASI peralihan adalah air susu yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum menjadi ASI yang matang/matur. Ciri dari air susu pada masa peralihan

adalah sebagai berikut :

1. Disekresi ASI dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi. Teori lain

mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai

minggu ke-5.

2. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin

tinggi.

3. Volume ASI juga akan makin meningkat dari hari ke hari sehingga pada

waktu bayi berumur tiga bulan dapat diproduksi kurang lebih 800 ml/hr.

c. Air Susu Matang (Matur)

Ciri dari air susu matur adalah sebagai berikut :

1. ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya. Komposisinya relatif

konstan. Ada pula yang mengatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan

baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.

2. Pada ibu yang sehat, produksi ASI untuk bayi akan tercukupi. Hal ini

dikarenakan ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan

cukup untuk bayi sampai usia enam bulan.

3. Cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari

garam Ca-caseinant, riboflavin dan karoten yang terdapat di dalamnya

(Astutik, 2016).
4. Tidak menggumpal jika dipanaskan.

5. Air susu yang mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut

foremilk :

a) Foremilk lebih encer.

b) Foremilk mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi

laktosa, gula, protein, mineral dan air.

6. Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindmilk.

c) Hindmilk kaya akan lemak dan nutrisi.

d) Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat kenyang.

7. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik foremilk

maupun hindmilk.

8. Komposisi foremilk (ASI permulaan) berbeda dengan hindmilk (ASI paling

akhir).

9. Volume ASI matur 300-850 ml/24 jam.

Terdapat antimikrobakterial faktor, yaitu :

a) Antibodi terhadap bakteri dan virus.

b) Sel (fagosile, granulosil, makrofag, lomfosil tipe-T).

c) Enzim (lisozim, lactoperoxidese).

d) Protein (laktoferin, B12 Ginding Protein)

e) Faktor resisten terhadap terhadap Staphylococcus.

f) Complement (C3 dan C4).


2.1.3. Kandungan ASI

Menurut Pollard (2016), ASI berisi banyak unsur atau zat yang

memenuhi kebutuhan individu walaupun terjadi kemajuan teknologi, ASI

tidak dapat digantikan secara akurat oleh susu buatan; ASI sering kali disebut

sebagai cairan kehidupan (“living fluid”). ASI mengandung air, lemak,

protein, karbohidrat elektrolit mineral serta immunoglobulin.

a. Lemak

Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak, yaitu sekitar 50%

kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5-4,5%.

Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah dicerna oleh bayi

karena terdiri dari butiran-butiran trigliserid yang mudah dicerna dan

diserap bayi. Kandungan trigliserida dalam lemak ASI sebanyak 98%

dari seluruh lemak susu ibu.

Kadar lemak ASI matur dapat berbeda menurut lama menyusui.

Pada permulaan menyusu (lima menit pertama) disebut foremilk yang

kadar lemak ASI rendah (1-2 g/dl) dan lebih tinggi pada hindmilk, yaitu

ASI yang dihasilkan pada akhir menyusu (15-20 menit). Kadar lemak

hindmilk bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan dengan foremilk.

b. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang kadarnya

paling tinggi dibandingkan susu mamalia lain (7%). Laktosa mudah

diurai menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim lactase yang
sudah ada dalam saluran pencernaan sejak lahir. Laktosa mempunyai

manfaat lain yaitu meningkatkan absorbsi kalsium dan merangsang

pertumbuhan Lactibasillus bifidus.

c. Protein

Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar protein

sebesar 0,99% dan sebesar 60% di antaranya whey yang lebih mudah

dicerna dibandingkan kasein (protein utama susu sapi). Selain mudah

dicerna, dalam ASI terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat

dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk

pertumbuhan somatik sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak.

d. Garam dan Mineral

ASI mengandung mineral lengkap. Kadarnya relatif rendah,

tetapi cukup untuk bayi sampai usia enam bulan. Total mineral selama

laktasi adalah konstan, tetapi beberapa mineral yang spesifik kadarnya

tergantung pada diet dan stadium laktasi. Besi dan kalsium paling stabil

karena tidak dipengaruhi oleh diet ibu.

Garam organik yang terdapat dalam ASI terutama adalah

kalsium, kalium, serta natrium dari asam klorida dan fosfat. Dan juga

mengandung bahan pembuat darah, yaitu tembaga, besi dan mangan.

Kalsium dan fosfor merupakan bahan pembentuk tulang yang kadarnya

dalam ASI cukup. Seng diperlukan untuk tumbuh kembang, sistem


imunitas, dan pencegahan penyakit tertentu seperti penyakit yang

mengenai kulit serta saluran pencernaan yang berakibat fatal

(Akrodermatittis enteropatika).

Bayi yang mendapatkan ASI akan terhindar dari penyakit ini

dikarenakan ASI cukup mengandung seng.

Kadar garam dan mineral yang rendah dalam susu diperlukan

oleh bayi baru lahir karena ginjal belum dapat mengonsentrasikan air

kemih yang baik. Bayi yang mendapat susu sapi atau susu formula yang

tidak dimodifikasi dapat menderita otot kejang (tetani) karena

hipokalsemia. Hal ini dikarenakan kadar kalsium dalam susu sapi lebih

rendah dibandingkan ASI, sedangkan kadar fosfor jauh lebih tinggi

sehingga menganggu penyerapan kalsium dan magnesium.

ASI dan susu sapi mengandung zat besi dalam kadar yang tidak

terlalu tinggi, tetapi zat besi dalam ASI lebih mudah diserap dan lebih

banyak (> 50%).

e. Vitamin

ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi, di

antaranya vitamin D, E, dan K. Vitamin E terdapat pada kolostrum,

vitamin K diperlukan sebagai katalisator dalam proses pembekuan darah

dan terdapat dalam ASI dalam jumlah yang cukup, serta mudah diserap.

ASI juga mengandung vitamin D, tetapi bayi prematur atau bayi yang
kurang mendapat sinar matahari dianjurkan pemberian suplementasi

vitamin D (Astutik, 2016).

2.1.4. Manfaat ASI Eksklusif

Walyani dan Purwoastuti (2015), ASI ekskusif memiliki banyak manfaat

terutama bagi bayi dan ibu. Manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ibu adalah

sebagai berikut :

a) Manfaat Bagi Bayi

1. ASI sebagai nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang

seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI

adalah makanan yang paling sempurna baik kualitas maupun

kuantitasnya. Melalui penatalaksanaan menyusui yang benar, ASI

sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh

bayi normal sampai usia 6 bulan.

2. ASI sebagai kekebalan

ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi baru lahir secara

alamiah mendapatkan zat kekebalan dari ibunya melalui plasenta,

tetapi kadar zat kekebalan dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar

zat tersebut akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir,

padahal bayi sampai usia beberapa bulan tubuh belum dapat

membentuk sendiri zat kekebalan secara sempurna. Oleh karena itu,


kadar zat kekebalan di dalam tubuh bayi menjadi rendah. Hal ini akan

tertutupi jika bayi mengkonsumsi ASI. ASI mengandung zat

kekebalan yang akan melindungi bayi dari bahaya penyakit dan

infeksi, seperti : diare, infeksi telinga, batuk pilek dan penyakit alergi

(Roesli, 2000; Depkes 2001). Angka morbiditas dan mortalitas bayi

yang diberi ASI Eksklusif lebih kecil dibandingkan bayi yang tidak

mendapatkan ASI Eksklusif.

3. ASI meningkatkan kecerdasan bayi

Bulan-bulan pertama kehidupan bayi sampai dengan usia 2 tahun

adalah priode di mana terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat.

Periode ini tidak akan terulang lagi selama masa tumbuh kembang

anak. Pertumbuhan otak adalah faktor utama yang mempengaruhi

perkembangan kecerdasan. Sementara itu pertumbuhan otak sangat

dipengaruhi oleh nutrisi yang diberikan dari segi kualitas dan

kuantitasnya. Nutrisi utama untuk pertumbuhan otak antara lain :

Taurin, Lactosa, DHA, AA, Asam Omega-3, dan Omega-6. Semua

nutrisi yang dibutuhkan tersebut, bisa didapatkan dari ASI.

4. ASI meningkatkan jalinan kasih sayang

Pada waktu menyusu, bayi berada sangat dekat dalam dekapan

ibunya. Semakin sering bayi berada dalam dekapan ibunya, maka bayi

akan semakin merasakan kasih saying ibunya. Ia juga akan merasa

aman, tentram dan nyaman terutama karena masih dapat mendengar


detak jantung ibunya yang telah dikenalnya sejak dalam kandungan.

Perasaan yang terlindungi dan disayangi inilah yang akan menjadi

dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk ikatan yang erat

antara ibu dan bayi.

Selain 4 manfaat pokok di atas, ada beberapa manfaat lain

pemberian ASI bagi bayi yaitu ASI mudah dicerna karena mengandung

enzim pencernaan sehingga bayi tidak mengalami obstipasi (sembelit), dan

ASI tidak memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna. ASI juga

menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang mendapatkan ASI

eksklusif akan lebih cepat bisa berjalan, membantu pembentukan rahang,

meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, mencegah obesitas

(kegemukan) pada bayi, dan mencegah anemia akibat kekurangan zat besi.

Selain itu ASI mengurangi risiko terkena penyakit diabetes, kanker pada

anak, dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.

b) Manfaat Bagi Ibu

1. Mengurangi perdarahan dan anemia setelah melahirkan serta

mempercepat pemulihan rahim ke bentuk semula.

Menyusui bayi segera setelah melahirkan akan meningkatkan kadar

oksitosin di dalam tubuh ibu. Oksitosin berguna untuk proses

konstriksi/penyempitan pembuluh darah di rahim sehingga

perdarahan akan lebih cepat berhenti pada ibu postpartum, sehingga


kemungkinan terjadinya perdarahan dapat berkurang.

2. Menjarangkan kehamilan.

Menyusui/memberikan ASI pada bayi merupakan cara kontrasepsi

alamiah yang aman tanpa alat kontrasepsi apapun sampai ibu belum

mendapatkan menstruasi, murah dan cukup efektif, disebut juga

dengan Metode Amenorhoe Laktasi (MAL).

3. Lebih cepat kembali ke berat badan semula.

Menyusui memerlukan energi yang besar. Tubuh ibu akan

mengambil sumber energi dari lemak-lemak yang tertimbun selama

hamil terutama di bagian paha dan lengan atas, sehingga berat badan

ibu menyusui akan lebih cepat kembali ke berat badan semula.

4. Mengurangi kemungkinan menderita kanker.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan

mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara dan akan

mengurangi resiko ibu terkena penyakit kanker indung telur.

5. Lebih ekonomis dan murah.

ASI adalah jenis makanan yang bermutu tinggi yang murah dan

sederhana yang tidak memerlukan perlengkapan menyusui sehingga

dapat menghemat pengeluaran. Bayi yang diberi ASI eksklusif

mempunyai daya tahan tubuh yang kuat, sehingga bayi akan

terhindar dari berbagai penyakit dan infeksi. Hal tersebut akan

menghemat pengeluaran untuk biaya kesehatan ke dokter atau rumah


sakit.

6. Menghemat waktu, portabel dan praktis.

ASI dapat diberikan kapan saja, di mana aja, dan tidak perlu takut

persediaan habis. ASI juga mudah di bawa kemana-mana. Pada saat

berpergian tidak perlu untuk membawa peralatan membuat susu dan

alat listrik untuk memasak atau menghangatkan susu serta tidak

perlu takut basi karena ASI di dalam payudara ibu tidak akan pernah

basi.

7. Memberi kepuasaan kepada ibu

Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif pada bayinya akan

merasa puas, bangga dan bahagia yang mendalam.

c) Manfaat Bagi Keluarga

Dalam Astutik (2016), menjelaskan bahwa ASI juga memiliki

manfaat bagi keluarga dan negara di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Mudah Pemberiannya

Pemberian ASI tidak merepotkan seperti susu formula yang harus

mencuci botol dan mensterilkan karena sudah steril.

b. Menghemat biaya

Artinya ASI tidak perlu dibeli, karena bisa diproduksi oleh ibu sendiri

sehingga keuangan keluarga tidak banyak berkurang dengan adanya

bayi. Dan juga bayi dengan ASI akan menjadi lebih sehat dan jarang
sakit, sehingga menghemat pengeluaran keluarga dikarenakan tidak

perlu sering membawa ke sarana kesehatan.

d) Manfaat Bagi Negara

1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

Seperti yang dijelaskan di atas, ASI mengandung za-zat kekebalan

yang bisa melindungi bayi dari penyakit sehingga resiko kematian dan

kesakitan akan menurun.

2. Mengurangi subsidi untuk ke rumah sakit

Hal ini menyebabkan karena bayi jarang ke rumah sakit sehingga

menurunkan angka kunjungan ke rumah sakit yang tentunya

memerlukan biaya untuk perawatan.

2.1.5. Pemberian ASI Ditinjau dari Berbagai Aspek

Menurut Astutik (2016), pemberian ASI ditinjau dari empat aspek.

Aspek tersebut adalah sebagai berikut :

a. Aspek Biologis

Manusia termasuk jenis mamalia dan secara ilmiah seorang ibu yang

melahirkan akan mengahasilkan ASI. ASI dapat keluar sendiri atau

melalui isapan bayi, serta sangat bergantung pada keadaan emosi ibu.

Kolostrum merupakan salah satu kandungan ASI yang sangat penting

karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi.


b. Aspek Psikologis

Menyusui merupakan proses interaksi antara ibu dan bayi yang saling

memengaruhi. Hubungan interaksi ini paling mudah tercipta selama 12

jam pertama dan mulai terjalin sejak beberapa menit setelah

melahirkan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan agar bayi disusui sedini

mungkin, misalnya 30 menit setelah melahirkan. Proses menyusui

yang berjalan dengan baik akan memberikan kepuasan dan rasa aman

bayi bayi melalui kehangatan tubuh dan denyut jantung ibu.

c. Aspek Sosio-budaya

Di pedesaan, biasa terlihat bayi disusui ibunya setiap hari. Bahkan,

gadis-gadis sebelum menikah dan melahirkan anak dapat mengamati

serta mempelajari cara-cara menyusui. Dukungan masyarakat di

sekitarnya sangat membantu menyukseskan pemberian ASI sesudah

bayi dilahirkan. Adanya urbanisasi kiranya perlu diantisipasi sehingga

kebiasaan menyusui bayi tidak ditinggalkan oleh ibu-ibu muda yang

berada di kota.

d. Aspek Ekonomi

Di negara berkembang, masalah sanitasi dan kebersihan belum begitu

baik. Misalnya, terjadi kematian bayi yang tinggi ada hubungannya

dengan penggunaan susu botol. Meninggalkan ASI dan beralih kepada

susu botol sangat merugikan dari segi ekonomi kerena susu botol juga

harus dibeli.
2.1.6. Manajemen Laktasi

Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015), manajemen laktasi terdiri dari

perawatan payudara, cara menyusui yang benar dan langkah-langkah

menyusui yang benar.

a) Perawatan Payudara

Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat

payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancar

pemgeluaran ASI. Perawatan payudara adalah perawatan payudara setelah

ibu melahirkan dan menyusui agar ASI keluar dengan lancar. Perawatan

payudara sangat penting dilakukan selama hamil dan menyusui. Hal ini

dikarenakan payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang

merupakan makanan pokok bayi baru lahir sehingga harus dilakukan

sedini mungkin yaitu 1-2 hari setelah bayi lahir. Perawatan payudara

sebaiknya dilakukan dua kali sehari sebelum mandi.

Prinsip perawatan payudara adalah sebagai berikut :

1. Menjaga payudara agar tetap bersih dan kering terutama puting susu.

2. Menggunakan bra/BH yang menopang

3. Apabila terjadi puting susu yang lecet, oleskan kolostrum ASI yang

keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui

tetap dapat dilakukan dengan mendahulukan puting susu yang tidak

lecet. Namun jika puting susu termasuk kategori berat, maka ASI

dapat dikeluarkan atau diminumkan dengan sendok.


b) Cara Menyusui yang Benar

Teknik menyusui adalah salah satu cara pemberian ASI yang dilakukan

oleh seorang ibu kepada bayinya, demi mencukupi kebutuhan nutrisi bayi

tersebut. Posisi yang tepat bagi ibu untuk menyusui adalah duduk dengan

posisi yang enak atau santai, memakai kursi atau sandaran punggung dan

lengan. Dan menggunakan bantal untuk menjanggal bayi agar tidak

terlalu jauh dari payudara ibu. Beberapa faktor kunci dalam menyusui

dengan benar di antaranya sebagai berikut :

a. Waktu Menyusui

Waktu menyusui juga merupakan faktor kunci dalam menyusui

yang benar. Pada bayi baru lahir akan menyusu lebih sering, rata-rata

10-12 kali menyusu tiap 24 jam atau bahkan 18 kali. Menyusui on

demand adalah menyusui kapanpun bayi meminta atau dibutuhkan

oleh bayi (akan lebih banyak dari rata-rata menyusu). Menyusui on

demand merupakan cara terbaik untuk menjaga produksi ASI tetap

tinggi dan bayi tetap kenyang. Hal penting yang perlu diperhatikan

adalah bahwa sebaiknya setiap kali menyusui dengan durasi yang

cukup lama dan tidak terlalu sebentar, sehingga bayi menerima asupan

foremilk dan hindmilk secara seimbang.

Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena

sebab lain (buang air, kepanasan/kedinginan, atau sekedar ingin

didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit., sedangkan ASI dalam

lambung bayi akan kosong dalam waktu dua jam. Pada awalnya, bayi

tidak memiliki pola yang teratur dalam menyusu dan akan mempunyai

pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian.

b. Perlekatan

Perlekatan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut cara

bayi menahan puting susu dalam mulutnya. Ada dua cara untuk

apakah mulut bayi melekat pada puting susu ibu dengan benar atau

tidak yaitu sebagai berikut :

1. Jika mulut bayi melekat dengan benar, bibir bawah akan terlipat

ke bawah dan dagu akan mendekat ke payudara. Lidah

seharusnya ada di bawah payudara, aerola dan puting menempel

pada langit mulut bayi. Posisi ini memungkinkan bayi menghisap

secara efisien.

2. Seluruh puting dan aerola berada dalam mulut bayi. Posisi ini

memungkinkan bayi menekan sinus-sinus di bawah aerola dan

mengeluarkan ASI dan puting. Jika hanya puting yang masuk ke

mulut bayi, maka jumlah ASI yang dikeluarkan akan lebih sedikit

dan bayi harus menghisap lebih keras dan lebih lama untuk

memuaskan rasa laparnya.

Perlekatan yang kurang baik disebabkan karena hal sebagai berikut :

1. Menggendong bayi dalam posisi yang kurang benar.


2. Pemakaian baju ibu yang berlebihan.

3. Kemungkinan bayi tidak siap menyusu yang bisa dikarenakan

bayi bingung puting atau malas menyusu.

4. Adanya penyakit, baik pada ibu maupun bayi.

5. Tidak cukup privasi pada saat menyusui, misalnya di tempat

umum atau tempat kerja yang tidak disediakan pojok laktasi.

c) Langkah-langkah Menyusui yang Benar

Terdapat 9 langkah menyusui yang benar, diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Cuci tangan sebelum atau sesudah menyusui dengan sabun dan air

mengalir untuk membersihkan tangan dari kemungkinan adanya

kotoran, serta kuman yang dikhawatirkan bisa menempel pada

payudara atau bayi.

2. Masase payudara dimulai dari korpus menuju aerola sampai teraba

lemas/lunak.

3. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian oleskan

pada puting susu dan aerola sekitarnya. Cara ini mempunyai

manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga kelembapan puting susu.

4. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.

a. Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk, lebih baik

menggunakan kursi yang rendah agar kaki tidak tergantung


dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Macam-

macam posisi menyusui yang mudah dilakukan ibu adalah

posisi setengah duduk, berbaring miring, berbaring telentang,

duduk di kursi, duduk di tempat tidur dan posisi berdiri.

b. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada

lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan.

Kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi ditahan

dengan telapak tangan ibu.

c. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang

satunya lagi di depan badan ibu.

d. Perut bayi menempel di badan ibu dan kepala menghadap

payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).

e. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

f. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

5. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang

di bawah. Jangan menekan puting susu atau aerolanya saja.

a. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex)

dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau

menyentuh dengan sisi mulut bayi.

b. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi

didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta aerola


dimasukkan ke mulut bayi. Setelah bayi mulai menghisap,

payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.

6. Cara melepas isapan bayi yaitu dengan memasukkan jari

kelingking ibu ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi

ditekan ke bawah.

7. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting susu dan aerola sekitarnya, biarkan kering

dengan sendirinya.

8. Menyendawakan bayi dengan tujuan mengeluarkan udara dari

lambung bayi supaya bati tidak muntah (gumoh) setelah menyusu,

dengan cara menggendong bayi tegak dengan bersandar pada bahu

ibu kemudian punggung bayi ditepuk perlahan-lahan. Hal ini dapat

dilakukan juga dengan ditidurkan tengkurap di pangkuan ibu

kemudian punggung bayi ditepuk perlahan-lahan.

9. Periksa keadaan payudara, adakah perlukaan atau bendungan.

2.1.7. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

a) Perilaku Pemberian ASI Eksklusif

Perilaku pemberian ASI eksklusif adalah bayi termuda dalam keluarga

umur 0-6 bulan terakhir yang mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir

(Notoatmodjo, 2016). Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis

perilaku adalah konsep dari Lawrence Green sebagaimana dijelaskan oleh


Notoatmodjo (2016) bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu

predisposing, enabling dan reinforcing. Setiap faktor tersebut memiliki

pengaruh yang berbeda terhadap perilaku (Lestari, 2015).

1. Predisposing Factors atau Faktor Predisposisi

Merupakan faktor yang memberikan motivasi terhadap perilaku. Faktor

predisposisi diantaranya pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan dan

nilai. Umur, status ekonomi, jenis kelamin dan besarnya keluarga yang

merupakan variabel demografi juga merupakan faktor predisposisi,

namun variabel tersebut diluar pengaruh langsung terhadap program

pendidikan kesehatan.

2. Enabling Factors atau Faktor Pendukung

Merupakan faktor yang memungkinkan motivasi atau aspirasi untuk

direalisasikan. Faktor ini termasuk di dalamnya adalah skil personal dan

sumber-sumber seperti halnya dari komunitas. Beberapa sumber-

sumber yang termasuk dalam faktor pendukung ini adalah fasilitas

pelayanan kesehatan, sekolah, klinik dan lain-lain. Akses terhadap

sumber tersebut juga merupakan bagian dari faktor pendukung.

3. Reinforcing Factors atau Faktor Pendorong

Merupakan faktor yang memberikan dukungan untuk perilaku yang

dilakukan. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan positif

atau negatif tergantung pada perilaku setiap orang, beberapa orang bisa

lebih mempengaruhi yang lainnya.


Berdasarkan modifikasi Green dalam WHO, faktor yang mempengaruhi

pilihan ibu dalam pemberian ASI eksklusif adalah pengetahuan ibu, kondisi

kesehatan Ibu dan bayi, dukungan selama kehamilan, persalinan dan setelah

bersalin, dukungan suami, keluarga, teman dan tenaga kesehatan. Sedangkan

faktor keluarga, sikap, persepsi, budaya, pekerjaan dan kebijakan

internasional dan nasional serta promosi susu formula menjadi determinan

pokok pemberian ASI eksklusif.

Pemberian ASI eksklusif sangat penting, karena berpengaruh terhadap

perkembangan bayi dan anak balita. Perilaku pemberian ASI eksklusif

dipengaruhi oleh faktor internal dan ekskternal. Perilaku merupakan respon

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga

dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan

dipelajari. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya prilaku dapat

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor Intern

meliputi pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi motivasi dan sebagainya.

Sedangkan faktor ekstern seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan

dan sebagainya. Faktor internal yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif

adalah karakteristik ibu yang terdiri dari usia, persepsi, pengetahuan, dan

pekerjaan ibu. Sedangkan faktor ekskternal ibu adalah segala sesuatu yang

berasal di luar diri ibu, seperti dukungan suami dan tenaga kesehatan

(Maritalia, 2017).
b) Karakteristik Ibu

Terdapat empat karakteristik ibu yang mempengaruhi pemberian ASI

eksklusif, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Usia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, usia atau umur adalah

lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Semakin

cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berpikir dan bekerja. Umur ibu sangat menentukan

kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan

dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Ibu berumur

kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap dalam hal

jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, persalinan serta dalam

membina bayi yang dilahirkan. Ibu yang berusia 18 tahun akan berbeda

dalam melewati masa kehamilan, persalinan, nifas dan menyusui

dibandingkan dengan ibu yang sudah berusia 40 tahun (Maritalia, 2017).

2. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada

stimulus (Notoatmodjo, 2016). Dalam Pollard (2016), menemukan

bahwa salah satu alasan ibu yang paling umum ditemukan untuk berhenti

menyusui adalah persepsi ibu bahwa ASI-nya tidak cukup untuk


mengenyangkan bayinya. Persepsi yang salah mengenai ASI eksklusif

dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Akibat produksi ASI

yang tidak mencukupi, bayi mengalami ketidakpuasan setelah menyusui,

bayi sering menangis atau rewel, tinja bayi keras dan payudara tidak

terasa membesar. Alasan ini merupakan alasan utama para ibu untuk

tidak memberikan ASI eksklusif. Namun kenyataannya, ASI tidak akan

kurang. Sehingga timbul keinginan ibu untuk memberikan makanan

tambahan kepada bayinya yaitu susu formula.

Menurut Walyani (2015), ada berbagai keluhan yang dirasakan

ibu di antaranya seperti berikut :

a. Payudara tampak mengecil, lembek atau tidak penuh dan

merembes

b. ASI tampak berubah kekentalannya, yaitu menjadi lebih encer

c. Bayi lebih sering menangis dan lebih sering minta disusui,

terutama pada malam hari

d. Bayi lebih cepat menyusu dibandingkan sebelumnya

Hal-hal yang dapat menyebabkan masalah atau keluhan keluhan

tersebut dalam Heryani (2012) antara lain, sebagai berikut :

a. Faktor teknik menyusui, seperti masalah frekuensi, perlekatan,

penggunaan dot/botol, dan tidak mengosongkan payudara.

b. Faktor psikologi, seperti ibu merasa kurang percaya diri atau ibu

sedang stress.
c. Faktor fisik, seperti penggunaan kontrasepsi, ibu sedang hamil,

merokok dan kurang gizi

d. Faktor bayi, seperti bayi sedang sakit, abnormalitas atau kelainan

konginetal

Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara ibu dan bayinya

sehingga produksi ASI dapat meningkat dan bayi dapat menghisap

dengan efektif. Tenaga kesehatan mempunyai peran untuk melakukan

evaluasi dan pendekatan psikologis kepada ibu.

3. Pengetahuan

Notoatmodjo (2016) mengatakan, pengetahuan adalah hasil

pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek tertentu

melalui indra yang dimilikinya. Pengindraan panca indera manusia yaitu

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu

proses melihat dan mendengar. Selain itu proses pengalaman dan proses

belajar dalam pendidikan formal maupun informal. Menurut Lestari

(2015), pengetahuan adalah suatu proses mengingat dan mengenal

kembali objek yang telah dipelajari melalui panca indera pada suatu

bidang tertentu secara baik. Secara garis besar, pengetahuan dibagi dalam

6 tingkat di antaranya sebagi berikut :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang ada


sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubingan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu objek yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis

adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau

memisahkan, mengelompokkan, dan membuat diagram (bagan)

terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan sesoranguntuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis adalah


suatu kemampuan untuk menyusun formulasi dari formulasi-

formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suattu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua cara, yaitu

cara kuno dan modren. Cara kuno untuk memperolah pengetahuan

diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Cara coba salah (Trial and Error), cara ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba.

b. Cara kekuasaan atau otoritas, cara ini dapat bersumber dari

pemimpin pimpinan masyarakat baik formal dan informal, ahli

agama, lembaga pemerintahan dan berbagai prinsip atau orang

yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi, cara ini dapat digunakan sebgai

upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan


permasalahan yang dihadapi di masa lalu.

Sedangkan cara modern dalam memperoleh pengetahuan disebut

juga sebagai metode penelitian ilmiah atau sering disebut dengan

metodologi penelitian. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan

diukur dari subyek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang

ingin kita ketahui atau kita ukur. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif

dewasa ini cenderung rendah. Ibu kurang mengetahui dan memahami tata

laksana laktasi yang benar. Misalnya, pentingnya memberikan ASI,

bagaimana ASI keluar, bagaimana posisi menyusui, dan perlekatan yang

baik sehingga bayi dapat menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar

secara optimal. Termasuk cara memberikan ASI bila ibu harus terpisah

dari bayinya (Astutik, 2016).

4. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh

seseorang untuk ditekuni dan dilakukan sesuai dengan bidang

kemampuannya sebagai mata pencahariannya. Pekerjaan adalah aktivitas

sehari-hari yang dilakukan ibu di luar pekerjaan rutin rumah tangga yang

tujuannya untuk mencari nafkah dan membantu suami. Di sebagian

negara berkembang, rata-rata wanita bekerja 12-18 jam per hari

sedangkan pria 10-12 jam. Wanita masih perlu dibebani dengan berbagai

peran dalam berbagai keluarga. Yaitu sebagai pemelihara, pendidik,


penyuluh kesehatan dan pencari nafkah. Kaum ibu terpaksa harus bekerja

untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan dituntut untuk mampu

membagi waktu antara bekerja dan waktu untuk keluarga. Ibu bekerja

harus tetap memberikan ASI-nya. Bekerja bukan alasan untuk tidak

memberikan ASI secara eksklusif karena ASI dapat diperah dan tetap

diberikan kepada bayi walaupun ibu tidak mendampingi bayinya.

Menyusui bisa dilakukan sebelum berangkat bekerja. Jika ibu sudah

berada di rumah, maka ibu wajib memberikan hak anaknya untuk

menyusui dengan air susunya sendiri.

Langkah-langkah bila ibu ingin kembali bekerja adalah sebagai

berikut :

1. Siapkan pengasuh bayi (anggota keluarga, baby sitter, atau

pembantu) sebelum ibu mulai kembali bekerja.

2. Berlatih memerah ASI. ASI yang diperah dapat dibekukan untuk

persediaan/tambahan apabila ibu sedang bekerja.

3. Latihlah pengasuh bayi untuk terampil memberikan ASI perah

dengan cangkir dan sendok.

4. Hindari pemakaian dot/kempeng karena kemungkinan bayi akan

menjadi bingung puting.

5. Susuilah bayi sebelum ibu berangkat bekerja, sore hari segera

setelah ibu pulang, dan diteruskan pada malam hari.

6. Selama di kantor (di tempat kerja) perah ASI setiap 3-4 jam dan
disempan di lemari es, beri label tanggal dan jam ASI diperah. ASI

yang disimpan dalam pendingin dapat bertahan selama 48 jam. ASI

perah ini akan diberikan besok harinya selama ibu tidak di rumah.

ASI perah terdahulu diberikan lebih dahulu.

7. ASI yang disimpan di lemari es perlu dihangatkan sebelum

diberikan kepada bayi dengan merendamnya dalam air hangat. ASI

yang sudah dihangatkan tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam

lemari es. Oleh karena itu, hangatkan ASI sejumlah yang habis

diminum bayi satu kali.

8. Tetap menjaga pola makan yang bergizi agar kualitas ASI tetap

terjaga dan setelah memerah ASI usahakan untuk makan untuk

memproduksi ASI selanjutnya.

9. Olah raga teratur agar tubuh tetap sehat karena ibu harus membagi

waktu untuk mengurus pekerjaan, serta saat di rumah mengurus

bayi dan keluarganya.

Teknik memerah ASI bagi ibu yang bekerja. Ada dua cara memerah

ASI yaitu sebagai berikut :

1. Manual menggunakan jari dan tangan

Teknik memerah secara manual yang dapat diterapkan adalah

teknik marmet, yaitu cara memeras ASI secara manual dan

menggutamakan let down reflex (LDR). Tahapan untuk memerah

ASI dengan teknik marmet adalah sebagai berikut :


a. Mencuci tangan dengan sabun dan keringkan dengan handuk

bersih.

b. Gunakan wadah steril yang bermulut lebar untuk

menampung ASI yang sudah dikeluarkan

c. Duduk dengan nyaman, lingkungan yang hangat, damai serta

membuat rileks

d. Posisi tubuh sedikit miring kearah depan

e. Sebelumnya rangsang let down reflex dengan cara

mengompres payudara dengan air hangat, menarik-narik

putting dengan perlahan atau masase payudara

f. Letakkan ibu jari dan dua jari lainnya (telunjuk dan jari

tengah) sekitar 1-1,5 cm dari aerola dan tempatkan ibu jari di

atas aerola pada posisi jam 12 dan jari lainnya di posisi jam 6

atau menyerupai huruf “C”. Cara ini dapat mengeluarkan

ASI dengan optimal

g. Dorong ke arah dada. Kemudian gulung menggunakan ibu

jari dan jari lainnya secara bersamaan. Gerakkan ibu jari dan

jari lainnya hingga menekan gudang ASI (terminal milk)

hingga kosong. Jika dilakukan dengan tepat ibu tidak akan

kesakitan saat memerah ASI

h. Ulangi secara teratur hingga gudang ASI benar-benar kosong

2. Menggunakan pompa payudara


Ada beberapa jenis pompa payudara, yaitu pompa manual, pompa

payudara dengan baterai dan pompa elektrik. Pompa payudara yang

paling efektif dan efesien adalah pompa payudara dengan baterai.

Karena pompa ini tidak terlalu melelahkan dibandingkan dengan

pompa tangan sehingga ibu menyusui akan lebih nyaman

menggunakannya. ASI yang telah diperah dapat disimpan dalam

beberapa saat. Jika ASI disimpan pada udara terbuka, ASI dapat

bertahan 6-8 jam. Jika ASI disimpan dalam lemari es (40°C), maka

ASI dapat bertahan selama 24 jam. Sedangkan jika ASI disimpan

di lemari pendingin/beku dengan penyimpanan yang baik dan

benar, ASI dapat bertahan selama 6 bulan (Astutik, 2016).

c) Dukungan Sosial

Menurut Farida, et al., (2014), dukungan sosial adalah dukungan yang

diperoleh dari hubungan interpersonal yang mengacu pada kesenangan,

ketenangan, bantuan bermanfaat, yang berupa informasi verbal yang diterima

seseorang dari orang lain atau kelompok lain yang membawa efek perilaku

bagi penerimaannya. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat

verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh

keakraban sosial atau di dapat karena kehadiran mereka dan mempunyai

manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Menurut Cohen & Syme (dalam Sari, 2011) mengklasifikasikan


dukungan sosial dalam 4 kategori yaitu, sebagai berikut.

1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang

dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat,

petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap.

2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnya

mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap

apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan

perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa

berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.

3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara

langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas

yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan,

permainan atau bantuan yang lain.

4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini bisa terbentuk

penilian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan

sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang

membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stres.

5. Dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga, karena dukungan

sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat yaitu keluarga atau

sahabat. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi yang

terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga


perilaku sehat dalam diri seseorang. Dukungan sosial dari lingkungan

sekitar ibu, mempunyai peran yang besar terhadap keberhasilan

menyusui. Dukungan sosial yang sangat berpengaruh berasal dari

orang terdekat ibu, orang terdekat tersebut adalah suami. Dukungan

dari tenaga kesehatan selama hamil, bersalin dan setelah persalinan

juga berpengaruh dalam pemberian ASI pada ibu menyusui (Sopiyani,

2014). Terdapat dua dukungan sosial yang mempengaruhi pemberian

ASI eksklusif, dintaranya adalah sebagai berikut :

1. Dukungan Suami

Dukungan suami merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya

dengan baik. Dukungan suami adalah peran ayah dalam

membantu membantu ibu agar bisa menyusui dengan nyaman

sehingga ASI yang dihasilkan maksimal. Akan tetapi, tidak

semua suami akan mendukung pemberian ASI. Misalnya suami

merasa tidak nyaman apabila istrinya menyusui. Pandangan para

suami yang merasa tidak nyaman apabila istrinya menyusui

merupakan alasan utama para ibu memilih memberikan susu

formula. Salah satu cara yang dapat membantu suami untuk

mendukung istrinya dalam memberikan ASI adalah

breastfeeding father, yaitu ayah membantu ibu agar bisa

menyusui dengan nyaman sehingga ASI yang dihasilkan


maksimal. Bukan ayah yang menyusui, tetapi ayah yang sangat

mendukung keberhasilan menyusui.

Sebenarnya proses menyusui bukan hanya antara ibu dan

bayinya, tetapi ayah juga memiliki peran yang sangat penting

dan dituntut keterlibatannya. Keberhasilan menyusui dan

mengasuh anak merupakan hasil kerja sama antara ibu, bayi dan

ayah. Ada banyak hal praktis yang dapat dilakukan seorang ayah

dalam mengasuh bayinya sehari-hari. Di antaranya adalah

membantu ibu mengurus anak-anaknya (termasuk kakak bayi

atau anak-anak yang lain), menggendong bayi, membantu

memandikan bayi, mengganti popok, serta mengajaknya

bermain.

Ayah juga diharapkan untuk selalu memberikan support

kepada ibu, membantu pekerjaan rumah tangga, dan menemani

ibu bangun malam untuk menyusui bayi. Dengan demikian, ibu

bisa beristirahat yang cukup. Dengan istirahat yang cukup ibu

akan memiliki suasana hati yang senang dan pikirannya pun

akan terasa tenang, yang akhirnya berdampak pada produksi

ASI lebih banyak. Jika ibu merasa didukung, dicintai dan

diperhatikan, maka akan muncul emosi positif yang akan

mengingkatkan produksi hormon oksitosin, sehingga produksi

ASI lancar. Produksi ASI sekitar 80% ditentukan oleh keadaan


emosi sang ibu (Khasanah, 2013).

2. Dukungan Tenaga Kesehatan

Salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai peran

penting dalam proses menyusui adalah bidan. Bidan mempunyai

peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian

ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI

dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum yang terjadi

selama proses menyusui. Peranan awal bidan dalam pemberian

ASI adalah meyakinkan ibu bahwa bayi akan memperoleh

makanan yang mencukupi dari payudara ibunya dan membantu

ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya

sendiri. Dan bentuk dukungan umum dan dukungan kepada ibu

yang dapat diberikan bidan dalam pemberian ASI.

Dalam (Astutik, 2015) menjelaskan bahwa beberapa

dukungan umum bidan yang ditunjukkan kepada masyarakat

bahwa bidan mendukung pemberian ASI dengan cara sebagai

berikut :

a. Tidak memperbolehkan ada produk susu formula di

klinik

b. Tidak memperbolehkan ada produk susu formula di

klinik
c. Tidak menyediakan botol susu atau dot

d. Tidak memasang poster dari susu formula

e. Tidak membubuhkan poster pada papan nama bidan

f. Tidak menganjurkan kepada ibu nifas untuk

menggunakan susu formula

Sedangkan bentuk dukungan bidan kepada ibu dalam

pemberian ASI adalah sebagai berikut :

1. Biarkan ibu bersama bayinya segera sesudah dilahirkan

selama beberapa jam pertama. Bayi mulai menyusui sendiri

segera setelah lahir disebut insiani menyusui dini (IMD). Hal

ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat

melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya, dengan

tujuan dapat memberikan kehangatan dan dapat

membangkitkan hubungan/ikatan antara ibu dan bayi.

Keberhasilan pemberian ASI sedini mungkin, merupakan

salah satu faktor awal penentu ibu memberikan ASI secara

eksklusif kepada bayinya.

2. Ajarkan cara merawat payudara yang baik dan benar pada ibu

untuk mencegah masalah umum yang terjadi selama proses

menyusui.

3. Bantulah ibu pada awal pertama kali memberi ASI.

Pemberian ASI tidak terlepas dengan teknik atau posisi ibu


dalam menyusui. Posisi menyusui dapat dilakukan dengan

beberapa cara, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Posisi berbaring miring, posisi ini baik dilakukan saat

pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.

b. Posisi duduk, posisi duduk dimaksudkan untuk

memberikan topangan atau sandaran pada punggu ibu

dalam posisi tegak lurus (90°) terhadap pangkuannya.

Posisi ini dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat

tidur atau lantau, ataupun duduk di kursi.

c. Posisi tidur telentang, posisi ini biasanya dilakukan saat

inisiasi menyusui dini. Posisi bayi berada di atas dada

ibu di antara payudara ibu.

4. Bayi harus ditempatkan dekat ibunya, di kamar yang sama

dengan ibunya (rawat gabung/rooming in). Hal ini juga

bermanfaat dalam proses pemberian ASI, karena ibu bersama

bayinya dalam ruangan selama 24 jam penuh. Sehingga ibu

dapat memberikan ASI sesering mungkin, yang dapat

merangsang pengeluaran ASI dengan optimal (Heryani,

2012).

2.2. Kerangka Teori

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah

konsep dari Lawrence Green sebagaimana dijelaskan oleh Notoatmodjo (2016)


bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu predisposing, enabling dan

reinforcing. Setiap faktor tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap

perilaku Berdasarkan informasi dari teori di atas, peneliti menggambarkan kerangka

teori yang menunjukkan hubungan karakteristik ibu dan dukungan sosial terhadap

pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui adalah, seperti berikut :

Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Persepsi
Usia
Pendidikan
Demografi
Kesehatan Ibu dan Anak

Faktor Pendukung
Ketersediaan Pelayanan
Kesehatan
Promosi Susu Formula Pemberian ASI eksklusif
Keterampilan Kesehatan
(Manajemen Laktasi)

Faktor Penguat
Dukungan Suami
Dukungan Keluarga Ibu
Dukungan Mertua
Dukungan Tenaga Kesehatan
Kebijakan Nasional
Kebijakan Internasional
Bagan 2.1 Skema Kerangka Teori

Sumber : Green Lawrence dan Marshall W. Kreuter, 1980 dalam

Zakiyah (2012)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau

diukur melalui penelitian yang akan dilalukan. (Notoatmodjo, 2012) Hubungan

antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam bagan di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Ibu
1. Usia
2. Pengetahuan
3. Persepsi
4. Pekerjaan

Pemberian ASI Eksklusif


Dukungan Suami

Dukungan Tenaga Kesehatan


Bagan 3.1 Skema Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap teori yang belum terbukti

dalam data, penelitian hipotesis ini akan menggunakan uji statistik, sehingga dapat

disimpulkan benar atau salah (Masturah, 2018).

3.2.1 Hipotesis Mayor

Hipotesis mayor adalah hipotesis mengenai kaitan seluruh variabel dan

seluruh subjek penelitian. (Suharsimi, 2009)

Adanya hubungan antara karakteristik ibu ( usia, persepsi, pengetahuan,

pekerjaan), dukungan suami dan dukungan tenaga kesehatan secara simultan

terhadap pemberian ASI Eksklusif pada ibu menyusui di wilayah kerja

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021.

3.2.2 Hipotesis Minor

Hipotesis minor adalah hipotesis mengenai kaitan sebagian dari variabel

atau dengan kata lain pecahan dari hipotesis mayor. (Suharsimi, 2009)

Adanya hubungan antara karakteristik ibu ( usia, persepsi, pengetahuan,

pekerjaan), dukungan suami dan dukungan tenaga kesehatan secara parsial

terhadap pemberian ASI Eksklusif pada ibu menyusui di wilayah kerja

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Menurut jenisnya, penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan

metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu

rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersamaan atau sekali waktu. (Nursalam, 2016)

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Januari-Mei 2021

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Cahyamaju

Lempuing OKI.

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk

peristiwa, hal, atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi
pusat perhatian peneliti, karenanya dipandang sebagai semesta penelitian

(Notoadmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang

memiliki bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cahyamaju

Lempuing OKI periode Januari-Mei 2021 yang berjumlah 191 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

dari ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Cahyamaju Lempuing OKI periode Januari-Mei 2021. Penentuan jumlah

sampel pada penelitian ini menggunakan rumus yang dikumukakan oleh

Notoadmodjo, (2012) dalam buku Metodelogi Penelitian Kesehatan

yakni :

N
n=
1+ N ¿ ¿

Keterangan :

N = populasi

n = sampel

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan ( 0,1)

240
n=
1+ 240¿ ¿

240
n=
1+ 2,40

240
n=
3,40
n = 70

Jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 70 orang ibu yang memiliki

bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cahyamaju Lempuing

OKI periode Januari-Mei 2021. Teknik pengambilan sampel menggunakan

simple random sampling atau pengambilan data secara acak sistematis,

Dimana subjek penelitiannya adalah ibu yang menyusui di wilayah kerja

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI (Sugiyono, 2012).

4.4 Prosedur Pengambilan Dan Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil

langsung menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini data primer adalah

faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu

menyusui yang memiliki bayi usia 0-6 bulan. Kuesioner digunakan untuk

mengetahui usia, persepsi, pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami dan

dukungan tenaga kesehatan.

4.4.2 Data Sekunder

Dalam Sugiono (2017), data sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti). Data sekunder

dalam penelitian ini diambil langsung dari Puskesmas Cahyamaju

Lempuing OKI. Meliputi data ibu menyusui yang memiliki bayi usia 0-6

bulan dan juga dari sumber lainnya seperti jurnal yang berkaitan dengan

judul penelitian.
4.5 Pengolahan Data

Menurut Hidayat (2012), tahap-tahap dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut :

1. Editing (Pengeditan Data)

Meneliti kembali atas kebenaran data-data yang diperoleh dari

Puskesmas Cahyamaju Lempuing OKI Tahun 2021

2. Coding (Pengkodean)

Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng “kode”an atau “coding” adalah mengubah data dalam bentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Tujuannya untuk

mempermudah pengolahan data.

3. Entry Data (Pemasukan Data)

Memasukkan data-data yang telah dicoding dan diedit ke dalam lembaran

tabulasi yaitu membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan oleh peneliti.

4. Cleaning Data ( Pembersihan Data)

Memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui

apakah ada kesalahan dalam pemasukan data.

4.6 Analisa Data

4.6.1 Analisis Univariat


Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan

persentase dari masing-masing variabel independen karakteristik ibu

(usia, persepsi, pengetahuan, pekerjaan), dukungan suami, dukumgan

tenaga kesehatan. Variabel dependennya pemberian ASI Eksklusif.

(Notoadmodjo, 2012)

4.6.2 Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara

variabel independen (Karakteristik ibu, dukungan suami, dukungan tenaga

kesehatan) dengan variabel dependen (pemberian ASI Eksklusif). Uji

statistik yang digunakan adalah uji Chi Squaredengan batas kemaknaan α

(0,05). Pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan membandingkan

nilai p value dengan nilai menghasilkan nilai α Dengan kriteria hasil uji

sebaai berikut :

1. Jika nilai p value≤ dari nilai α (0,05), maka ada hubungan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

2. Jika nilai p value> dari nilai α (0,05), maka tidak ada hubungan

yang signifikan antara variabel independen dengan variabel

dependen. (Notoadmojo, 2012)


4.7 Definisi Operasional

Tabel 4.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
1. Pemberian Pemberian ASI Kue- 1. Tidak, jika Nominal
ASI Eksklusif saja selama enam sioner bayi telah
bulan pertama diberi makanan
kehidupan tanpa tambahan sebelum
memberikan usia 6 bulan.
tambahan makanan 2. Ya, jika bayi
lain kepada bayi. diberi ASI saja
tanpa makanan
tambahan selama
6 bulan kecuali
obat dan vitamin.
2. Usia Lama waktu Kue- 1. < 20 dan > 35 Nominal
hidup ibu yang sioner tahun
dihitung dalam 2. 20 – 35 tahun
tahun atau sejak
ibu dilahirkan
sampai saat
penelitian
berlangsung.
3. Pengetahuan Hal-hal yang Kue- Pengetahun ibu Nominal
diketahui atau sioner dikategorikan
yang tidak dalam 2 kategori,
diketahui ibu yaitu :
mengenai 1. Tidak Baik, jika
pemberian ASI skor atau nilai ≤
dan ASI eksklusif. 10.
2. Baik, jika skor
atau nilai > 10.
4. Perseps Pengalaman ibu Kue- Persepsi ibu Nomina
tentang sioner dikelompokkan
pemberian ASI, menjadi 2 kategori
dengan yaitu persepsi tidak
menyimpulkan baik dan baik.
dan 1. Tidak Baik, jika
menafsirkannya skor atau nilai ≤ 10.
sendiri Baik, jika skor
pengalaman atau atau nilai > 10.
informasi
tersebut.
Alat Skala
No Variabel Definisi Hasil Ukur
Ukur Ukur
5. Pekerjaan Kegiatan yang Kuesio2. 1 = Tidak bekerja 2 Nominal
dilakukan oleh ner = Bekerja
responden untuk
men-dapatkan
penghasilan dalam
memenuhi kebutuhan
hidup keluarga yang
ditekuni responden
saat
penelitian
berlangsung.
6. Dukungan Peran ayah dalam Kue- Dukungan Nominal
Suami
membantu ibu agar sioner suami
bisa menyusui dikelompokkan
dengan nyaman dalam 2
sehingga ASI yang kategori
dihasilkan maksimal. yaitu dukungan
tidak baik dan baik.
1. Tidak Baik, jika
skor atau nilai ≤
8.
2. Baik, jika skor
atau nilai > 8.
No Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala
Ukur Uku
r
7. Dukungan Pemberian Kue- Dukungan tenaga Nominal
Tenaga bantuan informasi sioner kesehatan
Kesehatan mengenai
pemberian ASI di- kelompokkan
eksklusif kepada dalam
ibu menyusui. 2 kategori yaitu
dukungan tidak baik
dan baik.
1. Tidak Baik, jika
skor atau nilai ≤ 8.
2. Baik, jika skor
atau nilai > 8.

Anda mungkin juga menyukai