Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG VARIASI MENU

MP-ASI TERHADAP KEBERHASILAN PEMBERIAN MP-ASI PADA BALITA DI

WILAYA KERJA PUSKESMAS MULYOREJO KOTA MALANG

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

Nadya Putri Permatasari

NIM. 205070209111046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa pada masa yang akan datang,

dimana kualitas anak yang baik merupakan salah satu aspek yang penting untuk

menentukan kondisi sebuah masa dimasa depan. Kualtas anak salah satunya

ditentukkan pada usia balita karena pada periode ini akan terjadi pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat dan akan menjadi dasar pada periode berikutnya

(Munjidah & Rahayu, 2020).

Maka dari itu pada saat balita beurumur 6 bulan, selain ASI balita juga mulai

diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) agar kebutuhan balita dapat

terpenuhi dengan syarat harus sesuai frekuensi, porsi pemilihan bahan makanan dan

cara pemberian yang tepat waktu. Beberapa fakta menyatakan bahwa pendampingan

pemberian MP-ASI oleh orang tua menunjukkan variasi yang cukup besar dinegara

yang berpenghasilan tinggi tetapi masih sering kali menyimpang dari rekomendasi

WHO seperti waktu pemberian dan nilai gizi yang diberikan. Seperti salah satu survei

di Brazil menyatakan bahwa balita dengan usia 4 bulan sudah dikenalkan makanan

padat dan asupan dengan kekurangan Fe (Zat Besi) (Spyreli et al., 2021).

Menurut World Health Orgnization (2010) menyatakan bahwa 50% kematian

pada balita disebabkan oleh gizi kurang dan perilaku pemberian makanan pada balita

yang tidak sesuai dengan umurnya (Gulo & Nurmiyati, 2015). Pada tahun 2018

Afrika dan Asia menjadi wilayah dengan prevelensi tertinggi dengan balita

kekurangan gizi sebesar 62% sedangkan sebesar 47% mengalami obesitas (WHO,

2019). Sehinga dalam hal ini WHO dan UNICEF menyatakan bahwa kekurangan gizi

masih menjadi masalah di dunia, termasuk di negara indonesia. Sementara itu


prevelensi balita pendek di indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara

Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (6%) dan Singapura

(4%) (Beka et al., 2018).

Berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) dari hasil (Kemenkes RI, 2018)

prevelensi pada balita gizi kurang di indonesia sebesar 13,8% dan balita dengan gizi

buruk sebesar 3,9%. Di provinsi Jawa Timur sendiri, angka kejadian dengan kasus

gizi buruk mulai dari tahun 2013 (19,6%) sampai 2018 (17,68%) terus mengalami

penurunan sebesar 5.663 kasus, meskipun mengalami penurunan tetapi hasil tersebut

masih belum memenuhi target dari WHO. Sedangkan pada tahun 2020 di Jawa Timur

angka kejadian gizi kurang sebesar 9,8% dan gizi buruk sebesar 8,0% (Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur., 2020). Permasalahan yang masih banyak dialamai

oleh masyarakat sendiri yaitu minimnya pemahaman mengenai pemberian makanan

pendamping ASI yang baik bagi balita yang dapat memenuhi unsur gizi yang cukup.

Menurut Kemenkes RI (2019), menyatakan bahwa indikator keberhasilan

dalam memberikan MP-ASI yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain pengetahuan, keterampilan ibu, dukungan ayah, keluarga, masyarakat serta

pengendalian susu formula. Berdasarkan hal tersebut ibu merupakan salah satu faktor

penting dalam mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi

balita, sehingga faktor tersebut antara lain pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu.

Namun, masih banyak ibu yang kurang memiliki pengetahuan tentang jenis, jumlah,

waktu dan cara pemberian MP-ASI yang tepat. Sebuah studi pendahuluan

mengatakan bahwa masih terdapat beberapa ibu yang menganggap bahwa memberi

makan bayi dengan nasi dan pisang tumbuk sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan

pada balita (Pradanie et al., 2020).


Pada pedesaan makanan masih banyak dipegaruhi oleh keadaan sosial

ekonomi dan budaya seperti pantangan makan ikan karena dapat menyebababkan

cacingan, kacang-kacangan dapat menyebabkan sakit perut atau kembung dan

feenomena lainnya menunjukkan ketidaksepakatan tentang pemberian bubur instan

MP-ASI karena terdapat dugaan penyedap rasa dan pengawet makanan. Dalam

memberikan MP-ASI yang baik harus mencangkup makanan beragam antara lain

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Pengenalan MP-ASI harus

dilakukan secara bertahap mulai dari jumlah maupun betuk sesuai dengan

kemampuan pencernaan balita. Selain itu, pemberian makanan tambahan harus

bervariasi mulai dari bentuk bubur cair ke kental, sari buah, buah segar, makanan

lumat, makanan lembek dan akhirnya ke padat (Mufida et al., 2015). Namun, dampak

negatif pemberian MP-ASI yang tidak optimal antara lain balita akan kehilangan

nutrisi, diare, obesitas, arterosklerosis dan alergi. Beberapa alasan yang dapat

menyebakan pemberian MP-ASI yang tidak optimal yaitu karena ibu bekerja dan

pengetahuan ibu yang masih kurang (Safitri, 2017).

Pendidikan kesehatan merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan

pengetahuan ibu dalam memberikan MP-ASI yang tepat. Pendidikan kesehatan dapat

berupa penyuluhan pemberian MP-ASI dan variasi makanan yang baik dalam

memberikan MP-ASI. Kegiatan ini dapat meberikan atau meningkatkan pengetahuan

ibu tentang tujuan, macam-macam makanan, kapan dan manfaat dalam memberikan

MP-ASI yang baik.

Sementara itu berdasarkan penelitian (Dian Indah, 2019) di dapatkan

pengetahuan ibu di posyandu Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi,

masih terdapat ibu dengan pengetahuan kurang baik yakni 26 responden dari 39

responden yang ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih terdapat ibu yang
masih minim pengetahuan mengenai pemberian MP-ASI yang baik. Hasil penelitia ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan (WHO, 2012) di negara china dengan

menunjukkan kondisi tentang pengetahuan ibu mengenai pemberian makanan dan

praktik pemberian MP-ASI pada anak 6-23 bulan masih kurang. Karena pemahaman

ibu mengenai frekuesi, jenis makanan dan usia anak yang diberikan MP-ASI.

Maka dari itu berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Variasi Menu MP-

ASI Terhadap Keberhasilan Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas

Mulyorejo Kota Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “

Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Variasi Menu MP-ASI Terhadap

Keberhasilan Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kota Malang?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui ada atau tidaknya Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Variasi

Menu MP-ASI Terhadap Keberhasilan Pemberian MP-ASI di Wilayah Kerja Puskesmas

Mulyorejo Kota Malang

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun uraian dari tujuan khusus diantaranya:

1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang variasi menu MP-ASI.

2. Mengidentifikasi tingkat keberhasilan pemberian MP-ASI.

3. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang variasi menu MP-

ASI terhadap pemberian MP-ASI.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

informasi agar mengembangkan penelitian selanjutnya tentang hubungan antara tingkat

pengetahuan ibu tentang variasi menu MP-ASI terhadap pemberian MP-ASI.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi Responden

Di harapkan memberi manfaat bagi ibu balita agar lebih mengerti variasi menu

untu MP-ASI pada balitanya.

2. Bagi Tempat Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta sebagai bahan

pertimbangan dan evaluasi dalam keterkaitan antara pengetahuan ibu tentang variasi

menu MP-ASI dalam pemberian MP-ASI pada balita sehingga dapat digunakan sebagai

dasar pertimbangan dalam perencanaan menu variasi MP-ASI di Wilayah Kerja

Puskesmas Mulyorejo Kota Malang.

3. Bagi Tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukkan

dalam upaya peningkatan angka stunting atau gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas

Mulyorejo Kota Malang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap suatu objek

tertentu yang melalui indera. Penginderaan sampai menangkap pengetahuan

suatu objek memerlukan waktu dan intensitas perhatian yang berbeda-beda.

Sebagian orang pengetahuan diperoleh melalui indera (telinga), dan

penglihatan (mata) (Ayu Galih Puspitasari, 2017).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut (Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo, 2018) tentang tingkat pengetahuan

dibagi menjadi 6 antara lain :

1. Tahu (know)

Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi/pelajaran

kembali (recall) terhadap suatu bahan apa yang telah di pelajari


sebelumnya, sehingga dapat diartikan pengetahuan pada tahap ini

adalah tingkat paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami dapat di artikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar suatu objek yang kita ketahui dan dapat

memahami atau menjalankan materi dengan benar. Seseorang yang

telah memahami suatu materi maka orang tersebut dapat menjelaskan,

menyebutkan, dan menyimpulkan dari materi yang telah dipelajari.

3. Aplikasi

Dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang sudah paham

terhadap materi yang dipelajari maka seseorang tersebut dapat

mengaplikasikan objek tersebut pada situasi yang lain.

4. Analisis

Kemampuan seseorang untuk menjabarkan, lalu mencari hubungan

antara komponen-komponen yang ada pada suatu objek atau materi.

Indikasi seseorang yang pengetahuannya sudah sampai pada tahap

analisis adalah apabila orang tersebut dapat membedakan atau

mengelompokkan pengetahuan dari objek yang diketahuinya.

5. Sintesis

Sintesis adalah kemampuan seseorang yang dapat merangkum atau

meyusun komponen-komponen dari pengetahuan yang dimilik sesuai

dengan logis. Dengan pegertian sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formula baru atau merencanakan sesuatu terhadap

teori atau rumuan yang sudah ada.

6. Evaluasi
Evaluasi ini dapat berkaitaan dengan kemapuan untuk melakukan

justifikasi atau menilai suatu objek atau materi. Penilaian dapat

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan oleh sendiri atau norma

yang ada di masyarakat.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut (Budiman & Riyanto, 2013) fakto-faktor yang mempengaruhi

meliputi:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses atas sikap maupun tingah laku seseorang

dalam mendewasakan melalui upaya pengajaran. Pendidikan dapat

memengaruhi proses belajar seseorang maka dari itu makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut dalam menerima suatu

informasi.

2. Informasi/Media massa

Informasi ialah suatu yang dapat kita ketahui dan dapat kita peroleh

dengan baik dari pendidikan forml maupun non formal yang dapat

memberikan pengaruh jangka pendek sehingga orang tersebut dapat

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan. Informasi dapat di temui

dalam kehidupan sehari-hari yang di dapat dari pengamatan dunia sekitar.

Sebagai sarana komunikasi, dapat berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah dan lainnya yang dapat membentuk

opini seseorang.

3. Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Kebiasaan atau suatu tradisi yan g dilakukan seseoran g tan pa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Den gan demikian ,
orang tersebut akan bertambah pengetahuan meskipun tidak melakukan.

Status ekonomi juga mempengaruhi tersedianya fasilitas yang diperlukan

untuk kegiatan sehingga status ekonomi juga akan mempengaruhi

pengetahuan orang tersebut.

4. Lingkungan

Lingkungan akan berpengaruh tehadap proses masuknya pengetahuan

terhadap individu yang ada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi

karena adanya interaksi timbal balik antara individu dan direspon sebagai

pengetahuan.

5. Pengalaman

Ialah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh. Pengalaman belajar

dalam bekerja akan dikem bangkan dan memberikan pengetahuan dan

keterampilan secara profesional, serta pengalaman bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuannya dalam mengambil keputusan.

6. Usia

Usia akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

tua umur seseoran akan semakin bekembang pula daya tangkap dan pola

pikirnya sehingga pengetahuan yang akan diperoleh akan semakin baik.

2.1.4 Pengukuran pengetahuan

Menurut (Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo, 2017) pengukuran pengetahuan

dapat dilakukan dengan wawancara atau angket ataupun kuesioner yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur pengetahuannya.

Pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan dalam sebagai berikut :

1. Bobot I : tahap tahu dan pemahaman


2. Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi dan analisis

3. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, sintesis dan evaluasi.

2.2 Menu

2.2.1 Pengertian Menu

Menu seimbang adalah konsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh

akan zat gizi. Kekurangan gizi pada salah satu makanan dengan pemberian menu

seimbang dapat dicukupi oleh makanan lain. Untuk pemberian menu seimbang

dengan makanan yang beraneka ragam sangat dibutuhkan dalam memenuhi

kecukupan gizi. Makanan yang baik tentunya makanan yang harus mempunyai

kandungan berbagai zat gizi yang sangat penting dan diperlukan didalam tubuh,

termasuk makanan yang dikonsumsi oleh balita (Sumiatun et al., 2021).

2.2.2 Prinsip Penyusunan Menu

Menurut (Syafrizar & Welis, 2009) Dalam penyusun menu, perlu diperhatikan

prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan tercukupi dalam menu.

Dalam hal kualitas menu harus memenuhi kaidah 4 sehat 5 sempurna.

Sedangkan dalam hal kuantitas menu harus sesuai dengan umur, jenis

kelamin, dan aktifitas anggota keluarga.

2. Hidangan dapat dinikmati dan memenuhi selera orang tersebut.

3. Dapat memberi rasa kenyang.

4. Harus terjangkau oleh keuangan keluarga

5. Tidak bertentangan dan pernyaratan sosial budaya.

6. Di sesuaikan dengan ketersediaan pangan setempat.

2.2.3 Syarat Menu Yang Baik

Adapun syarat menu yang baik antara lain :


1. Harus cukup mengandung zat-zat gizi, sehingga memenuhi syarat-

syarat kesehatan.

2. Dapat menimbulkan selera makan.

3. Harus dikombinasikan dengan baik antara rasa, warna dan jenis

makanan.

4. Pergantian menu setiap hari.

Dari penjelasan prinsip dan syarat menu di atas dapat disimpulkan bahwa

menu yang baik adalah menu dengan pola gizi yang seimbang, di mana cukup

mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh, menu penting tersebut harus

di sesuaikan dengan umur dan adanya perlu pergantian menu agar menu tidak

membosankan.

2.2.4 Variasi Menu

Variasi menu dalam MP-ASI sendiri menurut WHO pada umur 6 bulan sistem

pencernaan pada balita termasuk pankreas telah berkembang dengan baik

sehingga bayi telah mampu mengolah, mencerna dan menyerap berbagai jenis

bahan makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat. Berikan aneka ragam

bahan makanan gizi seimbang yang berkualitas yang tentunya mudah

dijangkau.

Menu empat bintang di dalam MP-ASI sebagai berikut :

a. Bintang pertama : makanan hewani, seperti daging, ayam, hati dan telur.

Semua makanan tersebut mengandung zat besi tinggi. Selain itu ada ikan

dan susu (jika balita sudah tidak mendapatkan ASI). Kita dapat

mencincang ataupun mengirisnya dengan kecil sesuai dengan umur balita

tersebut.
b. Bintang kedua : kacang-kacangan seperti kacang polong, buncis dan biji-

bijian yang lain.

c. Bintang ketiga : buah-buahan atau sayuran, terutama buah yang akan kaya

vitamin A seperi pepaya, mangga, markisa dan jeruk. Untuk sayuran

sendiri yaitu sayur yang mengandung vitamin A seperti sayuran hijau,

wortel, labu dan ubi jalar kuning.

d. Bintang keempat : makanan pokok tidak hanya padi atau beras tapi juga

umbi-umbian, jagung dan lainnya yang mengandung karbohidrat.

Sebaiknya pada pemberian menu MP-ASI hindari memberikan makan yang

instan dan minuman yang mengandung teh dan kopi karena tidak cocok untuk

balita. Selain itu juga hindari minuman yang manis karena banyak

mengandung gula. Karena variasi rasa yang alami akan membuat balita tidak

akan menjadi pemilih dalam makanan (Sukrita, 2018).

2.3 Pemberian Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

2.3.1 Pengertian MP-ASI

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

tambahan yang diberikan pada bayi usia 6-24 bulan guna memenuhi kebtuhan

gizinya selain ASI. Pada masa itu produksi ASI sudah mulai menurun

sedangkan bayi mulai mengalami pertumbuhan. Sehingga kebuthan gizi pada

bayi tidak mencukupi hanya dari ASI saja. Oleh karena itu diberikan tambahan

makanan pendamping ASI (Widyawati et al., 2016).

MP-ASI adalah makanan dan minuman yang diberikan pada anak usia

6-4 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Aktivitas bayi setelah 6 bulan

akan semakin banyak sehingga makanan pendamping ASI diperlukan guna

mencukupi kebutuhan gizi untuk perkembangan bayi. Karena mulai 6 bulan


bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sehingga bay mem

erlukan asupan gizi yang banyak. Aktivitas banyak bayi semakin banyak

seperti mengangkat dada, berguling, merangkak, belajar duduk dan belajar

berjalan sehingga memerlukan energi yang lebih (Lestiarini & Sulistyorini,

2020).

2.3.2 Prinsip-prinsip Pemberian MP-ASI

2.3.2.1 Tepat Waktu

Bayi Siap dikenalkan dengan makanan saat berusia 6 bulan. Dengan

tanda-tanda bayi siap makan ebagai berikut:

a. Menunjukkan ketertarikan ketika melihat orang lain makan dan

mencoba menggapai makanan .

b. Senang memasukkan benda-benda ke mulut.

c. Dapat mengontrol lidahnya dengan baik untuk mengolah makanan.

d. Mulai menunjukkan gerakan mulut keatas dan kebawah seperti

gerakan mengunyah.

Ibu tidak perlu terburu-buru memberikan akan ketika sudah ada

beberapa tanda-tanda diatas sudah terlihat, terutama jika bayi tidak

mengalami kesulitan menyusu dan berat badannya masih terus naik

dengan baik. (Sukrita, 2018).

2.3.2.2 Frekuensi Pemberian MP-ASI

Frekuensi MP-ASI diberikan secara bertahap. Pada saat

pengenalan bayi dapat dberikan makanan berat 2 kali sehari, lalu

ditingkatkan menjadi 2-3 kali sehari disertai dengan diberikan selingan

1 kali.selanjutnya, 3-4 kali sehari dengan selingan 1-2 kali sehari.


Selama pemberian MP-ASI lanjutkan pemberian MP-ASI.

Memberikan MP-ASI anak harus sesering mungkin karena anak dapat

mengkonsumsi makanan sedikit demi sedikit sedangkan kebutuhan

asupan kalori dan zat lain harus terpenuhi (Sukrita, 2018).

2.3.2.3 Porsi Pemberian MP-ASI

Pada usia 12 bulan sampai 24 bulan ASI hanya diberikan sepertiga dari

kebutuhan energi anak. Porsi makan yang diberikan menyesuaikan

kapasitas lambung bayi dan hendaknya diberikan secara bertahap,

mulai dari satu sendok hingga tiga perempat mangkuk berukuran 250

ml sesuai dengan usianya. Kebutuhan energi makanan pada anak usia

12-24 bulan sekitar 550 kkal perhari (Widodo R., 2009).

2.3.2.4 Jenis MP-ASI

Menurut (Molika, 2014) Jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah :

1. Makanan Lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring

tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan

lumat halus, contoh makanan seperti bubur susu, bubur sumsum,

pisang saring/kerok, pepaya saring, tomat saring dan nasi tim

saring.

2. Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air

dan tampak berair, contohnya seperti bubur nasi, bubur ayam, nasi

tim dan kentang puri

3. Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair

dan biasaya disebut makanan keluarga, contohnya lontong, nasi

tim, kentang rebus dan biskuit.

2.4 Faktor yang mempegaruhi pemberian MP-ASI

2.4.1 Pengetahuan Ibu

Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan. Jika kemampuan gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu

dan anak baik. Pengetahuan ibu behubungan dengan tingkat pengenalan

informasi mengeni pemberian makanan tambahan pada balita. Pengenalan ibu

tentang kapan pemberian makanan tambahan, fungsi makanan tambahan,

makanan tambahan dapat meningkatkan daya tahan dan risiko pemberian

makanan tambahan kurang dari 6 bulan.

Tingkat pengetahuan mempengaruhi kemampuan penerimaan

informasi mengenai pemberian MP-ASI. Masyarakat dengan tingkat yang

rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan

dengan makanan dan pemberian MP-ASI terlalu dini. Sehingga sulit menerima

informasi baru tentang gizi yang dibutuhkan pada balita (Artini, 2018).

2.4.2 Pekerjaan Ibu

Bekerja merupakan suatu hal sentral dalam hidup manusia di berbagai

kebudayaan, meskipun tidak dipungkiri setiap budaya memiliki nilai dan

konsepsi tersendiri dalam memaknai suatu pekerjaan. Kita dapat melihat

bahwa bagaimanapun bekerja merupakan suatu hal yang sangat penting dan

signifikan untuk mayoritas orang dengan melihat pertimbangan bahwa

individu mendedikasikan hidupnya untuk bekerja (Nurani Siti, 2014).


Faktor pekejaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas

ibu setiap harinya untuk menambah penghasilan dan pendapatan yang akan

menjadi alasan makanan tambahan pada balita tidak mencukupi gizinya.

Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan dirumah, ditempat kerja baik yang dekat

maupun jauh dari rumah (Graimes, 2008)

Praktek pemberian makanan pada balita dari ibu yang bekerja dirumah

sama dengan ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja meninggalkan rumah 2

kali lebih besar kemungkinannya memperkenalkan susu formula pada balita

dalam waktu dini dibandingkan ibu yang bekerja tidak meninggalkan rumah.

2.4.3 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara (Hardini, 2017). Umumnya ibu yang mempunyai tingkat

pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas tentang

perawatan dan pemberian gizi yang baik pada balita dari pada orang tua

dengan pendidikan rendah (Nurmalasari et al., 2020).

2.4.4 Keaktifan Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan adalah seseorang yang mengerjakan sesuatu di

bidang kesehatan atau orang yang mampu melakukan pekerjaan di bidang

kesehatan. Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas kesehatan yang

akhrnya dapat menyebabkan ibu untuk memilih atau memberikan makanan

tambahan pada balita atau tidak. Petugas kesehatan sangat berperan dalam
memotivasi ibu untuk memberikan makanan pendamping ASI sesuai dengan

usia pada balita (Artini, 2018).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan tentang : Indikator Keberhasilan :

1. Variasi menu dalam 1. Tepat waktu Pemberian


MP-ASI MP-ASI
2. Frekuensi dan jumlah
Ibu dengan balita pemberian MP-ASI

Faktor-faktor yang yang berusia 6-24 3. Porsi Pemberian MP-ASI


mempengaruhi bulan 4. Jenis dan tekstur MP-ASI
pengetahuan ibu : yang diberikan
1. Pendidikan

2. Informasi/media
massa Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian MP-
3. Sosial, Budaya dan ASI :
Ekonomi
1. Pengetahuan Ibu
4. Lingkungan
2. Pekerjaan Ibu
5. Pengalaman
3. Pendidikan
6. Usia
4. Keaktifan Petugas
Kesehatan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak di teliti
3.2 Deskripsi Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan ibu tentang variasi makanan pada MP-ASI merupakan salah

satu yang dapat mempengaruhi indikator keberhasilan pemberian MP-ASI pada balita. Pada

penelitian ini akan membahas tingkat pengetahuan ibu mengenai variasi menu dalam

pemberian MP-ASI. MP-ASI merupakan makanan pendamping bukan makanan yang

menggantikan ASI. Prinsip penyusunan menu juga harus diketahui ibu. Karena salah satu

prinsip penyusunan menu ialah merasa kenyang dan juga harus mencukupi gizi pada balita

tersebut. Pemberian MP-ASI harus bertahap, disesuai dengan sistem pencernaan pada balita.

Pemberian MP-ASI yang tidak tepat waktu sesuai dengan usianya dapat menyebabkan balita

kekurangan gizi ataupun dapat mengalami konstipasi. Ibu juga harus mengetahui variasi

menu apa saja yang dapat diberikan pada balita, hal ini agar balita dapat mendapatkan gizi

yang cukup dari MP-ASI.

Berdasarka pengetahuan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

tingkat pengetahuan ibu tentang variasi menu terhadap keberhasilan pemberian makanan

pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kota

Malang.

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian

yang belum dibuktikan dalam data atau fakta (Nursalam, 2015). Dalam hal ini rumusan

masalahnya ialah :

H1 : Terdapat hubungan antara tingkat pengethuan ibu tentang variasi menu terhadap

keberhsilan pemberian MP-ASI pada balita.


H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengethuan ibu tentang variasi menu terhadap

keberhasilan pemberian MP-ASI pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

Artini, B. (2018). Analisis Faktor Yang Memengaruhi Pemberian MPASI Dini. Jurnal

Kebidanan, 7(1). https://doi.org/10.47560/keb.v7i1.99

Ayu Galih Puspitasari. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Pemenuhan Gizi

Seimbang Anak Dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun (Toddler) di Posyandu Desa

Ngliliran Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. In P. S. K. S. B. H. Mulia (Ed.),

Skripsi. Tidak diterbitkan.

Beka, R., Mz, S., Simanjuntak, B. Y., & Suryani, D. (2018). PEMBERIAN MP-ASI DINI

DENGAN STATUS GIZI ( PB / U ) USIA 4-7 BULAN DI KECAMATAN RATU

SAMBAN KOTA BENGKULU ( Early Complementary Feeding of Breast Milk and

nutritional status ( Height for Age index ) 4-7 month in Districts Ratu Samban Bengkulu

City ). 3, 103–109. https://doi.org/10.30867/action.v3i2.95

Budiman, & Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam

Penelitian Kesehatan. In Salemba Medika.

Dian Indah. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahun Ibu dengan Pemberian MP-ASI pada

Bayi Usia Kurang 6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gemertang. 3, 1–9.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.,. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2019.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., 1–123. www.dinkesjatengprov.go.id

Graimes, N. (2008). Resep Makanan Super Untuk Otak Anak. Platinum.

Gulo, M. J., & Nurmiyati, T. (2015). Hubungan Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-24 Bulan Di Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. Jurnal Bina Cendekia

Kebidanan, 1(1), 8–14.

Hardini, A. T. A. (2017). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan

Keaktivan dan hasil Belajar IPS Siswa. Scholaria, 7(2), 191–198.

Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan RI,

53(9), 1689–1699.

Lestiarini, S., & Sulistyorini, Y. (2020). Perilaku Ibu pada Pemberian Makanan Pendamping

ASI (MPASI) di Kelurahan Pegirian. Jurnal PROMKES, 8(1), 1.

https://doi.org/10.20473/jpk.v8.i1.2020.1-11

Masturoh, I. & N. . A. . (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementerian Kesehatan

RI.

Molika, E. (2014). Pedoman Makan Pendamping ASI. Raja Grafindo Persada.

Mufida, L., Widyaningsih, T. D., & Maligan, J. M. (2015). Prinsip Dasar Makanan

Pendamping Air Susu Ibu ( MP-ASI ) untuk Bayi 6 – 24 Bulan : Kajian Pustaka. Basic

Principles of Complementary Feeding for Infant 6 - 24 Months : A Review. Jurnal

Pangan Dan Agroindustri, 3(4), 1646–1651.

Munjidah, A., & Rahayu, E. P. (2020). Perbedaan Pemberian MP-ASI Menu Tunggal dan 4

(Empat) Kwadran terhadap Status Pertumbuhan Anak. Jurnal Ners Dan Kebidanan

(Journal of Ners and Midwifery), 7(1), 059–064.

https://doi.org/10.26699/jnk.v7i1.art.p059-064

Nurmalasari, Y., Anggunan, A., & Febriany, T. W. (2020). Hubungan Hubungan Tingkat

Pendidikan Ibu Dan Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-
59 Bulantingkat Pendidikan Ibu Dan Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Stunting

Pada Anak Usia 6-59 Bulan Di Desa Mataram Ilir Kecamatan Seputih Sur. Jurnal

Kebidanan Malahayati, 6(2), 205–211. https://doi.org/10.33024/jkm.v6i2.2409

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pendekatan). Salemba Medika.

Pradanie, R., Rachmawati, P. D., & Cahyani, M. D. (2020). Factors associated with mothers’

behaviors in selecting complementary feeding in Surabaya, Indonesia. Nurse Media

Journal of Nursing, 10(3), 306–316. https://doi.org/10.14710/NMJN.V10I3.27706

Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo. (2017). Metode Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta.

Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan (ke 3). Rineka

Cipta.

Safitri, Y. (2017). Makanan Pendamping Asi. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 15(2), 87–93.

https://doi.org/10.24114/jkss.v15i2.8778

Siyanto, S. (2015). Dasar Metodologi Penelitian (cetakan 1). Literasi Media.

https://books.google.co.id/books?id=QPhFDwAAQBAJ&printsec=frontcov

%0Aer&hl=id#v=onepage&q&f=false

Spyreli, E., McKinley, M. C., & Dean, M. (2021). Parental considerations during

complementary feeding in higher income countries: A systematic review of qualitative

evidence. Public Health Nutrition, 24(10), 2834–2847.

https://doi.org/10.1017/S1368980021001749

Sukrita, I. F. (2018). A to Z ASI Dan Menyusui. Pustaka Bunda.

Sumiatun, Koesmadi, D. P., & Wijayanti, A. (2021). Peningkatan Gizi Seimbang Melalui

Kegiatan Kreasi Makanan. Jurnal Pelita PAUD, 5(2), 178–183.


https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v5i2.1305

Syafrizar, & Welis, W. (2009). Gizi Olahraga. Ilmu Gizi:Teori & Aplikasi, 1–441.

WHO. (2012). Sixty-Fifth World Health Assembly. Wha65/2012/Rec/1, May, 1–3.

http://www.who.int/nutrition/topics/WHA65.6_resolution_en.pdf?ua=1

Widodo R. (2009). Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat Pada Anak. penerbit buku

kedokteran EGC.

Widyawati, W., Febry, F., & Destriatania, S. (2016). Analysis Complementary Feeding and

Nutritional Status Among Children Aged 12-24 Months in Puskesmas Lesung Batu,

Empat Lawang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(2), 139–149.

https://doi.org/10.26553/jikm.2016.7.2.139-149

Anda mungkin juga menyukai