Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pada buku yang telah ditulis oleh penulis pasti telah menekuni masing –
masing materi yang telah di sajikan pada bab perbab. Namun diantara itu semua pasti
ada kekurangan didalamnya, sehingga dibutuhkan buku lain untuk melengkapi
kekurangan pada buku tersebut. Meskipun demikian kita sebagai pembaca harus
berterimakasih atas hasil kerja keras mereka yang telah membuat buku dan kita
mendapatkan ilmu dan dapat belajar dari buku mereka.

Penyusunan critical book report ini khusus ditujukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Himpunan Dan Logika Matematika. Tugas ini dimaksudkan agar
mahasiswa memahami dan menguasai cara mengkritik buku. Dan juga dapat
mendapatkan intisari dari setiap buku yang dirangkum.

B. TUJUAN
 Menemukan kelebihan dan kekurangan dari buku
 Memahami cara mengkritik buku

C. MANFAAT

Penulis berharap dapat menjadi motivasi dalam membaca ulang teantang buku
utama dan buku pembanding yang menjadi dasar acuan oleh penulis

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS BUKU

Judul : Dasar – Dasar Teori Bilangan


Penulis : Al JuPRI, S.Pd., M.Sc., Ph.D.
Penerbit : YRAMA WIDYA
Tahun Penerbit : Agustus 2020
Edisi :-
Tebal Buku : vi -162 hlm
Bahasa Teks : Bahasa Indonesia

2
B. RINGKASAN BUKU

Dasar – Dasar Teori Bilangan oleh “Al Jupri”


BAB I
METODE PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA
Secara umum ada tiga metode pembuktian dalam matematika, yaitu bukti
langsung, bukti tak langsung, dan induksi matematika.
1.1 Bukti Langsung
Dalam matematika, pembuktian suatu teorema, yang biasanya berbentuk
pernyataan implikasi, dapat dilakukan dengan metode pembuktian langsung.
Proses pembuktian pernyataan implikasi berbentuk “jika p, maka q” dilakukan

3
dengan cara berikut. Kita gunakan pernyataan p sebagai suatu informasi, lalu
informasi tcrscbut diolah hingga diperoleh pernyataan q.
1.2 Bukti Tak Langsung
Ada dua cara pembuktian pernyataan matematis berbentuk implikasi
dengan metode tidak langsung. Pertama pembuktian dengan menggunakan
kontraposisi. Kedua, pembuktian dengan menggunakan kontradiksi.
1.2.1 Pembuktian dengan Kontraposisi
Pernyataan implikasi “jika p, maka q” ekuivalen dengan pemyataan
kontraposisinya, yaitu “jika bukan q, maka bukan p”.
1.2.2 Pembuktian dengan Kontradiksi
Jika pembuktian dengan metode pembuktian langsung dan metode
kontraposisi tidak dapat dilakukan, maka metode pembutian dengan
kontradiksi biasanya dapat dilakukan.
Proses pembuktian pernyataan implikasi “jika p, maka q” dengan
kontradiksi adalah sebagai berikut. Untuk membuktikan bahwa kontradiksi
adalah sebagai berikut. Untuk membuktikan bahwa pernyataan q benar
dilakukan dengan mengandaikan bahwa negasi q benar.
1.3 Induksi Matematika
Pembuktian dengan induksi matematika digunakan untuk membuktikan
pernyataan yang berlaku untuk semua bilangan bulat positif. Sebagai materi
prasyarat dalam membahas hal ini kita perlu membahas Well-Ordering Principle
dan Sifat Archimedes.

Well-Ordering Principle (Prinsip Terurut Sempurna)


Setiap himpunan bagian tak kosong S dari himpunan bilangan bulat non-
negatif memiliki anggota terkecil, yaitu terdapat suatu bilangan bulat a ∊ S
demikian sehingga a ≤ b untuk setiap b ∊ S.
Teorema 1.1 Sifat Archimedes
Jika a dan b adalah sembarang bilangan bulat positif, maka terdapat sebuah
bilangan bulat positif n demikian sehingga na ≥ b.
Teorema 1.2 First Principle of Finite Induction
Misalkan Sa adalah himpunan bilangan bulat positif dengan sifat-sifat berikut.
a. Bilangan bulat 1 adalah anggota S

4
b. Jika bilangan bulat k adalah anggota S, maka (k + 1) haruslah anggota S
Akibatnya S adalah himpunan semua bilangan bulat positif
Teorema 1.3 Second Principle of Finite Induction
Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat positif dengan sifat – sift berikut :
a. Bilangan bulat 1 adalah anggota S
b. Jika k adalah bilangan bulat positif demikian sehingga 1, 2, …, k adalah
anggota S, maka (k + 1) haruslah anggota S. Akibatnya S adalah himpunan
semua bilangan bulat positif

BAB II
TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT
Bab dua ini membahas tiga pokok bahasan tentang teori keterbagian
bilangan bulat, yaitu algoritma pembagian, faktor persekutuan terbesar, dan
algoritma Euclid. Ketiga pokok bahasan ini merupakan dasar untuk memahami,
misalnya persamaan Diophantine linear dan teori kongruensi yang akan dibahas
pada bab-bab berikutnya.
2.1 Algoritma Pembagian
Algoritma pembagian merupakan gagasan pokok dalam teori bilangan.
Algoritma ini kira-kira menyatakan bahwa sebuah bilangan bulat a dapat dibagi
oleh bilangan bulat positif b jika sisanya lebih kecil daripada b. Pernyataan yang
tepat tentang Algoritma Pembagian dapat disimak pada Teorema 2.1 berikut.

Teorema 2.1 Algoritma Pembagian


Jika a dan b adalah bilangan bulat dengan b> 0, maka ada tepat satu
bilangan bulat q dan r yang memenuhi:
a = qb + r, untuk 0≤ r <b
Bilangan-bilangan bulat q dan r, berturut-turut, disebut hasil bagi dan sisa
dari pembagian a oleh b.
Bukti Teorema 2.1
Kita mulai dengan membuktikan bahwa himpunan berikut tidak kosong.
S={a – xb|x sebuah bilangan bulat; a – xb ≥ 0} Karena bilangan bulat b≥ 1, maka |
a|b ≥ |a|. Akibatnya, a - (-|a|)b =a + |a|b ≥ a+ |a| ≥ 0

5
Dengan memilih x = - |a|, maka berakibat (a – xb)∈ S. Hal ini berarti S ≠ ∅,
sehingga S memiliki anggota terkecil, misalkan r. Berdasarkan definisi himpunan
S, maka terdapat bilangan bulat yang memenuhi r = a - qb dengan r ≥ 0. Kita bisa
mengklaim bahwa r < b . Jika tidak, maka r ≥ b dan berlaku:
a - (q + 1) b = (a - qb) - b = r - b ≥ 0 Akibatnya bilangan bulat [a - (q + 1) b] € S.
Karena, a - (q + 1)b = (a - qb) - b = r - b < r, berakibat sebuah kontradiksi dengan
pemilihan r sebagai anggota terkecil S. Oleh karena itu, r < b. Sekarang, akan kita
buktikan bahwa q dan r adalah tunggal. Andaikan a dapat diubah dalam dua
bentuk berbeda, misalkan
a = qb + r = q’ b + r’ dengan 0 ≤ r < b dan 0 ≤ r’< b. Akibatnya, r’- r = b(q – q’ )
dan perhatikan bahwa |r’- r| b|q - q'|.
Berdasarkan 0 < r < b diperoleh -b < - r ≤ 0. Lalu, dengan menjumlahkan
ketidaksamaan ini ke 0 ≤ r’ < b, maka diperoleh: -b < r’ - r < b atau |r’- r| <b
Karena |r’ - r|=b|q-q’| dan |r’- r| < b maka b|q-q’| < b. Akibatnya, 0 ≤ |q-q’|<1.
Karena |q-q’| adalah bilangan bulat non-negatif, maka dapat kita katakan bahwa
(q-q'| = 0 atau q = q'. Pada akhirnya diperoleh pula r = r’.

Teorema 2.2 Teorema Akibat (Corollary)


Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dengan b ≠ 0, maka terdapat
tepat satu bilangan bulat q dan tepat satu bilangan bulat r demikian sehingga: a =
qb + r, untuk 0 ≤ r < |b|

Bukti Teorema 2.2


Pada pembuktian kali ini, kita cukup meninjau kasus b < 0 Karena |b| > 0
dan menurut Teorema 2.1, terdapat tepat satu masing masing bilangan bulat q’
dan bilangan bulat r, sehingga berlaku: a= q' |b|+r, untuk 0 ≤ r < |b| Mengingat |b|
= - b , kita bisa pilih q = - q untuk memperoleh a = qb + r, 0 ≤ r < |b|. Untuk
mengilustrasikan Algoritma Pembagian jika b < 0, misalkan ambil b = - 7 .
Akibatnya, untuk a = 1, - 2, 61 dan -59 kita peroleh:
1 = 0(-7) + 1
-2 = 1(-7) + 5
61 = (- 8)(- 7) + 5

6
-59 = 9(-7) + 4
2.2 Faktor Persekutuan Terbesar
Kasus khusus dalam pembagian a oleh b adalah jika sisa hasil baginya adalah
nol. Ketika sisa pembagian adalah nol, b dikatakan membagi a atau a dapat dibagi b.
Definisi 2.1
Suatu bilangan bulat a dikatakan dapat dibagi bilangan bulat b≠0, ditulis
dengan simbol b | a, jika ada bilangan bulat q sehingga a=qb. Dalam hal ini, b
disebut faktor atau pembagi dari a.
Teorema 2.3
Untuk bilangan-bilangan bulat a, b, c berlaku pernyataan-pernyataan berikut.
a. a|0, 1|a, a|a
b. a| 1 jika dan hanya jika a = ±1
c. Jika a|b dan c|d, maka ac |bd
d. Jika a|b dan b|c maka a|c
e. a|b dan b|a jika dan hanya jika a = ± b
f. Jika a|b dan b≠0 maka |a| < |b|
g. Jika a|b dan a|c, maka a|(bx + cy)| untuk sembarang bilangan bulat x dan y
Definisi 2,2
Misalkan a dan adalah bilangan bulat dengan salah satu dari kedua
bilangan tersebut tidak nol. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dari a dan b,
dinotasikan dengan FPB (a, b), adalah bilangan bulat positif d yang memenuhi
sifat-sifat berikut.
a. d|a dan d|b
b. Jika c|a dan c|b, maka c ≤ d.
Teorema 2.4
Misalkan a dan b adalah bilangan bulat, keduanya tidak nol, maka terdapat
bilangan bulat a dan y demikian sehingga FPB(a, b) = ax + by
Teorema 2.5 Teorema Akibat (Corollary)
Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, keduanya tidak nol, maka:
T = {ax + by | x, y bilangan bulat}
merupakan himpunan semua kelipatan dari d = FPB (a, b).
Teorema 2.6

7
Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, keduanya tak nol.
Bilangan a dan b dikatakan relatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan-
bilangan bulat x dan y demikian sehingga 1 = ax + by
Teorema 2.7
Jika FPB (a, b) = d maka FPB (a/d, b/d) = 1
Teorema 2.8
Jika alc dan blc, serta FPB (a, b) = 1, maka ab l c.
Teorema 2.9 Lemma Euclid
Jika a¿bc dan FPB (a,b) = 1, maka a¿c
Bukti Teorema 2.9
Karena FPB (a,b) = 1, maka 1 = ax + by, umtuk bilangan-bilangan bulat x dan y.
Jika kedua rusa persamaan ini dikali dengan c, maka diperoleh
c = acx + bcy
Karena a¿ a c dan diketahui a¿ b c, maka a¿ ¿acx +bcy) atau a¿c.
Teorema 2.10
Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dengan keduanya tak
nol. Untuk bilangan positif d, maka d = FPB (a,b) jika dan hanya jika :
a) d|a dan d|b
b) c|a dan c|b berakibat c|d
Bukti Teorema 2.10
Jika d = FPB (a,b), maka d|a dan d|b.
Berdasarkan Teorema 2.4, d = FPB (a,b) dapat ditulis menjadi d = ax + by, untuk
bilangan-bilangan bulat x dan y.
Dengan demikian, jika c|a dan c|b, maka c|(ax + by) atau c|d.

2.3 Alogaritma Euclid


Teorema 2.11 Alogaritma Euclid
Misalkan a dan b adalah dua bilangan bulat yang akan dicari FPB – nya.
Karena FPB (|a|, |b|) = FPB (a,b), maka dapat diasumsikan bahwa a ≥ b ¿ 0.
Langkah pertama dalam Alogaritma Euclid adalah dengan menempatkan
Alogaritma Pembagian pada a dan b untuk memperoleh:
b = q1 r + r1 0≥ r 1 >¿ b
Jika r 1 = 0, maka b|a dan FPB (a,b) = b

8
Bukti Teorema 2.11
Jika r 1 ≠ 0, maka bagilah b dengan r, untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat
q 1 dan r 2 seperti berikut.
b = q 2 r1 + r2 0≥ r 2 >¿ r 1
Jika r 2 = 0, berhenti jika r 2 ≠ 0, lakukan seperti langkah sebelumnya untuk
memperoleh :
r 1= q 3 r 2 + r 3 0≥ r 3 >¿ r 2

Teorema 2.12 Lemma (Teorema Bantu)


Jika a=qb + r, maka FPB (a,b) = FPB (b,r)
Bukti Teorema 2.12
Jika FPB (a,b) = d maka d|a dan d|b. Akibatnya, d|(a – qb) atau d|r. Dengan
demikian, d adalah faktor persekutuan dari b dan r.
Dengan menggunakan Teorema 2. 12 di atas, kita bisa menuliskan :
FPB (a,b) = FPB (b, r 1) = FPB (r 1, r 2) = ...= FPB (r n−1, r n ) = FPB (r n , 0) = r n .
Berdasarkan sistem persamaan Alogaritma Euclid dapat ditulis menjadi:
r n = r n−2- q n r n−1
= r n−2- q n (r n−3 - q n−1 r n −2 )
= (1 + q n qn−1 ¿ r n−2 +( −q n)r n−3

Teorema 2.13
Jika k¿ 0, maka FPB (ka, kb) = k.FPB (a,b)

Bukti Teorema 2.13


Jika tiap persamaan dalam sistem persamaan yang muncul dalam Alogaritma
Euclid (untuk mencari FPB antara a dan b) dikali dengan k, maka di peroleh:
ak = q 1(bk) + r 1k 0≤ r 1k¿bk
bk = q 2(r 1k) + r 2k 0≤ r 2k¿ r 1k
r 1k = q 3(r 2k)+ r 3 k 0≤ r 3k¿ r 2k
⋮ ⋮
r n−2k = q n(r n−1k) + ¿ ¿k) 0≤ r nk¿ r n−1k
9
r n−1k = q n+1(r n k) + 0
Dengan demikian Dapat di simpulkan bahwa:
FPB (ka,kb) = r n k = k. FPB (a,b)

Teorema 2.14
Untuk sembarang bilangan bulat k ≠ 0 berlaku :
FPB (ka,kb) = |k| FPB (a,b)
Bukti Teorema 2.14
Dalam kasus ini, kita cukup meninjau untuk k ¿ 0.
Akibatnya –k = |k| ¿ 0
Berdasarkan Teorema 2.13, maka :
FPB (ka, kb) = FPB (-ka, -kb)
= FPB (|k|a, |k|b)
= |k| FPB (a,b)

Defenisi 2.4
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari dua bilangan bulat tak nol a dan b,
disimbolkan dengan KPK (a,b) adalah bilangan bulat positif m yang memenuhi sifat-
sifat berikut:
a. a|m dan b|m
b. jika a|c dan b|c, dengan c ¿ 0, maka m≤c

Teorema 2.15
Untuk bilangan-bilangan bulat a dan b berlaku hubungan berikut:
FPB (a,b) . KPK (a,b) = a . b
Bukti Teorema 2.15
Misalkan FPB (a,b) = d. Hal ini berarti d|a dan d|b. Akibatnya, a = dr dan b = ds,
ab
untuk bilangan-bilangan bulat r dan s. Jika m = , maka m = as = rb. Hal ini
d
berarti bahwa m adalah kelipatan persekutuan dari a dan b.
Misalkan c adalah sembarang bilangan bulat positif yang merupakan kelipatan
persekutuan dari a dan b. Dengan kata lain, c = au = bv, untuk bilangan-bilangan
bulat u dan v. Karena FPB (a,b) = d, maka ada bilangan-bilangan bulat x dan y
sehingga d = ax = by. Akibatnya :
10
c
c
m
= ab =
d
cd c (ax +by )
ab
=
ab
=
c
b () ()
x+
c
a
y

Persamaan terakhir menyatakan bahwa m|c, sehingga dapat disimpulkan bahwa m≤


c, dengan demikian, berdasarkan Defenisi 2.4, maka m = KPK (a,b). Dengan kata
lain, diperoleh hubungan:
ab ab
KPK (a, b) = =
d FPB ( a ,b)

Teorema 2.16 Akibat


Untuk sembarang bilangan-bilangan bulat positif a dan b, KPK(a,b) = ab jika
dan hanya jika FPB(a,b) = 1.
Bukti Teorema 2.16
Jika KPK (a, b) = ab, maka berdasarkan FPB (a,b) . KPK (a,b) = a . b akan
diperoleh FPB (a,b) = 1. Sebaliknya, jika FPB (a,b) = 1, maka berdasarkan hubungan
FPB (a,b) . KPK (a,b) = a . b dapat disimpulkan bahwa KPK (a,b) = ab.

BAB III
PERSAMAAN DIOPHANTINE
Persamaan Diophantine yang paling sederhana adalah persamaan linear satu
variabel dengan bentuk ax = b, dengan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dan
solusinya adalah bilangan bulat. Solusi dari persamaan axb adalah x =b/a .Agar solusi
ini berupa bilangan bulat, maka haruslah a|b. Gagasan ini merupakan landasan untuk
membahas persamaan Diophantine linear dengan variabel lebih dari satu seperti
terurai berikut.

3.1 Persamaan Diophantine Linear ax + by = c


Persamaan Diophantine linear dengan dua variabel memiliki bentuk umum ax
+ by = c dengan a, b, dan c adalah bilangan bilangan bulat, serta a dan b keduanya
tidak nol. Penyelesaian dari persamaan Diophantine linear ini adalah berupa pasangan
bilangan bulat x0 , y0 yang bila disubstitusikan ke persamaan, pasangan ini akan
memenuhinya.
Teorema 3.1

11
Persamaan Diophantine linear ax + by = c memiliki satu penyelesaian jika dan
hanya jika d|c, dengan d = FPB(a, b) . Jika x0 dan y0adalah sembarang penyelesaian
partikulir dari persamaan ini, maka semua penyelesaian lain dari persamaan tersebut
dapat dinyatakan dengan:
x = x0+(b/d)t + dany = y0- (b/d)t
Bukti Teorema 3.1
Proses pembuktian pernyataan pertama adalah sebagai berikut:
Karena l = FPB(a, b) maka d|a dan d|b. Akibatnya, a = dr dan b=ds, untuk bilangan-
bilangan bulat r dans. Jika ax + by=cmemiliki satu penyelesaian, yakni ada bilangan
bulat x0dan y0 sehinggaax+by=c, maka:
c = ax0 + by0= (dr)x0 + (ds)y0= d(rx0+ sy0)
Hal ini bermakna bahwa d|c.
Sebaliknya, andaikan bahwa dc, maka c = dt untuk suatu bilangan bulat t. Karena d =
FPB (a, b), maka ada bilangan bulat x0dany0sehingga berlaku d =ax0 + by0 Jika
persamaan ini dikali dengan t, maka diperoleh:
dt = a(tx0) + b(ty0)
Dengan demikian, persamaan Diophantine ax + by = cmempunyai solusi partikulir x =
tx0, dan y0 = ty0
Proses pembuktian pernyataan kedua adalah sebagai berikut.
Andaikan penyelesaian x0 dan y0dari persamaan ax + by = cdiketahui.
Jika x' dan y' sembarang penyelesaian lain dari persamaan,
Maka ax0+ by0= c = zx'+by'ekuivalen dengan a(x'-x0)=b(y0-y')
Karena d = FPB(a, b) maka d|a dan d|b. Akibatnya a = dt dan b=ds, untuk bilangan-
bilangan bulatrdans. Berdasarkan hasil proses substitusi, diperoleh dr(xx)= ds(y, y')
atau r(x' - x) = s(y0 -y' ). Hasil ini berarti r|s(y0 -y') dengan FPB(r, s) = 1. Berdasarkan
Lemma Euclid, maka dapat disimpulkan bahwa r|(y n -y') . Dengan kata lain, y0- y' =rt
untuk suatu bilangan bulat t. Dengan proses serupa, maka akan diperoleh x'– x0 Hasil
hasil ini mengakibatkan rumus berikut:
x'=x0+ st = x0+ c
y' =y0 - rt = y0 - (a/d)t
Dengan mudah dapat dibuktikan bahwa a' dan y' ini memenuhi persamaan
Diophantine, yaitu:
ax -by' =a(x0+ (b/d)t+ b(y0 -(a/d)t) =ax0+ by0 + (((ab))/d+ ((b(- a))/d))t

12
Dengan demikian, terdapat tak berhingga banyak penyelesaian dari persamaan
Diophantine untuk tiap bilangan bulat t.

3.2 Persamaan Diophantine Linear ax + by + cz = d


Proses menentukan penyelesaian persamaan Diophantine linear yang
memuat tiga variabel dengan bentuk:
ax + by + cz = d
merupakan perluasan dari proses penyelesaian persamaan Diophantine
linear dua variabel, seperti terurai berikut.
Misalkan FPB (a, b, c) = m. Hal ini berarti bahwa m|a,m|b, dan mc.
Dengan kata lain, a= mp b = mq dan c = mr, untuk bilangan-bilangan bulat p, q,
dan r. Dengan menyubstitusikan hasil ini ke ax + by + cz = d maka diperoleh
m(px + qy + rz) = d Agar persamaan ini memiliki solusi, maka x, y, dan z
haruslah merupakan bilangan-bilangan bulat. Akibatnya m|d atau FPB (a, b, c) d.
Ini adalah syarat agar persamaan ax + by t + cz = d memiliki solusi.

3.3 Persamaan Diophantine Non-Linear


Dalam bagian ini akan diberikan beberapa contoh persamaan Diophantine
non-linear yang dapat diselesaikan dengan metode pemfaktoran.
Contoh 3.4
Tentukan banyaknya pasangan bilangan bulat positif (x, y) yang memenuhi
persamaan 4/x + 2/y = 1
Penyelesaian:
4/x + 2/y = 1
Jika kedua ruas persamaan dikali dengan xy, maka akandiperoleh:
2x +4y=x3
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan metode pemfaktoran seperti berikut.
xy - 2x - 4y = 0
(x-4)(-2)-8=0 (x - 4)(y - 2) = 8
Jika (x-4)(-2)-18, maka (x - 4) = 1 dan (y - 2) 8. Akibatnya diperoleh x 5 dan y =
10
Jika (x-4)(p-2)-2.4, maka 6 dan y = 6 Jika (x - 4)(y - 2) = 4 * 2 maka - 8 dan 74.
Jika (x - 4)(y - 2) = 8 * 1 maka x 12 dan y = 3

13
Berdasarkan uraian di atasada empat pasangan bilangan yang4/x + 2/y = 1
memenuhi persamaan yaitu (5, 10), (6, 6), (8, 4) dan(12, 3).

Contoh 3.5
Jika m dan n adalah bilangan-bilangan bulat positif yang memenuhi persamaan
m+n+mn = 34, maka m+n=.....
Penyelesaian:
Persamaan Diophantine non-linear m + n + mn = 34 dapat diselesaikan dengan
metode pemfaktoran seperti berikut. m + n + mn = 34
(m + 1)(n + 1) - 1 = 34
(m + 1)(n + 1) = 35
(m + 1)(n + 1) = 5 * 7
apat disimpulkan bahwa m + 1 = 5 dan n + 1 = 7 sehingga eroleh m = 4 dan n = 6
m + n = 4 + 6 = 10
contoh tambahan berikut memberi teladan tentang konsep persamaan Diophantine
dalam pemecahan masalah.

BAB IV
TEORI KONGRUENSI
Teori Kongruensi digagas pertama kali oleh Carl Friedrich Gauss ( 1777-
1855). Ia dikenal sebagai pangeran matematika dari Jerman , dan dipandang sebagai
matematikawan terbesar abad ke – 19 yang setara dengan Archimedes dan Isaac
Newton . Ucapannya yang terkenal adalah bahwa “ Matematika adalah ratu ilmu
pengetahuan , dan teori bilangan adalah ratu matematika “ . Sebelum membahas Teori
Kongruensi , ada baiknya kita simak kisah kejeniusan Gauss sewaktu ia masih kecil .
Ada dua cerita populer tentang kehebatan Gauss semasa ia masih kanak – kanak .
Pertama , sewaktu usia tiga tahun , Gauss menemukan kekeliruan perhitungan pada
slip gaji milik ayahnya . Kedua , saat Gauss sudah sekolah dan belajar berhitung , ia
membuat gurunya tercengang dan terkagum – kagum . Pasalnya , ketika itu , gurunya
memberi tugas untuk menghitung jumlah bilangan bulat positif dari 1 hingga 100 .
Sang guru menduga bahwa tugas berhitung 1 + 2 + 3 + . + 97 +98 +99+ 100 akan
merupakan tugas yang memakan waktu bagi siswa siswanya . Namun yang terjadi
ternyata di luar prediksinya . Gauss dapat menyelesaikan tugas berhitung tersebut

14
dengan sangat cepat dan benar . Cara yang dilakukan Gauss adalah seperti berikut . 1
+ 100 = 101 2 + 99 = 101 3 + 98 = 101 ⠀
4.1 Sifat – sifat Dasar dari Kongruensi
Konsep kongruensi diperkenalkan oleh Gauss ketika ia berusia 24 tahun dalam
buku karyanya berjudul Disquisitiones Arithmeticae . Menurut Gauss , “ jika suatu
bilangan n menyatakan selisih antara dua bilangan a dan b , maka a dan b dikatakan
kongruen terhadap n ; jika tidak , disebut tak kongruen . “ Pernyataan ini disajikan
dalam Definisi 4.1 berikut .
Definisi 4.1
Misalkan n adalah suatu bilangan bulat positif tetap . Dua bilangan bulat a dan
b dikatakan kongruen modulo n , disimbolkan dengan a ≡ b ( mod n ) , jika n membagi
a – b . Dengan kata lain , a – b = kn untuk suatu bilangan bulat k .
Sebagai ilustrasi dari Definisi 4.1 di atas , perhatikan bahwa 24 ≡ 3 ( mod 7 ) , sebab
24-3 = ( 3 ) 7 atau ditulis 7 | ( 24-3 ) . Dapat pula dikatakan bahwa selisih antara 3 dan
24 , yaitu 21 , habis dibagi 7 .
Teorema 4.1
Untuk sembarang bilangan – bilangan bulat a dan b , a ≡ b ( mod n ) jika dan
hanya jika a dan b bersisa bilangan bulat non – negatif yang sama ketika dibagi n .
Bukti Teorema 4.1
Karena a ≡ b ( mod n ) , maka a – b = kn atau a = b + kn , untuk suatu bilangan
bulat k . Jika b dibagi dengan n , maka diperoleh sisa r , ditulis b = qn + r , dengan
0 ≤r< n .
Oleh karena itu , kita peroleh :
a = b + kn
= ( qn + r ) + kn
=(q+k)n+r
Hasil ini bermakna bahwa a dibagi n bersisa r . Dengan demikian , a dan b
bersisa sama jika dibagi n .
Sebaliknya , andaikan bahwa a = q1n + r dan b = q2n + r , dengan r adalah sisa
yang sama dari pembagian dan 0 ≤r < n .
Akibatnya ,
a–b = ( q1, n + r ) – ( q₂n + r )
= ( q₁ - q₂ ) n

15
Teorema 4.2
Misalkan n > 1 , a , b , c , dan d adalah bilangan – bilangan bulat sembarang ,
maka berlaku sifat – sifat berikut .
a. a ≡ a ( mod n )
b. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka b ≡ a ( mod n )
c. Jika a ≡ b ( mod n ) dan b ≡ c ( mod n ) , maka a ≡ c ( mod n )
d.Jika a ≡ b ( mod n ) dan c ≡ d ( mod n ) , maka a + c ≡ ( b + d ) ( mod n ) dan
ac ≡ bd ( mod n )
e. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a + c ≡ ( b + c ) ( mod n ) dan ac ≡ bc ( mod n )
f. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a k≡ bk ( mod n ) , untuk sembarang bilangan bulat
positif k.
Pada Teorema 4.3 berikut ini , dijelaskan bahwa dalam relasi kekongruenan
berlaku suatu sifat dengan syarat – syarat tertentu .
Teorema 4.3
n
Jika ca ≡ cb ( mod n ) , maka a ≡ b ( mod ) , dengan d = FPB ( c , n ) .
d
Bukti Teorema 4.3
Karena ca cb ( mod n ) , maka ca – cb = kn atau c ( a – b ) = kn , untuk suatu
bilangan bulat k.
Karena d = FPB ( c , n ) , maka dlc dan dn . Akibatnya ada r dan s bilangan –
bilangan bulat sehingga berlaku c = dr dan n = ds . Dengan menyubstitusikan
hasil ini ke persamaan c ( a – b ) = kn , maka diperoleh :
dr ( a – b ) = kds atau r ( a – b ) = ks
Hasil terakhir ini bermakna slr ( a – b ) dengan FPB ( r , s ) = 1 . Akibatnya ,
berdasarkan lemma Euclid , dapat disimpulkan bahwa s | ( a – b ) atau
a = b (mod s ) . Karena n = ds atau s = 1 , maka dapat disimpulkan bahwa a = b
n
( mod ).
d
Teorema 4.4 Akibat 1
Jika ca ≡ cb ( mod n ) dan FPB ( c , n ) = 1 , maka a ≡ b ( mod n ) .
Bukti Teorema 4.4
Karena ca ≡ cb ( mod n ) dan FPB ( c , n ) = 1 , maka menurut Teorema atau a
≡ b ( mod n/1)
16
Teorema 4.5 Akibat 2
Jika ca ≡ cb ( mod p ) dan p ł c , dengan p adalah bilangan prima , maka a ≡ b (
mod p ).
Bukti Teorema 4.5
Karena pc dan p adalah bilangan prima , maka FPB ( p , c ) = 1 . Akibatnya ,
menurut Teorema 4.4 , dapat disimpulkan bahwa a = b ( mod p ) .

4.2 Uji Pembagian Bilangan Bulat


Salah satu penggunaan teori kongruensi adalah untuk menemukan syarat
khusus apakah suatu bilangan bulat habis dibagi oleh bilangan bulat yang lain .
Penemuan syarat uji pembagian bilangan bulat ini tergantung pada basis bilangan yang
digunakan . Basis bilangan yang biasa digunakan adalah basis 10. Oleh karena itu ,
berikut ini akan kita pelajari tentang basis bilangan , cara mengubah dari satu basis ke
basis lain dan sebaliknya , serta uji pembagian bilangan bulat .
Teorema 4.6
Misalkan diberikan bilangan bulat b > 1. Sembarang bilangan bulat positif N
dapat ditulis secara tunggal dalam bentuk berikut
N = ambm. + am-1bm-1+... + a₂b² + a1b + a0
dengan koefisien 0 ≤ ak < b .
Teorema 4.7
m
Misalkan P (x) = ∑ ❑ CkXk adalah suatu fungsi polinom dalam X1, dengan
k=0

koefisien Ck adalah bilangan bulat . Jika a ≡ b ( mod n ) , maka P ( a ) = P ( b )


( mod n ) .
Teorema 4.8
Akibat Jika a adalah solusi dari P ( x ) ≡ 0 ( mod n ) dan a ≡ b ( mod n ) , maka
b juga adalah solusi .
Teorema 4.9
Misalkan
N = Am 10m+ am-110m-1 + ... +a110+ a0
adalah ekspansi bentuk desimal dari suatu bilangan bulat positif N , dengan 0 ≤
ak, < 10 , dan misalkan S = a0 + a₁ + ... + am Berlaku 9 | N jika dan hanya jika 9
|S.

17
BAB V
KONGRUENSI LINEAR DAN SISTEM KONGRUENSI
5. 1 kongruensi linear
kongruensi linear yang palingsederhana bentuk ax≡( mod n). penyelesaian dari
kongruensi linear tersebuat adalah suatu bilangan bulat x 0 sehinga berlaku a x 0 ≡ b
( mod n).

Teorema 5.1

kongruensi linear ax≡( mod n).memiliki penyelesaian jika dan hanya jika d|b,
dengan d=FPB (a,n).
Bukti Teorema 5.1 jika d|b, kongruensi linear tersebut memiliki sebanyak d
solusi tak kongruen modulo n.
n n n
Karena FPB ( , n)=¿ , maka menurut teorema 4.3 faktor dapat dihapus sehingga
d d d
diperoleh kongruensi t 1 ≡t 2 (mod n).yang bermakna d| t 1 −t 2.
Namaun, hal ini tak mungkin terjadi karena 0< t 2 −t 1 < d.
n
Sekarang akan dibuktikan bahwa solusi lain dari x 0 +( ¿ t adalah
d
Kongruen modulo n terdapat salahsatu bilangan bulat d yang didaftar
Di atas Algoritma pembagian membolehkan kita untuk menulis
t = qd + r, dengan 0≤ r ≤ d-1. Oleh karena itu :
n n
x 0 + t=¿ x 0 +¿ (qd+r)
d d
n
= x 0 +nq + r
d
n
≡( x ¿ ¿ 0+ r )¿ (mod n)
d
n
Dengan x 0+ t merupakan salahsatu solusi dari d buah solusi yang kita klaim di atas.
d
Berdasarkan teorema 5.1, secara eksplisit kita dapat mengatakan bahwa:
jika x 0 adalah sembarang solusi dari kongruensi linear ax≡( mod n), maka d=FPB (a,n)
solusi tak kongruennya adalah:
n n n
x 0, x 0 + +2( ), . …, x 0+ (d-1)( )
d d d

5.2 5.2
Teorema sistem kongruensi linear

18n1 , n 2 ,….., nr adalah bilangan –bilangan


(Cehinese Remainder Theorem). Misalnya
bulat positif dengan FPB (n I , n J ) untuk i ≠j.

Sistem kongruensi lineral berikut


x ( mod )

Teorema 5.3

Sistem kongruensi linear

a x ÷ by ≡r ¿od n)

cx÷ dy ≡s ¿od n)
. suatu solusi modulo n jika FPB (ad-bc,n)=1.
memiliki tepat

BAB XI
BILANGAN PRIMA
6.1 Teorema Fundamental Aritmetika
Defenisi 6.1
Suatu bilangan bulat p > 1 dinamakan bilangan prima atau prima,
jika pembagi (faktor) positifnya adalah 1 dan p saja. Suatu bilangan bulat yang
lebih dari 1 dan bukan prima dinmakan bilangan komposit.
Sebagai ilustrasi dari Defenisi 6.1, perhatikan misalnya bahwa 2, 3,
5, 7 adalah contoh dari bilangan-bilangan prima. Sedangkan 4, 6, 8, 9 adalah
bilangan-bilangan komposit. Perhatikan bahwa 2 merupakan satu-satunya
bilangan prima yang genap. Sementara itu, bilangan 1 bukan merupakan
bilnagan prima, bukan pulas bilangan komposit.
Teorema 6.1
Jika p adalah blangan prima dan p│ab, maka p│a atau p│b.
Bukti Teorema 6.1
Jika p│a , maka pembuktian selesai . Oleh karena itu , andaikan p┼a Karena
pembagi positif dari p adalah 1 dan p , maka FPB ( p , a ) = 1 ( Secara umum,
FPB ( p , a ) = p atau FPB ( p , a ) = 1 bergantung apakah p│a atau p┼a ) .
Dengan demikian, berdasarkan lemma Euclid, dapat disimpulkan bahwa p | b.
Teorema 6.2 Akibat 1

19
Jika p adalah bilangan prima dan p│a1 , a2 , ... an’ , maka p│ak , untuk suatu k ,
dengan 1 ≤ k ≤ n.
Bukti Teorema 6.2
Untuk n = 1 , maka pernyataan jelas terbukti .
Untuk n = 2 , maka pernyataan sama persis dengan Teorema 6.1 .
Andaikan , sebagai hipotesis induksi , bahwa n > 2 dan bahwa ketika p
membagi hasil kali yang kurang dari n buah faktor , maka p membagi paling
sedikit salah satu faktornya .
Sekarang , misalkan p│a1 , a2 ... an’ maka menurut Teorema 6.1 haruslah p│an
atau p│a1a2 , ... an-1 . Jika p│an’ , maka bukti selesai . Jika p│a1 a2 ... an-1’ maka
hipotesis induksi menjamin bahwa p│ak , untuk suatu pilihan k , dengan 1 ≤ k ≤
n - 1. Pada sembarang kasus, p membagi salah satu dari bilangan bulat a1’a2’ ...,
an .
Teorema 6.3 Akibat 2
Jika p, q1’ q2’ ... , qn adalah bilangan - bilangan prima dan p│q1q2 ... qn’ maka p
= qk’ , untuk suatu k, dengan 1 ≤ k ≤ n.
Teorema 6.4
Setiap bilangan bulat positif n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil dari perkalian
bilangan - bilangan prima ; representasi ini tunggal , tanpa memperhatikan
urutan penulisan faktor - faktor primanya .
Teorema 6.5 Akibat
Sembarang bilangan bulat positif n > 1 dapat ditulis secara tunggal dalam
bentuk kanonik :
n = Pk21Pk22 ... Pkrr
untuk i = 1 , 2 , ... , r , setiap k1 merupakan bilangan bulat positif dan setiap p1 ,
merupakan bilangan prima , dengan p1< p2 < ... < pr’

6.2 Saringan Eratosthenes


Eratosthenes merupakan ahli dalam berbagai bidang ilmu , termasuk
bidang matematika . Pada masa hidupnya ( 276-194 SM ) ia dipandang sebagai
ilmuwan berbakat . Jika bukan yang nomor satu , ia nomor dua , hampir di
semua bidang . Ia adalah kepala perpustakaan di Alexandria negeri Mesir kuno
. Salah satu warisannya dalam teori bilangan adalah penemuan metode

20
sederhana dalam menentukan apakah suatu bilangan itu prima atau bukan .
Teorema 6.6 berikut berisi cara Eratosthenes dalam menentukan suatu bilangan
itu prima atau bukan .
Teorema 6.6
Untuk setiap bilangan komposit a terdapat bilangan prima p, sehingga p│a dan
p ≤ √a .
Eratosthenes menggunakan Teorema 6.6 untuk menentukan semua
bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan bulat n . Caranya adalah tuliskan
semua bilangan bulat mulai dari 2 hingga n secara berurut . Lalu , eliminasilah
bilangan - bilangan bulat yang merupakan kelipatan 2, kelipatan 3, kelipatan 5,
kelipatan 7, ..., hingga kelipatan bilangan prima kurang dari sama dengan √n .
Bilangan - bilangan bulat sisa hasil eliminasi merupakan bilangan bilangan
prima . Cara ini disebut saringan Eratosthenes .

Teorema 6.7
Terdapat tak hinga banyaknya bilangan prima.
Teorema 6.8
Jika pn adalah bilangan prima ke-n, maka pn ≤ 2 2n-1.

6.3 Konjektur Goldbach


Pada tahun 1742 Christian Goldbach mengirim surat kepada Leonhard
Euler . Dalam suratnya ia mengajukan konjektur yang isinya bahwa setiap
bilangan bulat genap dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan , baik
keduanya prima atau 1. Sebagai ilustrasi , perhatikan contoh - contoh berikut.
2=1+1
4=2+2=1+3
6=3+3=1+5
8=3+5=1+7
10 = 3 + 7 = 5 + 5
12 = 5 + 7 = 1 + 11
14 = 3 + 11 = 7 + 7 = 1 + 13
16 = 3 + 13 = 5 + 11
18 = 5 + 13 = 7 + 11 = 1 + 17

21
20 = 3 + 17 = 7 + 13 = 1 + 19
22 = 3 + 19 = 5 + 17 = 11 + 11
24 = 5 + 19 = 7 + 17 = 11 + 13 = 1 + 23
26 = 3 + 23 = 7 + 19 = 13 + 13
28 = 5 + 23 11 +17
30 = 7 + 23 11 + 19 = 13+ 17 = 1 + 29
32 = 3 + 29 = 13 + 19 = 1 + 31

Hingga kini konjektur ini belum mampu dibuktikan oleh para


matematikawan . Hal ini masih merupakan suatu penyelidikan . Selanjutnya
kita pelajari lebih lanjut konsep - konsep menarik lain terkait dengan bilangan
prima .
Teorema 6.9 Lemma
Hasil kali dua atau lebih bilangan bulat dengan bentuk 4n + 1 adalah bilangan
baru yang bentuknya sama .
Teorema 6.10
Terdapat tak berhingga banyaknya bilangan prima dengan bentuk 4n + 3 .
Teorema 6.11 Dirichlet
Jika a dan b adalah dua bilangan bulat postif yang saling relatif prima, maka
barisan aritmetika berikut.
a, a + b, a + 2b, a + 3b, ...
memiliki tak hingga banyaknya bilangan prima.
Teorema 6.12
Jika semua suku ke n > 2 dari barisan aritmetika :
p, p + d, p + 2d, ..., p + (n - 1) d
adalah bilangan prima, maka beda barisan d habis dibagi setiap bilangan prima
q < n.

BAB VII
SERBA-SERBI TEORI BILANGAN

22
Bab VII ini membahas tentang 5 (lima) pokok bahasan tentang “Serba-Serbi
Teori Bilangan”, yaitu Teori Binomial, Fungsi Bilangan Bulat Terbesar, Kongruensi
Tingkat Tinggi, serta Sistem Residu Lengkap modulo n.
7.1 Teori Binomial
Teori binomial adalah suatu aturan untuk mengraikan bentuk (a + b)n, dengan
n ≥ 1 ke dalam penjumlahan suku-suku yang memuat a dan b. melalui proses
perkalian dapat diperiksa hasil-hasil berikut :
(a + b)1 = a + b
(a + b)2 = a2 + 2ab +b2
(a + b)3 = a3 + 3a2b + b3
(a + b)4 = a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + b4
Dan seterusnya. Jika diamati, koefesien-koefisien hasil penguraian bentuk
aljabar diatas membentuk segitiga Pascal berikut.
1
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1
…..
Berdasarkan pola yang terbentuk tersebut, maka dapat diduga bahwa berlaku :

(a + b)n= ( a+ b )= (n0 ) a +( n1)a


n n−1

2 ()
n−2 2

n−1
n−1

b( )
n+ ¿ n a b +…+ n a b + n b
n
()
Bentuk diatas dapat ditulis secara ringkas menjadi :
n
( a+ b ) =∑ n a n−k b k
n

k=0 k
()
Pembuktian dugaan tersebut dapat dilakukan dengan induksi matematika
seperti berikut.

Untuk n = 1, maka (a + b)1 = (10 ) a1−0

1 ()
b0 + 1 a1−1 b1=a+b , yang tentu saja

benar.
Andaikan aturan tersebut untuk n = m, maka :
m
(a +b) = ∑ m a b
m

k=0 k
m−k k
()
Untuk n = m + 1, maka :
23
(a + b)m+1 = (a +b)m (a + b) = a(a +b)m + b(a +b)m
Perhatikan bahwa :
m
a ( a+ b ) =a ∑ m am−k b k
m

k=0 k
()
m
=∑ m a
k=0 k ()
m−k+1 k
b

m
=a
m+1
()
+ ∑ m am −k+1 bk
k=1 k

Perhatikan pula bahwa :


m
b(a + b)m = b ∑ m a b
j=0 j
m− j j
()
m
=∑ m a b
j=0 j ()
m− j j+1

m
=∑
k =1
(k m−1)a b
m-k+1 m+1

Dengan menjumlahkan hasil a(a + b)m dan b(a + b)m, maka diperoleh :
m m
(a + b)m+1 = am+1 + ∑ m a
k =1 k
()
b + ∑ n am-k+1bm+1
m−k+1 k

k =1 k −1
( )
[( ) ( )]
m
= a m+1 + ∑ m + m am-k+1bm+1
k=1 k k −1
m +1

k=0 k ( )
= ∑ m+1 am-k+1bk

Bentuk terakhir ini merupakan rumus untuk kasus n = m + 1. Dalam proses


pembuktian di atas, dapat menggunakan hubungan :

(mk )+( k−1 )(k)


m = m+ 1

Untuk membuktikan hubungan ini, perhatikan identitas :


1 1 m+1
+ =
k m−k +1 k ( m−k +1 )
m!
Jiks kedua ruas identitas tersebut dikali dengan 1 maka
( k−1 ) ⋅ ( m−k ) '
diperoleh :
m! m! ( m+ 1 ) m !
+¿ =
k ( k−1 ) ! ( m−k ) ( k−1 ) ⋅ ( 1 ) ( m−k +1 ) k ( k−1 ) ! ( m−k ) ! ( m−k +1 )
1 n−k

Dapat ditulis sebgai berikut :


24
m! m! ( m+1 ) !
+ = atau
k ! ( m−k ) ! ( k−1 ) ! ( m−k +1 ) ! k ! ( m−k +1 ) !
( m+1 ) !
(mk )+( k−1
m =
) k ! ( m−k +1 ) !
Contoh 7.1
Untuk n ≥ 1, buktikan identitas berikut!

(n0 )+(n1 )+(n2)+…+(nn )=2 n

Penyelesaian :
Berdasarkan teori binomial, dengan memilih a = b = 1, maka diperoleh :
n n
n

k=0 k
()
( a+ b ) =2n =∑ n 1n-k1k = ∑ n
k=0 k
()
= (n0)+(n1)+(n2 )+…+(nn )
Jadi, ( ) + ( )+ ( )+…+ ( ) = 2
n n n n n
0 1 2 n

Contoh 7.2
Tentukan suku ke-7 dari (2x – y)10!
Penyelesaian :
Diketahui n = 10, a = 2x, dan b = y.

Koefisien suku ke-7 adalah ( ) 10 =


6
10 !
6 ! ( 10−6 ) !
=
10⋅ 9⋅ 8⋅ 7
4!
= 210

Suku ke-7 adalah 210 (2x)10-6(-y)6 = 210(2x)4(-y)6 = 3.360x4y6

7.2 Fungsi Bilangan Bulat Terbesar


Jika x bilangan real, maka ⌊ x ⌋ adalah bilangan bulat terbesar yang kurang dari
atau sama dengan x. sebagai contoh, ⌊ 6,54 ⌋ = 6 atau ⌊−3,45 ⌋ = -4.

7.3 Kongruensi Tingkat Tinggi


Kongruensi tingkat tinggi adalah permasalahan kongruensi yang non-linear,
meliputi kongruensi kuadrat, pangkat tiga dan seterusnya. Bentuk ax2 + bx + c ≡
(mod n), dengan a ≢ 0 (mod n) dinamakan kongruensi kuadrat (derajat dua).

7.4 Sistem Residu Lengkap Modulo n

25
Suatu himpunan bilangan bulat dikatakan sebagai sistem residu lengkap
modulo n jka setiap bilangan bulat kongruen dengan salah satu anggota dari himpunan
tersebut. Pada pembagian bilangan bulat a oleh n ¿ 1, akan diperoleh hubungan :
a = qn + r, 0≤r¿n
Karena ada n pilihan untuk r, maka setiap bilangan bulat adalah kongruen
modulo n ke tepat salah satu bilangan 0, 1,2,3,…,n−¿ 1. Dengan demikian, himpunan
{0,1,2,..,n−¿ 1} merupakan sistem residu lengkap modulo n. lebih tepat dikatakan
sebagai sistem residu lengkap terkecil modulo n.
Berdasarkan penguraian di atas, dapat dikelompokkan bilangan bulat melalui
pembagian oleh suatu bilangan bulat positif n. sebgai contoh, misalkan untuk n = 4,
maka untuk sembarang bilangan bulat a, akan terdapat tepat satu bilangan bulat q
sehingga a = 4q, a = 4q + 1, a = 4q + 2, atau a = 4q + 3.
Hal tersebut menyatakan bahwa bilangan bulat dapat dikelompokkan ke dalam
empat kelas partisi (himpunan saling lepas yang digabungkan akan membentuk
himpunan bilangan bulat ), yaitu :
{4q|q ϵ Z} = {…,−¿ 8, −¿4, 0, 4, 8, 12,…}
{4q + 1|q ϵ Z} = {…,−¿8, −¿3, 1, 5, 7, 13,…}
{4q + 2|q ϵ Z} = {…,−¿6, −¿2, 2, 6, 10, 14,…}
{4q + 3|q ϵ Z} = {…,−¿5, −¿1, 3, 7, 11, 15,…}
Perhatikan bahwa himpunan {0, 1, 2, 3} berisi semua kemungkinan sisi
pembagian suatu bilangan bulat oleh 4. Keempat partisi ini berturut-turut dapat ditulis
dengan konsep kongruensi sebgai berikut :
[0] = {kϵ Z|K ≡ 0 (mod 4)}
[1] = {kϵ Z|K ≡ 1 (mod 4)}
[2] = {kϵ Z|K ≡ 2 (mod 4)}
[3] = {kϵ Z|K ≡ 3 (mod 4)}
Tampak bahwa untuk setiap bilangan bulat akan tepat berada di dalam satu
kelas partisi [0], [1], [2] atau [3]. Dengan kata lain, setiap bilangan bulat akan selalu
kongruen dengan salah satu dari {0, 1, 2, 3} modulo 4. Himpunan {0, 1, 2, 3}
dinamakan sistem residu lengkap modulo 4.

C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU

26
1. Kelebihan Buku
Buku “Dasar-dasar Teori Bilangan” yang ditulis oleh Al Jupri, S.Pd., M.Sc.,
Ph.D ini merupakan buku yang diterbitkan oleh YRAMA WIDYA, pada Agustus
2020. Buku ini berisi topik mengenai dasar-dasar teori bilangan, baik itu dari segi
kaidah-kaidah teori bilangan,teorema-teorema, terdapat beberapa definisi, pembuktian,
dan selain itu buku ini dilengkapi dengan banyak contoh dan juga latihan tugas.
Penyusunan materi yang disajikan dalam buku ini cukup baik, dikarenakan
adanya berbagai teorema serta pembuktiannya, berbagai contoh dan penyelesaiannya
yang mudah dipahami, dan adanya simbol-simbol di setiap pembahasan materinya.
Buku ini menyajikan berbagai contoh soal dan penyelesaiannya, serta berbagai
latihan soal untuk melatih kemampuan pembaca dalam memahami materi yang telah
disajikan. Penyusunan buku ini juga sudah cukup baik, dimana banyaknya simbol dan
tanda baca yang menunjukkan materi tersebut. Buku ini terdiri dari 7 bab yang terdiri
dari 162 halaman, isinya terstruktur dengan sistematis dari yang paling dasar hingga
yang paling kompleks. Bahasa yang digunakan dalam buku ini juga cukup efisien dan
mudah di mengerti oleh para pembaca. Penyusunan buku ini juga rapi, dimana setiap
bab membahas secara rinci sesuai dengan judulnya.

2. Kelemahan Buku
Buku “Dasar-dasar Teoeri Bilangan” yang ditulis oleh Al Jupri, S.Pd., M.Sc.,
Ph.D. ini yang diterbitkan oleh YRAMA WIDYA pada Agustus 2020 ini juga
memiliki beberapa kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun materi yang
disajikan. Penyusunan materi sedikit panjang yaitu 162 halaman, sehingga membuat
pembaca sedikit sulit memahami isi buku, selain itu, ada beberapa simbol yang kurang
jelas di setiap materinya, yang membuat pembacanya sedikit mengalami kesulitan
dalam menguasai permaterinya.
Selain itu, setiap materi di buku ini juga memiliki beberapa definisi dan
teorema-teorema permaterinya, sehingga para pembaca harus bekerja lebih untuk
memahami setiap definisi an teorema-teorema dari materi-materi tersebut.
Dari segi bahasa yang digunakan, bahasa yang digunakan dalam buku ini
tergolong sedikit rumit dikarenakan banyaknya simbol-simbol di setiap materinya
yang kurang jelas, sehingga dengan banyaknya simbol-simbol yang kurang jelas di

27
buku ini tidak menjamin pembaca dapat memahami lebih lanjut materi-materi yang
terdapat dalam buku ini.

BAB III
PEMBAHASAN SOAL

1. SOAL 7.14
Tentukan sisa pembagian 319 dibagi 14
Penyelesaian :
Perhatikan bahwa
319 = 33.6+1
= 3 (33)6
= 3 (2 . 14 – 1)6
≡ 3 (-1)6 (mod 14)
≡ 3 (mod 14)
Jadi, 319 ≡ 3 (mod 14). Artinya yang menjadi sisa dari pembagian 319 dibagi 14 adalah
3.

Kajian Materi :
Soal ini merupakan aplikasi dari teorema 4.2f yang dimana keduanya bilangan
bulatnya merupakan bilangan berpangkat yaitu 319 namun pada soal hanya diketahui
dbilangan bulatnya dan juga bilangan modulo nya, untuk itu perlu mengubah
bentuknya pada bentuk yang sesuai dengan teoremanya.
Teorema 4.2f
Misalkan n > 1 , a , b , c , dan d adalah bilangan – bilangan bulat sembarang ,
maka berlaku sifat : Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a k≡ bk ( mod n ) , untuk sembarang
bilangan bulat positif k.
Algoritma pembagian bilangan bulat

2. SOAL 7.24

28
Untuk n bilangan bulat positif, buktikan bahwa n3 + 5n habis dibagi oleh 6
Penyelesaian :
n3 + 5n = n3 – n + 6n
= n(n2 – 1) + 6n
= n(n+1) (n-1) + 6n
Karena (n – 1), n, dan (n + 1) adalah 3 bilangan yang berurutan, maka jelaslah bahwa
n(n+1) (n-1) merupakan kelipatan 6 dan 6 | n3 + 5n.

Kajian Materi :
Contoh diatas merupakan bentuk dari penggunaan algoritma pembagian (keterbagian)
yang dimana dan operasi matematika biasa

3. Soal 7.34
Buktikan bahwa 49n – 36n habis dibagi 13.
Penyelesaian :
Untuk diperhatikan
 49 ≡ 36 (mod 13)  49 = 1 . 13 + 36
Sehingga :
 49n ≡ 36n (mod 13) ; untuk bilangan bulat positif n
Jadi, terbukti bahwa 13 | 49n – 36n.

Kajian Materi :
Soal 7.34 adalah contoh soal atau aplikasi dari teorema 4.2f materi Teori
Kekongruenan, dan memiliki bentuk yang sama persis dengan bentuk teoremanya,
untuk itu penyelesaiannya langsung saja sesuai dengan sifat-sifat kekongruenan dan
menggunakan teorema 4.2f.
Teorema 4.2f
Misalkan n > 1 , a , b , c , dan d adalah bilangan – bilangan bulat sembarang ,
maka berlaku sifat : Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a k≡ bk ( mod n ) , untuk sembarang
bilangan bulat positif k.

4. Soal 7.38

29
Tunjukkan bahwa jika 10a + b habis dibagi 7, maka a - 2b juga habis dibagi 7.
Penyelesaian:
Karena 7|10a + b, maka 10a + b = 7n, untuk suatu bilangan bulat n.
Karena 10a + b = 7n, maka b = 7n - 10a.

Maka :
a-2b = a-2(7n-10a)
= a-14n+20a
= 21a-14n
= 7(3a-2n)
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa a - 2b merupakan kelipatan 7. Dengan kata
lain, a - 2b habis dibagi 7 atau 7 | a-2b.

Kajian Materi :
Soal ini merupakan bagian dari materi keterbagian, bilangan prima dan komposit.

 Bilangan prima adalah bilangan yang hanya mempunyai tepat 2 faktor positif,
yaitu satu dan dirinya sendiri. 
 Contoh bilangan bilangan prima itu adalah 1, 3, 5,7, 11 13, dst
Dapat dilihat pada soal bahwa angka yang habis dibagi adalah 7 atau dapat dikatakan
dengan (modulo 7). Angka 7 ini merupakan bilangan prima dimana bilangan 7 ini
merupakan bilangan hanya bisa habis dibagi oleh bilangan 1 dan bilangan itu sendiri.

5. Soal 7.48
Jika N = 7056, tentukan banyaknya faktor positif dari N.
Penyelesaian:
Faktorisasi prima dari N adalah 7056 = 24.32.72
Dengan demikian bentuk faktor dari N=2a . 3b . 7c, dengan :
a = 0, 1, 2, 3, 4;
b = 0, 1, 2;
c = 0, 1, 2.
Oleh karena itu, banyaknya faktor dari N adalah 5.3.3 = 45 buah bilangan.

Kajian Materi :

30
Soal diatas merupakan bagian Uji Pembagian Bilangan Bulat lebih tepatnya pada
Faktor Persekutuan Terbesar. Penyelesaian dilakukan dengan mencari faktorisasi dari
bilangan yang bersangkutan lalu diselesaikan dengan teorema 4.6

Teorema 4.6
Misalkan diberikan bilangan bulat b > 1. Sembarang bilangan bulat positif N dapat
ditulis secara tunggal dalam bentuk berikut
N = ambm. + am-1bm-1+... + a₂b² + a1b + a0
dengan koefisien 0 ≤ ak < b .

31
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa critical book
merupakan kegiatan mengkritisi buku untuk mengetahui kelemahan buku, baik dalam
sistematika penulisan, penulisan bahasa, isi materi dan tampilan buku. Hal tersebut dilakukan
agar buku yg dikritik dapat direvisi agar menjadi lebih baik.
Buku tersebut sangat layak untuk dibaca karena termasuk dalam buku yang bagus.
Meskipun demikian, buku tersebut memiliki kelemahan yang membuat buku ini kurang
sempurna.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa critical book report ini masih terdapat banyak kekurangan
yang memadai dan masih perlu di sempurnakan. Dan apabila di dalam CBR tersebut terdapat
kesalahan-kesalahan, baik dalam pengetikan maupun dalam penyusunan, maka saya sendiri
memohon maaf atas kekurangan. Penulis juga menerima saran yang membangun agar kritikan
ini menjadi lebih baik lagi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Al Jupri, S.Pd.,M.Sc.,Ph.D. 2020 Dasar-Dasar Teori Bilangan, Bandung :YRAMA WIDYA

33

Anda mungkin juga menyukai