Anda di halaman 1dari 33

KETERBAGIAN BILANGAN BULAT

A. Keterbagaian

Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian merupakan dasar


pengembangan teori bilangan, sehingga konsep tentang keterbagian. Jika suatu
bilangan bulat dibagi oleh suatu bilangan bulat, atau bukan bilangan bulat.
Misalnya, jik 36 dibagi 6 maka hasil baginya adalah 6 merupakan bilangan bulat.

Buktikanlah teorema tersebut sebagai latihan!

Sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbagian merupakan dasar


pengembangan teori bilangan, sehingga konsep tentang keterbagian akan banyak
dijumpai dalam uraian selanjutnya. Konsep keterbagian juga sering muncul dalam
buku-buku yang membahas struktur aljabar atau aljabar modern.

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil


(KPK) merupakan kosep turunan dari keterbagian bilangan bulat. Sifat-sifat yang
berkaitan dengan keterbagian merupakan dasar pengembangan teori bilangan.

Jika suatu bilangan bulat dibagi oleh suatu bilangan bulat yang lain, hasil
pembagiannya adalah bilangan bulat atau bukan bilangan bulat.

Defenisi 5.1

Suatu bilangan bulat a≠0 membagi habis bilangan bulat b, (ditulis a|b) jika dan
jika ada bilangan bulat k sehingga b=ak, atau dapat dituliskan dengan simbol : V
a, b € Z, a | b ↔ ≡ k € Z э b=ak; a≠0

Teorema 5.1

Jika diketahui bilangan bulat a dan b dengan a≠0 dan ada bilangan bulat k
sehingga berlaku b =ak, maka k tunggal

Jika a, b dan c bilangan bulat, a|b dan b|c maka a|c. Secara ringkas dapat
ditulis dengan simbol : a|b ^ b|c → a|c; a,b,c € Z

Definisi:

Relasi bilang an adalah Bilangan bulat a membagi (habis) bilangan bulat b


ditulis a ‫ ׀‬b, jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sedemikian hingga b = ka.
Jika a tidak membagi (habis) b, maka ditulis a χ b.

1
Contoh:

5 30 ‫׀‬, Karena ada bilangan bulat yaitu 6, sedemikian hingga 5,6 = 30

7 21- ‫׀‬, sebab ada bilangan bulat, yaitu -3, sedemikian hingga 7, (-3) = -21

-6 24 ‫׀‬, sebab ada bilangan bulat, yaitu

-4, sedemikian hingga (-6)(-4) = 24

8 χ 27, sebab tidaka ada bilangan bulat k, sedemikian hingga 8k = 27

Bilanagan bulat k pada definisi 2.1 tersebut adalah tunggal, sebab apabila ada
bilangan bulat m selain k sedemikian hingga

b = ma dan b= ka,

maka ma = ka,

sehingga m = k,

jika a = 0 dan b ≠ 0, maka tidak ada bilangan k sehingga b = ka.

Tetapi jika a = 0 dan b = 0, maka k tidak tunggal agar berlaku b = ka.

Istilah: Untuk seterusnya istilah “membagi habis” dan “terbagi habis” berturut-
turut disingkat menjadi “membagi” dan “terbagi” . “a membagi b” dan “b terbagi
a” keduanya ditulis “a ‫ ׀‬b”. istilah-istilah lain yang mempunyai arti sama dengan a
‫ ׀‬b adalah “ a ialah faktor dari b”. “a ialah pembagi dari b” ialah kelipatan dari a”.

Apabila a‫ ׀‬b dan k adalah bilangan-bilangan bulat dengan a ≠ 0 dan b = ka, maka
k disebut hasil bagi (quotient) dari b oleh a. disebut pula bahwa k adalah faktor
dari b yang menjadi komplemen ( sekawan) dari a, atau dengan singkat dikatakan
bahwa a dan k adalah pembagi-pembagi sekawan ( komplementer) dari b.

Apabila a ‫ ׀‬b, menurut definisi, maka ada bilangan bulat k sehingga b = ka, dan
jika diketahui pula b ‫ ׀‬c, maka ada bilangan bulat m sehingga c = mb. Karena b =
ka, maka c = maka, sehingga menurut definisi diperoleh a‫ ׀‬c. hal ini berarti relasi

2
keterbagian pada himpunan bilangan bulat mempunyai sifat transitif. Sifat ini
dinyatakan sebagai teorema berikut:

Teorema 2.1 Jika a ‫ ׀‬b dan b ‫ ׀‬c maka a ‫ ׀‬c.

Apabila a ‫ ׀‬b yaitu a membagi habis b, maka a membagi habis stiap kelipatan b,
yaitu a ‫ ׀‬mb, untuk setiap bilangan bulat m.

Hal ini dinyatakan sebagai teorema berikut ini.

Teorema 2.2 Jika a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬mb, untuk setiap bilangan bulat m.

Apabila a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c, menurut definisi maka diperoleh b = ka dan c = ma untuk
bilangan-bilangan bulat k dan m.

Dari dua kesamaan ini dapat diperoleh bahwa:

(i) b + c = (k + m)a berarti a ‫( ׀‬b + c )


(ii) b – c = (k – m)a berarti a ‫( ׀‬b – c)dan
(iii) b c = (kma) a berarti a ‫ ׀‬bc
ketiga kesimpulan ini dinyatakan sebagai teorema berikut ini.

Teorema 2.3. Apabila a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c, maka a ‫( ׀‬b + c), a ‫( ׀‬b – c) dan a ‫ ׀‬bc.

Teorema terakhir ini dapat ditulis dalam sebuah pernyataan yang dinyatakan
dalam teorema berikut ini yang bisa disebut sifat linieritas.

Teorema 2.4. (sifat linieritas)

Apabila a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c maka a ‫( ׀‬mb + nc) untuk setiap bilangan bulat m dan n.

Bukti : Karena a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c, menurut teorema 2, maka a ‫ ׀‬mb dan a ‫ ׀‬nc untuk
setiap bilangan-bilangan bulat m dan n. selanjutnya, menurut teorema 3, maka a ‫׀‬
(mb + nc).

Teorema 2.5

(i) a ‫ ׀‬b untuk setiap bilangan bulat a (sifat reflektif)

3
(ii) jika a ‫ ׀‬b maka ma ‫ ׀‬mb untuk setiap bilangan bulat m.
(iii) jika ma ‫ ׀‬mb dengan m ≠ 0, maka a ‫ ׀‬b.
(iv) I ‫ ׀‬a dan a 0 ‫׀‬
(v) Jika 0 ‫ ׀‬a maka a = 0 (nol hanya membagi nol)
(vi) Jika a ‫ ׀‬b dengan b ≠ 0, maka ‫ ׀‬a ‫ ׀ ≤ ׀‬b ‫׀‬
(vii) Jika a ‫ ׀‬b dengan b ‫ ׀‬a, maka ‫ ׀‬a ‫ ׀ = ׀‬b ‫׀‬

Jika suatu bilanagan bulat dibagi oleh suatu bilangan bulat yang lain, hasil
pembagiannya adalah bilangan bulat atau bukan bilangan bulat. Misalnya, jika 36
dibagi 6 maka hasil baginya adalah bilangan bulat 6; tetapi jika 36 dibagi 5, hasil
baginya adalah 7,2 yang bukan bilangan bulat.

Definisi 5.1

Suatu bilangan bulat a≠0 membagi habis bilangan bulat b, (ditulis a ‫ ׀‬b) jika dan
hanya jika ada bilangan bulat k sehingga b=ak, atau dapat dituliskan dengan
simbol:

∀ a,bϵ Z, a ‫ ׀‬b ⇔ ∃ k ∈ Z ∋ b=ak; a≠0.

Notasi: a b dibaca: Notasi: a + b dibaca

1. a membagi b; 1) a tidak membagi b;


2. b habis dibagi a; 2) b tidak habis dibagi a;
3. a faktor b; 3) a bukan faktor b;
4. b kelipatan a. 4) b bukan kelipatan a.

Contoh: 5.1
a. 5 15 ‫ ׀‬sebab ada bilangan bulat 3 sehingga 15 = 5x3.
b. 5 + 16 sebab tidak ada bilangan bulat m sehingga 16=5xm.
c. Faktor dari 4 adalah -1,1,-2, 2,-4, dan 4, sebab -1 ,4 ‫ ׀‬2 ,4 ‫ ׀‬2- ,4 ‫ ׀‬1 ,4 ‫׀‬
4 ‫ ׀‬4-, dan 4 4 ‫׀‬.

4
Catatan:
1) Jika a=0 dan b≠0 maka tidak ada bilangan bulat k sehingga b=ak.
2) Jika a=0 dan b=0 maka k tidak tunggal agar berlaku b=ak (0/0 biasa
didefinisikan tidak tentu, karena bisa sama dengan berapa saja).
3) Apabila a, b, dan k bilangan bulat dengan a≠0 dan b=ak maka k disebut
hasil bagi (kosien) b oleh a, k juga disebut faktor dari b yang menjadi
komplemen a atau dengan singkat dikatakan k ialah faktor b komplemen a.
4) Pernyataan a ‫ ׀‬b sudah mempunyai makna a≠0, meski pun a≠0 tidak
ditulis.

Beberapa sifat dasar adalah:


1) 1 ‫ ׀‬a, untuk setiap a ∈ Z karena ada (bahkan semua) a∈Z sedemikian
sehingga a=1xa.
2) a ‫ ׀‬a untuk setiap a ∈Z dan a≠0 karena ada 1∈ Z sedemikian sehingga
a=ax1.
3) a 0 ‫ ׀‬untuk setiap a ∈ Z dan a≠0 karena ada 0∈ Z sedemikian sehingga
0=ax0.
4) Jika a ‫ ׀‬b, a≠0, maka kemungkinan hubungan antara a dan b adalah a<b,
a=b, atau a>b.

Contoh: 5.2
a) 1 10- ‫ ׀‬1 ,12 ‫ ׀‬1 ,8 ‫ ׀‬adalah pernyataan yang benar.
b) 2 4 ‫ ׀‬4 ,3 ‫ ׀‬3 ,2 ‫ ׀‬adalah pernyataan yang benar.
c) 4 0 ‫ ׀‬6 ,0 ‫ ׀‬5 ,0 ‫ ׀‬adalah pernyataan yang benar.
d) 3 3- ‫ ׀‬3 ,3 ‫ ׀‬3 ,6 ‫ ׀‬adalah pernyataan yang benar, dimana 3<6, 3=3, 3>-3.

1. Teorema keterbagian
Beberapa teorema keterbagian dikemukakan dalam bagian ini yang
dilengkapi bukti. Teorema keterbagian akan membantu banyak
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan faktor persekutuan dari
kelipatan persekutuan antarbilangan.

5
Teorema 5.1
Jika diketahui bilangan bulat a dan b dengan a≠0 dan ada bilangan bulat k
sehingga berlaku b=ak, maka k tunggal.

Bukti:
Andaikan k tidak tunggal, berarti ada bilangan bulat k dan m dengan k≠m
sedemikian sehingga b=ak dan b=am. Karena ak=b dan am=b maka
ak=am. Karena a≠0 maka k=m. dengan diperolehnya k=m yang
bertentangan dengan pengandaian bahwa k≠m, jadi pengandaian itu harus
diingkari, yang berarti k tunggal.

Teorema 5.2
Jika a, b dan c bilangan bulat, a ‫ ׀‬b dan b ‫ ׀‬c maka a‫ ׀‬c. Secara ringkas
dapat ditulis dengan simbol: a ‫ ׀‬b ˄ b ‫ ׀‬c a‫ ׀‬c; a,b,c∈ Z

Bukti:
Ambil a, b, dan c di Z.
Berdasarkan definisi 5.1
a ‫ ׀‬b ⇔ ∃ m ∈ Z ∋ b=am (1)
b ‫ ׀‬c ⇔∃ n ∈ Z ∋ c=bn (2)
Substitusi persamaan (1) pada (2) sehingga diperoleh:
C=bn ⇨ c=(am)n ⇨ c=a(mn) (sifat asosiatif)
Karena m∈Z, n ∈ Z maka mn ∈ Z. hal ini berlaku karena operasi
perkalian bilangan bulat bersifat tertutup. Berdasarkan definisi
keterbagian, mn ∈ Z dan c=a(mn) sehingga dapat disimpulkan bahwa a ‫׀‬
c. jadi, a‫ ׀‬b ˄ b ‫ ׀‬c ⇨ a ‫ ׀‬c.
Contoh 5.3
Tunjukan bahwa jika 3 12 ‫ ׀‬dan 12 60 ‫ ׀‬maka 3 60 ‫! ׀‬
Penyelesaian:
3 12 ‫ ׀‬karena 12= 3x4 dan 4 ∈ Z
12 60 ‫ ׀‬karena 60= 12x5 dan 5 ∈ Zi,

6
Dengan demikian, 60= 12x5 =(3x4) x5=3x(4x5)=3x20. Jadi ada 20 ∈ Z
dan 60= 3x20, sehingga dapat disimpulkan bahwa 3 60 ‫׀‬.
Penyelesaian ini dapt juga langsung menggunakan teorema 5.2

Teorema 5.3
Jika a, b dan c merupakan bilangan bulat, a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c maka a ‫ ׀‬b+c.
Secara ringkas dapat ditulis dengan simbol: a ‫ ׀‬b ˄ a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫( ׀‬b+c); a,b,c
∈ Z.

Bukti :
a ‫ ׀‬b ⇔ ∃ m∈ Z ∋ b=am
a ‫ ׀‬c ⇔ ∃ n ∈ Z ∋ c=an
jika kedua persamaan tersebut dijumlahkan,
diperoleh b+c=am+an atau b+c=a(m+n) (sifat distribusi). Karena m ∈ Z,
n∈ Z maka m+n ∈ Z (bilanagn bulat bersifat tertutup terhadap
penjumlahan). Berdasarkan definisi keterbagian, dapat disimpulkan bahwa
b+c=a(m+n) berarti a ‫ ׀‬b ˄ a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫( ׀‬b+c).
Contoh 5.4
Tunjukan bahwa jika 3 12 ‫ ׀‬dan 3 27 ‫ ׀‬maka 3 39 ‫! ׀‬
Penyelesaian:
3 12 ‫ ׀‬karena 12 =3x4 dan 4∈ Z
3 27 ‫ ׀‬karena 27 =3x9 dan 9 ∈ Z
Dengan demikian, 12+27=3.4+3.9=3(4+9)=3(13). Jadi, ada 13 ∈ Z
sedemikian sehingga 39=3x13, karena itu daapt disimpulkan bahwa 3 39 ‫׀‬.
Teorema 5.4
Jika a dan b merupakan bilangan bulat dan a ‫ ׀‬b maka a ‫ ׀‬bc untuk setiap c
bilangan bulat. Secara ringkas dapat ditulis dengan simbol: a,b ∈ Z ˄ a ‫ ׀‬b
⇨ a‫ ׀‬bc, ∀ c∈ Z.

7
Bukti:
a,b ∈ Z, a ‫ ׀‬b berarti ada m ∈ Z dan b=am. Jika kedua ruas dikalikan
dengan sebarang bulat c, diperoleh:
b=am⇨ bc=am.c ⇨ b.c=a(mc) (sifat asosiatif)
Karena m ∈ Z, c ∈ Z maka m.c ∈ Z (bilangan bulat bersifat tertutup
terhadap perkalian). Berdasarkan definisi keterbagian, karena bc=a(mc)
maka dapat disimpulkan bahwa a ‫ ׀‬bc. Jadi, a ‫ ׀‬b ⇨ a ‫ ׀‬bc ∀ c ∈ Z.
Contoh 5.5
Tunjukan bahwa jika 3 12 ‫ ׀‬maka 3 60 ‫!׀‬
Penyelesaian:
Diketahui 3 12 ‫ ׀‬karena 12=3x4 dan 4 ∈ Z. karena 60=12x5 dan 5 ∈ Z,
sehingga berdasarkan Teorema 5.4 dapt disimpulkan bahwa 3 60 ‫׀‬. Dapt
juga ditunjukan bahwa 60=12x5=(3x4)x5=3x(4x5)=3x20. Jadi, ada 20 ∈ Z
dan 60=3x20, sehingga 3 60 ‫׀‬.

Teorema 5.5
Jika a,b dan c bilangan bulat, a ‫ ׀‬b dan a ‫ ׀‬c maka a ‫( ׀‬bm+cn) untuk setiap
m dan n bilangan bulat. Secara ringkas dapat ditulis dengan simbol : a ‫ ׀‬b
˄ a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫( ׀‬bm+cn), ∀
a,b,c,m,n ∈ Z.
Bukti:
Cara I
Ambil a, b, dan c di Z.
a ‫ ׀‬b ⇔ ada k ∈ Z sedemikian sehingga b=ak (1)
a ‫ ׀‬c ⇔ t ∈ Z sedemikian sehingga c=at (2)
perhatikan persamaan (1);
b=ak ⇨ bm= (ak) m (kedua ruas dikalikan dengan n)
⇨ bm=a (km) ( sifat asosiatif perkalian)
Perhatikan persamaan (2);
C=at ⇨ cn= (at) n (kedua ruas dikalikan dengan m)
⇨ cn=a (tn) (sifat asosiatif perkalian)

8
Apabila persamaan (1) dan (2) dijumlahkan diperoleh:
bm+cn= a(km)+ a(tn)
⇨ bm + cn= a(km+tn) (sifat distributif)
Misalkan, km+tn=p, dimana p ∈ Z, maka bm+cn=ap.
Berdasarkan definisi keterbagian, dapat disimpulkan bahwa bm+cn=ap
sehingga
a ‫( ׀‬bm+cn). Jadi, a ‫ ׀‬b ˄ a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫( ׀‬bm+cn), ∀ a,b,c,m,n ∈ Z.
Cara II
Berdasarkan Teorema 5.4, diperoleh;
a ‫ ׀‬b ⇨ a ‫ ׀‬bm, ∀ m ∈ Z
a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫ ׀‬cn, ∀ n ∈ Z a ‫ ׀‬bm ˄ a ‫ ׀‬cn, berdasarkan Teorema 5.3 diperoleh
a ‫( ׀‬bm+cn).
Jadi, a ‫ ׀‬b ˄ a ‫ ׀‬c ⇨ a ‫( ׀‬bm+cn), ∀ a,b,c,m,n ∈ Z.

Algoritma Pembagian
Algoritma pembagian merupakan langkah sistematis untuk melakukan
pembagian sehingga diperoleh hasil pembagian dan sisa pembagian yang
memenuhi hubungan tersebut.
Teorema :
Jika a,b ∈ Z dan a>0 maka ada bilangan q,r ∈ Z yang masing-masing
tunggal sehingga b=qa+r dengan 0≤r<a.
Teorema diatas dikenal dengan algoritma pembagian. Berdasarkan
teorema ini, terlihat bahwa jika a ‫ ׀‬b maka b=qa+0 yang berarti r=0. Jika
a+b maka r≠0 ,memenuhi ketidaksamaan0<r<a. sebelum membuktikan
Teorema supaya lebih mudah dalam memahami dan mengikuti prosedur
atau langkah pembuktian, ilustrasi berikut perlu diperhatikan.
Ditentukan dua bilangan bulat 3 dan 8 dengan 3+8, maka dapat dibuat
suatu barisan aritmetika 8-(3n) dengan n ∈ Z.
Untuk n=5 ⇨ 8-(3n)=8-15=-7
Untuk n=4 ⇨ 8-(3n)=8-12=-4
Untuk n=3 ⇨ 8-(3n)=8-9=-1

9
Untuk n=2 ⇨ 8-(3n)=8-6=2
Untuk n=1 ⇨ 8-(3n)=8-3=5
Untuk n=0 ⇨ 8-(3n)=8-0=8
Untuk n=-1 ⇨ 8-(3n)=8-(-3)=11
Dan seterusnya, sehingga diperoleh barisan:
…,-7,-4,-1,2,5,8,11,….
Barisan ini mempunyai suku-suku yang negatif dan suku-suku yang tidak
negatif. Ambil suku-suku yang tidak negatif sebagai elemen S:
S={2,5,8,11,…}
S={8-(3n) ‫ ׀‬n ∈ Z, 8-(3n)≥0}
Karena S N dan N adalah himpunan yang terurut, menurut prinsip
urutan Wel Ordering PrincipleP S Mempunyai unsur terkecil.
Bukti teorema 5.12
1). Menunjukkan keujudan hubungan b= qa+r
Jika a,b ∈Z dapat dibentuk suatu barisan aritmetika (b-na) dengan N
∈Z, yaitu … b-3a, b-2a, b-a, a, b+a, b+ 2a, b+3a… Ambil suatu
himpunan S yang unsur-unsurnya adalah suku-suku barisan yang tidak
negatif, yaitu :
S = { b-na I n∈ Z , b-na≥ 0}
Menurut prinsip urutan, S mempunyai unsur terkecil, misalnya r. karena
r∈, maka r dapat dinyatakan sebagai r =b- qa dengan q ∈ Z
Dari r=b-qa dapat diperoleh b=qa+r . Jadi jika a>0 dan a, b ∈ Z maka
ada q, r ∈ sehingga b=qa+r

2. Menunjukkan 0 ≤ r<a

Untuk menunjukkan bahwa 0 ≤ r<a digunakan bukti tidak langsung.


Anggaplah bahwa tidak benar 0 ≤ r<a, maka r ≥ a (r tidak mungkin
negatif) sebab r ∈ S)

10
3. Menunjukkan ketunggalan q dan r.

Untuk menunjukan ketunggalan q dan r digunakan bukti tidak


langsung. Misalkan q dan r tidak tunggal, yaitu ada q 1 dan q2, r2 ∈ Z
yang memenuhi hubungan

b=q1a+r1, 0≤r1< a

b=q2a+r2, 0≤

Dengan q1 ≠ q2, dan r1≠r2. Jadi dapat ditulis bahwa:

q1a+r1= q2a+r2

r1-r2 =a (q2-q1)

karena q1 dan q2 ∈ Z, maka (q1-q2) ∈ Z. Menurut definisi keterbagian a‫( ׀‬r1-


r2).

r1≠r2, misalkan r1>r2. Karena 0≤r1< a dan 0≤r2<a maka akibatnya(r1-r2)<a


untuk r1<a dan r2=0) dan (r1-r2)>-a (untuk r1=0 dan r2<a), sehingga
diperoleh -a<(r1-r2)<a

Akibat dari a ‫( ׀‬r1-r2) dan -a<( r1-r2)<a adalah

a) 0<(r1-r2)<a, berarti a> ( r1-r2).


a>0, (r1-r2)>0, dan a> ( r1-r2) berakibat pada pembagian( r1-r2) oleh a
menghasilkan pecahan.
Dengan perkataan lain a c Hal ini bertentangan dengan pernyataan
bahwa a ‫ ( ׀‬r1-r2) .
Jadi tidak mungkin 0< ( r1-r2)<a.
b) -a<(r1-r2)<0, berarti 0< ( r1-r2)<a.
a>0, (r1-r2)>0, dan a>(r1-r2) maka a+ ( r1-r2), berarti pula a+ ( r1-r2). Hal
ini bertentangan dengan pernyataan bahawa a ‫ ( ׀‬r1-r2).
Jadi tidak mungkin -a<( r1-r2)<0.

11
c) ( r1-r2) =0 dan a>0, maka a ‫ ( ׀‬r1-r2).
Hal ini tidak bertentangan dengan pernyataan bahwa a ‫ ( ׀‬r1-r2).
Jadi ( r1-r2)=0, atau r1=r2.
r1-r2=0 dan r1-r2=a(q2-q1) maka a(q2-q1)=0.
a>0 dan a(q2-q1)=0 maka q2-q1=0 berarti q1=q2.
Jadi r1-r2 dan q1=q2, yaitu q dan r masing-masing tunggal. Selanjutnya
jika a‫ ׀‬b tidak ada q∈Z sehingga b=qa. Ini berarti b≠qa, b=qa+r dengan
0<r<a (r≠0 sebab untuk r=0 diperoleh b=qa)

B. FPB (faktor persekutuan Terbesar)

Kita telah mengetahui bahwa semua faktor bulat positif dari 30 adalah 1,
2, 3, 5, 6,10, 15 dan 30. Sedangkan semua faktor bulat positif dari 45 adalah 1,
3,5,9, 15 dan 45. Maka faktor-faktor persekutuan (pembagi-pembagi yang sama)
yaitu 1, 3, 5 dan 15 jadi FPB adalah 15

Defenisi 2.2 Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, maka bilangan bulat
disebut faktor dari a dan b jika dan hanya jika d I a dan dIb.

Karena 1 adalah pembagi (faktor) dari setiap bilangan bulat maka 1 adalah faktor
persekutuan dari a dan b. Jadi himpunan faktor persekutuan dari a dan b tidak
pernah kosong.

Setiap bilangan bulat, kecuali nol selalu membagi nol, sehingga jika
a=b=0, maka setiap bilangan bulat merupakan faktor persekutuan dari a dan b.
Dalam hal ini himpunan semua faktor bulat positif dari a dan b merupakan
himpunan tak hingga.

Defenisi 2.3 Jika a dan b bilangan-bilangan bulat yang sekurang-kurangnya satu


di antaranya tidak sama dengan nol, maka FPB dari a dan b ditulis “(a,b)”
adalah suatu bilangan bulat positif d yang memenuhi :

(i). dI a dan dI b, serta


(ii). Jika e I a dan e Ib, maka e ≤ d
Dari defenisi tersebut dapat dimengerti bahwa jika (a,b) = d maka d ≥
1 dan apabila ada faktor persekutuan lain, misalnya e, maka e ≤ d

Teorema 2.6 Jika (a,b) = d maka (a:d, b : d) = 1

Apabila a dan b bilangan bulat positif dengan (a,b) =1 maka dikatakan a


dan b saling prima atau a prima relatif terhadap b

12
Misalkan a dan b adalah dua bilangan bulat dengan a > 0 maka b dibagi
oleh a akan memberikan hasil bagi dan sisa pembagian. Hal ini dinyatakan
sebagai teorema berikut yang dikenal dengan nama Algoritma

Teorema 2.7 jika a dan b bilangan-bilangan bulat dengan a > 0, maka ada dengan
tunggal pasangan bilangan-bilangan bulat q dan r yang memenuhi

b= q a + r, dengan 0 ≤ r < a

Bilangan-bilangan bulat q dan r dalam teorema itu berturut-turut disebut hasil


bagi dan sisa dalam pembagian b oleh a.

Bukti :

Dibentuk himpunan S = { b –xa :x bilangan bulat dan b –xa ≥ 0}. S bukan


himpunan kosong sebab jika x = - IbI dan karena a > 0, maka (b-xa) ∈ S. Karena
S beranggotakan bilangan-bilangan bulat tak negatif berbentuk (b-xa) maka S
pasti memiliki anggota terkecil, misalnya r sesuai dengan bentuk anggota dari S,
maka r = b-qa. Untuk suatu bilangan bulat q dari r ≥ 0 selanjutnya akan
ditunjukkan bahwa r < r

Andaikan r ≥ a, maka r = a + k dengan k ≥ 0 jadi k = r-a, karena r =b-qa.


Maka k =b-qa – a = b- (1+q) a. ini berarti bahwa k adalah suatu anggota dari S
tetapi 0 ≤ k = r –a < r. Hal ini tidak mungkin, karena r adalah bilangan bulat tak
negatif terkcil dalam S. Oleh karena itu pengandaian tersebut harus diingkar. Jadi
r < a sehingga ada q dan r sedemikian hingga b= qa +r dengan 0 ≤ a < a

Selanjutnya kita akan menunjukkan ketunggalan dari q dan r. Misalkan


bahwa b mempunyai dua refresentase, yaitu :

b=aq +r = aq* + r* dengan 0 ≤ r < a dan 0 ≤ r* < a

maka r –r = a (q-q)

sehingga aIr –r

jika r – r ≠ 0 maka a ≤ r-r merupaka suatu kontradiksi

jika r –r = 0 dan q –q =0 sehingga r=r dan q=q

Teorema 2.8 apabila a dan b bilangan-bilangan bulat tidak nol, maka ada
bilangan bulat x dan y sedemikian hingga

ax + by = (a,b)

Bukti :

13
Dibentuk himpunan S yaitu himpunan semua kombinasi linear dari a dan
b yang bernilai positif.

S { au + bv : u, v bulat dan au +bv > o}

S bukan himpunan kosong. Sebab jika a > o dan u = 1 dengan v =0 maka a


∈ S dan jika a < 0 dengan u = -1 dan v =0 maka IaI ∈ S

Karena S memuat bilangan-bilangan bulat positif, maka S memuat


anggota Yang terkecil , misalnya d. Karena d ∈ S, maka ada bilangan bulat x dan
y sehingga ax +by =d

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa (a,b) =d

Perhatikan a dan b, menurut algoritma pembagian maka ada bilangan bulat q dan
r sedemikian hingga

a = qd + r dengan 0 ≤ r < d

r = a –qd = a-q (ax +by)

r = a (1-qx) + b-qy)

Karena r > 0 dan r merupakan kombinasi linear dari a dan b maka r ∈ S

Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa d adalah anggota terkecil dari S (ingat
bahwa 0 ≤ r < d )

Jadi r=0, sehingga a =qd atau dIa

Dengan penalaran yang sama diperoleh dIb sehingga d adalah faktor persekutuan
dari dari a dan b.

Selanjutnya jika c adalah sebarang faktor persekutuan dari a da n b, yaitu


c I a dan cIb maka c I ax +by. atau c I d sehingga c ≤ d yang berarti bahwa d =
(a,b)

14
KEKONGRUENAN
Konsep dan sifat keterbagian dapat dipelajari secara lebih mendalam
dengan relasi kekongruenan. Dengan menggunakan konsep kekongruenan, kita
data menelaah sifat keterbagian secara luas dan mendalam sehingga lebih Nampak
manfaatnya kekongruenan dan sifatnya diperlukan juga penguasaan konsep dan
sifat keterbagian. Pengkongruenan linear yaitu kalimat terbuka yang meibatkan
relasi kekongruenan.
A. Kekongruenan Bilangan Bulat.
Definisi 7.1
Jika m suatu bilangan positif maka a kongruen dengan b modulo m (ditulis
a ≡ b (mod m)) jika dan hanya jika m membagi (a-b) atau ditulis m (a-b). jika m
tidak membagi (a-b) mak dikatakan a tidak kongruen dengan b modulo m (ditulis
a≢b(mod m)).
Contoh 7.1.
a. 8 ≡ 4 (mod 2) sebab 2│(8-4) atau 2│4.
b. 14 ≡ -7 (mod 3) sebab 3│(14- (-7)) atau 3│21.
c. -10 ≡ 20 (mod 5) sebab 5│(-10-20) atau 5│-30.
d. 12 ≢ 6 (mod 4) sebab 4∤(12-6) atau 4 ∤6.
e. 8 ≢ -2 (mod 3) sebab 3∤ 8 (-2) atau 3∤ 10.

Teorema 7.1

Setiap bilangan bulat kongruen modulo m dengan tepat satu di antara 0, 1,


2, 3, …, (m-1).

Bukti:

a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a = mk


+b. Jika a dan m bilangan bulat dan m > 0, maka a dinyatakan sebagai a = mq + r
dengan 0≤ r < m. Ini berarti bahwa a –r = mq, yaitu a ≡ r (mod m). karena 0≤ r <
m, maka ada m buah pilihan untuk r, yaitu 0, 1, 2, 3,…, (m-1). Jadi, setiap
bilangan bulat akan kongruen modulo m dengan tepat satu diantara 0, 1, 2, 3, …,
(m-1).

15
Definisi 7.2.

Pada a ≡ r (mod m) dengan 0 ≤ r < m, r disebut sisaan terkecil dari a


modulo m. untuk kkekongruenan ini, {0, 1, 2, 3, …, (m-1)} disebut himpunan
sisaan positif terkecil modulo m.

Contoh 7.3.

a. 12 ≡ 2 (mod 5) karena 2 adalah sisaan terkecil dari 12 modulo 5.


b. 71 ≡ 1 (mod 2) karena 1 adalah sisaan terkecil dari 71 modulo 2.
c. 71 ≡ 2 (mod 3) karena 2 adalah sisaan terkecil dari 71 modulo 3.
d. 34 ≡ 4 (mod 5) karena 4 adalah sisaan terkecil dari 34 modulo 5.

Teorema 7.2.

a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama jika
dibagi m.

Bukti:

Akan dibuktikan bahwa jika a ≡ b (mod m) maka a dan b memiliki sisa


yang sama jika dibagi m. Andaikan a ≡ b (mod m) maka a ≡ r (mod m) dan b ≡ r
(mod m) dengan r adalah sisaan terkecil modulo m atau 0 ≤ r < m. Karena a ≡ r
(mod m) berarti a = mq +r untuk suatu q. Demikian juga, b ≡ r (mod m) berarti b
= mq + r untuk suatu t. Ini berarti a dan b memiliki sisa yang sama yaitu r jika
dibagi m.
contoh:

10 ≡ (mod 4) mempunyai arti yang sama dengan 10 = 4k + 2 untuk suatu


bilangan bulat k = 2 dan 10 dibagi 4 bersisia 2.

Definisi 7.3.

Himpunan bilangan bulat r 1 , r 2 , r 3 , … , r m disebut system sisaan lengkap


modulo m jika dan hanya jika setiap bilangan bulat adalah kongruen modulo m
dengan satu dan hanya satu diantara r 1 , r 2 , r 3 , … , ataur m .

16
Contoh:

a. {45, -9, 12, -22, 24} adalah suatu system sisaan lengkap modulo 5
karena 45 ≡ 0 (mod 5), -9 ≡ 1 (mod 5), 12≡ 2 (mod 5), -22 ≡ 3 (mod
5), dan 24 ≡ 4 (mod 5).
b. {0, 1, 2, 3, 4} juga merupakan suatu system sissan langkap modulo 5,
sekaligus sebagai himpunan sisaan terkecil modulo 5.
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat positif adalah memadankan
suatu bilangan bulat a dengan suatu bilangan bulat lain b, karena merupakan
pemadanan, maka kekongruenan modulo merupakan suatu relasi. Suatu relasi R
disebut relasi ekuivalensi atas suatu himpunan bilangan A jika relasi itu memiliki
sifat refleksi, sifat simetris dan sifat transitif.
1. Sifat refleksif: aRa, suatu bilangan a memiliki relasi R terhadap
bilangan a itu sendiri.
2. Sifat simetris: aRb jika dan hanya jika bRa.
3. Sifat transitef: aRb dan bRc berakibat aRc.

Teorema 7.3.

Untuk m bilangan bulat positif dan a, b, dan c bilangan bulat berlaku :

(1) Sifat refleksif : a≡ a (mod m)


(2) Sifat simetris: a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika b ≡ a (mod m).
(3) Sifat transitif: jika a ≡ b (mod m) dan b ≡ c (mod m) maka a ≡ c(mod m).

Bukti:

(1) Karena m │0 maka m│(a-a), sehingga menurut Definisi 7.1. a ≡ a (mod m).
(2) Jika a ≡ b(mod m) maka menurut Definiisi 7.1. m│(a-b). Menurut definisi
keterbagian m│(a-b) berarti ada t ∈ Z. sedemikian sehingga a-b = mt ⟺ b –
a = m(-t) dengan –t ∈ Z, sehingga sesuai dengan definisi keterbagian
diperoleh m│(b-a). Karena m│(b-a) maka b ≡ a(mod m).
(3) Jika a ≡ b(mod m) dan b ≡ c (mod m), maka menurut Definiisi 7.1. m│(a-b)
dan m│{(a-b)+(b-c)} atau m│(a-c), sehingga a ≡ c (mod m).

17
Teorema 7.4

Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m) maka {a ± c} ≡ {b ± d} (mod m)

Bukti:

Karena a ≡ b (mod m) berarti a= ms+b untuk suatu bilangan bulat s.


demikin juga, c ≡ d (mod m) berarti c= mt +d untuk suatu bilangan bulat t. apabila
kedua persamaan ini ditambahkan atau dikurangkan diperoleh:

a±c = (ms+b) ± (mt+d) ⟺ a±c = m (s±t) + (b±d)

⟺ (a±c) – (b±d) = m(s±t).

Ini berarti a±c ≡ (b±d) (mod m).

Teorema 7.5.

Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d(mod m) maka untuk x dan y bilangan bulat


ax+ cy) ≡ (bx + dy) (mod m).

Bukti:

Asumsikan a ≡ b(mod m) berarti a= ms + b untuk suatu bilangan bulat s.


demikian juga, c≡d (mod m) berarti c = mt +d untuk suatu bilangan bulat t. jika
kedua ruas persamaan pertama dikalikan x dan kedua ruas persamaan kedua
dikalikan y diperoleh: ax = ms+by dan cy= mty + dy. Dengan penjumlahan, dari
kedua persamaan ini diperoleh:

ax + cy ≡ (msx+bx) + (mty + dy) ⇒ax + cy= m(sx + ty) +(bx + dy)

⇒ (ax + cy) – (bx+dy) = m(sx+ty).

Ini berarti bahwa m │{(ax+cy) – (bx + dy)} atau ax+cy ≡ (bx+dy)(mod m)

Teorema 7.6.

Jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m) maka ac ≡ bd (mod m).

18
Bukti:

Asumsikan a≡ b(mod m) dan c≡ d (mod m), menurut Definisi 7.1 m│(a-b) dan
m│(c-d). ini berarti ada s ∈ Z,sehingga (a-b) = ms atau a= ms + b dan ada t ∈Z,
sedemikian sehingga (c-d) = mt atau c = mt+d. jika kedua persamaan ini
dikalikan, diperoleh: ac = (ms + b) (mt+d) ⇔ ac=bd+m (mst + sd+ bt).
Ini berarti ac ≡ bd (mod m).

Teorema 7.7.

Jika a ≡ b (mod m) maka ka ≡ kb (mod m) untuk suatu k bilangan bulat sebarang.

Bukti:

Ambil a ≡ b(mod m) maka menurut Definisi 7.1 m│(a-b). Karena m│(a-b),


menurut teorema keterbagian m│k(a-b) atau m│(ka-kb) untuk sembarang k∈Z
seduai definisi 7.1, ini berarti ka ≡ kb (mod m).

Teorema 7.8.

Jika a ≡ b (mod m) maka ka ≡ kb (mod km) untuk suatu k bilangan bulat


sebarang.

Bukti:

Asumsikan a ≡ b(mod m), menurut Definisi 7.1 m│(a-b), yang berarti ada
x ∈Z sehingga (a-b) = mx atau k(a-b) = kmx atau ka-kb = (km)x. Menurut definisi
keterbagian, ini berarti km│(ka-kb), sesuai Definisi 7.1 ka ≡ kb (mod km).

Teorema 7.9.

Jika a ≡ b (mod m) dan n│m maka a ≡ b (mod m) untuk a, b, n ∈ Z.

Bukti:

19
Asumsikan a≡ b (mod m), menurut Definisi 7.1 m│(a-b). Karena n│m dan
m│(a-b) maka menurut teorema keterbagian n│(a-b), sehingga menurut Definisi
7.1 a≡ b (mod n).

Teorema 7.10.

Jika a ≡ b (mod m) maka an ≡ bn (mod m)untuk n bilangan bulat positif.

Teorema 7.11.

Andaikan f suatu polinom dengan koefisien bilangan bulat, yaitu f(x) =


d0xn + d1 xn-1 + d2xn-2 + …+ dn-1x + dn, dengan d0, d1, …,dn masing-masing bilangan
bulat. Jika a ≡ b(mod m) maka f(a) = f (b) (mod m).

Bukti:

Gunakan teorema 7.10: “jika a ≡ b(mod m) maka a n ≡ bn(mod m) untuk n


bilangan bulat positif. Karena a ≡ b(mod m) maka a2 ≡ b2 (mod m)

Teorema 7.12.

Jika a suatu penyelesaian f(x) = 0 (mod m) dan a ≡ b(mod m) maka b juga


penyelesaian f(x) itu.

Teorema 7.13.

Jika d│m dan a ≡ b (mod m) maka a ≡ b (mod m).

Pada persamaan bilangan bulat berllaku sifat penghapusan sebagai berikut: jika ab
= ac dengan a ≠ 0 maka b = c.

Teorema 7.14.

Jika ac = bc (mod m) dan (c,m) = 1 maka a ≡ b (mod m).

Bukti:

20
Karena ac ≡ bc (mod m) berarti m│c(ac - bc) atau m│c(a-b). dari m│c(a-
b) dan (c,m) = 1 diperoleh m│(a-b) berarti a ≡ b(mod m). Jadi, kita dapat
menghapus suatu factor dalam kekongruenan, jika factor tersebut dan bilangan
modulonya saling prima. Tetapi jika faktor dan modulonya tidak saling prima,
kita harus mengganti bilangan modulonya dalam teorema berikut:

Teorema 7.15.

m
Andaikan (c,m) = d, ac = bc (mod m) jika dan hanya jika a ≡ b (mod )
d

Bukti:

Pertama, akan dibuktikan bahwa jika ac ≡ bc (mod m) dan (c,m) =d maka


m
a≡ b(mod ). Karena ac ≡ bc (mod m) berarti m│(ac-bc) atau m│c(a-b), yang
d
berarti ada z bilangan bulat sehingga c(a-b) =mz. Selanjutnya, (c,m) =d berarti ada
r dan s sehingga c = rd dan m=sd. Dengan demikian, c(a-b) = mz menjadi rd (a-b)
c m
= sdz atau r(a-b) = sz. Jadi, s│r(a-b). dari (c,m) =d berarti ( , ) =1 atau (r,s) =1.
d d
m
Akibatnya, s│(a-b) artinya a ≡ b(mod s) atau a ≡ b (mod ).
d

m
Kedua, Akan dibuktikan bahwa jika a ≡ b(mod ) dan (c,m) =d maka ac ≡
d
m m
bc (mod m). Karena a ≡ b(mod ) berarti │(a-b), sehingga ada t∈ Z yang
d d
m
memenuhi kesamaan a-b = t x .
d

Sekarang, (a-b) d = mt atau (a-b)dr = mtr, dank arena c=rd maka (a-b) c =
m(tr) berarti m│(a-b) c atau m│(ac-bc). Ini berarti ac ≡ bc (mod m). dari pertama
dan kedua dapat disimpulkan bahwa andaikan (c,m) = d, ac ≡ bc (mod m) jika dan
m
hanya jika (c,m) = d, maka a ≡ b(mod ).
d

B. Aplikasi Kekongruenan

21
Kekongruenan modulo 9 dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran
perkalian dan penjumlahan bilangan bulat misalnya diketahui bahwa:
10.000 – 1 = 9.999 = 9 k4 sehingga 10.000 = 1 (mod 9)
1.000 – 1 = 999 = 9 k3 sehingga 1.000 = 1 (mod 9)
100 – 1 = 99 = 9 k2 sehingga 100 = 1 (mod 9)
10 – 1 = 9 = 9 k1 sehingga 10 = 1 (mod 9)
Contoh:
8.234 ≡ {8000 + 200+ 30+ 4}(mod 9)
≡ {8 (1000)+ 2 (100)+ 3(10)+ 4}(mod 9)
≡ {8(1)+ 2 (1)+ 3 (1)+ 4}(mod 9)
≡ 17 (mod 9)
Selanjutnya dengan cara yang sama
17 ≡ 10 + 7 (mod 9) ≡ 1 + 7 (mod 9)
17 ≡ 8 (mod 9)
Jadi, 8.234 ≡ 8 (mod 9)
Teorema 7.16
10n ≡ 1 (mod 9) untuk n = 0, 1, 2, 3,….
Bukti: 10n – 1 = 999…9 (n angka semuanya 9) terbagi oleh 9. Jadi, 10n ≡ 1
(mod 9).
Teorema 7.17.
Setiap bilangan bulat kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya.
Bukti:
Ambil sembarang bilangan bulat n dan angka-angkanya secara berurutan
adalah: n = dk, dk-1, dk-2, …, d2, d1, d0 dan n = dk10k + dk-110k-1+ dk-210k-2 + …+
d2102+ d1 10 + d0. Menurut teorema bahwa 10n ≡ 1 (mod 9) untuk n = 1, 2, 3,…,
sehingga n ≡ {dk (1)+ dk-1(1)+ dk-2 (1)+ …+ d2 (1)+ d1 (1)+ d0} (mod 9). Jadi,
bilangan bulat n kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya.
Kekongruenan modulo 9 dapat digunakan untuk menguji keterbagian suatu
bilangan oleh 9. Suatu bilagan terbagi oleh 0 jika dan hanya jika sisa pembagian
itu adalah nol. Kita dapat menyatakan bahwa n= a (mod 9) jika dan hanya jika n
dan a masing-masing mempunyai sisa yang sama jika dibagi oleh 9. Jadi, jika n ≡

22
a (mod 9) maka n terbagi olleh 9 jika dan hanya jika a terbagi oleh 9. Telah
diketahui juga bahwa n kongruen modulo 9 dengan jumlah angka-angkanya. Jadi,
suatu bilangan terbagi oleh 9 jika dan hanya jika jumlah angka-angkanya terbagi
oleh 9.
Teorema 7.18.
Suatu bilangan terbagi oleh 2 jika dan hanya jika angka terakhirnya terbagi
oleh 2.
Bukti:
Ambil n yaitu bilangan yang dinyatakan oleh :
N = ak ,ak-1, ak-2, …a1 a0 dengan 0 ≤ ai≤ 9 untuk i= 1,2, 3, …, k.
N = ak ,ak-1, ak-2, …a1 a0 = ak 10k+ak-110k-1+ ak-210k-2+ …a110 + a0
Terlihat bahwa suku-suku ruas kanan pada persamaan ini terbagi oleh 2,
kecuali a0. Apabila n terbagi oleh 2, maka a 0 pun terbagi oleh 2 dimana a0 adalah
angka terakhir dari bilangan n. jadi, suatu bilangan terbagi oleh 2 jika dan hanya
jika angka terakhirnya terbagi oleh 2.
Suatu bilangan terbagi oleh 4 jika dan hanya jika bilangan yang dinyatakan
oleh dua angka terakhir dari bilangan itu terbagi oleh 4.
Contoh:
6.235.216 terbagi oleh 4 karena 16 (dua angka terakhir) terbagi oleh 4.
Suatu bilangan terbagi oleh 8 jika dan hanya jika bilangan yang dinyatakan
oleh 3 angka terakhir dari bilangan itu terbagi oleh 8.
Contoh
29.256 terbagi oleh 8 karena 256 (tiga angka terakhir) terbagi oleh 8.
C. Pengkongruenan Linear dan Aplikasinya
Kalimat terbuka yang menggunakan relasi kekongruenan disebut
pengkongrueanan. Jika suatu pengkongruenan, peubahnya berpangkat paing
tinggi satu disebut pengkongruenan linear.
Bentuk umum pengkongruenan linear adalah:
ax ≡ b (mod m) dengan a≢ 0 (mod 0).
Pengkongruenan linear ax ≡ b (mod m) akan mempunyai penyelesaian
jika dan hanya jika ada bilangan x dan k yang memenuhi persamaan ax ≡ b + km.

23
Misalkan r memenuhi pengkongruenan linear ax ≡ b (mod m), berarti ar ≡ b (mod
m). jadi, bilangan bulat:
(r + m), (r + 2m), (r+3m),…, (r-m), (r – 2m), (r – 3m),…
Memnuhi pengkongruenan itu sebab a (r+km) ≡ ar ≡ b (mod m), untuk
setiap bilangan bulat k.
Pada persamaan ax = b, dengan a ≠ 0 hanya mempunyai satu penyelesaian,
tetapi pada pengkongruenan linear ax ≡ b(mod m) dapat mempunyai tepat satu
penyelesaian, banyak penyelesaian, bahkan dapat tidak mempunyai penyelesaian.
Teorema 7.19.
Jika (a,m) ∤b maka pengkongruenan linear ax ≡ b (mod m) tidak memiliki
penyelesaian.
Bukti:
Kita akan membuktikan dengan kontraposisi. Kontraposisi dari teorema
itu adalah: jika ax ≡ b(mod m) memiliki penyelesaian maka (a,m)│b. Misalkan r
adalah penyelesaian dari ax ≡ b(mod m) maka ar ≡ b (mod m) sehingga ar – b=km
untuk suatu bilangan bulat k. perhatikan bahwa jika (a,m) │a maka (a,m)│ar
untuk suatu r bilangan bulat. Karena (a,m)│m maka (a,m) │km untuk suatu k
bilangan bulat. Berdasarkan teorema keterbagian maka (a,m)│(ar+km). Karena
ar+km = b maka (a,m)│b.
Karena kotraposisi dari teorema itu terbukti maka terbukti pula teorema
itu.
Teorema 7.20.
Jika (a,m) =1 maka pengkongruenan linear ax ≡ b (mod m) mempunyai
tepat satu penyelesaian.
Bukti:
Karena (a,m)=1 maka ada bilangan bulat r dan s sehingga ar+ms = 1. JIka
kedua ruas dari persamaan ini dikalikan b, diperoleh
(ar)b + (ms)b = b⇔ a( rb) + m (sb) = b⇔ a(rb) – b = -(sb) m.
Persamaan terakhir ini berarti bahwa a(rb)-b adalah kelipatan m. Jadi,
a(rb) ≡ b (mod m). dengan demikian, sisaan terkecil dari rb modulo m adalah
penyelesaian dari pengkongruenan linear itu.

24
Selanjutnya, masih perlu ditunjukkan bahwa penyelesaian itu tunggal.
Andaikan penyelesaian pengkongruenan linear itu tidak tunggal, misalkan r dan s
masing-masing penyelesaian dari ax ≡ b(mod m), maka;
ar ≡ b (mod m) dan as ≡ b (mod m).
Dengan sifat transitif diperoleh bahwa ar ≡ as (mod m). Karena (a,m) = 1
maka r ≡ s (mod m). ini berarti m│(r-s). karena r dan s adalah penyelesaian dari
pengkongruenan itu, maka r dan s masing-masing sisaan terkecil modulo m,
sehingga 0 ≤ r < m dan 0 ≤ s < m. dari kedua ketidaksamaan ini diperoleh bahwa
–m <r-s< m, tetapi m│(r-s) maka r-s=0 atau r=s ini berarti bahwa penyelesaian
dari pengkongruenan linear tunggal.
Teorema 7.21.
Jika (a,m) = d dan d │b maka ax ≡ b (mod m) mempunyai tepat d
penyelesaian.
Fungsi linear ax+by = c dengan x dan y menyetakan bilangan riil. Fungsi
linear itu diselesaikan dalam daerah asal (domain) himpunan bilangan riil. Apabila
daerah asala dipersempit, yaitu himpunan bilangan bulat, maka persamaan ax + by
= c dengn a, b, dan c bilangan bulat disebut persamaan linear Diophantus.
Contoh:
Selesaikan persamaan linear 2x + 6y = 20 dari Diophantus!
Penyelesaian:
2x + 6y = 20 berarti 2x ≡ 20 (mod 6) ⟺ 2.x. = 2.10 (mod 6) ⟺ x= 10
(mod 3), karena (2,6) = 2, sehingga x = 1(mod 3) yang berarti x = 1 + 3t untuk
suatu t bilangan bulat.
Subatitusi nilai x ke persamaan 2x + 6y = 20 ⟹ 2 (1+ 3t) + 6y=20 ⟺ 6y
= 20 – 2- 6t ⟺ 6y = 18 – 6t ⟺ y = 3 -2t.
Jadi, himpunan penyelesaian dari 2x + 6y =20 adalah {(x,y)│x=1+3t, y =
3-2t, dan t bilangan bulat}. Jika t = 0 maka x=1 dan y=3 sehingga (1,3) adalah
suatu penyelesaian dari persamaan 2x + 6y =20.
Perlu diingat bahwa ax + by =c sama artinya dengan ax ≡ c (mod b) atau
by ≡ c (mod a). kedua pengkongruenan ini akan mempunyai penyelesaian apabila
(a,b) │c dan tidak mempunyai penyelesaian apabila (a,b) ∤c. jadi, dapat

25
disimpulkan bahwa persamaan linear Diophantus ax+by = c dengan ab ≠ 0
mempunyai penyelesaian bila (a,b)│c dan tidak mempunyai penyelesaian bila
(a,b) ∤c.
Teorema 7.22.
Persamaan linear Diophantus a’x + b’y=c’ yang diperoleh dari ax + by =c
dengan a’=a : (a,b), b’= b: (a,b) dan c’ : (a,b) mempunyai suatu penyelesaian x = r
dan y =s, dan himpunan semua penyelesaian dari ax + by = c adalah {(x,y) x ≡
r+b’t, y = s – a’t dan t bilangan bulat}.
Teorema 7.23.
Sistem pengkongruenan linear x ≡ ai (mod mi), I = 0, 1, 2, 3,…, k dengan
(mi, mj) = 1 untuk setiap i ≠j memiliki penyelesaian bersama modulo (m 1, m2, m3,
…,mk) dan penyelesaiian bersama itu tunggal.
Teorema 7.24.
Misalkan system x ≡ ai (mod mi), I = 1, 2, 3, …, k (*) dengan (m i, mj)=1,
i= 1, 2, 3, …, k dan j = 1, 2, 3, …, k, dan M i = (m1, m2, m3, …,mk): mI dan si
adalah penyelesaian dari Mix ≡ 1 (mod m), I = 1, 2,3,…, k, maka s = a 1s1M1 + …
+ak sk Mk memenuhi sistem (*). Dengan demikian, penyelesaian bersama dari
sistem (*) adalah penyelesaian daro x ≡ s (mod m1, m2, m3, …,mk).
D. Ciri Habis Dibagi
Beberapa sifat dasar keterbagian yang diperlukan untuk menunjukkan cirri
suatu bilangan yang habis dibagi oleh bilangan tertentu.
1. Sifat Dasar
a. k│0 untuk semua k ∈ Z dan k ≠0. Karena 0 = 0 × k dan 0 ∈ Z maka jelas
bahwa k│0. Jadi, 2│0, 3│0, -10│0, 15│0 merupakan pernyataan yang
benar.
b. 1│k untuk semua k ∈ Z. Karena k = k ×1 dan k ∈ Z, maka jelas bahwa
1│k. Jadi, 1│6, 1│3, 1│-10, 1│17 merupakan pernyataan yang benar.
c. k│m ⟹ k = x.m untuk suatu x ∈ Z. Jadi, 2│6 ⟹ 2│3×6, 2│7×6,
2│11×6, 2│39 ×6; 3│27 ⟹3│5×27, 3│16 × 27, 3│65×27.

26
d. k│m1 dan k│m2 ∈ k│(m1±m2). (k│m1 dan k│m2 dan …k│mi) ⟹k│(m1±
m2± …±mi). Jadi, (3│6 dan 3│15) ⟹ 3│(6+15) dan 3│(6-15) ; (4│12dan
4│28 dan 4│32) ⟹ 4│(12± 28 ± 32).
e. k│k untuk semua k ∈ Z dan k ≠ 0. Karena k = 1×k dan 1 ∈ Z, maka jelas
bahwa k│k. Jadi, 2│2, -5│-5, 4│4, 7│7. Merupakan pernyataan yang
benar.
f. {(k,m)=1 dan k│mn} ⟹ k│n. jadi, {(2,3)=1 dan 2│3 ×8} ⟹ 2│8; {(3,4)
= 1 dan 3│4 × 15} ⟹ 3│15; {(4,5) = 1 dan 4│5×28}⟹ 4│28; {(7,10) =
1 dan 7│10×21} ⟹7│21.
g. {k│m dan k│(m+n)} ⟹ k│n. {k│m1 dan k│m2 dan … dan k│mi dan
k│(m1 + m2+ …+mj) + n} ⟹ k│n. jadi, {3│6 dan 3│9 dan 3│15 dan
3│(6+9+15) + 36} ⟹ 3│36; {7│14 dan 7│28 dan 7│42 dan 7│56 dan
7│(14+ 28+ 42+ 56) + 84} ⟹7│84.

Selanjutnya, suatu bilangan asli:

N= ak × 10k + ak-1 × 10k-1+ …+ a3× 103 + a2 ×102+a1 × 101 + a0 dengan ai =


0,1,2,3,…,9 ai ≥ 0 untuk i=k dilambangkan dengan: N=(ak, ak-1, …,a3, a2, a1, a0).

2. Ciri Habis Dibagi 2


Perhatikan N = ak × 10k + ak-1 10k-1 + …+ a2 102 + a1 101+ a0 yang mana 2│10
⟹2│a1 ×10;
2│10 ⟹2│10 × 10 ⟹2 │102 ⟹ 2│a2 × 102;
2 │10 ⟹ 2│100 × 10 ⟹ 2│103 ⟹ 2 │a3 ×103;

2│10 ⟹ 2 │ak-1×10k-1;
2│10 ⟹ 2│ak ×10k;
2│ak×10k dan 2│ak-1×10k-1 dan … 2│a1 ×10 ⟹
2│ak × 10k + ak-1×10k-1 +…+ a2 × 102+ a1 × 10).
2│N⟹ 2│(ak×10k+ ak-1× 10k-1+ …+ a2 × 102+ a1 ×10) + a0
Akibatnya: 2│a0.

27
Jadi, suatu bilangan N habis dibagi oleh 2 jika angka terakhir dari lambing
bilangan N (yaitu a0) habis dibagi oleh 2(2│a0⟹a0 = 2t⟹ a0 adalah bilangan
genap).
3. Ciri habis Dibagi 4.
Perhatikan N = ak×10k+ ak-1× 10k-1+ …+ a2 × 102+ a1 ×10 + a0;
Karena 4│100 ⟹ 4│102 ⟹ 4│a2.102;
4 100 ⟹ 4│100.10 ⟹ 4│103 ⟹ 4│a3 . 103;
4│100 ⟹ 4│ak-1 . 10k-1;
4│100 ⟹4│ak.10k;
Maka 4│(ak.10k + ak-1. 10k-1+ …+a2102)
4│N⟹ 4│{ak ×10k+ ak-1× 10k-1+ …+ a2 × 102 + (a1×10+a0)}.
Akibatnya 4│(a1 ×10+a0) atau 4│(a1,a0). Jadi suatu bilangan N habis dibagi
oleh 4 jika dua angka terakhir dari lambing bilangan bilangan N (yaitu a 1,a0)
habis oleh 4.
4. Ciri habis dibagi 8
Perhatikan N = ak× 10k + ak-1 × 10k-1 + …+ a2×102 + a1× 101+ a0; karena 8│1000
⟹ 8│103 ⟹8│a3 × 103;
8│1000 ⟹8│1000×10 ⟹8│104⟹ 8│a4×104;

8│1000⟹ 8│ak-1×10k-1;
8│1000⟹ 8│ak ×10k; maka
8│( ak ×10k+ ak-1×10k-1 + …+ a3 × 103)
8│N ⟹ 8│{ak×10k+ ak-1×10k-1 +3×103 + (a2 × 102×a1 ×10+a0)}
Akibatnya 8│( a2×102 + a1× 101+ a0) atau 8│(a2, a1, a0). Jadi, suatu bilngan N
habis dibagi oleh 8 jika tiga angka terakhir dari lambing bilangan N (yaitu
a2a1a0) habis dibagi oleh 8.
5. Ciri habis dibagi 16
Jika N= ak× 10k + ak-1 × 10k-1 + …+ a2×102 + a1× 101+ a0 karena
16│10000 ⟹16│104 ⟹16│a4 × 104;
16│10000 ⟹ 16│10000.10 ⟹ 16│105⟹ 16│a5×105;

28
16│10000 ⟹ 16│ak-1×10k-1;
16│10000 ⟹ 16│ak ×10k; maka
16│( ak ×10k+ ak-1×10k-1 + …+ a4 × 104)
16 │N ⟹ 16│{ak×10k+ ak-1×10k-1 +a4×104 + (a3×103+a2 × 102+a1
×10+a0)}
Akibatnya 16│ (a3×103+a2 × 102+a1 ×10+a0) atau 16│(a3, a2, a1, a0). Jadi, suatu
bilangan N habis dibagi oleh 16 jika 4 angka terakhir dari lambing bilangan N
(yaitu a3, a2, a1, a0) habis dibagi oleh 16.
6. Ciri habis dibagi 3
Perhatikan N= ak× 10k + ak-1 × 10k-1 + …+ a2×102 + a1× 101+ a0.
Karena a1 × 10 = a1 (9+1) = a1 × 9 +a1
a2 × 102 = a2 (99+1) = a2 × 99+a2

ak × 10k = …….= ak×999…9+ak


maka N={(ak×999…9 + …+ a2×99 + a1× 9) + (ak + …+ a2 + a1+a0)}.
Dari hasil di atas dapat ditentukan bahwa:
3│9 ⟹ 3│a1 ×9
3│9 ⟹3 │11× 9 ⟹ 3│99 ⟹ 3│ a2 ×99

3│9 ⟹……….⟹ 3│ ak×999…9, sehingga


3│( ak×999…9+…+ a2 ×99+ a1 ×9)
Karena
3│N ⟹ 3│{( ak×999…9+…+ a2 ×99+ a1 ×9) + (ak + …+ a2 + a1+a0)}
dan 3│( ak×999…9+…+ a2 ×99+ a1 ×9) maka:
3│(ak + …+ a2 + a1+a0).
Jadi, suatu bilangan N habis dibagi oleh 3 jika jumlah angka-angka dari
lambing bilangan N habis dibagi oleh 3.
7. Ciri habis dibagi 9
Diketahui: N=(ak×999…9 + …+ a2×99 + a1× 9) + (ak + …+ a2 + a1+a0)
Karena:
9│9 ⟹ 9│ a1 ×9

29
9│9 ⟹9 │11× 9 ⟹ 9│99 ⟹ 9│ a2 ×99
9│9 ⟹9 │111× 9 ⟹ 9│999 ⟹ 9│ a3 ×999

9│9 ⟹………….⟹ 9│ ak×999…9 maka:


9│9 ⟹………….⟹ 9│ ak×999…9
Karena:
9│N ⟹ 9│{( ak×999…9+…+ a3 ×999+ a2 ×99 + a1 ×9) + (ak + …+ a3+ a2 +
a1+a0)}
Dan 9│( ak×999…9+…+ a3 ×999+ a2 ×99 + a1 ×9) maka 9│(ak + …+ a3+ a2 +
a1+a0).

Jadi, suatu bilangan N habis dibagi oleh 9 jika jumlah angka-angka dari
lambing bilangan N habis dibagi oleh 9.

8. Ciri habis dibagi 5


Perhatikan N= ak× 10k + ak-1 × 10k-1 + …+ a2×102 + a1× 101+ a0.
Karena 5│10 ⟹5│a1 ×10;
5│10 ⟹5│10 × 10 ⟹5 │102 ⟹ 5│a2 × 102;
5 │10 ⟹ 5│100 × 10 ⟹ 5│103 ⟹ 5 │a3 ×103;

5│10 ⟹……………………. 5│ak-1×10k-1;


⟹ 5│ak × 10k + ak-1×10k-1 +…+ a2 × 102+ a1 × 10).
Karena:
5│N⟹ 5│(ak×10k+ ak-1× 10k-1+ …+ a2 × 102+ a1 ×10) + a0 dan
5│(ak×10k+ ak-1× 10k-1+ …+ a2 × 102+ a1 ×10) maka
5│a0 ⟹ (a0=0 atau a0=5)
Jadi, suatu bilangan N habis dibagi oleh 5 jika angka terakhir dari lambing
bilangan N adalah 0 atau 5.
9. Ciri habis dibagi 6
Jika diketahui 6│N maka 6 merupakan factor N, yaitu N = 6k (k∈Z).
(N = 6k dan 6=2 x 3) ⟹ N=2 x 3 x k= 2 (3×k) ⟹ 2│N
(N=6k dan 6= 2×3) ⟹ N= 2×3× k = 3(2×k) ⟹3│N.

30
Jadi, suatu bilangan N habis dibagi oleh 6 jika N habbis dibagioleh 2 dan
N habis dibagi oleh 3. Dari pernyataan di atas jelas bahwa suatu bilangan N habis
dibagi 6 jika angka terakhir adalah genap dan jumlah angka-angka dari lambing
bilangan N habis dibagi 3.
10. Ciri Habis Dibagi 7.
Karena : (1×a0+ 3×a1 + 2 ×a2) – (1× a3 + 3×a4 + 2× a5) + (1×a6+ 3×a7 + 2× a8)
= (6+9+16) – (5+18+10)+ (1 + 12+2)
= 31 – 33+23 = 21 dan 7│21, maka:
7│{(1×a0 + 3×a1 + 2 ×a2) – (1× a3 + 3×a4 + 2× a5) + (1×a6+ 3×a7 + 2× a8)}.
Jadi, bilangan N= (ak, ak-1, …, a3, a2, a1, a0) habis dibagi oleh 7 jika
7│{(1×a0 + 3×a1 + 2 ×a2) – (1× a3 + 3×a4 + 2× a5) + (1×a6+ 3×a7 + 2× a8)- …}.
11. Ciri habis dibagi 11
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu bilangan N
dibagi oleh 11, jika jumlah bilangan yang diwakili oleh angka-angka di tempat
ganjil (dihitung dari kanan) dikurangi dengan jumlah bilangan yang diwakili
angka-angka di tempat genap adalah habis dibagi 11.
Contoh:
Apakah 37675 habis dibagi 7 dan 11?
Penyelesaian:
 37675 tidak habis dibagi 7 sebab
7+ {1 × 5+ 3 × 7+ 2 ×6} – {1 ×7 + 3 ×3}
7 + {5+21+12} – {7+9}
7+ {38-16}
7+ 22.
 37675 habis dibagi 11 sebab
11│{5+6+3} – {7+7}
11│{14-14}
11│0.

31
Konsep dari kekongruenan digunakan untuk mempelajari lebih mendalam
mengenai konsep dan sifat-sifat dari keterbagian bilangan bulat. Konsep dari
kekongruenan dijelaskan pada definisi berikut.
Jika m suatu bilangan positif maka a kongruen dengan b modulo m (ditulis
a ≡ b (mod m)) jika dan hanya jika m membagi (a-b) atau ditulis m (a-b). jika m
tidak membagi (a-b) mak dikatakan a tidak kongruen dengan b modulo m (ditulis
a≢b(mod m)).
Pada a ≡ r (mod m) dengan 0 ≤ r < m, r disebut sisaan terkecil dari a
modulo m. untuk kkekongruenan ini, {0, 1, 2, 3, …, (m-1)} disebut himpunan
sisaan positif terkecil modulo m.
Kalimat terbuka yang menggunakan relasi kekongruenan disebut
pengkongrueanan. Jika suatu pengkongruenan, peubahnya berpangkat paing
tinggi satu disebut pengkongruenan linear.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Tiro, Muhammad dkk. 2008. Pengenalan Teori Bilangan. Makassar: PT.
Adira Pubhliser.
Arif Tiro, Muhammad. 2008. Cara Efektif Belajar Matematika. Makassar: PT.
Adira Pubhliser.
Sukirman, 2011. Teori Bilangan. Pn UT

32
33

Anda mungkin juga menyukai