Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam

situasi rentan, dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Kehidupan balita

dipandang rentan karena memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang tua.

Jika orang tua lalai menjalankan tanggung jawabnya, maka balita akan

mengalami berbagai masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang

sering terjadi pada balita adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai

dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 atau

lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan kosistensi tinja dari

penderita (Depkes RI, 2012). Penyakit diare perlu mendapatkan perhatian

khusus karena di samping angka kesakitannya yang masih tinggi, penyakit ini

juga dapat menimbulkan wabah yang akhirnya menimbulkan kejadian luar

biasa (KLB). (DepKes RI, 2012).

Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga

merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab

kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan

penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah

TB dan Pneumonia. (Kementrian Kesehatan RI,2011). Jumlah penderita diare

di Jawa Timur tahun 2013 berdasarkan laporan profil kabupaten atau kota

1
2

sebanyak 1.030.510 penderita dan 38,38% diantaranya adalah balita (Dinkes,

2013).

Kasus diare yang terdata dalam 6 tahun terakhir meningkat di Jawa

Timur pada tahun 2013 yaitu mencapai 118%. Hal ini terjadi karena ada

penurunan angka morbiditas dari tahun 2012 yang 411/1.000 penduduk

menjadi 214/1.000 penduduk pada tahun 2013. Dari data yang di dapatkan

dari data Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 di dapatan jumlah kasus diare

di kabupaten sidoarjo tahun 2016 sebanyak 58.063 kasus. Data dari

Departemen Kesehatan Sidoarjo di dapatkan, angka kejadian diare di

puskesmas Wonoayu masih tergolong tinggi dan cenderung meningkat, yaitu

Jumlah kasus diare di Wonoayu tahun 2014 sebanyak 1.667 kasus, tahun 2015

sebanyak 1.747 kasus dan pada tahun 2017 sebanyak 2.274 kasus (depkes RI,

2017).

Pengetahuan tentang makna penting ASI eksklusif untuk

perkembangan fisik, psikis dan intelektual sudah diketahui secara luas. Namun

persentase praktek pemberian ASI ekslusif dalam tingkatan nasional maupun

global masih memprihatinkan. Bahkan, angka menyusui didunia masih sangat

buruk. Ketika mengevaluasi praktek pemberian ASI esklusif di 139 negara,

UNICEF menyampaikan temuan bahwa hanya 20% dari negara – negara yang

diteliti mempraktekan pemberian ASI esklusif pada lebih 50% balita yang ada.

Selebihnya 80% dari negara – negara tersebut melakukan pemberian jauh

lebih rendah dari 50%. Indonesia dengan persentase pemberian ASI

dipraktekan pada 39% dari seluruh balita adalah salah satu negara yang
3

tergolong kelompok 80% tersebut persentase pemberian ASI nya jauh lebih

rendah dari 50%. Indonesia dengan persentase pemberian ASI dipraktekan

pada 39% dari seluruh balita adalah salah satu negara yang tergolong

kelompok 80% tersebut. Angka ini bahkan semakin parah karena perhitungan

terbaru menunjukan bahwa persentase pemberian ASI di Indonesia semakin

turun dengan jumlah lebih dari setengah angka diatas menjadi 15,3% dari

seluruh balita per tahun.

Selain itu berdasarkan data yang tercatat pada Kementrian Kesehatan

menyatakan masih ada 4,8% perempuan menikah pada usia 10-14 tahun.

Biasanya mereka adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi

yang rendah sehingga menyebabkan mereka tidak memiliki kemampuan yang

cukup untuk siap menyusui. Menyadari dan memiliki pemahaman yang lebih

baik terhadap manfaat menyusui dipraktekan seperti yang direkomendasikan.

Didapatkan data yang mendukung bahwa penjualan perlengkapan balita oleh

perusahaan di Indonesia pada tahun 2015 meningkat sebanyak 11-15% dari

tahun sebelumnya. Dari penjulan tersebut mayoritas didominasi oleh penjulan

dot dan diikuti oleh penjulan botol susu. Menurut General Manager Marketing

Division dari perusahaan tersebut penjulan dari perlengkapan dot susu balita

dan botol susu akan semakin ditingkatkan dan pada tahun 2015 perusahaan

tersebut berhasil mendirikan gudang (ware house) yang kelima (Gunawan

Hendra, 2015). Hal ini juga diperparah dengan media iklan yang pada satu sisi

digunakan untuk mengiklankan susu formula secara besar-besaran dan

membahayakan praktik pemberian ASI eksklusif (Kadir, 2014). Berdasarkan


4

data Dinas Kesehatan Republik Indonesia (Dinkes RI) tahun 2013, diketahui

cakupan pemberian ASI di Indonesia hanya sebesar 54,3%, dan cakupan

pemberian makanan prelakteal pada balita umur 0-23 bulan mencapai 44,3%,

dengan makanan yang paling banyak diberikan pada balita adalah susu

formula, dengan cakupan sebesar 79.8%. (Citra,2017)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara higienitas botol dan dot susu dengan

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo?

C. Tujuan

a. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

higienitas botol dan dot susu dengan diare pada balita usia 0-2 tahun di

wilayah kerja Puskesmas Wonoayu.

b. Tujuan khusus:

1. Mengidentifikasi higienitas dot susu di lingkungan Puskesmas

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Mengidentifikasi kejadian diare di lingkungan Puskesmas Wonoayu

Kabupaten Sidoarjo.

3. Mengidentifikasi hubungan antara higienitas botol dan dot susu

dengan kejadian diare pada balita usia 0-2 tahun di lingkungan

Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.


5

D. Manfaat penelitian:

a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan masyarakat di wilayah kerja puskesmas wonoayu mengenai

penyebab diare pada balita.

b. Bagi puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

para tenaga kesehatan khususnya dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan dibidang kesehatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau balita lebih dari 3

kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau

tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada

balita yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4

kali sehari. Untuk balita yang minum ASI secara eksklusif definisi diare

yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau

konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak

seperti biasanya. Kadang pada balita buang air besar kurang dari 3 kali

perhari, namun konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.

(gastroenterology-hepatologi IDAI).

2. Etiologi

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah

golongan virus, bakteri, dan parasite. Dua tipe dasar diare akut oleh karena

infeksi adalah non inflammatory disebabkan oleh enteropatogen melalui

produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh

virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri.

Infeksi diare inflammatory biasanya disebabkan oleh bakteri yang

6
7

menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

(gastroenterology-hepatologi IDAI).

3. Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab

kematian dan kesakitan tertinggi balita, terutama usia dibawah 5 tahun.

Didunia, sebanyak 6 juta balita meninggal setiap tahunnya karena diare

dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di Negara berkembang.

Sebagai gambaran 17% kematian balita di dunia disebabkan oleh diare

sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih

merupakan penyebab kematian balita yang terbanyak yaitu 42%

dibandingkan pneumonia 24% , untuk golongan 1-4 tahun penyebab

kematian karena diare 25,2% dibandingkan pneumonia 15,5%. (Safitri

A.R. 2008).

a. Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral

antara lain makan atau minum yang tercemar tinja dan atau kontak

langsung dengan tinja penderita.  Beberapa prilaku dapat

menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko

terjadinya diare, prilaku tersebut antara lain :

1. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan

pada  1 tahun pertama kehidupan pada balita yang tidak diberi ASI
8

risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada balita yang diberi

ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih

besar.

2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol susu ini memudahkan

pencernaan tercemar oleh kuman, karena botol susah untuk

dibersihkan.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar

dan kuman akan berkembangbiak.

4. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah

tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah,

pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak

tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat

mengambil air dari tempat penyimpanan. (gastroenterology-

hepatologi IDAI).

4. Patogenesis dan patofisiologi.

Menurut B. Albert and Paul S tahun 1990:

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

a. Gangguan absorpsi atau diare osmotic

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
9

usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

(gastroenterology-hepatologi IDAI).

b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat

peningkatan isi rongga usus. (gastroenterology-hepatologi IDAI).

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.

Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan

diare pula. (gastroenterology-hepatologi IDAI).

5. Klasifikasi

a. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu

tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah.

Selanjutnya perlu dicari tanda tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa

haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya.

(ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada

atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau

basah. (gastroenterology-hepatologi IDAI).


10

b. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut biasanya

tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu saja, misalnya

penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab lain selain diare

atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan laboratorium

yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:

1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,

glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

2. Urine: urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

3. Tinja:

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada

semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan

laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus

atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa

atau oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang

mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri

yang menenghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti:

Entamoeba histolytica, Escherichia coli dan Trichuris trichiura.

(gastroenterology-hepatologi IDAI).

Mikroskopis pemeriksaan mikroskopik untuk mencari

adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab

diare. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap


11

bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada

permukaan tinja menunjukan adanya kuman invasive atau kuman

yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella,

C.jejuni, EIEC, dst. (gastroenterology-hepatologi IDAI).

6. Komplikasi

Komplikasi menurut B. Albert and Paul S tahun 1990:

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

Tabel II.1: Penilaian Derajat Dehidrasi

Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan,


dehidrasi Sedang Kehilangan BB
kehilangan BB<3% 3%- 9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, lethargi, tidak


irritabel sadar
Denyut Normal Normal-meningkat Takikardi, bradikardi
jantung pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali >2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
time
Ektremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

SSumber Gastroenterologi-hepatologi IDAI 2011.

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram)


12

d. Hipoglikemia

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase

karena kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita

juga mengalami kelaparan.

B. Higienitas Botol dan Dot Susu

1. Higienitas

Higienitas berasal dari kata hygiene dan itas. Hygiene mencakup

upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

subjeknya dan itas adalah akhiran, akhiran adalah imbuhan yang terletak di

akhir kata. Fungsi dari imbuhan itas adalah untuk membentuk kata benda

(Wiyanto, 2012). Jadi higienitas adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan objeknya yaitu dot susu (Depkes

RI, 2004).

a. Manfaat Higienitas

Menurut UNICEF (2009), manfaat higienitas dot susu adalah

salah satu cara untuk mendorong berperilaku higienis untuk mencegah

penyebaran penyakit diare. Higienitas Dot Susu Dot susu yang juga

dikenal sebagai dummy soother, atau pacifier adalah pengganti puting

susu ibu yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Higienitas botol

dan dot susu adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan objeknya yaitu botol dan dot susu yang


13

meliputi persiapan penggunaan botol dan dot susu, penyajian, dan

penyimpanan (Depkes RI, 2004).

b. Persiapan Penggunaan Botol dan Dot Susu

Persiapan penggunaan dot susu meliputi mencuci dot susu dan

sterilisasi dot susu.

1) Mencuci botol dan Dot Susu Standard Operasional Prosedur

mencuci botol dan dot susu menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 39 Tahun 2013 adalah:

2) Mencuci tangan dengan sabun sebelum membersihkan peralatan

minum balita.

3) Mencuci semua peralatan (botol, dot, sikat botol dan sikat dot)

dengan air bersih yang mengalir.

4) Membilas botol dan dot dengan air bersih yang mengalir. Air

merupakan factor yang sangat menentukan kualitas dari makanan

dan miniuman seperti susu, karena air digunakan sebagai bahan

baku untuk menyiapkan susu, mencuci alat-alat makanan dan

minuman seperti botol susu, dot, gelas dan sendok. Apabila air

yang tersedia tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan, maka

dimungkinkan minuman yang diolah menjadi terkontaminasi oleh

bakteri patogen. Persyaratan kualitas air bersih untuk parameter

fisika adalah tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.

(Arisman, 2009).
14

Langkah-langkah cara mencuci botol dan dot susu sebelum

disterilkan, Menurut Soetomo (2010) adalah:

1. Gunakan sabun cuci yang aman untuk balita. Gunakan sikat

khusus untuk membersihkan botol dan dot susu.

2. Sikat dengan bersih bagian dalam botol dan dot susu

3. Bilas botol dan dot susu hingga benar-benar bersih menggunakan

air mengalir.

4. Langkah selanjutnya adalah menyeterilkan botol dan dot susu.

c. Sterilisasi botol dan dot susu

Setelah selesai membersihkan dan mencuci botol, dot dan

semua peralatan dengan sabun, sikat, dan air bersih. Lakukan

sterilisasi untuk semua alat yang digunakan. Sterilisasi perlu

dilakukan untuk menghindari adanya infeksi kuman pada dot susu dan

mencegah risiko terkena gangguan pencernaan. Sterilisasi dot dan

alat-alatnya perlu dilakukan karena sistem pertahanan tubuh balita

masih belum sempurna, sehingga masih mudah terkena infeksi kuman

yang mungkin terdapat pada botol dan dot susu yang menempel pada

bekas susu yang hanya dicuci (Suririnah, 2009).

Standard Operasional Prosedur sterilisasi botol susu dengan

cara direbus menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun

2013 meliputi:
15

1. Botol harus terendam seluruhnya sehingga tidak ada udara didalam

botol.

2. Panci ditutup dan biarkan sampai mendidih selama 5-10 menit.

3. Panci biarkan tertutup, biarkan botol dan dot di dalamnya sampai

segera akan digunakan.

4. Mencuci tangan dengan sabun sebelum mengambil botol dan dot

susu.

5. Bila botol tidak langsung digunakan setelah direbus botol harus

disimpan ditempat yang bersih dan tertutup. Dot dan tutupnya

terpasang dengan baik.

Menurut Farida (2008), langkah-langkah yang perlu dilakukan

saat melakukan sterilisasi botol dan dot susu dengan cara merebus

adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan semua botol dan dot yang akan disterilkan.

2. Melepaskan tutup, dot, tutup anti sedak, dan botolnya.

3. Mengisi panci dengan ½ atau ¾ air, lalu memanaskan di atas

kompor.

4. Mengambil sabun pencuci piring dan melarutkan dalam botol.

5. Menggosok sampai bersih dengan menggunakan spons lembut.

6. Menggunakan sikat botol untuk menjangkau bagian yang sulit

dijangkau dengan tangan atau jari, lalu membilas sampai busa

hilang.
16

7. Setelah air mendidih, memasukkan satu persatu bagian botol

(tutup, dot, tutup anti sedak, dan botol) ke dalam panci. Merebus

kira-kira 5 menit.

8. Mengangkat botol dan bagian-bagiannya dengan menjepit dengan

penjepit botol, kemudian mengeringkannya.

Anak-anak terutama balita sangat gemar menggunakan botol

susu. Susu formula umumnya menjadi pelengkap disamping ASI atau

bahkan menjadi kebutuhan pokok bagi balita yang sudah tidak

mendapatkan ASI.

Penggunaan botol susu perlu diwaspadai karena sangat rentan

terkontaminasi bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh perilaku ibu yang

merupakan faktor risiko terjadinya diare. Jadi, memperhatikan

kebersihan botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak

untuk para ibu.

Cara pencucian yang buruk membuat mikroorganisme atau

bakteri berkembang pada botol susu. Sisa susu yang masih menempel

pada botol susu akibat cara pencucian yang kurang baik menjadi media

berkembangnya mikroorganisme atau bakteri. Jika sisa lemak dan

protein itu masih ada di botol susu maka akan menjadi media untuk

berkembangnya bakteri. Bakteri yang berkembang itulah yang akan

menjadi penyebab terjadinya suatu penyakit dan salah satunya diare.

Berdasarkan hasil studi penelitian sebelumnya dari Musawir,

Arsin, dan Rismayanti di Kelurahan Panampu Sulawesi Selatan


17

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebersihan botol susu

dengan kejadian diare. sebagian besar balita yakni sebanyak 87,9%

tidak mengalami diare dengan ibu yang memiliki cara pencucian botol

susu yang baik. (Harris,2017)

C. Hubungan antara higienitas botol dan dot susu dengan kejadian diare

Hubungan higienitas botol susu dengan kejadian diare di Puskesmas

Kelayan Timur periode Mei 2016 - September 2016 diketahui dengan

menguji hipotesa tersebut dengan uji chi-square. Pada uji tersebut didapatkan

nilai ρ=0.014 dan odds ratio sebanyak 3,5. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara higienitas botol susu dengan

kejadian diare pada balita di Puskesmas Kelayan Timur dengan OR sebesar

3,5 dapat disimpulkan bahwa balita dengan higienitas botol susu buruk

berisiko 3,5 kali lebih besar untuk menderita diare dibandingkan dengan

higienitas botol susu baik.

Higienitas botol susu dikatakan baik apabila responden melakukan 5

hal dalam pencucian botol susu yaitu, pertama memisahkan botol, dot, dan

tutup botolnya serta mencucinya dengan air sabun, kedua menggunakan sikat

khusus untuk membersihkan botol susu, dot dan tutup botolnya, ketiga

menyikat dengan bersih bagian dasar botol dan bagian leher botol, keempat

membilas botol hingga benar- benar bersih menggunakan air bersih yang

mengalir, dan kelima merebus botol di dalam air selama 5-10 menit.

Higienitas botol dan dot susu buruk apabila salah satu dari hal di atas tidak
18

dilakukan. Higienitas botol dan dot susu buruk dapat menyebabkan terjadinya

diare, cara pencucian botol dan dot susu dan penggunaan botol dan dot susu

yang tidak steril dapat menjadi faktor resiko penyakit diare, akibat dari

penggunaan botol susu yang tidak steril ini memudahkan pencemaran oleh

bakteri. Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol dan dot susu yang tidak

bersih, maka akan terjadi kontaminasi bakteri dan bila tidak segera diminum

bakteri akan tumbuh. Cara yang salah dalam penggunaan botol dan dot susu

dapat menyebabkan bakteri berkembang. Dari berkembangnya bakteri dalam

botol dan dot susu bisa mengganggu sistem pencernaan balita (Sudoyo AW,

dkk, 2010).

Apabila higienitas dari botol dan dot susu kurang maka akan mudah

untuk terkontaminasi bakteri, setelah terpapar bakteri maka bakteri akan

masuk ke dalam tubuh balita bersama dengan susu yang diminum, kemudian

bakteri itu akan menuju ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan

infeksi dan merusakkan epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan

digantikan oleh sel enterosit yang baru yang berbentu kuboid yang belum

matang sehingga fungsi sel-selnya masih belum bagus. Hal ini menyebabkan

vili-vili usus halus akan atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dengan baik.

Cairan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan

osmotic usus halus. Hal ini menyebabkan banyak cairan yang tertarik ke usus

halus sehingga akan menyebabkan hiperperistaltik usus. Cairan yang tidak

diserap tadi akan didorong keluar dan terjadilah diare (World

gastroenterology Organisation, 2012).


19

Higienitas botol susu yang kurang akan menyebabkan botol susu

terkontaminasi bakteri, setelah terpapar bakteri maka bakteri akan masuk ke

dalam tubuh balita bersama dengan susu yang diminum lalu balita dapat

terjangkit penyakit diare. Di Indonesia 75% masyarakatnya memberikan susu

botol kepada balita. Indonesia sebagai negara berkembang juga merupakan

salah satu konsumen susu botol. Botol susu yang tidak steril amat berbahaya

sebab menjadi media berkembang-biaknya mikroorganisme yang bersifat

patogen seperti bakteri, virus dan parasit, yang dapat menyebabkan penyakit,

salah satunya diare (Musawir MA, dkk, 2013, Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Selatan, 2011, The plastic industry trade association, 2013).


BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Lingkungan
- Sosial: tingkat
pendidikan ibu Pelayanan Kesehatan
- Penyuluhan
kebersihan dot dan
Keturunan : botol susu
- Pasien dengan
- Penyuluhan
kelainan imun DIARE pemberian
sejak lahir
oralitpada anak
dengan diare
Perilaku
kesehatan

Kualitas higienitas botol dan dot susu:


1. Gunakan sabun cuci yang aman untuk
bayi
2. Bilas Dot dengan bersih menggunakan
air mengalir.
3. Mencuci ulang botol sebelum
digunakan.
4. Perilaku cuci tangan Ibu
5. Mensterilkan dot dengan cara direbus
6. Gunakan sikat khusus untuk
membersihkan dot susu, sikat dengan
bersih bagian dalam dot

Keterangan:

Gambar III.1:Kerangka Konsep Penelitian tentang Hubungan antara Higienitas Botol dan Dot Susu
Kejadian
dengan kejadian diare
diare pada padadibalita
Baduta usiaKerja
Wilayah 0-2 tahun dipengaruhi
Puskesmas Wonoayuoleh beberapa
Kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur Tahun 2019).

20
21

Kejadian diare pada balita usia 0-2 tahun di pengruhi oleh beberapa

faktor antara lain : perilaku kesehatan dan higienitas botol dan susu.

Sedangkan higienitas botol dan dot susu terdiri dari: Gunakan sabun cuci

yang aman untuk bayi, Bilas Dot dengan bersih menggunakan air mengalir,

Mencuci ulang botol sebelum digunakan, Perilaku cuci tangan Ibu,

Mensterilkan dot dengan cara direbus, Gunakan sikat khusus

untukmembersihkan dot susu, sikat dengan bersih bagian dalam dot. Oleh

karena itu higienitas botol dan dot susu dapat mempengaruhi kejadian diare

pada anak umur 0-2 tahun.

B. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara higienitas botol dan dot susu dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik, dengan

pendekatan cross sectional study. Kemudian dianalisis menggunakan uji Chi

Square. Dalam penelitian ini akan menguji seberapa besar pengaruh faktor

kebersihan botol dan dot susu dengan kejadian diare di kecamatan Wonoayu,

Kabupaten Sidoarjo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Wonoayu, Kabupaten

Sidoarjo pada bulan Januari 2019.

C. Populasi

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu

ruang lingkup dan waktu yang ditentukan (Margono, 2010: 118). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua Ibu yang memeriksakan balitanya usia 0-2

tahun pada bulan November 2018 – Februari 2019 di Puskesmas Wonoayu

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo sebanyak 168 orang.

D. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple

random sampling. Simple random sampling merupakan teknik pengambilan

sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling (Margono, 2010:126).

22
23

Populasi terdiri atas 168 semua Ibu yang memeriksakan anaknya usia 0-2

tahun bulan November 2018 – Februari 2019 di Puskesmas Wonoayu

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang terbagi ke dalam 23 desa.

Jumlah populasi semua semua Ibu yang memeriksakan balitanya usia

0-2 tahun bulan November 2018 – Februari 2019 di Puskesmas Wonoayu

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo berjumlah 168, maka dalam

penetapan besar-kecilnya sampel tidak menggunakan perhitungan statistik.

Besar populasi kurang dari 10.000, penentuan jumlah sampelnya dapat

dihitung dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2002):

Keterangan:

n : besar sampel

N : besar populasi

d : tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1)

Dalam penelitian ini besarnya populasi (N) adalah 168, maka jumlah

sampelnya adalah:

n = 62.68

n =63 sampel
24

Prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan cara 168 populasi di

berikan kuisioner dan wawancara, dari jawaban wawancara dan kuisioner

tersebut dijadikan sampel. Dengan cara konsekutif (bila dalam waktu satu

hari tidak mencukupi unruk pengambilan data maka dilanjutkan keesokan

harinya.

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, di mana

kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan. Adapun

kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2002) yaitu :

Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini adalah :

a. Semua ibu yang memeriksakan balita usia 0-2 tahun pada bulan

November 2018 - Februari 2019.

b. Tempat tinggal di kecamatan Wonoayu kabupaten Sidoarjo.

c. Bersedia mengisi dan menandatangani informed concent.

2. Kriteria eksklusi
25

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian (Notoatmodjo, 2002) yaitu :

Kriteria Eksklusi sampel kasus dalam penelitian ini adalah :

a. Balita usia 0-2tahun yang menderita penyakit Genetik.

b. Balita menderita diare yang respon imunnya rendah.

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah higienitas botol

dan dot susu balita.

2. Variabel terikat

Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare

pada balita usia 0-2 tahun tidak menjaga higienitas botol dan dot susu pada

bulan November 2018 - Februari 2019 di Kecamatan Wonoayu Kabupaten

Sidoarjo.
26

G. Definisi Operasional Variabel

No Alat Skala
Variabel Definisi Kriteria
. ukur Data

1. Diare Menurut jawaban responden Jawaban Wawancara Skala


tentang diare pada balita usia 0 - 2 responden dan Nomin
tahun dengan gejala : tentang Kuisioner al
1. perubahan bentuk dan Higienitas dot
konsistensi dari tinja lembek 1. Diare, bila
sampai cair nilai 1
2. Tidak Diare,
2. bertambahnya frekuensi BAB 2-
bila nilai 0
4 kali dalam sehari. Yang
diukur dengan skor sebagai
berikut
0. Tidak jika terjadi
perubahan bentuk dan
konsistensi tinja dari lembek
sampai cair.
1. terjadi perubahan
konsistensi tinja dari lembek
sampai cair
2 Higienitas Higienitas botol adalah yang Jawaban Wawancara Skala
botol,dot, dinyatakan oleh jawaban yang responden dan Nomin
dan tutup benar oleh responden dari 6 tentang Kuisioner al
susu pertanyaan dalam kuisioner yang Higienitas
menyangkut : botol dan dot
1. Sabun cuci yang digunakan 1. Buruk, bila
2. Cara mencuci dot degan di bilas jawaban benar
3. Mencuci ulang botol sebelum ≤4

digunakan. 2. Baik, bila

4. Perilaku cuci tangan Ibu jawaban benar

5. Mensterilkan dot dengan cara >3

direbus
27

6. Gunakan sikat khusus untuk


membersihkan dot susu, sikat
dengan bersih bagian dalam dot

Tabel IV.1 Definisi operasional

H. Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data


28

Data yang telah terkumpul dari hasil kuisoner selanjutnya

diolah. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai

berikut :

1. Menyunting data (data editing)

Memeriksa data sebelum proses pemasukan data

agar dapat meminimalisasikan data yang salah dan meragukan.

2. Mengkode data (data coding)

Dalam proses pengolahan data coding dapat diartikan

sebagai untuk mengklasifikasikan data menurut jenis ragamnya.

Pengelompokan data hasil rekaman lapangan kedalam kategori-

kategori tertentu ini sering di tempuh menggunakan simbol-simbol,

baik berupa angka maupun huruf yang dapat di mengerti para

pengolah data maupun pihak lainnya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam coding adalah

sebagai berikut:

a. Setiap perangkat kategori dibuat haruslah mendasarkan diri

kepada satu asas kriterkum tunggal. Dalah hal ini setiap

kategori dapat memberikan penilaian-penilaian dan maksud

satu tafsiran saja.

b. Setiap perangkat kategori haruslah dibuat lengkap. Sehingga

tidak ada satu jawaban pun yang tidak dapat ditempatkan

dalam kategori-kategori yang telah disediakan.

c. Setiap kategori satu dengan lainnya dalam setiap perangkat


29

harus saling terpisah secara tegas dan tidak tumpang tindih.

3. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data ke dalam rumus yang akan digunakan

dan diproses lebih lanjut.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Mengecek ulang dan mengkoreksi kesalahan yang

mungkin muncul saat pembuatan variabel atau entri data.

5. Tabulating

Dalam pengertian sederhana tabulasi dapat diartikan sebagai

proses menyusun data, atau fakta-fakta yang telah di edit di beri

kode kedalam bentuk tabel. Langkah ini dijalankan guna

mempersiapkan data yang telah di olah agar dapat dipelajari dan

diuji, sehingga diketahui makna data yang diperoleh.

I. Metode Analisis Data

Analisis data selanjutnya adalah mengukur ada atau tidaknya

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan metode

pemograman SPSS dengan langkah sebagai berikut:

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel. Yang

bertujuan untuk mengetahui karakteristik masing-masing variabel.

2. Analisis bivariat

Dalam penelitian ini data yang diperoleh menggunakan statistik

uji Chi Square. Uji Chi Square adalah uji statistik yang ditujukan
30

untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel berskala

nominal. Dengan analisis data menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Setelah itu menentukan interpretasi hasil uji hipotesis, yang

bertujuan untuk penarikan kesimpulan, yaitu dengan menentukan

Nilai Probabilitas (P). Dimana, jika p < 0,05, artinya ada hubungan

yang bermakna antara variabel terikat dan variabel bebas. Tapi

apabila p > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara variabel terikat

dan variabel bebas (Muhamad, 2009). Sedangkan untuk melihat

apakah ada hubungan atau tidak, maka nilai signifikan dibandingkan

dengan nilai α (0.05). Setelah dibandingkan nilai signifikan (0.000)< α

(0.05) sehingga H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan positif antar Higienitas Botol dan Dot Susu dengan

kejadian Diare pada balita usia 0-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Wonoayu.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas Wonoayu yang beralamat di Jl.

Raya Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Puskesmas Wonoayu

teknis fungsional di bawah Dinas Kesehatan Sidoarjo dan teknis Operasional

dibawah Bupati.

B. Karakteristik Responden

1. Umur Responden

Tabel V.1 Distribusi umur responden di puskesmas Wonoayu tahun


2019
Umur Ibu N Prosentase (%)
<25 tahun 24 38,1
25-30 tahun 35 55,6
> 30 tahun 4 6,3
Total 63 100
Sumber Hasil penelitian 2019

Berdasarkan Tabel V.1 dapat di ketahui bahwa mayoritas

responden berumur 25-30 tahun 55.6%.

31
32

Umur
6.3%

38.1%

55.6%

<25 tahun 25-30 tahun > 30 tahun

Gambar V.1 Diagram Distribusi Frekuensi Umur (Puskesmas Wonoayu,


2019)

2. Pendidikan Responden

Tabel V.2 Distribusi pendidikan responden di puskesmas Wonoayu tahun


2019
Pendidikan responden N Prosentase (%)
SD 20 31,7
SMP
Pendidikan
22 34,9
SMA 21 33,3
Total 63 100.0

33.3% 31.7%
Sumber Hasil

Penelitian,
34.9%
2019.

SD SMP SMA

Berdasarkan Tabel V.2 dapat diketahui mayoritas responden

pendidikan terakhirnya SMP 34.9%.

Gambar V.2 Diagram Distribusi Frekuensi Pendidikan (Puskesmas


Wonoayu, 2019)
33

3. Jenis Kelamin Balita

Tabel V.3 Distribusi Jenis Kelamin Balita di puskesmas Wonoayu tahun


2019.
Jenis kelamin balita N Prosentase (%)

Perempuan 35 55,6
Laki-laki 28 44,4
Total 30 100.0

Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.3 dapat diketahui mayoritas balita yang

menjadi responden berjenis kelamin perempuan 55.6%

Jenis kelamin balita

44.4%

55.6%

Perempuan Laki-laki

Gambar V.3 Diagram Distribusi Frekuensi Jenis kelamin balita (Puskesmas


Wonoayu, 2019)

4. Umur Balita

Tabel V.4 Distribus Umur Balita di puskesmas Wonoayu tahun 2019


Umur Balita N Prosentase (%)
0-6 bulan 12 19,0
7-12 bulan 32 50,8
13-24 bulan 19 30,2
Total 30 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.
34

Berdasarkan Tabel V.4 dapat diketahui mayoritas responden

berumur 7-12 bulan 50.8%.

Umur balita

19.0%
30.2%

50.8%

0-6 bulan 7-12 bulan 13-24 bulan

Gambar V.4 Diagram Distribusi Frekuensi Umur balita (Puskesmas


Wonoayu, 2019)

5. Karakteristik Responden berdasarkan Higienitas Botol Susu

Tabel V.5 Distribusi Higienitas Botol Susu di puskesmas Wonoayu tahun


2019.
Higienitas Botol Susu N Prosentase (%)
Buruk 43 68,3
Baik 20 31,7
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.5 dapat diketahui mayoritas responden

dengan higienitas botol buruk 68.3%.


35

Higienitas botol susu balita

31.7%

68.3%

Buruk Baik

Gambar V.5 Diagram Distribusi Frekuensi Higienitas botol susu (Puskesmas


Wonoayu, 2019).

6. Frekuensi kejadian diare pada balita 0-2 tahun


Tabel V.6 Distribusi Frekuensi kejadian diare pada balita 0-2 tahun di
puskesmas Wonoayu tahun 2019.
Frekuensi kunjungan N Prosentase (%)
Tidak diare 16 25,4
Terjadi diare 47 74,6
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.6 dapat diketahui mayoritas responden

balita mengalami diare pada bulan November 2018-Februari 2019

74.6%.
36

kejadian diare balita 0-2 tahun

25.4%

74.6%

Tidak diare Terjadi diare

Gambar V.6 Diagram Distribusi Frekuensi kejadian diare balita 0-2 tahun
(Puskesmas Wonoayu, 2019).

7. Mencuci botol susu dengan sabun/tidak


Tabel V.7 Distribusi mencuci botol susu dengan sabun/tidak pada responden
Mencuci botol susu dengan
N Prosentase (%)
sabun/tidak
Dengan sabun 40 63.5%
Tidak dengan sabun 23 36.5%
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.7 dapat diketahui mayoritas responden

yang mencuci botol dengan sabun sebesar 63.5%.

Karakteristik mencuci botol


susu dengan sabun/tidak

36.5%

63.5%

dengan air tidak


37

Gambar V.7 Diagram Distribusi Frekuensi mencuci botol susu dengan


sabun/tidak

8. Mencuci botol susu dengan air mengalir


Tabel V.8 Distribusi mencuci botol susu dengan air mengalir pada
responden
Mencuci botol susu dengan air
N Prosentase (%)
mengalir
Air mengalir 39 62%
Air tidak mengalir 24 38%
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.8 dapat diketahui mayoritas responden

yang mencuci botol susu dengan air mengalir sebesar 62%

Karakteristik mencuci botol


susu dengan air mengalir

38

62

Air mengalir tidak

Gambar V.8 Diagram Distribusi Frekuensi mencuci botol susu dengan air
mengalir.
9. Strerilisasi botol dengan di rebus/tidak

Tabel V.9 Distribusi strerilisasi botol dengan di rebus/tidak pada responden


Strerilisasi botol dengan di
N Prosentase (%)
rebus
Di rebus 44 69.9%
Tidak direbus 19 30.1%
Total 63 100.0
38

Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.9 dapat diketahui mayoritas responden

yang sterilisasi dengan cara direbus sebesar 69.9%.

Karakteristik strerilisasi botol


dengan di rebus

30.1%

69.9%

di rebus tidak

Gambar V.9 Diagram Distribusi Frekuensi strerilisasi botol dengan di


rebus/tidak

10. Mencuci tangan sebelum menggunakan botol susu


Tabel V.10 Distribusi mencuci tangan sebelum menggunakan botol susu
pada responden
Mencuci tangan sebelum
N Prosentase (%)
menggunakan botol susu
Mencuci tangan 34 54%
Tidak mencuci tangan 29 46%
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.10 dapat diketahui mayoritas responden

yang mencuci tangan sebelum menggunakan botol susu sebesar 54%.

Karakteristik mencuci tangan


sebelum menggunakan botol susu

46%

54%

mencuci tangan tidak


39

Gambar V.10 Diagram Distribusi Frekuensi mencuci tangan sebelum


menggunakan botol susu

11. Mencuci botol susu lagi sebelum digunakan/tidak


Tabel V.11 Distribusi mencuci botol susu lagi sebelum digunakan/tidak pada
responden
mencuci botol susu lagi sebelum
N Prosentase (%)
digunakan
Mencuci sebelum digunakan 40 63.5%
Tidak mencuci sebelum
23 36.5%
digunakan
Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.11 dapat diketahui mayoritas responden

yang mencuci botol susu lagi sebelum digunakan sebesar 63%.

Karakteristik mencuci botol


susu lagi sebelum
digunakan

36.5%

63.5%

1st Qtr 2nd Qtr

Gambar V.11 Diagram Distribusi Frekuensi mencuci botol susu lagi sebelum
digunakan/tidak

12. Menyikat botol


Tabel V.12 Distribusi menyikat botol pada responden
menyikat botol N Prosentase (%)

Menyikat botol 31 49.3%


Tidak menyikat 32 50.7%
40

Total 63 100.0
Sumber Hasil Penelitian, 2019.

Berdasarkan Tabel V.12 dapat diketahui mayoritas responden

yang tidak menyikat botol sebesar 50.7%.

Karakteristik menyikat botol

49.3%
50.7%

Menyikat botol tidak


Gambar V.12
Diagram Distribusi Frekuensi menyikat botol

C. Analisis data Bivariat


Analisis untuk menguji hipotesis statistic sebab :

H0 : tidak ada Hubungan antara Higienitas Botol dan Dot Susu terhadap

Kejadian Diare pada Balita 0-2 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Wonoayu

H1 : ada hubungan antara Higienitas Botol dan Dot Susu terhadap Kejadian

Diare pada Balita 0-2 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Wonoayu

kejadian diare
balita 0-2 tahun
Higienitas botol dan
Total NILAI SIGNINIFIKANSI
dot susu balita Tidak
Diare Diare

Buruk Jumlah 40 3 43 Chi square= 24,256


41

Prosentase 93,03% 6,97% 100,00%  


Jumlah 7 13 20  P = 0,000
Baik
Prosentase 35% 65% 100,00%  
Jumlah 47 16 63
Total
Prosentase 74,60% 25,40% 100,00%  
Bedasarkan hasil penelitian, berikut ini disajikan tabel Crosstabulation

tentang Hubungan Higienitas Botol dan Dot susu dengan kejadian diare balita

0-2 tahun di Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo pada Januari 2019.

Tabel V.13 Kejadian diare menurut higienitas botol dan dot susu pada balita 0-2
tahun di Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo Januari 2019

Berdasarkan tabel V.13 diatas menunjukkan bahwa dari kelompok

responden dengan Higienitas botol dan dot susu balita yang buruk 93,03%

balita usia 0-2 tahun yang mengalami diare, sedangkan untuk kelompok

responden dengan higienitas botol dan dot susu balita yang baik hanya 35%

balita yang mengalami diare. Perbedann ini di yakinkan dengan uji Chi

square dengan p=0,000 (< 0,05), H0 di tolak atau ada hubungan higienitas

botol dan dot susu terhadap kejadian diare pada balita usi 0-2 tahun di

wilayah kerja puskesmas Wonoayu.


BAB VI

PEMBAHASAN

Diare adalah buang air besar pada bayi atau balita lebih dari 3 kali perhari,

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan

darah. Diare umumnya di sebabkan oleh infeksi yang dapat berasal dari golongan

virus, bakteri, dan parasite. Higienitas dot susu merupakan salah satu cara untuk

mendorong berperilaku higienis untuk mencegah penyebaran penyakit diare.

Higienitas botol dan dot susu adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan objeknya yaitu botol dan dot susu. Higienitas dari botol

dan dot susu yang kurang maka akan mudah untuk terkontaminasi bakteri, setelah

terpapar bakteri maka bakteri akan masuk ke dalam tubuh balita bersama dengan

susu yang diminum sehingga dapat menyebabkan bakteri berkembang. Dari

berkembangnya bakteri dalam botol dan dot susu bisa mengganggu sistem

pencernaan balita. Untuk mencegah terjadinya diare yng di sebabkan oleh

kontaminasi pada botol dan dot susu maka di anjurkan untuk memelihara dan

melindungi kebersihan objeknya yaitu botol dan dot susu yang meliputi Gunakan

sabun cuci yang aman untuk bayi, membilas botol dan dot susu dengan bersih

menggunakan air mengalir, mencuci ulang botol dan dot susu sebelum digunakan,

Perilaku cuci tangan Ibu, mensterilkan dot dengan cara direbus, gunakan sikat

khusus untuk membersihkan dot susu, sikat dengan bersih bagian dalam dot.

Hasil uji chi square di peroleh nilai probabilitas sebesar 0,000 yang bearti

bahwa p < 0,05, maka H0 di tolak dan H1 di terima dengan kata lain ada

42
43

hubungan antara higienitas botol dan dot susu dengan kejadian diare pada balita

usia 0-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Higienitas dari botol dan dot susu kurang maka akan mudah untuk

terkontaminasi bakteri, setelah terpapar bakteri maka bakteri akan masuk ke

dalam tubuh balita bersama dengan susu yang diminum, kemudian bakteri itu

akan menuju ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan

merusakkan epitel tersebut (Musawir MA, dkk, 2013). Pada penelitian lain juga di

dapati terdapat hubungan yang bermakna antara higienitas botol susu dengan

kejadian diare pada balita di Puskesmas Kelayan Timur dengan OR sebesar 3,5

dapat disimpulkan bahwa balita dengan higienitas botol susu buruk berisiko 3,5

kali lebih besar untuk menderita diare dibandingkan dengan higienitas botol susu

baik (Haris, 2017).

Identifikasi masalah pada tabel V.5 yang menunjukkan bahwa mayoritas

responden dengan higienitas botol dan dot susu yang buruk sebanyak 68,3%

sehingga hal ini berpotensi untuk menyebabkan terjadinya diare pada anak usia 0-

2 tahun.

Pada tabel V.7 36,5% responden tidak mencuci botol dan dot susu dengan

menggunakan sabun, tabel V.8 38% responden tidak mencuci botol dan dot susu

dengan menggunakan air mengalir, tabel V.9 30,1% responden tidak melakukan

sterilisasi botol dan dot susu dengan di rebus, tabel V.10 46% responden tidak

mencuci tangan sebelum menggunakan botol dan dot susu, tabel V.11 responden

tidak mencuci botol dan dot susu kembali sebelum di gunakan dan tabel V.12

50,7% responden tidak menyikat botol dan dot susu sehingga sebaiknya untuk
44

menjaga agar higienitas botol dan dot susu terhindar dari agen infeksi para ibu

harus mencuci botol dan dot susu dengan menggunakan sabun, sabun yang

digunakan juga harus aman pada bayi atau balita, botol dan dot susu juga harus di

cuci dengan menggunakan air yang mengalir, sterilisasi botol dan dot susu juga

harus dilakukan dengan benar yaitu dengan botol harus terendam seluruhnya

sehingga tidak ada udara didalam botol, panci ditutup dan biarkan sampai

mendidih selama 5-10 menit, panci biarkan tertutup, biarkan botol dan dot di

dalamnya sampai segera akan digunakan, agar bakteri yang masih menempel tidak

bertahan di botol dan dot susu, pentingnya mencuci tangan sebelum menggunakan

botol dan dot susu juga harus dilakukan agar bakteri yang ada di tangan tidak

menempel pada botol dan dot susu yang telah di sterilikan, setelah itu botol dan

dot susu juga di cuci kembali sebelum digunakan kembali walau sebelumnya

botol dan dot susu sudah dalam keadaan bersih, dan apa bila mencuci botol dan

dot susu juga harus menyikat dengan sikat kusus botol dan dot susu agar sisa susu

yang berada di dalam dot dapat terjangkau dan tidak menjadi sumber infeksi.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil penelitian berdasarkan tabel V.5 dari 100% responden dengan

higienitas botol dan dot susunya buruk 68,3% sedangkan responden

dengan higienitas botol dan dot susu yang baik 31,7%

2. Hasil penelitian berdasarkan tabel V.6 dari 100% responden yang

balitanya mengalami diare pada bulan November 2018 – Januari 2019

74,6% di bandingkan dengan responden yang balitanya tidak mengalami

diare pada bulan November 2018 – Januari 2019 25,4%.

3. Ada hubungan antara higienitas botol dan dot susu balita dengan kejadian

diare pada balita usia 0-2 tahun di Puskesmas Wonoayu Kabupaten

Sidoarjo.

B. Saran

1. Bagi masyarakat sekitar Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo adalah

harus lebih memperhatikan higienitas botol dan dot susu terutama untuk

masalah sterilisasi botol dan dot susu yang baik dan benar.

2. Bagi Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dilakukan penyuluhan

dalam bentuk pelatihan mencuci botol dan dot yang benar mulai dari cara

mencuci hingga yang paling utama proses sterilisasi botol dan dot susu

yang baik dan benar.

45
46

C. Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam peneliti.

Keterbatasan yang di hadapi antara lain:

1. Penelitian ini dilakukan pertama kali dan kurangnya pengalaman dari

peneliti.

2. Penelitian melibatkan subyek penelitian dalam jumlah terbatas, sehingga

hasilnya belum dapat digeneralisasikanpada kelompok subyek dengan

jumlah besar.

3. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuisioner yaitu

terkadang jawaban yang diberikan oleh responden tidak menunjukkan

keadaan sesungguhnya.

4. Keterbatasan waktu membuat penelitian ini hanya meneliti tentang

hubungan antara higienitas botol dan dot susu dengan kejadian diare pada

anak umur 0-2 tahun di lingkungan kerja puskesmas Wonoayu tahun 2019.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina,Emi dkk. 2012. Hubungan penyuluhan kesehatan Tentang Pencegahan


Diare pada Balita Dengan Sikap Ibu dalam Pencegahan Diare pada
Balita. Jurnal AKP. Kediri.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. Profil kesehatan provinsi
Kalimantan Selatan. 2011
Gunawan Hendra. 2015. Multi Indocitra genjot penjualan botol susu bayi di
https://industri.kontan.co.id (di akses 27 Januari).
Harris, Muhammad Fathir Naman dkk. 2017. Hubungan Higienitas Botol Susu
Dengan Kejadian Diare di Wilayah Puskesmas Kelayan Timur
Banjarmasin.Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Melviana S,Meithyra dkk.2014.Hubungan Sanitasi Jamban dan Air Bersih dengan
Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
Marelan kota Medan tahun 2014. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Musawir MA, Arsin AA, Rismayanti. Kontaminasi Bekteri Eschercia Coli pada
botol susu dengan kejadian diare pada bayi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2013;10(3):1-11
Notoatmodjo,S.2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Purnomo,Rafri Aditya. 2016. Perilaku Mencuci Tangan dan Kejadian Diare pada
Anak Usia Pra Sekolah di Paud Desa Kalikotes Klaten. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Safitri, AR. 2018. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dengan Perilaku Ibu
Terhadap Penanganan Diare Pada Anak Di Desa Jatisobo Kecamatan
Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiah Surakarta.
Sari, Mia Hermila. 2017.Hubungan Perilaku Cuci Tangan Dengan Kejadian Diare
pada Balita di Posyandu Dusun NGebleng Taman Banguntapan Bantul.
Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi A, Simadibrata M, Setiati S, et all. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing, 2010.

47
48

The plastic industry trade association. 2013; (online),


(http://www.plasticsindustry.org/AboutPlastics/content.cfm?
ItemNumber=823 , diakses pada 4 April 2016)
Wibowo,Satrio. 2012. Hubungan antara Kategori Imunodefisiensi dengan Diare
pada Anak dengan HIV/AIDS. Jurnal NERS. Malang.
World gastroenterology Organisation. Acute diarrhea in adults and children: a
global perspective. 2012;1:1-24

Anda mungkin juga menyukai