Anda di halaman 1dari 104

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PEMBERIAN

DI WILAYAH
MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PADA BADUTA
POSYANDU KELURAHAN TITI RANTAI KECAMATAN MEDAN BARU
TAHUN 2019

SKRIPSI

OLEH :

SARAH KHALISHA NIM. 171000010


GHINA ATIKAH NIM. 171000022
RAUDATUL JANNAH NIM. 171000073
PUTRI RAMADHAN NIM. 171000243
EKA SETIAWATI NIM. 171000271

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUA
N
1.1 Latar Belakang

Masa baduta antara usia 0 – 24 bulan merupakan masa emas untuk


pertumbuhan dan perkembangan baduta. Karena itu, masa ini merupakan
kesempatan yang baik bagi orang tua untuk mengupayakan tumbuh kembang
baduta secara optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk
mencapai hal tersebut adalah melalui pola asuh makan yang baik dan benar yang
diberikan kepada baduta (Mutiara dan Ruslianti, 2013). Usia 6 sampai 24 bulan
merupakan periode kritis pertumbuhan baduta, karena pada umur tersebut baduta
sudah memerlukan MP-ASI yang memadai baik dari segi jumlah maupun
kualitasnya. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan
bahwa MP- ASI yang dibuat di rumah dapat memenuhi lebih dari 50% kebutuhan
energi, cukup protein, rendah zat gizi mikro dan vitamin 30% Zn dan Fe, 50%
Vitamin A (Kemenkes RI, 2012).
Dalam upaya untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO bersama UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk optimalisasi
derajat kesehatan baduta, yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada baduta
segera dalam waktu 30 menit setelah baduta lahir, kedua memberikan hanya air
susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sampai baduta berusia 6
bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak
baduta berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI
sampai baduta berusia 24 bulan atau
lebih. Disamping itu juga MP ASI disediakan berdasarkan bahan lokal bila
memungkinkan, MP ASI harus mudah dicerna, harus disesuaikan dengan umur
dan kebutuhan baduta dan harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012,
terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada badutanya,
kemudian sebanyak 32% Ibu memberikan makanan tambahan kepada baduta
berumur 2 – 3 bulan, dan 69% kepada baduta berumur 4 – 5 bulan. Sedangkan
pemberian ASI eksklusif pada baduta di bawah usia dua bulan berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2011-2012 hanya mencakup
67% dari total baduta yang ada. Tubuh baduta membutuhkan zat gizi yang sesuai
untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat
diupayakan dengan memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan (Mutiara &
Ruslianti, 2013), Setelah itu, periode pemberian makanan pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI).

MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang diberikan pada baduta
sampai usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat waktu pada usia 6-12
bulan, karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawan terjadi
malnutrisi (Suhardjo, 2013). Namun, di Indonesia masih banyak kebiasaan
pemberian makan baduta yang belum sesuai dengan umurnya. Hasil penelitian
yang dilakukan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa 56,8% ibu
memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada baduta 0-6 bulan dan
hanya sebesar 43,2% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu
dini (Dinkes Provsu, 2013).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan kepada baduta/anak untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. MP-ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin
meningkat umur baduta dan anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah
karena untuk tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang
memenuhi kebutuhan gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke
makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan
baduta. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting
untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan baduta yang bertambah
pesat pada periode ini (Kemenkes RI, 2012).
Setelah baduta berumur 6 bulan, makanan pendamping ASI (MP-ASI)
mulai diperkenalkan kepada baduta, namun pemberian ASI harus tetap
dilanjutkan setidaknya sampai baduta berumur 2 tahun. Pada usia 6 bulan, baduta
perlu diperkenalkan dengan makanan pendamping, yaitu makanan tambahan
selain ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi baduta yang meningkat.. Energi yang
dihasilkan

dari bubur, sop, kaldu, dan makanan cair lain yang diberikan kepada baduta
umumnya di bawah batas yang dianjurkan untuk makanan pendamping (0,6
kkal/g) (Yuliarti, 2013).
Semakin meningkatnya umur baduta, kebutuhan akan zat gizi semakin
bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan Air Susu Ibu (ASI) yang
dihasilkan ibunya kurang memenuhi kebutuhan gizi. Oleh sebab itu mulai usia 6
bulan selain ASI, baduta mulai diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-
ASI) agar kebutuhan gizinya terpenuhi (Kemenkes RI, 2012). Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan
ini dapat berupa makanan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga
yang dimodifikasi (Lilian Juwono, 2012).
Secara teoritis diketahui bahwa pemberian MP ASI terlalu dini pada
baduta dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada baduta seperti diare,
konstipasi, muntah, dan alergi. Disamping itu akan memicu terjadinya obesitas,
hipertensi, dan penyakit jantung koroner (Nadesul, 2011). Penelitian yang
dilakukan Anies Irawati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan
Makanan Kementerian Kesehatan, diperoleh data bahwa 50% baduta di Indonesia
sudah mendapatkan MP- ASI pada umur kurang dari satu bulan. Bahkan, pada
umur 2 – 3 bulan baduta sudah mendapatkan makanan padat. Dan baduta yang
mendapatkan MP ASI dini lebih banyak terserang diare, batuk- pilek, alergi, dan
berbagai penyakit infeksi yang menyebabkan mereka menderita kurang
gizi/malnutrisi (Irawati, 2013).
Baduta yang diberikan makanan pendamping ASI setelah berumur 6 bulan
umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat, mengurangi
risiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan jika makanan
pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka kematian
baduta, menggangu sistem pencernaan pada baduta, dan apabila terlambat
memberikan juga akan membuat baduta kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Dalam
menanggulangi dan mencegah kurang gizi pada baduta, maka ibu harus
mengetahui dengan benar tentang MP-ASI dan bagaimana cara pemberian yang
tepat pada baduta. Menteri pemberdayaan perempuan mengatakan sekitar 6,7 juta
baduta atau 27,3% dari seluruh baduta di Indonesia menderita kurang gizi. Salah
satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang baduta dan anak usia 0-24
bulan di Indonesia adalah rendahnya mutu MP-ASI dan tidak sesuainya pola asuh
makan yang diberikan (Kemenkes RI, 2012).
Mengenai pemberian MP-ASI pada baduta, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemberian MP ASI meliputi kapan MP-ASI harus diberikan,
jenis bentuk dan jumlahnya. Pada saat baduta tumbuh dan menjadi lebih aktif,
akan mencapai usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi baduta. Seorang ibu memiliki peran vital yang sangat penting terhadap
pemberian MP ASI pada baduta, sehingga seorang ibu dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan sikap yang baik mengenai pemberian MP ASI pada baduta
(Sentra Laktasi Indonesia, 2013). Berdasarka profil kesehatan provinsi Sumatera
Utara (2015) diketahui bahwa cakupan ASI eksklusif pada tahun 2015 di Sumut
sebesar 56,6% masih belum mencapai target nasional yang ditetapkan yakni
sebesar 80%.
Hasil survey awal yang dilakukan penulis di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru dengan wawancara singkat, diketahui bahwa
dari ibu yang memiliki baduta, dari beberapa responden yang diwawancarai sudah
memberikan MP-ASI pada baduta sejak usia dibawah enam bulan dan ada
beberapa responden juga menyatakan kurang memahami pengetahuan tentang
MP-ASI, ibu tidak mengerti berapa jumlah, porsi, jenis, frekuensi dan bentuk
yang tepat untuk memberikan makanan pendamping ASI pada anaknya. Sehingga
ibu memberikan makanan pendamping disamakan dengan makanan orang dewasa
hanya jumlahnya yang berbeda. Salah satu ibu yang diwawancarai mengatakan
mengenalkan makanan tambahan seperti susu formula dan makanan lunak kurang
dari 6 bulan agar anaknya kenyang dan tertidur pulas, jika anak diberi makan
pisang sewaktu berumur 2 bulan agar anak tidak rewel dan lebih tenang, berat
badan anak akan bertambah dan lebih cepat besar. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan ibu tentang manfaat dan cara pemberian MP-ASI yang benar dan
kebiasaan pemberian MP-ASI yang tidak tepat sehingga berpengaruh terhadap
sikap ibu dalam pemberian MP-ASI.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara singkat dengan
ibu-ibu kader di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan
Baru, mengatakan bahwa ada ibu-ibu yang memberikan MP-ASI yang tidak tepat
baik dari segi umur baduta, jenis makanan dan frekuensi pemberiannya. Hal ini
dapat dilihat dari adanya kasus pada baduta yang mengalami gangguan sistem
pencernaan seperti diare. Jenis makan pendamping yang diberikan cukup beragam
oleh ibu kepada badutanya, ada yang memberikan bubur susu, roti, pisang yang
dikerok, dan ada ibu yang memberikan bubur saring. Hal lain yang berhubungan
dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah
Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, ialah sikap ibu
terhadap pemberian MP-ASI tersebut, dimana sikap ibu menganggap bahwa
pemberian MP-ASI merupakan hal yang tidak perlu dikhawatirkan, dan
merupakan suatu faktor kebiasaan masyarakat setempat, bahwa baduta dibawah
usia enam bulan sudah bisa diberikan makanan pendampin ASI (MP-ASI) atau
menu makanan keluarga.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru tahun 2019.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah mengenai “Bagaimana Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Baduta
di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan
Baru tahun 2019.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019.
2. Untuk megetahui gambaran sikap ibu terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019.
3. Untuk mengetahui gambaran pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan
Medan Baru tahun 2019.
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019.
5. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019.

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu
terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan
Medan Baru tahun 2019.
2. Ha : Ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru
tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Bagi institusi (Puskesmas Titi Rantai, Posyandu, bidan desa, dan kader
kesehatan) sebagai bahan masukan untuk mengembangkan metode terbaru
dan pendekatan pendidikan kesehatan yang aplikatif untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta.
2. Bagi Universitas Sumatera Utara, sebagai literatur kepustakaan di bidang
penelitian mengenai bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu
tehadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta
di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun
2019.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai perbandingan atau
bahan referensi bagi penelitian dengan objek yang sama di masa
mendatang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan


2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-
Organisme–Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Dimensi Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu


respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman,
serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok yaitu : (Notoatmodjo, 2010)
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari
itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan
yang seoptimal mungkin.
c) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit
sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit
sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses
pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian
pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan.
Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan
harapan si sakit.
a) Fregmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan
dukun.
b) Procastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan.
c) Self medication, ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.
d) Discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan.

Dalam menentukan reaksi/tindakan sehubungan dengan gejala penyakit


yang dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap
yaitu, tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit ,tahap kontak dengan
pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau
rehabilitasi.
3. Perilaku kesehatan lingkungan (Enviromental health behaviour)
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga atau masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-
kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas
saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-
undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors),
terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua,
faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik
seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong
(reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan,
seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.
Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses
belajar, lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya
pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut
(lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan
tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang
berupa perilaku (Notoatmodjo,2010).

2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan


Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.
Keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat
manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan. Adapun unsur
lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan (emotion). Ketiganya berada
dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh mempengaruhi
menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda,
pikiran atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan. Konsekuensinya, ada
pengetahuan akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika) dan pengetahuan
pengalaman (etika). Idealnya, pengetahuan seharusnya mengadung kebenaran
sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain,
pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat
diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku
(Suhartono, 2008).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung
ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui
penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
optimal.
Menurut Notoatmodjo (2010) , pengetahuan mempunyai enam tingkatan,
yaitu :
a. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yangtelah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang
ada.
f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada (Notoatmodjo,
2010).
Adapun faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan (2010) dibedakan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal :
a. Faktor internal
1. Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup
terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah untuk penerimaan informasi.
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikuti oleh Nursalam (2003) oekerjaan merupakan
suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan.
Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga.
Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.
3. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai
berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b. Faktor eksternal
1. Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka
individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar
tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku
kurang baik.
2. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi
sikap dalam penerimaan informasi.
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.) Cara Tradisional atau Non ilmiah : Coba-salah (Trial and Error), secara
kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan
melalui jalan fikiran manusia.
b.) Cara modern yaitu cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis
dan lebih ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular
disebut dengan metode penelitian (research methodology) (Notoatmodjo,
2010).

2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap


Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide
tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Notoatmodjo, 2010).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :


1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak
kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi
sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang
tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula
mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah
sikap-sikap tersebut (Purwanto (1999) dalam Notoatmodjo, 2010).
2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk


terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan
terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.

2.2 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


2.2.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi baduta/anak umur 0-24 bulan
melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan merupakan
bagian yang dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara menyeluruh.
Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan baduta dan anak, dan adanya
kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi
penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, Khususnya pada umur
dibawah 2 tahun (baduta). Bertambah umur baduta bertambah pula kebutuhan
gizinya. Ketika baduta memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi
seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin dan mineral yang terkandung
dalam ASI atau susu formula tidak lagi mencukupi. Oleh karena itu sejak baduta
usia 6 bulan, selain ASI mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6-24
bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI
melainkan untuk melengkapi ASI, Jadi, makanan pendaming ASI harus tetap
diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yesrina, 2010).

2.2.2 Waktu yang Tepat untuk Memberikan Makanan Pendamping ASI


(MP-ASI)
Setelah baduta berumur 6 bulan, pemberian ASI saja tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi baduta yang beraktivitasnya sudah cukup banyak. Pada
umur 6 bulan, berat badan baduta yang normal sudah mencapai 2-3 kali berat
badan saat lahir. Pesatnya pertumbuhan baduta perlu dibarengi dengan pemberian
kalori dan gizi yang cukup. Oleh karena itu, selain ASI, baduta pada umur 6 bulan
juga perlu diberi makanan tambahan yang harus disesuaikan dengan kemampuan
lambung baduta untuk mencerna makanan. Pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) plus ASI hingga baduta berumur 2 tahun sangatlah penting bagi baduta
(Prabantini, 2010).
2.2.3 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Sesuai dengan namanya, makanan pendamping ASI diberikan sebagai
tambahan untuk memenuhi kebutuhan kalori anak. MP-ASI diberikan pada waktu
transisi dari pemberian ASI ekslusif ke bentuk makanan keluarga. Berikan MP-
ASI pada saat yang tepat, yaitu sekitar 6 bulan, saat pemberian ASI saja sudah
mulai tidak mencukupi kebutuhan baduta sehingga baduta harus mendapatkan
sumber energi lain di samping ASI untuk pertumbuhan dan perkembangannya
(Rini dan Bernie, 2011).
Baduta yang siap menerima makanan padat akan memberikan sinyal
kepada orang tuanya, memberitahukan bahwa dia sudah siap menambah variasi
dari sekedar susu. Secara umum, baduta menunjukkan kesiapan menerima
makanan pendamping jika menunjukkan tanda-tanda berikut (Dwi, 2010) :
1) Baduta mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya;
2) Berat badan sudah mencapai dua kali lipat berat lahir;
3) Baduta merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan’
4) Hilangnya refleks menjulurkan lidah;
5) Baduta lebih tertarik pada makanan dibandingkan botol susu atau ketika
disodori puting susu;
6) Baduta rewel atau gelisah, padahal sudah diberi ASI atau susu formula
sebanyak 4-5 kali sehari;
7) Baduta sudah dapat duduk sembari disangga dan dapat mengontrol
kepalanya pada posisi tegak dengan baik;
8) Keingintahuannya terhadap makanan yang dimakan oleh orang lain semakin
besar. Baduta memperhatikan dengan seksama saat orang lain makan
(Biasanya mulut mereka ikut mengecap).
Setelah umur 6 bulan, baduta mulai membutuhkan makanan padat dengan
beberapa nutrisi, seperti zat besi, vitamin C, protein, karbohidrat, seng, air, dan
kalori. Oleh karena itu penting juga untuk tidak menunda pmeberian MP-ASI
hingga baduta berumur lebih dari 6 bulan karena manunda dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan. (Prabantini, 2010).
Sesudah baduta berumur 6 bulan, secara berangsur angsur perlu makanan
pendamping berupa sari buah, atau buah- buahan, nasi tim, makanan lunak, dan
akhirnya makanan lembek. Adapun tujuan pemberian makanan pendamping
adalah sebagai berikut :
1) Melengkapi zat gizi ASI yang kurang;
2) Mengembangkan kemampuan baduta untuk menerima macam-macam
makanan dengan berbagai rasa dan bentuk;
3) Mengembangkan kemampuan baduta untuk mengunyah dan menelan
(Kemenkes RI, 2004),
Pada usia 6 bulan, pencernaan baduta mulai kuat. Pemberian makanan
pendamping ASI harus setelah usia 6 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan
menurunkan konsumsi ASI dan baduta mengalami gangguan pencernaan atau bisa
diare. Sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan
mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Kemenkes RI,
2004).
2.2.4 Cara Pengolahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Cara mempersiapkan masakan dalam pengolahan makanan sebaiknya
perhatikan keamanan dan kebersihan selama proses persiapan, penyimpanan, dan
pemberian makanan pada si kecil : 1). Mempersiapkan peralatan : pastikan bahwa
peralatan yang anda gunakan, seperti; panci, talenan, dan blender / food processor
telah dibersihkan dengan baik. 2). Persiapan untuk memasak : buah dan sayur,
daging. Cara memasaknya: mengukus, merebus dan tim, memanggang, memasak
dengan microwave, menggoreng, dibakar (Prabantini, 2010).
Cara mengolah MP-ASI ialah sama menu anak dengan menu orang
dewasa hanya saja tidak pedas dan konsistensi agak lunak, dengan memperhatikan
menu seimbang, yaitu: nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan bila ada,
ditambah susu dan ASI sebaiknya tetap diberikan (Ellya, 2010).
Adapun sayarat pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yaitu :
Makanan tambahan untuk baduta harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu
rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan
baduta sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat.
Makanan Pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah
zat-zat gizi yang diperlukan baduta seperti protein, energi, lemak, vitamin,
mineral dan zat-zat tambahan lainnya (Nadesul, 2011).
Menurut Muchtadi (2004) hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam
pemberian makanan tambahan pada baduta adalah sebagai berikut :
1) Makanan baduta (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang
diperlukan baduta.
2) Makanan tambahan harus kepada baduta yang telah berumur 6 bulan sebanyak
4- 6 kali/hari.
3) Sebelum berumur 2 tahun baduta belum dapat mengkonsumsi makanan orang
dewasa.
4) Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk
pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi baduta, baik ditinjau dari nilai
gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.
5) Makanan harus diolah dari bahan makanan yang bersih dan aman. Harus dijaga
keamanan terhadap kontaminasi dari organ biologi berbahaya seperti kuman,
virus, parasit dan zat kimia, racun yang berbahaya, mulai dari persiapan bahan
makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian.
6) Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa
makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, cokelat
dan lainnya.
7) Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan
makanan atau makanan sehingga mencapai kadar yang dapat meningkatkan
status gizi . Pada MP-ASI yang penting adalah penambahan zat gizi mikro
seperti zat besi, yodium ke dalam biskuit, cookies, roti, garam dan makanan
suplemen. Kendala penambahan zat gizi mikro ke dalam makanan adalah
perubahan cita rasa dan warna, perubahan tekstur dan lain lain, sehingga
memerlukan suatu aplikasi teknologi yang memadai agar dapat mencapai
tujuannya. MP-ASI yang dibuat di rumah tangga (MP-ASI tradisional) pada
umumnya kurang memenuhi kebutuhan zat gizi terutama micronutrien seperti
Fe, Zn, terlebih pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.
2.2.5 Kriteria Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Meskipun buah dan bubur susu dipercaya sebagai jenis makanan yang
harus diberikan pertama kali pada baduta, tetapi menurut WHO (2004) sebaiknya
baduta mengonsumsi aneka sumber makanan setiap hari sebagai makanan
pendamping ASI dan tidak hanya bergantung pada sumber makanan nabati,
walaupun untuk mengenalnya perlu dilakukan secara bertahap. Pemberian bahan
makanan tunggal pada awal pengenalan membantu baduta mengenal rasa
sehingga diharapkan ia dapat menyukai aneka bahan makanan di kemudian hari
(Handy, 2010).
Jenis makanan pendamping ASI yang dapat diberikan diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah, misalnya : pisang
ambon, papaya, jeruk manis, tomat dan lainya.
2) Makanan lunak dan lembek, seperti bubur susu, nasi tim dan sebagainya.
(Marimbi, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi baduta 6 – 12 bulan (6,8 mg)
dibutuhkan 108 gr hati ayam (4 pasang) atau 550 gr telur atau 500 gr ikan atau 450
gr daging sapi atau 350 gr kacang-kacangan sehingga sulit untuk dapat diberikan
dari dapur ibu Sunawang, 2010).
Pendapat lain, pembuatan MP-ASI di tingkat rumah tangga masih cukup
untuk memnuhi kebutuhan gizi apabila dilakukan pengaturan pada sumber
makanan bergizi yang sesuai dengan bahan makanan lokasi yang tersedia baik
variasi dan jumlah yang dibutuhkan masing-masing anak. Hal ini dapat terlihat
dengan mengatur komposisi jumlah dan jenis makanan untuk makan pagi, makan
siang dan makan sore di samping pemberian ASI yang terus dilanjutkan sampai
minimal anak berusia 2 tahun seperti berikut ini: makan pagi dengan semangkuk
kecil bubur susu, makan siang dengan sepiring sedang (3 sendok makan) nasi, 1
sendok kacang merah, dan setengah butir jeruk, dan makan malam dengan sepiring
sedang (3 sendok makan) nasi, 1 sendok makan hati dan 1 sendok makan sayuran
hijau. Dengan demikian kebutuhan energi hampir terpenuhi, demikian pula dengan
kebutuhan protein, vitamin A maupun zat besi (Marimbi, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan baduta sebaiknya memiliki
beberapa kriteria sebagai berikut :
1) Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.
2) Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral
yang cocok.
3) Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik.
4) Harganya relatif murah.
5) Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.
6) Bersifat padat gizi.
7) Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah
sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu
pencernaan baduta (Murianingsih dan Sulastri, 2010).

2.2.6 Jenis Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Waktu Pemberiannya


Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik
bentuk maupun jumlahnya yang disesuaikan dengan kemampuan pencernaan
baduta dan anak. Tahapan tersebut adalah :
1. Makanan baduta berumur 0-6bulan
a.) Hanya ASI saja (ASI
Eksklusif).
b.) Hisapan baduta akan merangsang produksi ASI terutama pada 30 menit
pertama setelah melahirkan.
c.) Dengan menyusui akan terbina hubungan kasih saying antara ibu dan anak
d.) Berikan kolostrum, karena mengandung zat-zat gizi dan zat kekebalan
yang dibutuhkan baduta.
e.) Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan baduta.

2. Makanan baduta berumur 6-9bulan


a.) Pemberian ASI tetap diteruskan.
b.) Bentuk makanan lumat karena alat cerna baduta sudah lebih berfungsi,
contoh : nasi tim, bubur susu.
c.) Berikan 2 kali sehari setelah diberikan ASI.
d.) Porsi tiap pemberian sebagai berikut :
 Pada umur 6 bulan : 6 sendok makan
 Pada umur 7 bulan : 7 sendok makan
 Pada umur 8 bulan : 8 sendok makan
 Pada umur 9 bulan : 9 sendok makan
 Untuk menambah nilai gizi, nasi tim dapat ditambah sumber zat lemak
sedikit demi sedikit, seperti santan, margarine, minyak kelapa.
 Bila baduta masih lapar, ibu dapat menambahnya.

3. Makanan baduta umur 9-12 bulan


a.) Pemberian ASI tetap
diberikan.
b.) Pada umur ini baduta diperkenalkan dengan makanan keluarga secara
bertahap dengan takaran yang cukup.
c.) Bentuk makanan lunak.
d.) Berikan makanan selingan satu kali sehari.
e.) Makanan selingan usahakan bernilai tinggi seperti bubur kacang hijau,
bubur sumsum.
f.) Biasakan mencampurkan berbagai lauk pauk dan sayuran kedalam
makanan lunak secara berganti-ganti.
g.) Pengenalan berbagai bahan makanan sejak dini berpengaruh baik dalam
kebiasaan makan.

4. Makanan baduta umur 12-24 bulan


a.) Frekuensi pemberian ASI dikurangi sedikit demi sedikit.
b.) Susunan makanan terdiri dari makanan pokok lauk-pauk sayuran dan
buah.
c.) Besar porsi adalah separuh dari makanan orang dewasa.
d.) Gunakan angka ragam bahan makanan setiap harinya.
e.) Diberikan sekurang-kurangnya tiga kali sehari.
f.) Berikan makanan selingan dua kali sehari.
g.) Anak dilatih untuk makan dan cuci tangan sendiri.
h.) Biasakan anak mencuci tangannya sebelum dan sesudah makan.
i.) Biasakan anak makan bersama-sama keluarga (Nadesul, 2011).

2.2.7 Kerugian-Kerugian Yang Potensial Dari Pengenalan Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Terlalu Dini
Menurut Suhardjo (2005) ada beberapa akibat kurang baik dari pengenalan
makanan pendamping ASI terlalu dini kepada baduta antara lain yaitu : gangguan
menyusui, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan
hyperosmolaritas plasma, alergi terhadap makanan, dan mungkin gangguan
terhadap pengaturan selera makan. Makanan alamiah, bahan makanan tambahan
dan pencemaran makanan tertentu juga dapat dirugikan. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai akibat-akibat yang disebabkannya :

1. Beban ginjal yang berlebihan dan hyperosmolaritas


Makanan padat, baik yang dibuat sendiri maupun di pabrik, cenderung
untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi, yang akan menambah
beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang
mengandung daging. Baduta-baduta yang mendapat makanan padat pada umur
yang dini, mempunyai osmolalitas plasma yang lebih tinggi dari pada baduta-
baduta yang 100% mendapat air susu ibu dank arena itu mudah mendapat
hyperosmolaritas dehidrasi. Hyperosmolaritas penyebab haus yang berlebihan.

2. Alergi terhadap makanan


Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 7,5% dan telah diingatkan
bahwa alergi terhadap makanan lainnya seperti jeruk, tomat, ikan, telur, dan
serealia bahkan mungkin lebih sering terjadi. Air susu ibu kadang-kadang dapat
menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk
menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi pemberian susu sapi atau makanan
tambahan yang dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan. Dan baduta
yang di berikan makanan pendamping ASI terlalu dini, akan lebih mudah
terserang diare (Pediatri, 2008).
3. Gangguan pengaturan selera makan

4. Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan


Makanan tambahan mungkin mengandung komponen-komponen alamiah
yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Gula ini adalah penyebab
kerusakan pada gigi, dan telah dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada
umur yang dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis.
Banyak dari serealia yang mengandung glutein dapat menambah risiko penyakit
perut pada umur yang muda, mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostik,
karena sifat tidak mau menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu
gambaran klinis yang sama dengan gejala-gejala penyakit perut.. Sekurang-
kurangnya pada baduta yang sudah diberikan susu formula (Suhardjo, 2005).

2.3 Kerangka Teori Penelitian

Faktor Predisposisi

 Umur
 Pengetahuan
 Sikap
 Kepercayaan
 Nilai-nilai
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Status perkawinan Perilaku ibu dalam pemberian
makanan pendamping (MP-ASI)
Faktor Pemungkin pada baduta 0 – 24 bulan
 Biaya
 Jarak
 Pelayanan Kesehatan
 Media informasi

Faktor Penguat

 Dukungan keluarga
 Dukungan teman
 Petugas kesehatan

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Berdasarkan skema 2.1 diatas diketahui bahwa kerangka teoritis dalam
penelitian ini ialah merupakan memakai teori domain perilaku atau faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) yang
menyatakan bahwa domain atau faktor pembentukan perilaku dibagi menjadi 3
macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni umur, pengetahuan,
sikap, kepercyaan, nilai-nilai, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan,
faktor pemungkin (enabling factors) seperti biaya, jarak, pelayanan kesehatan,
dan media informasi serta faktor penguat/pendorong (reinforcing factors) seperti
dukungan keluarga, teman, dan petugas kesehatan yang dapat mempengaruhi
perilaku individu termasuk perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping
(MP-ASI) pada baduta 0 – 24 bulan.

2.4 Kerangka Konsep Penelitian


Variabel Independen

Karakteristik Responden
Umur
Suku bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan Variabel Dependen
Pendapatan
Pemberian makanan
pendamping ASI (MP-
ASI) pada baduta 6 – 24
bulan
Pengetahuan ibu mengenai MP-ASI

Sikap ibu mengenai MP-ASI

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan skema 2.3 diatas, diketahui bahwa karakteristik responden
yang akan digambarkan dalam penelitian ini yaitu meliputi umur, suku bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan). Variabel independen atau variabel bebas
dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan sikap ibu mengenai makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang merupakan faktor predisposisi dalam pembentukan perilaku seperti
yang dijelaskan dalam teori Green mengenai faktor- faktor yang memengaruhi
pembentukan perilaku pada individu, dan variabel dependen atau variabel terikat dalam
penelitian ini adalah pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada baduta 6 – 24
bulan di wilayah kerja Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru tahun
2019.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat analitik menggunakan metode
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang bersifat cross sectional. Penelitian
cross sectional dimaksudkan bahwa pengambilan dan analisis data antara variabel bebas
atau varaiabel independen yakni pengetahuan dan sikap ibu mengenai makanan
pendamping ASI (MP-ASI), dengan variabel terikat atau variabel dependen yakni
pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada baduta di wilayah Posyandu Kelurahan
Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru dilakukan pada waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan WaktuPenelitian


3.2.1 LokasiPenelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai,
Kecamatan Medan Baru 2019.

3.2.2 WaktuPenelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari Oktober-Desember 2019.

3.3 Populasi danSampel


3.3.1 Populasi
Populasi atau dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki baduta/baduta berusia
6 – 24 bulan yang tinggal diPosyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru,
yang menurut data dari Posyandu Kelurahan Titi Rantai berjumlah 83 orang. Sehingga
jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 83 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki baduta/baduta yang berusia 6 – 24
bulan yang tinggal di wilayahPosyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru,
dengan kriteria bersedia diwawancarai langsung oleh peneliti untuk mengisi kuisioner yang
telah disusun oleh peneliti dalam penelitian. Jumlah responden yang akan dijadikan sampel
dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut
(Lemeshow, 1997):

n= Z² . P (1-P) N
Keterangan : d² (N-1) + Z²

n : Besar sampel
N : Besar populasi (83 ibu yang memiliki baduta)
Z : Standar deviasi normal (1,96 dengan Cl 95%)
P : Target populasi (0,5)
d : Derajat ketepatan yang digunakan (5%)

Perhitungan Besar Sampel :

n= Z² . P (1-P)N

d² (N-1) + Z² .

n= (1,96)² . 0,5 (1-0,5) 83


(0,05)² (83-1) +1,96²

n= 79,68

4,04

n = 19,72 ≈ 20
Jumlah besar sampel dalam penelitian ialah sebanyak 20 orang responden.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Accidental Sampling. Pengambilan sampel secara aksidental merupakan cara
pengambilan sampel yang dilakukan dengan menemui subjek atau responden
penelitian secara langsung berdasarkan kriteria yang ditetapkan peneliti dan
dilakukan dengan mengambil responden sesuai dengan jumlah sampel yang sudah
ditentukan yang ada atau tersedia di lokasi penelitian sesuai dengan konteks
penelitian, menanyakan kebersediaan menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan, apabila bersedia maka orang tersebut dapat dijadikan sebagai sampel
atau responden dalam penelitian (Sugiyono,2008).
Kriteria responden dalam penelitian ini ialah responden merupakan ibu yang memiliki
baduta (6-24 bulan) yang tinggal di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan
Medan Baru, serta responden bersedia untuk diwawancarai langsung oleh peneliti untuk
mengisi kuisioner yang telah disusun sesuai dengan rumusan permasalahan yangditeliti.

3.4 Metode Pengumpulan Data


3.4.1 DataPrimer
Untuk memperoleh data primer yang diperlukan, teknik yang digunakan
adalah pengisian kuesioner melalui wawancara langsung oleh peneliti kepada
responden penelitian. Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan kepada responden secara langsung dengan harapan
responden akan memberi respon jawaban yang sebenar-benarnya atas pertanyaan
yang diajukan dalam kuisioner.
3.4.2 Data Sekunder
Pengumpulan sumber data sekunder berasal dari studi kepustakaan dan
studi literatur yang terkait dengan rumusan permasalahan yang sedang diteliti
dalam penelitian yang sedang dilaksanakan.

3.5 Variabel Penelitian dan DefenisiOperasional


3.5.1 VariabelPenelitian
Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan
sikap ibu mengenai makanan pendamping ASI (MP-ASI), dan variabel dependen atau variabel
terikat dalam penelitian ini adalah pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada baduta (6
– 24 bulan) diwilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru tahun 2019.

3.5.2 Defenisi Operasional


Defenisi operasional mengenai masing-masing variabel penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Umur, yaitu jumlah tahun yang dihitung mulai lahir sampai ulang tahun
terakhir responden.
2. Suku bangsa, ialah identitas suku yang dimiliki oleh responden berdasarkan
keturunan.
3. Agama, yaitu kepercayaan agama yang dianut oleh responden.
4. Pendidikan, yaitu jenis pendidikan formal yang terakhir diselesaikan oleh
responden.
5. Pekerjaan, yaitu sumber mata pencaharian yang dilakukan oleh responden
sehari-hari.
6. Pendapatan, yaitu jumlah pendapatan yang dimiliki atau didapatkan
responden dalam setiapbulan.
7. Pengetahuan, yaitu pengetahuan responden mengenai makanan pendamping
ASI(MP-ASI).
8. Sikap, yaitu respon atau pernyataan yang menyatakan persetujuan atau
penolakan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI(MP-ASI).
9. Tindakan, yaitu tindakan responden dalam memberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta.

3.6 Metode Pengukuran


3.6.1 Metode Pengukuran VariabelIndependen
Metode pengukuran variabel independen berdasarkan pada jawaban
responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan pada kuisioner yang
disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti.

1. Pengetahuan
Pengukuran variabel independen yaitu pengetahuan ibu mengenai makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dihitung berdasarkan 20 (lima belas) pertanyaan
dengan alternatif jawaban “Benar” (bobot nilai 1) , dan “Salah” (bobot nilai 0).
Semakin tinggi skor maka semakin baik pengetahuan ibu mengenai makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Nilai maksimal dari keseluruhan skor yaitu
20x1=20.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka nilai variabel independen


yakni pengetahuan ibu mengenai makanan pendamping ASI (MP-ASI) dapat
dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006) :
1) Baik : Jika skor yang diperoleh responden > 60% atau9-20.
2) KurangBaik : Jika skor yang diperoleh responden < 60% atau0-8.

2. Sikap
Sikap responden dinilai berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh dari
jawaban kuisioner mengenai sikap responden dengan jumlah 20 (dua puluh)
pertanyaan yang dibedakan dengan 10 (sepuluh) pertanyaan untuk sikap positif
dan 10 (sepuluh) pertanyaan untuk sikap negatif. Untuk penilaian sikap positif
responden didasarkan pada 4 (empat) pilihan jawaban dari skala Likert , yaitu :
 SS (Sangat Setuju) dengan bobot nilai3;
 S (Setuju) dengan bobot nilai2;
 TS (Tidak Setuju) dengan bobot nilai 1;dan
 STS (Sangat Tidak Setuju) dengan bobot nilai0.
Untuk penilaian sikap negatif responden juga didasarkan pada 4 (empat)
pilihan jawaban dari skala Likert , yaitu :
 SS (Sangat Setuju) dengan bobot nilai0;
 S (Setuju) dengan bobot nilai1;
 TS (Tidak Setuju) dengan bobot nilai 2;dan
 STS (Sangat Tidak Setuju) dengan bobot nilai3.
Sehingga didapatkan jumlah nilai maksimal yang dapat diperoleh dari
penilaian sikap responden ialah sebanyak 3x20=60.
Berdasarkan jawaban tersebut, sikap responden kemudian dikategorikan
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu sebagai berikut (Arikunto, 2006) :
1) Baik : Jika skor yang diperoleh responden > 60% atau36-60.

2) KurangBaik : Jika skor yang diperoleh responden < 60% atau0-35.


3.6.2 Metode Pengukuran VariabelDependen
Metode pengukuran variabel dependen berdasarkan pada jawaban
responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan pada kuisioner yang
disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti. Pengukuran variabel dependen
yaitu pemberian makanan pendamping (MP-ASI) baduta (6 – 24 bulan) dihitung
berdasarkan 10 (sepuluh) pertanyaan dengan alternatif jawaban “YA” (bobot nilai
1), dan “TIDAK” (bobot nilai 0). Semakin tinggi skor maka semakin baik praktek
ibu dalam pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada baduta. Nilai
maksimal dari keseluruhan skor yaitu 10x1=10.
Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh, maka nilai variabel dependen
yakni praktek ibu dalam pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada baduta
dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006):
1) Baik : Jika skor yang diperoleh responden > 60% atau6-10.

2) Kurang Baik : Jika skor yang diperoleh responden < 60% atau0-5.

3.7 Metode Pengolahan dan AnalisaData


3.7.1 Metode PengolahanData
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai
berikut :

1. Editing (Pemeriksaan Data)


Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban
atas pertanyaan yang diajukan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau
terdapat keluhan maka data harus dilengkapi dengan cara wawancara atau
menanyakan kembali jawaban pengisian kuisioner kepada responden.
2. Coding (Pemberian Kode)
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual.

3. Entry (Memasukkan Data)


Data yang akan dimasukkan yakni jawaban-jawaban dari masing-masing
pertanyaan yang diajukan pada responden dalam bentuk “kode” (angka atau
huruf) yang dimasukkan dalam program atau software statistik komputer. Dalam
penelitian ini program statisitik komputer yang dipakai ialah program SPSS
(Statistical Product Service Solution).

4. Cleaning (Pembersihan Data)


Cleaning atau pembersihan data yang artinya semua data dari setiap
sumber data yang telah selesai dimasukkan, perlu diperiksa kembali untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi kembali.

5. Scoring (Pemberian Skors)


Scoring atau pemberian skors ialah pemberian nilai yang dilakukan oleh
peneliti terhadap isian kuisinoner yang diisi oleh responden, pemberian skors
terhadap isian kuisioner dilakukan untuk menyesuiakan dengan statistik uji yang
akan dipakai dalam penelitian.

3.7.2 Metode Analisa Data


Metode analisa data yang digunkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Analisa Univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal
variabel-variabel penelitian baik independen maupun dependen dalam bentuk
distribusi frekuensi dan hitunganpersentasenya.
Analisa Bivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk melihat ada tidaknya
hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai dengan menggunakan analisis Uji Chi-
Square pada tingkat kepercayaan 95% dengan asumsi bahwa data yang dianalisis berupa data
kategorik.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kecamatan Medan baru merupakan 1 dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan
2
dengan luas wilayah lebih kurang 5,41 Km dan terbagi dalam 6 Kelurahan yakni
2 2
Kelurahan Petisah Hulu (0.62 Km ), Kelurahan Babura (0.79 Km ), Kelurahan Merdeka
2 2 2
(0.98 Km ), Kelurahan Darat (0.28 Km ), Kelurahan Padang Bulan (1.68 Km ) dan
2
Kelurahan Titi Rante (1.06 Km ) dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Dengan Kecamatan Medan Petisah (Jalan Gajah Mada).
Sebelah Selatan : Dengan Kecamatan Medan Johor dan Kecamatan Medan
Selayang.
Sebelah Timur : Dengan Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan
Medan Sunggal (Alur Sungai Putih).
Sebelah Barat : Dengan Kecamatan Medan Polonia dan Kecamatan
Medan Johor (Alur Sungai Babura).

4.1 Gambaran Umum Karakteristik Responden


Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki baduta yang berusia yang
tinggal di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru , dengan
kriteria bersedia diwawancarai langsung oleh peneliti untuk mengisi kuisioner yang
telah disusun oleh peneliti dalam penelitian dan memiliki karakteristik tertentu baik dari
segi karakteristik demografis yang berupa umur, suku bangsa, agama, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan, dengan jumlah sampel sebanyak 20
orang.

Tabel 4.1 Gambaran Umum Karakteristik Responden

Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Responden
Umur
21 - 25 Tahun 3 15,0
26 – 30 Tahun 2 10,0
31 – 35 Tahun 9 45,0
36 – 40 Tahun 5 25,0
Diatas 40 tahun 1 5,0
Total 20 100
Suku Bangsa
Batak Karo 3 15,0
Batak Toba 1 5,0
Melayu 2 10,0
Jawa 12 60,0
Minang 2 10.0
Total 20 100
Agama
Islam 16 80,0
Protestan 2 10,0
Katolik 2 10,0
Total 20 100
Tingkat Pendidikan

SD /Sederajat 3 15,0
SMP/Sederajat 4 20,0
SMA/Sederajat 11 55,0
Perguruan Tinggi 2 10,0
Total 20 100,0
Jenis Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 9 45,0
Pegawai Negeri Sipil 2 10,0
Wiraswasta 8 40,0
Pegawai/Buruh 1 5,0

Total 20 100
Tingkat Pendapatan
Kurang dari 7 35,0
Rp. 1.000.000,-
Rp.1.000.000.- s.d 4 20,0
Rp. 3.000.000,-

Tidak memiliki 9 45,0


pendapatan
Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa karakteristik responden


berdasarkan umur sebagian besar responden berada pada rentang usia 31 - 35 tahun
yakni sebanyak 9 orang (45,0%), pada rentang usia 36 – 40 tahun sebanyak 5
orang (25,0%), pada rentang usia 21 – 25 tahun yakni sebanyak 3 orang (15,0%), pada
rentang usia 26 – 30 tahun yakni sebanyak 2 orang (10,0%), pada rentang usia diatas 40
tahun yakni sebanyak 1 orang (5,0%).
Karakteristik responden berdasarkan suku bangsa, yaitu diketahui bahwa
sebagian besar responden merupakan suku bangsa Batak Karo yakni sebanyak 3 orang
(15,0%), responden yang memiliki suku bangsa Batak Toba yakni sebanyak 1 orang
(5,0%), responden yang memiliki suku bangsa Melayu yakni sebanyak 2 orng (10,0%),
kemudian responden yang memiliki suku bangsa Jawa yakni sebanyak 12 orang
(60,0%), dan responden yang memiliki suku bangsa Minang yakni sebanyak 2 orang
(10,0%). Karakteristik responden berdasarkan agama diketrahui bahwa sebagian besar
responden bergama Islam yakni sebanyak 16 orang (80,0%), kemudian responden yang
beragama Islam sebanyak 2 orang (10,0%), dan responden yang beragama Katolik yakni
sebanyak 2 orang (10,0%).

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar


responden telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMA/Sederajat yakni sebanyak
11 orang (55,0%), responden yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan di tingkat
SMP/Sederajat yaitu sebanyak 4 orang (20,0%), kemudian responden yang hanya
menyelesaikan jenjang pendidikan di tingkat SD/Sederajat yaitu sebanyk 3 orang
(15,0%), dan responden yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan Perguruan Tinggi
sebanyak 2 orang (10,0%). Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
sebagian besar responden telah bekerja sebagai ibu rumah tangga yakni sebanyak 9
orang (45,0%), responden yang bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 8 orang
(40,0%), kemudian responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil yakni sebanyak
2 orang (10,0%), dan responden yang bekerja sebagai pegawai/buruh sebanyak 1 orang
(5,0%).
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan sebagian besar responden
yang tidak memiliki pendapatan yakni sebanyak 9 orang (45,0%), responden yang
memiliki tingkat pendapatan kurang dari Rp. 1.000.000,- setiap bulannya yakni
sebanyak 7 orang (35,0%), dan responden yang memiliki tingkat pendapatan antara Rp.
1.000.000,- Rp. 3.000.000,-yakni sebanyak 4 orang (20,0%).

4.2 Gambaran Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru
Pengetahuan responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Gambaran Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Pengetahuan Responden terhadap Jawaban


Total
No. Pemberian Makanan Pendamping
Benar Salah
ASI (MP-ASI)
n % n % n %

1 Yang ibu ketahui tentang MP-


ASI adalah Makanan 19 95,0 1 5,0 20 100
Pendamping ASI

Tujuan untuk memberikan MP-ASI


2 pada baduta ialah agar kebutuhan gizi 13 65,0 7 35,0 20 100

pada baduta dapat tercukupi

Usia yang tepat untuk mulai


3 memberikan makanan lain di samping 8 40,0 12 60,0 20 100

ASI ialah setelah baduta berusia 6


bulan
Menurut ibu, Makanan Pendamping
ASI yang baik untuk baduta 6 bulan
4 12 60,0 8 40,0 20 100
ialah makanan lumat, seperti bubur susu
Makanan Pendamping ASI yang baik
5 untuk baduta 9-12 bulan adalah 6 30,0 14 70,0 20 100
makanan lunak, seperti nasi tim
Makanan pendamping ASI yang baik
untuk baduta 12-24 bulan adalah
6 10 50,0 10 50,0 20 100
makanan biasa (keluarga) seperti nasi
dan lauk pauk
Syarat pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang baik adalah
7 8 40,0 12 60,0 20 100
bertekstur lembut, mudah dicerna, dan
memiliki gizi seimbang
Yang dimaksud dengan MP-ASI dini
8 adalah makanan yang diberikan pada 12 60,0 8 40,0 20 100
baduta sebelum baduta berusia 6 bulan
Yang akan terjadi jika baduta diberi
makanan atau minuman selain ASI,
9 14 70,0 6 30,0 20 100
sebelum 6 bulan ialah baduta akan
menderita diare dan penyakit infeksi
Pertumbuhan baduta lebih cepat bila
10 9 45,0 11 55,0 20 100
diberi ASI saja hingga usia 6 bulan
Hal yang harus diperhatikan dalam
pemberian MP-ASI ialah MP-ASI harus
11 11 55,0 9 45,0 20 100
berasal dari bahan makanan yang bersih
dan aman
Kriteria MP-ASI yang baik ialah
12 Memiliki nilai energi dan kandungan 13 65,0 7 35,0 20 100
protein yang tinggi
Makanan baduta berumur 0 - 6 bulan
13 3 15,0 17 85,0 20 100
yang paling baik ialah hanya ASI saja
Makanan baduta berumur 6 – 9 bulan
14 9 45,0 11 55,0 20 100
sebaiknya bubur susu
Makanan baduta umur 9 – 24 bulan
15 sebaiknya adalah bubur kacang hijau, 14 70,0 6 30,0 20 100

bubur sumsum dan jus buah


Berdasarkan tabel 4.2 diatas diketahui bahwa pengetahuan responden terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan
Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang sudah dianggap baik yaitu mayoritas
responden yakni sebanyak 19 orang responden (95,0%) sudah mengetahui tentang MP-
ASI ialah Makanan Pendamping ASI, kemudian 14 orang responden (70,0%) sudah
mengetahui bahwa yang akan terjadi jika baduta diberi makanan atau minuman selain
ASI, sebelum 6 bulan ialah baduta akan menderita diare dan penyakit infeksi, , dan
sebanyak 13 orang responden (65,0%) sudah mengetahui bahwa tujuan untuk
memberikan MP-ASI pada baduta ialah agar kebutuhan gizi pada baduta dapat tercukupi
dan Kriteria MP-ASI yang baik ialah Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang
tinggi.

Sedangkan pengetahuan responden terhadap pemberian makanan pendamping


ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
yang masih dianggap kurang baik yaitu bahwa hanya sebanyak 8 orang responden
(40,0%) yang mengetahui bahwa Usia yang tepat untuk mulai memberikan makanan
lain di samping ASI ialah setelah baduta berusia 6 bulan dan Syarat pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang baik adalah bertekstur lembut, mudah dicerna, dan
memiliki gizi seimbang, kemudian hanya ada 6 orang responden (30,0%) yang
mengetahui bahwa Makanan Pendamping ASI yang baik untuk baduta (9-12 bulan) ,
dan hanya ada 3 orang responden (15,0%) yang mengetahui bahwa makanan baduta
berumur 0-6 bulan yang paling baik ialah hanya ASI saja.

Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap pengukuran pengetahuan responden


terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, maka kategori pengetahuan responden
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Kategori Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Kategori Pengetahuan
Jumlah (n) Persentase (%)
Responden
Baik 8 40,0
Kurang Baik 12 60,0
Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yakni
sebanyak 12 orang responden (60,0%) memiliki pengetahuan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru dalam kategori yang kurang baik, dan hanya 8 orang responden
(40,0%) yang memiliki pengetahuan terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
dalam kategori yang baik.

4.3 Gambaran Sikap Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru

4.4.1 Gambaran Sikap Positif Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan
Titi Rantai Kecamatan Medan Baru

Gambaran sikap positif responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4 Gambaran Sikap Positif Responden terhadap Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Jawaban
Sikap Positif Responden Sangat
Sangat Tidak
No. terhadap Pemberian Makanan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Pendamping ASI (MP-ASI) Setuju
n % n % n % n %
Pernyataan Sikap Positif
Penting untuk memberikan MP-ASI
1 sesuai dengan usia tumbuh kembang 9 45,0 11 55,0 0 0 0 0
baduta
Ibu memiliki peran yang sangat
2 penting dalam memberikan MP-ASI 9 45,0 10 50,0 1 5,0 0 0
pada baduta
Diperlukan keahlian khusus untuk
3 menyiapkan MP-ASI yang akan 2 10,0 8 40,0 9 45,0 1 5,0
diberikan kepada baduta
Pemberian MP-ASI harus
4 disesuaikan dengan kebutuhan gizi 3 15,0 11 55,0 6 30,0 0 0
baduta sesuai usia baduta
Penting memperhatikan karifan lokal
5 setempat dalam proses memberikan 4 20,0 5 25,0 9 45,0 2 10,0
MP-ASI kepada baduta
Ibu memberikan MP-ASI kepada
baduta sebelum berusia 6 bulan
6 7 35,0 6 30,0 7 35,0 0 0
karena sudah menjadi kebiasaan
setempat
Perlu adanya dukungan suami yang
7 baik untuk dapat memberikan MP- 3 15,0 12 60,0 5 25,0 0 0
ASI secara tepat kepada baduta
Perlu adanya dukungan keluarga
8 yang baik untuk dapat memberikan 3 15,0 9 45,0 8 40,0 0 0
MP-ASI secara tepat kepada baduta
Perlu untuk berkonsultasi dengan
petugas kesehatan untuk mengetahui
9 4 20,0 9 45,0 6 30,0 1 5,0
apakah MP-ASI yang diberikan
sudah tepat dan sesuai
Perlu diadakannya penyuluhan
kesehatan oleh petugas kesehatan
10 4 20,0 11 55,0 5 25,0 0 0
mengenai tatacara menyiapkan MP-
ASI yang mudah dan sehat
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa sikap postif responden terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan
Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang paling dominan dan dianggap sudah baik ialah
sebanyak 9 orang responden (45,0%) menyatakan sangat setuju bahwa Penting untuk
memberikan MP-ASI sesuai dengan usia tumbuh kembang baduta dan Ibu memiliki
peran yang sangat penting dalam memberikan MP-ASI pada baduta, kemudian 7 orang
responden (35,0%) yang menyatakan bahwa Ibu memberikan MP-ASI kepada baduta
sebelum berusia 6 bulan karena sudah menjadi kebiasaan setempat, dan sebanyak 4
orang responden (20,0%) menyatakan sangat setuju bahwa penting memperhatikan
karifan lokal setempat dalam proses memberikan MP-ASI kepada baduta, dan perlu
untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan untuk mengetahui apakah MP-ASI yang
diberikan sudah tepat dan sesuai serta perlu diadakannya penyuluhan kesehatan oleh
petugas kesehatan mengenai tatacara menyiapkan MP- ASI yang mudah dan sehat.

Sedangkan sikap positif responden yang perlu ditingkatkan terhadap pemberian


makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru ialah diketahui bahwa hanya ada 3 orang responden (15,0%)
yang menyatakan sangat setuju jika pemberian MP-ASI harus disesuaikan dengan
kebutuhan gizi baduta sesuai usia baduta, dan perlu adanya dukungan suami yang baik
untuk dapat memberikan MP- ASI secara tepat kepada baduta, serta dukungan keluarga
yang baik untuk dapat memberikan MP-ASI secara tepat kepada baduta, kemudian
hanya ada 2 orang responden (10,0%) yang meyatakan sangat setuju bahwa diperlukan
keahlian khusus untuk menyiapkan MP-ASI yang akan diberikan kepada baduta.
4.4.2 Gambaran Sikap Negatif Responden terhadap Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru
Gambaran sikap negatif responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Gambaran Sikap Negatif Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Jawaban
Sikap Negatif Responden Sangat
Sangat Tidak
No. terhadap Pemberian Makanan Setuju Tidak
Setuju Setuju
Pendamping ASI (MP-ASI) Setuju
n % n % n % n %
Pernyataan Sikap Negatif
Semakin cepat memberikan MP ASI
1 kepada baduta maka akan semakin 1 5,0 12 60,0 5 25,0 2 10,0
baik
Baduta sudah bisa diberikan MP-ASI
2 2 10,0 8 40,0 9 45,0 1 5,0
walaupun belum berusia 6 bulan
Pemberian MP-ASI bisa dibarengi
3 dengan pemberian ASI sebelum 1 5,0 8 40,0 9 45,0 1 5,0
baduta berusia 6 bulan
Badua akan cepat besar apabila
4 2 10,0 7 35,0 10 50,0 1 5,0
diberikan MP-ASI lebih cepat
Baduta akan terlihat gemuk dan
5 menggemaskan apabila di beri MP- 3 15,0 7 35,0 9 45,0 1 5,0
ASI lebih cepat secara dini
Dukungan suami tidak berpengaruh
6 1 5,0 6 30,0 11 55,0 2 10,0
dalam pemberian MP-ASI
Dukungan keluarga tidak
7 berpengaruh dalam pemberian MP- 2 10,0 8 40,0 9 45,0 1 5,0
ASI
Adanya bentuk kearifan lokal dalam
8 masyarakat tidak mempengaruhi 2 10,0 8 40,0 9 45,0 1 5,0
pemberian MP-ASI
Tidak perlu keahlian khusus atau
9 pengetahuan tertentu untuk 3 15,0 10 50,0 7 35,0 0 0
menyiapkan MP-ASI
Peran petugas kesehatan tidak
10 dibutuhkan untuk berkonsultasi 6 30,0 4 20,0 8 40,0 2 10,0
mengenai MP-ASI
Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui bahwa sikap negatif responden terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan
Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang paling dominan ialah sebanyak 6 orang
responden (30,0%) menyatakan sangat setuju bahwa Peran petugas kesehatan tidak
dibutuhkan untuk berkonsultasi mengenai MP-ASI , kemudian 3 orang responden
(15,0%) menyatakan sangat setuju bahwa baduta akan terlihat gemuk dan
menggemaskan apabila di beri MP-ASI lebih cepat secara dini, dan Tidak perlu
keahlian khusus atau pengetahuan tertentu untuk menyiapkan MP-ASI.

Sedangkan sikap negatif responden terhadap terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru yang dinilai sudah baik dan mengarah ke sikap positif ialah diketahui
bahwa 2 orang responden (10,0%) menyatakan sangat tidak setuju bahwa Semakin cepat
memberikan MP ASI kepada baduta maka akan semakin baik, dan Dukungan suami
tidak berpengaruh dalam pemberian MP-ASI, kemudian Peran petugas kesehatan tidak
dibutuhkan untuk berkonsultasi mengenai MP-ASI.
Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap pengukuran sikap responden
terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta (6– 24 bulan) di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, maka kategori sikap
responden dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6 Kategori Sikap Responden terhadap Pemberian Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru

Kategori Sikap
Jumlah (n) Persentase (%)
Responden
Baik 9 45,0
Kurang Baik 11 55,0
Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yakni
sebanyak 11 orang responden (55,0%) memiliki sikap terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru dalam kategori yang kurang baik, dan hanya 9 orang responden (45,0%)
memiliki sikap terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru dalam kategori yang baik.

4.4 Gambaran Tindakan Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru
Gambaran tindakan responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7 Gambaran Tindakan Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Gambaran Tindakan Responden Jawaban


Total
No. Terhadap Pemberian Makanan
Ya Tidak
Pendamping ASI (MP-ASI)
n % n % n %
Ibu hanya memberikan ASI saja pada
1 16 80,0 4 20,0 20 100
baduta umur 0 – 6 bulan
Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
2 diberikan setelah baduta berusia 6 bulan 11 55,0 9 45,0 20 100
keatas
Ibu memberikan MP-ASI sesuai
3 13 15,0 7 35,0 20 100
dengan kebutuhan baduta
Ibu memberikan MP-ASI kepada
baduta atas kesadaran ibu
4 14 70,0 6 30,0 20 100
sendiri tanpa
adanya dorongan dari suami atau
keluarga
Ibu hanya memberikan MP-ASI 4 – 6
5 3 15,0 17 85,0 20 100
kali dalam sehari
Ibu menyiapkan MP-ASI dari bahan
6 19 95,0 1 5,0 20 100
makanan yang bersih dan aman
Ibu menyiapkan bahan makanan yang
7 13 65,0 7 35,0 20 100
beraneka ragam untuk dibuat MP-ASI
Ibu memberikan MP-ASI berupa
makanan yang lembut dan mudah
8 10 50,0 10 50,0 20 100
ditelan seperti bubur susu untuk baduta
berusia 6 – 9 bulan
Ibu memberikan MP-ASI berupa
makanan yang lebih beragam seperti
9 bubur kacang hijau, bubur sumsum, 6 30,0 14 70,0 20 100
jus buah untuk baduta berusia 9 – 12
bulan
Ibu memberikan MP-ASI berupa
makanan yang lebih beragam seperti
10 9 45,0 11 55,0 20 100
nasi, lauk pauk, sayur, dan buah untuk
baduta berusia 12-24 bulan bulan

Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui bahwa responden yang memiliki tindakan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang paling dominan ialah bahwa
sebanyak 19 orang responden (95,0%) menyatakan bahwa Ibu menyiapkan MP-ASI dari
bahan makanan yang bersih dan aman, kemudian sebanyak 16 orang responden (80,0%)
menyatakan bahwa ibu hanya memberikan ASI saja pada baduta umur 0-6bulan, dan
sebanyak 14 orang responden (70,0%) menyatakan bahwa ibu memberikan MP-ASI
kepada baduta atas kesadaran ibu sendiri tanpa adanya dorongan dari suami atau
keluarga.

Sedangkan tindakan responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang
perlu ditingkatkan ialah diketahui bahwa hanya ada sebanyak 9 orang responden
(45,0%) yang menyatakan bahwa Ibu memberikan MP-ASI berupa makanan yang lebih
beragam seperti nasi, lauk pauk, sayur, dan buah untuk baduta berusia 12-24bulan,
kemudian hanya ada sebanyak 6 orang responden (30,0%) yang menyatakan bahwa ibu
memberikan MP-ASI berupa makanan yang lebih beragam seperti bubur kacang hijau,
bubur sumsum, jus buah untuk baduta berusia 9 – 12 bulan, dan hanya 3 orang
responden (15,0%) yang menyatakan bahwa Ibu hanya memberikan MP-ASI 4 – 6 kali
dalam sehari.
Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap pengukuran tindakan responden terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan
Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, maka kategori tindakan responden dapat dilihat
pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Kategori Tindakan Responden terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru

Kategori Tindakan
Jumlah (n) Persentase (%)
Responden
Baik 6 30,0
Kurang Baik 14 70,0
Total 20 100
Berdasarkan tabel 4.8 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yakni
sebanyak 14 orang responden (70,0%) memiliki tindakan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru, dalam kategori yang kurang baik, dan hanya ada sebanyak 6 orang
responden (30,0%) memiliki tindakan terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
dalam kategori yang baik.

4.5 Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru
Analisis bivariat yang digunakan adalah dengan analisis tabulasi silang
menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel
penelitian yang diasumsikan memiliki hubungan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru. Pada analisis penelitian ini variabel kategori pengetahuan dan sikap
responden dihubungkan dengan variabel pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru.

4.6.1 Hubungan Pengetahuan terhadap Pemberian Makanan Pendamping


ASI (MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru
Hubungan pengetahuan terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru dapat dilihat
pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9 Hubungan Pengetahuan terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan
Baru

Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)

Kategori Pada baduta Di Puskesmas


Jumlah Nilai p
Pengetahuan Kabanjahe Kabupaten Karo

Responden
Baik Kurang Baik
n % n % n %
Baik 5 25,0 3 15,0 8 40,0
Kurang Baik 1 5,0 11 55,0 12 60,0 0,018

Total 6 21 14 79 20 100

Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui bahwa dari 8 orang responden (40,0%)
hanya ada 5 orang responden (25,0%) yang memiliki pengetahuan dalam kategori yang
baik dengan perilaku pemberian makanan pendamping ASI (MP- ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang juga dalam kategori yang
baik, dan dari 12 orang responden (60,0%) ada 11 orang responden (55,0%) yang
memiliki pengetahuan dalam kategori yang kurang baik, memiliki perilaku pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai
Kecamatan Medan Baru yang juga dalam kategori yang kurang baik.
Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p=0,018 (p<0,05) sehingga berdasarkan hasil
uji diketahui bahwa ada pengaruh pengetahuan responden terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru, semakin baik pengetahuan responden maka pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru cenderung akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik
pengetahuan responden maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru juga akan
cenderung semakin kurang baik.

4.6.2 Hubungan Sikap terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru
Hubungan sikap terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru dapat dilihat pada
tabel 4.10 berikut :

Tabel 4.10 Hubungan Sikap terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MP-ASI) Pada baduta Di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan
Baru

Pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)
Pada baduta Di Puskesmas
Kategori Sikap Jumlah Nilai p
Kabanjahe Kabupaten Karo
Responden
Baik Kurang Baik
n % n % n %
Baik 6 30,0 3 15,0 9 45,0
0,002
Kurang Baik 0 0 11 55,0 11 55,0
Total 6 21 14 79 20 100

Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui bahwa dari 9 orang responden (45,0%)
hanya ada 6 orang responden (30,0%) yang memiliki sikap dalam kategori yang baik
dengan perilaku pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang juga dalam kategori yang
baik, dan 11 orang responden (55,0%) yang memiliki sikap dalam kategori yang kurang
baik, memiliki perilaku pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang juga dalam kategori yang
kurang baik.
Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p=0,002 (p<0,05) sehingga
berdasarkan hasil uji diketahui bahwa ada hubungan sikap responden dengan
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, semakin baik sikap responden
maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru cenderung akan semakin baik.
Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik sikap responden maka pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi
Rantai Kecamatan Medan Baru juga akan cenderung semakin kurang baik.

Variabel sikap merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling


dominan terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru dengan nilai p=0,002,
dalam artian semakin baik sikap responden maka pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan
Baru cenderung akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik
sikap responden maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru juga akan
cenderung semakin kurang baik.
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Pengetahuan terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-


ASI) Pada Baduta Di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan
Baru Tahun 2019
Pengetahuan merupakan sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia yang
didapatkan melalui proses pembelajaran. Keberadaannya diawali dari kecenderungan
psikis manusia sebagai bawaan kodrat manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang
bersumber dari kehendak atau kemauan. Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur
kekuatan kejiwaan. Adapun unsur lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan
(emotion). Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling
pengaruh memengaruhi menyesuaikan situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan
tertentu yang berbeda-beda, pikiran atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan.
Pengetahuan seseorang bisa menjadi faktor yang memengaruhi dalam menentukan
perilaku individu termasuk perilaku dalam memberikan MP-ASI pada baduta.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap ibu


terhadap pemberian makanan pendamping ASI atau MP-ASI di wilayah kerja Posyandu
kelurahan titi rantai yang telah dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa sebagian besar
responden masih memilki pengetahuan mengenai pemberian MP-ASI pada baduta dalam
kategori yang kurang baik. Banyak ibu yang memiliki baduta diwilayah kerja posyandu
kelurahan titi rantai belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai pemberian MP-
ASI pada badutaseperti sebagian besar ibu tidak mengetahui bahwa usia yang tepat untuk
mulai memberikan makanan lain disamping ASI ialah setelah baduta berusia 6 bulan
yang mana sebagian besar ibu yang memiliki baduta di wilayah kerja posyandu kelurahan
titi rantai sudah memberikan makanan lain disamping ASI meskipun usia bayi mereka
masih kurang dari 6 bulan.

Para ibu juga belum mengetahui mengenai jenis makanan yang baik untuk
diberikan sebagai makanan pendamping ASI sesuai dengan usia pertumbuhan baduta,
seperti makanan pendamping ASI yang baik untuk bayi 9-12 bulan ialah makanan lunak
seperti bubur susu, nasi tim dan sebagainya, namun justru para ibu memberikan makanan
lain yang dinilai tidak sesuai dengan usia pertumbuhan baduta seperti sudah diberikan
nasi, buah-buahan, bubur, dan sebagainya yang dinilai cukup menyulitkan untuk dicerna
organ pencernaannya, hal inilah yang menyebabkan gangguan kesehatan pada baduta
seperti diare, infeksi saluran cerna dan sebagainya, karena pemberian makanan
pendamping ASI atau MP-ASI yang tidak sesuai dengan usia pertumbuhan bayi.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada pengaruh pengetahuan


responden yaitu para ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta (6– 24 bulan) di wilayah posyandu titi rantai kecamatan medan baru, semakin baik
pengetahuan responden maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta (6– 24 bulan) di wilayah posyandu titi rantai kecamatan medan baru cenderung
akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin kurang baik pengetahuan responden
maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta (6 – 24 bulan) di
wilayah posyandu titi rantai juga akan cenderung semakin kurang baik. Ibu yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang baik mengenai
pemberian MP-ASI akan cenderung memberikan MP-ASI kepada baduta dengan baik
dan tepat baik dari segi waktu pemberian MP-ASI, dan pemberian jenis makanan sebagai
MP-ASI yang disesuaikan dengan usia pertumbuhan baduta.

Pengetahuan tentang MP-ASI sangat penting untuk di dapat karena dengan


pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala zat gizi yang
diperlukan dan manfaat MP-ASI sehingga ibu dapat memberikan makanan pendamping
yang tepat. Pengetahuan tentang MP-ASI seorang ibu juga besar pengaruhnya bagi
perubahan sikap dan perilaku didalam pemilihan bahan makanan yang selanjutnya
berpengaruh pada tumbuh kembang dan gizi anak yang bersangkutan. Sebagian besar ibu
yang memiliki pengetahuan baik dan cukup seharusnya menerapkan pola pemberian ASI
dan MP-ASI yang baik pada anak, namun dalam penelitian yang dilakukan tentang pola
pemberian ASI dan MP-ASI baik pada anak 24 bulan masih tidak tepat.

Terdapat beberapa hal yang memengaruhi pengetahuan individu terhadap sesuatu


hal seperti sumber informasi yang didapatkan, intensitas pemberian informasi dan tingkat
pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Irmayati (2013) yang
menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dapat memengaruhi pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pola pikir dan
daya nalar dalam menghadapi suatu masalah (Hutasoit, 2006). Redding et al (2010) yang
dikutip oleh Anggraeni (2010) jugaa menyatakan bahwa faktor pengubah seperti tingkat
pendidikan dipercayai mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap perilaku dengan
cara memengaruhi persepsi individu. Individu dengan pendidikan tinggi, cenderung
memiliki perhatian yang besar terhadap kesehatannya sehingga jika individu tersebut
mengalami gangguan kesehatan maka ia akan segera mencari pelayanan kesehatan.

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi tidak sama
pemahamannya dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang mereka miliki. Secara
umum, pengetahuan yang baik akan memunculkan sikap yang baik dan
mengaplikasikannya dalam tindakan. Semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap
kesehatan, semakin tinggi kesadaran orang tersebut dalam menjaga kesehatannya.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis bahwa pada umumnya pengetahuan ibu di


Wilayah Posyandu Titi Rantai sangat kurang karena kurangnya informasi tentang MP-
ASI dan kurangnya minat ibu untuk mencari informasi. Terbukti dengan jawaban
responden melalui kuesioner yang peneliti berikan yaitu umur sebaiknya diberikan
makanan tambahan, rata-rata ibu tidak mengetahuinya. Dan terdapat ibu yang mengetahui
umur sebaiknya diberikan makanan tambahan tetapi tetap memberikan makanan
pendamping tidak sesuai usia bayi. Pemberian MP-ASI yang tidak sesuai umur bayi dapat
mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi pada bayi dan rentannya bayi terhadap
penyakit,karena sistem imun yang dibentuk tidak sempurna. Kemudian untuk pertanyaan
berapa kalikah makanan tambahan itu diberikan dalam sehari kepada baduta yang berusia
6-8 bulan, rata-rata ibu menjawab tidak tentu,tergantung bayi menangis. Padahal yang
paling baik adalah 1-3 kali sehari walaupun bayi tidak menangis ataupun sedang tidur
bayi harus dibangunkan untuk diberi makan, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi
baduta.

Banyak ibu yang memiliki baduta di wilayah kerja Posyandu kelurahan titi rantai
yang memiliki pengetahuan yang baik untuk mengetahui bahwa makanan pendamping
ASI atau MP-ASI baru diberikan setelah bayi berusia lebih dari 6 (enam) bulan, namun
dalam prakteknya justru sudah banyak ibu sudah memberikan MP-ASI dini kepada bayi
sebelum bayi berusia 6 (enam) bulan. Hal-hal dominan yang memengaruhi tindakan
pemberian MP-ASI dini pada bayi, selain dari pengetahuan dan sikap ibu ialah adanya
kebiasaan atau kebudayaan yang sudah menganggap hal biasa, apabila baduta diberikan
MP-ASI sebelum berusia 6 (enam) bulan, dan tuntutan dari keluarga bahwa bayi harus
segera diberikan MP-ASI agar dapat tumbuh dan berkembang lebih baik, lebih cepat
menyesuaikan dengan pola makan keluarga, dan baduta terlihat lebih gemuk dan
menggemaskan.

Penulis menemukan bahwa pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor
baik formal seperti pendidikan yang didapat di sekolah-sekolah maupun non formal yang
diantaranya dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun
kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilaksanakan oleh Simbolon (2015) yang menyatakan bahwa intensitas pemberian
informasi yang mencukupi mengenai pemberian MP-ASI yang memiliki hubungan yang
signifikan dengan kemauan dan kemampuan ibu untuk memberikan MP-ASI pada bayi
secara tepat dan benar. Semakin baik informasi yang diberikan kepada ibu maka ibu akan
cenderung akan mau dan mampu memberikan MP-ASI pada bayi secara tepat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bahri (2013) yang menjelaskan bahwa
dimana sebagian besar ibu kurang mengetahui tentang makanan pendamping ASI yaitu
sebesar 86,8%. Rendahnya pengetahuan responden di duga disebabkan antara lain
kurangnya informasi, kurang jelasnya informasi dan kurangnya kemampuan responden
untuk memahami informasi yang diterima.

Hal serupa disampaikan hasil penelitian oleh Bona (2014) mengenai pemberian
MP-ASI pada bayi di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado yang
menunjukkan bahwa pada bahwa 52,8% responden yang menjadi subyek penelitian
sebenarnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi sehingga menjadi faktor yang
menguntungkan untuk diberikan pengetahuan tentang manfaat dari pemberian MP-ASI,
namun ternyata masih terdapat lebih dari 50% responden yang tidak memberikan MP-
ASI pada bayi dan balita secara tepat. Pengetahuan atau informasi yang telah didapat
diharapkan akan memberikan motivasi untuk dapat memberikan MP-ASI secara baik
pada bayi agar dapat bertumbuh kembang secara sehat sesuai dengan tahapan usianya.

5.2 Hubungan Sikap terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


Pada Baduta (6– 24 Bulan) Di wilayah Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan
Medan Baru Tahun 2019
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya).
Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda
(sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan
perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa
seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan
dari kelompok sosialnya. Sikap seseorang bisa menjadi faktor yang memengaruhi dalam
menentukan perilaku individu termasuk perilaku dalam pemberian MP-ASI pada baduta
(6-24 bulan) di Posyandu kelurahan titi rantai. Berdasarkan hasil penelitian mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI atau
MP-ASI di wilayah kerja Posyandu kelurahan titi rantai yang telah dilakukan oleh
penulis, menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih memiliki kategori sikap
yang kurang baik terhadap pemberian makanan pendamping ASI atau MP ASI pada
baduta (6 – 24 bulan).Masih banyak ibu yang memiliki baduta di wilayah kerja Posyandu
kelurahan titi rantai yang memiliki sikap negatif terhadap pemberian MP-ASI, seperti
masih banyak ibu yang menilai bahwa bayi sudah bisa diberikan MP-ASI walaupun
belum berusia 6 bulan, serta ibu yang memiliki penilaian bahwa baduta akan terlihat
gemuk dan menggemaskan apabila diberikan MP-ASI lebih cepat secara dini, tentu saja
ini bukanlah merupakan suatu penilaian yang tepat terhadap pemberian MP-ASI pada
baduta. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada pengaruh sikap responden
yakni para ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta (6
– 24 bulan) di Posyandu kelurahan titi rantai, semakin baik sikap responden maka
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) baduta (6 – 24 bulan) di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai cenderung akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin
kurang baik sikap responden maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada
baduta (6 – 24 bulan) di Posyandu kelurahan titi rantai, juga akan cenderung semakin
kurang baik. Hal ini terlihat bahwa ibu yang memiliki penilaian atau persepsi yang baik
terhadap makanan pendamping ASI atau MP-ASI juga akan cenderung memiliki
pemberian akan cenderung memberikan MP-ASI kepada baduta dengan baik dan tepat
baik dari segi waktu pemberian MP-ASI, dan pemberian jenis makanan sebagai MP-ASI
yang disesuaikan dengan usia pertumbuhan baduta.
Variabel sikap merupakan variabel yang memiliki hubungan paling dominan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) baduta (6– 24 bulan) di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai dalam artian semakin baik sikap responden maka
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) baduta (6 – 24 bulan) di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai cenderung akan semakin baik. Begitupun sebaliknya, semakin
kurang baik sikap responden maka pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
baduta (6– 24 bulan) di Posyandu Kelurahan Titi Rantai juga akan cenderung semakin
kurang baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa sikap ibulah yang memiliki hubungan
paling dominan dibandingkan dengan pengetahuan, meskipun pengetahuan ibu dalam
kategori yang kurang baik, namun ibu memiliki sikap dalam kategori yang baik terhadap
makanan pendamping ASI atau MP-ASI, maka ibu akan cenderung memberikan MP-ASI
kepada baduta dengan baik dan tepat baik dari segi waktu pemberian MP-ASI, dan
pemberian jenis makanan sebagai MP-ASI yang disesuaikan dengan usia pertumbuhan
bayi Hasil pengamatan penulis, bahwa pada umumnya alasan ibu yang berada di wilayah
kerja Posyandu Kelurahan Titi Rantai memberikan makanan pendamping ASI yang tidak
tepat sesuai usia bayi adalah karena bayi sering menangis sehingga ibu menganggap
bahwa bayinya masih lapar, ibu merasa dengan memberikan makanan tambahan bayi
akan sehat serta bayi cepat tumbuh besar. Selain itu adapula ibu yang beralasan bahwa
khawatir akan tidak naiknya berat badan anak karena kurangnya asupan gizi apabila
hanya diberikan ASI.
Menurut penulis, salah satu hal yang paling dominan dalam menentukan sikap ibu
dalam memberikan makanan pendamping pada bayi ialah dukungan keluarga. Hal ini
terlihat bahwa banyak ibu di wilayah kerja Posyandu Kelurahan Titi Rantai yang
memberikan MP-ASI pada baduta karena adanya perintah dari anggota keuarga dalam hal
ini biasanya ialah nenek si bayi yang menyuruh si ibu untuk memberikan MP-ASI pada
bayi baik itu berupa pisang, bubur susu, air teh, dan sebagainya, dengan anggapan bahwa
bayi akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan pola makan keluarga, dan tumbuh lebih
baik. Hal lain yang menentukan sikap ibu dalam memberikan MP-ASI pada baduta ialah
bayi dianggap sering sekali rewel apabila hanya diberikan ASI, karena ibu menganggap
jika hanya diberikan ASI maka bayi masih tetap merasa lapar, sehingga harus diberikan
MP-ASI, ditambah lagi bagi sebagian ibu yang sudah bekerja menganggap sangat
merepotkan apabila harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi, sehingga bayi sudah
diberikan makanan pendamping ASI atau MP-ASI meskipun usia bayi belum mencapai 6
(enam) bulan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh
Simangunsong (2015) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi
efektifitas perilaku kesehatan adalah sikap individu. Jika individu setuju dengan bagian-
bagian isi stimulus yang diberikan, maka individu akan melaksanakan dengan senang hati
tetapi jika pandangan individu berbeda dengan stimulus yang di respon oleh individu
maka upaya untuj membentuk suatu tindakan yang diinginkan tidak akan bisa tercapai.
Sikap penerimaan terlihat dari pendapat para responden mengenai MP-ASI, hal ini
merupakan salah satu hal positif dari suatu tindakan yang harapannya dapat berjalan
secara berkelanjutan.
Hal yang sama disampaikan dalam penelitian Lianda (2015) yang menjelaskan
bahwa berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap responden tentang MP-ASI
dengan pemberian MP-ASI kepada bayi. Dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) menunjukkan
bahwa responden dengan persepsi yang baik mempunyai kemungkinan 3,1 kali lebih
besar untuk memberikan MP-ASI secara baik dan tepat kepada bayi. Dalam artian bahwa
semakin baik sikap ibu mengenai MP-ASI, maka tindakan pemberian MP-ASI juga akan
cenderung semakin baik.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan
pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) pada baduta di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada


pada rentang usia yang produktif yakni berkisar antara 21 - 40 tahun, dalam
artian dalam usia tersebut, seorang ibu bisa mandiri dalam pencarian informasi
dan memberikan tindakan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
secara tepat dan benar.

2. Sebagian besar responden telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang


SMA/Sederajat, yang seharusnya responden dapat mencari sumber informasi
secara mandiri mengenai pemberian MP-ASI sehingga dapat memberikan MP-
ASI pada baduta secara tepat dan baik.

3. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI) dalam kategori yang kurang baik, dalam artian
masih banyak ibu di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru yang
memiliki pemahaman yang kurang terhadap MP-ASI, sehingga pemberian MP-
ASI pada baduta menjadi kurang baik dan sesuai baik dari segi waktu
pemberian maupun pemilihan jenis bahan makanan yang menjadi MP-ASI.
4. Sebagian besar responden sudah mengetahui bahwa MP-ASI baru bisa
diberikan setelah bayi berusia 6 bulan, namun pada kenyataannya sebagian
besar responden sudah memberikan MP-ASI pada baduta, meskipun usia
baduta belum mencapai 6 (enam) bulan.

5. Sebagian besar responden memiliki sikap terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI) dalam kategori yang kurang baik, dalam artian
masih banyak ibu di Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, yang
memiliki penilaian atau persepsi yang salah atau tidak sesuai terhadap MP-
ASI, sehingga pemberian MP-ASI pada baduta menjadi kurang baik dan tepat
baik dari segi waktu pemberian maupun pemilihan jenis bahan makanan yang
menjadi MP-ASI.

6. Hal lain yang dapat memengaruhi perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada
baduta ialah perlunya dukungan suami dan dukungan keluarga yang baik
kepada ibu, agar ibu dapat memberikan MP-ASI secara baik dan tepat sesuai
dengan usia perkembangan baduta.

7. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengetahuan


responden terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) baduta) di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru , dalam artian bahwa
semakin baik pengetahuan ibu maka pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta cenderung akan semakin baik.

8. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sikap responden


terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru , dalam artian bahwa
semakin baik sikap responden maka pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada baduta di cenderung akan semakin baik.
9. Variabel sikap merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di
Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru , dalam artian bahwa
meskipun pengetahuan ibu kurang baik, namun jika sikap ibu baik maka
pemberian MP-ASI pada baduta cenderung akan tetap baik dan sesuai baik dari
segi waktu pemberian MP-ASI, maupun pemilihan jenis makanan yang dapat
dijadikan sebagai MP-ASI.

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sesuai dengan penelitian yang telah
dilaksanakan ialah :

1. Diharapkan kepada pihak petugas kesehatan yang bekerja di Posyandu


Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru untuk lebih meningkatkan
program Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui kegiatan
penyuluhan kesehatan yang komprehensif melibatkan kader kesehatan di
wilayaj kerjanya untuk meningkatakan pengetahuan dan sikap ibu
khususnya tentang makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada ibu yang
mempunyai baduta.

2. Diharapakan kepada Posyandu Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru


mengarahkan Bidan Desa atau kader kesehatan di Posyandu untuk lebih
rutin memberikan informasi mengenai makanan pendamaping ASI yang
tepat kepada ibu-ibu, melalui penyuluhan kesehatan secara personal dan
intensif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu terhadap
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta di Posyandu
Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru.
3. Diharapkan kepada ibu yang memiliki baduta untuk lebih sering mengikuti
kegiatan posyandu dan penyuluhan yang diadakan oleh petugas kesehatan
mengenai tata cara pemberian MP-ASI yang baik dan tepat, dan meningkatkan
pengetahuan serta mencari informasi kesehatan terutama dengan keterkaitan
ketepatan pemberian MP-ASI melalui media yang praktis dan mudah dijangkau
seperti televisi, surat kabar (koran), internet, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : Rhineka Cipta.

Damayani, Devi, Christin. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu


dengan Ketepatan Pemberian MP-ASI pada Bayi di Kelurahan Tiga Balata
Kecamatan Jorlangn Hataran Kabupaten Simalungun Tahun 2015 (Skripsi).
Medan : FKM USU.

Ellya, E. Sibagariang. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi : Jakarta:


CV. Trans Info Media.

Handy, Fransisca. 2010. Panduan Menyusui & Makanan Sehat Bayi. Jakarta :
Pustaka Bunda.

Irawati, Dewi. 2013. Pengaruh Ibu Bekerja Terhadap Keberhasilan Menyusui


dan Terjadinya Gangguan Pertumbuhan Bayi : Riset Penelitian
Bidang Kesehatan. Semarang : Lembaga Penelitian UNDIP.

Pengelolaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Jakarta : Direktorat Jenderal


Gizi Masyarakat.

Kodrat, Sadewo. 2010. Cerdas Memberikan MP-ASI. Jakarta : Rhineka Cipta.

Lilian, Jaweno. 2012. Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta: Dunia sehat.

Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar
pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.

Murianingsih dan Sulastri. 2008. Hubungan antara Pemberian


Makanan
Pendamping ASI Dini dengan Tingkat Kunjungan ke Pelayanan
Kesehatan di Kelurahan Sine Sragen. Berita Ilmu Keperawatan ISSN

Vol I.113 -118.

Mutiara, Sri, dan Ruslianti. 2013. Buku Pintar Bayi. Jakarta: Pustaka Bunda.

Muzaham, Fauzi. 2005. Sosiologi Kesehatan. Depok : Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta,

Nadesul, Hendrawan. 2011. Makanan Sehat Untuk Bayi. Jakarta : Puspa Swara.

Nursalam . 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKesehatan


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Prabantini, Dwi. 2010. A to Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta: Andi.

Sentra Laktasi Indonesia. 2010. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang Tepat
Untuk Bayi. Diakses dari http://sentralaktasiindonesia.com/makanan-pendamping-asi-mp-
asi.html. Pada 21 Juli 2016.

Sugiyono . 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kesehatan (Pendekatan


Kuantitatif dan Kualitatif). Bandung : Alfabeta.

Suhardjo. 2013. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara.

Yesrina, Dahlia,. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan


Pendampinga ASI Dini pada Bayi Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur 2010
(Tesis). Depok : FKM UI.

Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI Makanan Terbaik Untuk Kesehatan,


Kecerdasan, Dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: Andi.

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
PerilakuManusia. Yogyakarta : Nuha Medika
Isilah pertanyaan dengan sebenar-benarnya dan pilih salah satu jawaban
dengan memberikan tanda centang (√ ) atau silang (X) pada kotak isian
jawaban

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nomor kuisioner : Waktu Wawancara :

2. Nama : ...............................................................................

3. Umur saat ini.....................................Tahun

4. Suku Bangsa Batak Karo Jawa


:

Batak Toba Aceh

Batak Pakpak Minang

Melayu Lainnya

(..........................)

5. Agama Islam Hindu


:

Protestan Budha

Katolik Konghucu
6. Pendidikan terakhir Tidak Tamat SD
: SD/Sederajat

SMP/Sederajat

SMA/Sederajat

Perguruan Tinggi

7. Pekerjaan saat ini Ibu Rumah Tangga

: Pegawai Negeri Sipil

Wiraswasta

Pegawai/Buruh
P etani

Lainnya (Sebutkan) ………………………

8. Pendapatan perbulan
Kurang dari Rp. 1.000.000,-
:
Rp.1.000.000,- s.d Rp.3.000.000,-

Lebih dari Rp.3.000.000,-

Tidak ada penghasilan


B. PENGETAHUAN RESPONDEN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan mengisi jawaban yang
dianggap benar kedalam kotak isian yang tersedia

1. Menurut ibu apa yang ibu ketahui tentang MP-ASI ?


A. Makanan Pengganti ASI
B. Makanan Pendamping ASI
C. Makanan Pokok ASI

2. Tujuan untuk memberikan MP-ASI pada baduta ialah :


A. Agar kebutuhan gizi pada bayi dapat tercukupi
B. Agar bayi tidak rewel
C. Agar bayi cepat gemuk

3. Menurut ibu, berapa usia yang tepat untuk mulai memberikan makanan lain
di samping ASI ?
A. 2-4 bulan
B. 6 bulan
C. > 1 tahun

4. Menurut ibu, Makanan Pendamping ASI yang baik untuk baduta 6 bulan
adalah?
A. Makanan lumat, seperti bubur susu
B. Makanan biasa (keluarga) seperti nasi dan lauk pauk
C. Makanan cepat saji

5. Menurut Ibu, Makanan Pendamping ASI yang baik untuk baduta 9-12 bulan
adalah
A. Makanan lunak, seperti nasi tim
B. Makanan lumat, seperti bubur susu
C. Makanan biasa (keluarga) seperti nasi dan lauk pauk

6. Menurut Ibu, Makanan Pendamping ASI yang baik untuk baduta 12-24 bulan
adalah?
A. Makanan lunak, seperti nasi tim
B. Makanan lumat, seperti bubur susu
C. Makanan biasa (keluarga) seperti nasi dan lauk pauk

7. Syarat pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang baik adalah ?


A. Lembut, mudah dicerna, gizi seimbang
B. Makanan Pendamping ASI yang mengandung kalori tinggi
C. Makanan atau minuman yang bermerek
8. Apakah yang dimaksud dengan MP-ASI dini?
A. Makanan yang diberikan sebelum ASI keluar
B.Makanan yang diberikan pada bayi berusia < 6 bulan
C.Makanan yang diberikan pada bayi prematur

9. Menurut Ibu, apa yang akan terjadi jika baduta diberi makanan atau minuman
selain ASI, sebelum 6 bulan?
A. Bayi akan menderita diare dan penyakit infeksi
B. Status gizi bayi lebih baik dan bayi lebih sehat
C. Bayi akan menjadi bayi cerdas

10. Menurut Ibu, pertumbuhan baduta lebih cepat bila diberi ?


A. ASI saja hingga usia 6 bulan
B. ASI dan susu formula mulai bayi berusia 4 bulan
C. Vitamin dan susu formula

11. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI ialah :


A. MP-ASI harus berasal dari bahan makanan yang bersih dan aman
B. Segala jenis bahan makanan bisa dijadikan MP-ASI
C. Hanya perlu memperhatikan rasa makanan dibandingkan nilai gizinya

12. Kriteria MP-ASI yang baik ialah :


A. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi
B. Harganya harus mahal
C. Rasanya harus enak

13. Makanan baduta berumur 0 - 6 bulan yang paling baik ialah :


A. Hanya ASI saja
B. Bubur susu
C. Nasi tim

14. Makanan baduta berumur 6 – 9 bulan sebaiknya adalah :


A. Hanya ASI saja
B. Bubur susu
C. Nasi tim

15. Makanan baduta umur 9 – 24 bulan sebaiknya adalah :


A. Hanya ASI saja
B. Bubur susu, nasi tim
C. Bubur kacang hijau, bubur sumsum, jus buah
B. SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI

Pilihlah jawaban dengan cara menceklis/contreng (√) pada kolom yang telah
disediakan

Keterangan : SS = Sangat Setuju


S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

NO Pernyataan Sikap Positif SS S TS STS


Penting untuk memberikan MP-ASI sesuai dengan usia
1
tumbuh kembang baduta
Ibu memiliki peran yang sangat penting dalam
2
memberikan MP-ASI pada baduta
Diperlukan keahlian khusus untuk menyiapkan MP-ASI
3
yang akan diberikan kepada baduta
Pemberian MP-ASI harus disesuaikan dengan kebutuhan
4
gizi baduta sesuai usia baduta
Penting memperhatikan karifan lokal setempat dalam
5
proses memberikan MP-ASI kepada baduta
Ibu memberikan MP-ASI kepada baduta sebelum berusia 6
6
bulan karena sudah menjadi kebiasaan setempat
Perlu adanya dukungan suami yang baik untuk dapat
7
memberikan MP-ASI secara tepat kepada baduta
Perlu adanya dukungan keluarga yang baik untuk dapat
8
memberikan MP-ASI secara tepat kepada baduta

Perlu untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan


9 untuk mengetahui apakah MP-ASI yang diberikan sudah
tepat dan sesuai
Perlu diadakannya penyuluhan kesehatan oleh petugas
kesehatan mengenai tatacara menyiapkan MP-ASI yang
10
mudah dan sehat
NO Pernyataan Sikap Negatif SS S TS STS
Semakin cepat memberikan MP ASI kepada baduta maka
1
akan semakin baik
Baduta sudah bisa diberikan MP-ASI walaupun belum
2
berusia 6 bulan

Pemberian MP-ASI bisa dibarengi dengan pemberian ASI


3
sebelum baduta berusia 6 bulan

Baduta akan cepat besar apabila diberikan MP-ASI lebih


4
cepat
Baduta akan terlihat gemuk dan menggemaskan apabila di
5
beri MP-ASI lebih cepat secara dini

Dukungan suami tidak berpengaruh dalam pemberian


6
MP-ASI
Dukungan keluarga tidak berpengaruh dalam pemberian
7
MP-ASI
Adanya bentuk kearifan lokal dalam masyarakat tidak
8
mempengaruhi pemberian MP-ASI
Tidak perlu keahlian khusus atau pengetahuan tertentu
9
untuk menyiapkan MP-ASI
Peran tugas kesehatan tidak dibutuhkan untuk
10
berkonsultasi mengenai MP-ASI

B. PEMBERIAN MP-ASI
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
Ibu hanya memberikan ASI saja pada baduta umur 0
1
– 6 bulan?
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan setelah
2
baduta berusia 6 bulan keatas?

3 Ibu memberikan MP-ASI sesuai dengan kebutuhan baduta?

Ibu memberikan MP-ASI kepada baduta atas kesadaran


4
ibu sendiri tanpa adanya dorongan dari suami atau
keluarga ?

5 Ibu hanya memberikan MP-ASI 4 – 6 kali dalam sehari?


Ibu menyiapkan MP-ASI dari bahan makanan yang bersih
6
dan aman?

Ibu menyiapkan bahan makanan yang beraneka ragam untuk


7
dibuat MP-ASI?
Ibu memberikan MP-ASI berupa makanan yang lembut dan
8 mudah ditelan seperti bubur susu untuk baduta berusia 6 –9
bulan?
Ibu memberikan MP-ASI berupa makanan yang lebih
9 beragam seperti bubur kacang hijau, bubur sumsum, jus
buah untuk baduta berusia 9 – 12 bulan?
Ibu memberikan MP-ASI berupa makanan yang lebih
10 beragam seperti nasi, lauk pauk, sayur, dan buah untuk
baduta berusia 12 – 24 bulan?

Terimakasih atas waktu dan parstisipasi anda telah bersedia mengisi


kuisioner penelitian yang diberikan
Hasil Pengolahan Data

1. Karakteristik Responden

umur responden saat ini


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21-25 tahun 3 15.0 15.0 15.0
26-30 tahun 2 10.0 10.0 25.0
31-35 tahun 9 45.0 45.0 70.0
36-40 tahun 5 25.0 25.0 95.0
>40 tahun 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

suku bangsa responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid batak karo 3 15.0 15.0 15.0
batak toba 1 5.0 5.0 20.0
melayu 2 10.0 10.0 30.0
jawa 12 60.0 60.0 90.0
minang 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

agama
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid islam 16 80.0 80.0 80.0
protestan 2 10.0 10.0 90.0
katolik 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

pendidikan terakhir responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 3 15.0 15.0 15.0
SMP 4 20.0 20.0 35.0
SMA 11 55.0 55.0 90.0
Perguruan tinggi 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
pekerjaan responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ibu rumah tangga 9 45.0 45.0 45.0
pegawai negeri sipil 2 10.0 10.0 55.0
wiraswasta 8 40.0 40.0 95.0
pegawai/buruh 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

pendapatan perbulan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <1.000.000juta 7 35.0 35.0 35.0
1.000.000-3.000.000juta 4 20.0 20.0 55.0
tidak ada penghasilan 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

2. Pengetahuan Responden

menurut ibu apa yang ibu ketahui tentang MPASI?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan pengganti ASI 1 5.0 5.0 5.0
makanan pendamping ASI 19 95.0 95.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
menurut ibu apa yang ibu ketahui tentang MPASI?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan pengganti ASI 1 5.0 5.0 5.0
makanan pendamping ASI 19 95.0 95.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

tujuan untuk memberikan MPASI pada baduta


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid agar kebutuhan gizi pada
13 65.0 65.0 65.0
bayi dapat tercukupi
agar bayi tidak rewel 2 10.0 10.0 75.0
agar bayi cepet gemuk 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

berapa usia yang tepat untuk mulai memberikan MPASI


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2-4 bulan 2 10.0 10.0 10.0
6 bulan 8 40.0 40.0 50.0
>1 tahun 10 50.0 50.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

MPASI yang baik untuk baduta 6 bulan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan lumat,seperti bubur
12 60.0 60.0 60.0
susu
makanan biasa(keluarga)
7 35.0 35.0 95.0
seperti nasi dan lauk pauk
makanan cepat saji 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

MPASI yang baik untuk baduta 9-12 bulan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan lunak, seperti nasi
6 30.0 30.0 30.0
tim
makanan lumat, seperti
13 65.0 65.0 95.0
bubur susu
makanan biasa(keluarga)
1 5.0 5.0 100.0
seperti nasi dan lauk pauk
Total 20 100.0 100.0
MPASI yang baik untuk baduta 12-24 bulan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan lunak, seperti nasi
2 10.0 10.0 10.0
tim
makanan lumat, seperti
8 40.0 40.0 50.0
bubur susu
makanan biasa(keluarga)
10 50.0 50.0 100.0
seperti nasi dan lauk pauk
Total 20 100.0 100.0

syarat pemberian MPASI yang baik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid lembut, mudah dicerna, gizi
8 40.0 40.0 40.0
seimbang
MPASI yang mengandung
9 45.0 45.0 85.0
kalori tinggi
makanan atau minuman
3 15.0 15.0 100.0
yang bermerk
Total 20 100.0 100.0

yang dimaksud dengan MPASI dini


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid makanan yang diberikan
3 15.0 15.0 15.0
diberikan sebelumASIi keluar
makanan yang diberikan
12 60.0 60.0 75.0
pada bayi berusia <6 bulan
makanan yang diberikan
5 25.0 25.0 100.0
pada bayi prematur
Total 20 100.0 100.0

apa yang terjadi jika baduta diberi MPASI sebelum 6 bulan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid bayi akan menderita diare
14 70.0 70.0 70.0
dan penyakit infeksi
status gizi bayi lebih baik
3 15.0 15.0 85.0
dan bayi lebih sehat
bayi akan menjadi bayi
3 15.0 15.0 100.0
cerdas
Total 20 100.0 100.0
pertumbuhan baduta lebih cepat bila diberi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ASI saja hingga usia 6 bulan 9 45.0 45.0 45.0
ASI dan susu formula mulai
7 35.0 35.0 80.0
bayi berusia 4 bulan
vitamin dan susu formula 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MPASI


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid MPASI harus berasal dari
bahan makanan yang bersih 11 55.0 55.0 55.0
dan aman
segala jenis bahan makanan
8 40.0 40.0 95.0
bisa dijadikan MPASI
hanya perlu memperhatikan
rasa makanan dibandingkan 1 5.0 5.0 100.0
nilai gizinya
Total 20 100.0 100.0

kriteria MPASI yang baik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid memiliki nilai energi dan
kandungan protein yang 13 65.0 65.0 65.0
tinggi
harganya harus mahal 1 5.0 5.0 70.0
rasanya harus enak 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

makanan baduta berumur 0-6 bulan yang baik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid hanya ASI saja 11 55.0 55.0 55.0
bubur susu 8 40.0 40.0 95.0
nasi tim 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
makanan baduta berumur 6-9 bulan sebaiknya
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid hanya ASI saja 3 15.0 15.0 15.0
bubur susu 9 45.0 45.0 60.0
nasi tim 8 40.0 40.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

makanan baduta umur 9-24 bulan sebiknya


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid hanya ASI saja 1 5.0 5.0 5.0
bubur susu, nasi tim 5 25.0 25.0 30.0
bubur kajang hijau, bubur
14 70.0 70.0 100.0
sumsum, jus buah
Total 20 100.0 100.0

skor sikap responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 9 45.0 45.0 45.0
kurang baik 11 55.0 55.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

3. Sikap Responden

1) Sikap Positif

Penting untuk memberikan MPASI sesuai dengan usia tumbuh kembang baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 9 45.0 45.0 45.0
setuju 11 55.0 55.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Ibu memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan MPASI pada baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 9 45.0 45.0 45.0
setuju 10 50.0 50.0 95.0
tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Diperlukan keahlian khusus untuk menyiapkan MPASI yang akan diberikan kepada
baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 2 10.0 10.0 10.0
setuju 8 40.0 40.0 50.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Pemberian MPASI harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi baduta sesuai usia
baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 3 15.0 15.0 15.0
setuju 11 55.0 55.0 70.0
tidak setuju 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Penting memperhatikan kearifan lokal setempat dalam proses memberikan MPASI


kepada baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 4 20.0 20.0 20.0
setuju 5 25.0 25.0 45.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 90.0
sangat tidak setuju 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Ibu memberikan MPASI kapada baduta sebelum berusia 6 bulan karena sudah
menjadi kebiasaan setempat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 7 35.0 35.0 35.0
setuju 6 30.0 30.0 65.0
tidak setuju 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Perlu adanya dukungan suami yang baik untuk dapat memberikan MPASI secara
tepat kepada baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 3 15.0 15.0 15.0
setuju 12 60.0 60.0 75.0
tidak setuju 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Perlu adanya dukungan keluarga yang baik untuk dapat memberikan MPASI
secara tepat kepada baduta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 3 15.0 15.0 15.0
setuju 9 45.0 45.0 60.0
tidak setuju 8 40.0 40.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Perlu untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan untuk mengetahui apakah


MPASI yang diberikan sudah tepat dan sesuai
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 4 20.0 20.0 20.0
setuju 9 45.0 45.0 65.0
tidak setuju 6 30.0 30.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Perlu diadakannya penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan mengenai tata
cara menyiapkan MPASI yang muda dan sehat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 4 20.0 20.0 20.0
setuju 11 55.0 55.0 75.0
tidak setuju 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

2) Sikap Negatif

Semakin cepat memberikan MPASI kepada baduta maka akan semakin baik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 1 5.0 5.0 5.0
setuju 12 60.0 60.0 65.0
tidak setuju 5 25.0 25.0 90.0
sangat tidak setuju 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Baduta sudah bisa diberikan MPASI walaupun belum berusia 6 bulan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 2 10.0 10.0 10.0
setuju 8 40.0 40.0 50.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Pemberian MPASI bisa dibarengin dengan pemberian ASI sebelum bayi berusia 6
bulan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 1 5.0 5.0 5.0
setuju 8 40.0 40.0 45.0
tidak setuju 10 50.0 50.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Baduta akan cepat besar apabila diberikan MPASI lebih cepat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 2 10.0 10.0 10.0
setuju 7 35.0 35.0 45.0
tidak setuju 10 50.0 50.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Baduta akan terlihat gemuk dan menggemaskan apabila diberi MPASI lebih cepat
secara dini
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 3 15.0 15.0 15.0
setuju 7 35.0 35.0 50.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Dukungan suami tidak berpengaruh dalam pemberian MPASI


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 1 5.0 5.0 5.0
setuju 6 30.0 30.0 35.0
tidak setuju 11 55.0 55.0 90.0
sangat tidak setuju 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Dukungan keluarga tidak berpengaruh dalam pemberian MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 2 10.0 10.0 10.0
setuju 8 40.0 40.0 50.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Adanya bentuk kearifan lokal dalam masyarakat tidak mempengaruhi pemberian


MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 2 10.0 10.0 10.0
setuju 8 40.0 40.0 50.0
tidak setuju 9 45.0 45.0 95.0
sangat tidak setuju 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Tidak perlu keahlian khusus atau pengetahuan tertentu untuk menyiapkan MPASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 3 15.0 15.0 15.0
setuju 10 50.0 50.0 65.0
tidak setuju 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Peran tugas kesehatan tidak dibutuhkan untuk konsultasi mengenai MPASI


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat setuju 6 30.0 30.0 30.0
setuju 4 20.0 20.0 50.0
tidak setuju 8 40.0 40.0 90.0
sangat tidak setuju 2 10.0 10.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

skor sikap responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 9 45.0 45.0 45.0
kurang baik 11 55.0 55.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

3. Tindakan Responden
Ibu hanya memberikan ASI saja pada baduta umur 0-6 bulan?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 16 80.0 80.0 80.0
tidak 4 20.0 20.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

MPASI diberikan setelah baduta berusia 6 bulan keatas?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 11 55.0 55.0 55.0
tidak 9 45.0 45.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu memberikan MPASI sesuai dengan kebutuhan baduta?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 13 65.0 65.0 65.0
tidak 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu memberikan MPASI kepada baduta atas kesadaran ibu sendiri tanpa
adanya dorongan dari suami atau keluarga?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 14 70.0 70.0 70.0
tidak 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu hanya memberikan MPASI 4/6 kali dalam sehari?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 3 15.0 15.0 15.0
tidak 17 85.0 85.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Ibu menyiapkan MPASI dari bahan makanan yang bersih dan aman?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 19 95.0 95.0 95.0
tidak 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu menyiapkan bahan makanan yang beraneka ragam untuk dibuat


MPASI?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 13 65.0 65.0 65.0
tidak 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu memberikan MPASI berupa makanan yang lembut dan mudah ditelan
seperti bubur susu untuk baduta berusia 6-9 bulan?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 10 50.0 50.0 50.0
tidak 10 50.0 50.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu memberikan MPASI berupa makanan yang lebih beragam berupa


bubur kacang hijau, bubur sum sum, jus buah untuk baduta yang berusia
9-12 bulan?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 6 30.0 30.0 30.0
tidak 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Ibu memberikan MPASI berupa makanan yang lebih beragam seperti nasi,
lauk pauk, sayur, dan buah untuk baduta berusia 12-24 bulan?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 9 45.0 45.0 45.0
tidak 11 55.0 55.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
skor tindakan responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 6 30.0 30.0 30.0
kurang baik 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0

Hasil Uji Chi Square

1. Pengetahuan Responden

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

skor pengetahuan responden *


20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Pemberian MPASI

skor pengetahuan responden * Pemberian MPASI Crosstabulation

Pemberian MPASI

baik kurang baik Total

skor pengetahuan responden baik Count 5 3 8

Expected Count 2.4 5.6 8.0

kurang baik Count 1 11 12

Expected Count 3.6 8.4 12.0

Total Count 6 14 20

Expected Count 6.0 14.0 20.0


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.706a 1 .010

Continuity Correctionb 4.375 1 .036

Likelihood Ratio 6.965 1 .008

Fisher's Exact Test .018 .018

Linear-by-Linear Association 6.371 1 .012

N of Valid Casesb 20

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.

b. Computed only for a 2x2 table

2. Sikap Responden

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

skor sikap responden *


20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Pemberian MPASI
skor sikap responden * Pemberian MPASI Crosstabulation

Pemberian MPASI

baik kurang baik Total

skor sikap responden baik Count 6 3 9

Expected Count 2.7 6.3 9.0

kurang baik Count 0 11 11

Expected Count 3.3 7.7 11.0

Total Count 6 14 20

Expected Count 6.0 14.0 20.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.476a 1 .001

Continuity Correctionb 7.542 1 .006

Likelihood Ratio 12.977 1 .000

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 9.952 1 .002

N of Valid Casesb 20

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,70.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai