Anda di halaman 1dari 43

CRITICAL BOOK REVIEW

DISUSUN OLEH :

NAMA : BOY ARWIN ZEBUA

NIM : 212117011

PRODI : PENDIDKAN MATEMATIKA

MATA KULIAH : TEORI BILANGAN

DOSEN PENGAMPU :

NETTI KARIANI MENDROFA, S.Pd, M.Pd

UNIVERSITAS NIAS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Critical Book Report yang berjudul ‘Dasar-Dasar Teori Bilangan’ untuk
memenuhi tugas Critical Book Review.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Natti Kariani Mendrofa
S.pd, M.pd, selaku dosen Teori Bilangan di Universitas Nias atas bimbingan dan segala
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis dalam penulisan Critical Book Review ini.
Semua sahabat dan teristimewa kepada orangtua yang telah memberikan dorongan dan doa
kepada penulis dan juga memberikan bantuan kepada penulis sehingga Critical Book Review ini
dapat terselesaikan.

Tak lepas dari kekurangan, penulis sadar bahwa Critical Book Review ini masih jauh dari
kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik dimasa
mendatang. Semoga Critical Book Review ini membawa manfaat bagi pembaca dan bagi penulis
sendiri khususnya.

Gunungsitoli, 19 juli 2022


Penulis,

Boy Arwin zebua


(212117011)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................4

A. Latar belakang...................................................................................................................4

B. Rumusan masalah..............................................................................................................4

C. Tujuan................................................................................................................................4

D. Manfaat.............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................5

A. Identitas buku....................................................................................................................5

B. Ringkasan isi buku............................................................................................................5

C. Kelemahan dan kelebihan.................................................................................................34

D. pembahasan soal................................................................................................................36

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................42

A. Kesimpulan.......................................................................................................................42

B. Saran..................................................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................43

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Critical Book Report ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah TEORI BILANGAN..
Tugas ini dibuat untuk mereview buku yang berhubungan dengan Teori Bilangan. Judul buku
yang direview adalah “Dasar-Dasar Teori Bilangan” oleh “Al Jurpi”. Critical Book Review
(CBR) dilakukan untuk menguji kemampuan seseorang dalam meringkas dan menganalisis
sebuah buku, mencari kelebihan dan kekurangan buku tersebut, menguraikan isi pokok pemikiran
si pengarang, serta mempermudah pembaca dalam memilih referensi buku.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menjadi kelemahan dna kelibihan buku ?
2. Bagaimana cara mengkritik buku ?
3. Bagaimana cara menyelesaiakan soal-soal terkait dalam buku ?

C. TUJUAN

1. Menemukan kelebihan dan kekurangan dari buku.


2. Memahami cara mengkritik buku.
3. Memahami bagaimana cara penyelesaian soal terkait dalam buku.

D. MANFAAT

4
Penulis berharap CBR ini memiliki manfaat bagi kita semua. Baik dari pembaca maupun
penulis sendiri. Diharapkan juga hasil kritikan buku ini membuat pembaca lebih tertarik untuk
ikut serta membaca ulang tentang buku tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. IDENTITAS BUKU

Judul : Dasar – Dasar Teori Bilangan


Penulis : Al JuPRI, S.Pd., M.Sc., Ph.D.
Penerbit : YRAMA WIDYA
Tahun Penerbit : Agustus 2020
Edisi :-
Tebal Buku : vi -162 hlm
Bahasa Teks : Bahasa Indonesia

B. RINGKASAN BUKU

BAB I :
METODE PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

Secara umum ada tiga metode pembuktian dalam matematika, yaitu bukti langsung, bukti tak
langsung, dan induksi matematika.

1.1 Bukti Langsung

5
Dalam matematika, pembuktian suatu teorema, yang biasanya berbentuk
pernyataan implikasi, dapat dilakukan dengan metode pembuktian langsung. Proses
pembuktian pernyataan implikasi berbentuk “jika p, maka q” dilakukan dengan cara
berikut. Kita gunakan pernyataan p sebagai suatu informasi, lalu informasi tcrscbut
diolah hingga diperoleh pernyataan q.

1.2 Bukti Tak Langsung

Ada dua cara pembuktian pernyataan matematis berbentuk implikasi dengan


mctode tidak langsung. Pertama pembuktian dengan menggunakan kontraposisi.
Kedua, pembuktian dengan menggunakan kontradiksi.

1.2.1 Pembuktian dengan Kontraposisi

Pernyataan implikasi “jika p, maka q” ekuivalen dengan pemyataan


kontraposisinya, yaitu “jika bukan q, maka bukan p”.

1.2.2 Pembuktian dengan Kontradiksi

Jika pembuktian dengan metode pembuktian langsung dan metode kontraposisi


tidak dapat dilakukan, maka metode pembutian dengan kontradiksi biasanya dapat
dilakukan.

1.3 Induksi Matematika


Pembuktian dengan induksi matematika digunakan untuk membuktikan
pernyataan yang berlaku untuk semua bilangan bulat positif. Sebagai materi prasyarat
dalam membahas hal ini kita perlu membahas Well-Ordering Principle dan Sifat
Archimedes.

Well-Ordering Principle (Prinsip Terurut Sempurna)

6
Setiap himpunan bagian tak kosong S dari himpunan bilangan bulat non-negatif
memiliki anggota terkecil, yaitu terdapat suatu bilangan bulat a ∊ S demikian sehingga a ≤
b untuk setiap b ∊ S.

Teorema 1.1 Sifat Archimedes

Jika a dan b adalah sembarang bilangan bulat positif, maka terdapat sebuah
bilangan bulat positif n demikian sehingga na ≥ b.

Teorema 1.1 Sifat Archimedes

Jika a dan b adalah sembarang bilangan bulat positif, maka terdapat sebuah
bilangan bulat positif n demikian sehingga na ≥ b.

Teorema 1.2 First Principle of Finite Induction

Misalkan Sa adalah himpunan bilangan bulat positif dengan sifat-sifat berikut.

a. Bilangan bulat 1 adalah anggota S


b. Jika bilangan bulat k adalah anggota S, maka (k + 1) haruslah anggota S

Akibatnya S adalah himpunan semua bilangan bulat positif

Teorema 1.3 Second Principle of Finite Induction

Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat positif dengan sifat – sift berikut :

a. Bilangan bulat 1 adalah anggota S


b. Jika k adalah bilangan bulat positif demikian sehingga 1, 2, …, k adalah anggota
S, maka (k + 1) haruslah anggota S. Akibatnya S adalah himpunan semua bilangan
bulat positif

BAB II :

TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

7
Bab dua ini membahas tiga pokok bahasan tentang teori keterbagian bilangan
bulat, yaitu algoritma pembagian, faktor persekutuan terbesar, dan algoritma Euclid.
Ketiga pokok bahasan ini merupakan dasar untuk memahami, misalnya persamaan
Diophantine linear dan teori kongruensi yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya.

2.1 Algoritma Pembagian

Algoritma pembagian merupakan gagasan pokok dalam teori bilangan. Algoritma


ini kira-kira menyatakan bahwa sebuah bilangan bulat a dapat dibagi oleh bilangan bulat
positif b jika sisanya lebih kecil daripada b. Pernyataan yang tepat tentang Algoritma
Pembagian dapat disimak pada Teorema 2.1 berikut.

Teorema 2.1 Algoritma Pembagian

Jika a dan b adalah bilangan bulat dengan b> 0, maka ada tepat satu bilangan bulat
q dan r yang memenuhi:

a = qb + r, untuk 0≤ r <b

Bilangan-bilangan bulat q dan r, berturut-turut, disebut hasil bagi dan sisa dari
pembagian a oleh b.

Bukti Teorema 2.1

Kita mulai dengan membuktikan bahwa himpunan berikut tidak kosong.

S={a – xb|x sebuah bilangan bulat; a – xb ≥ 0} Karena bilangan bulat b≥ 1, maka |a|b
≥ |a|. Akibatnya, a - (-|a|)b =a + |a|b ≥ a+ |a| ≥ 0

Dengan memilih x = - |a|, maka berakibat (a – xb)∈ S. Hal ini berarti S ≠ ∅, sehingga
S memiliki anggota terkecil, misalkan r. Berdasarkan definisi himpunan S, maka
terdapat bilangan bulat yang memenuhi r = a - qb dengan r ≥ 0. Kita bisa mengklaim
bahwa r < b . Jika tidak, maka r ≥ b dan berlaku:

a - (q + 1) b = (a - qb) - b = r - b ≥ 0 Akibatnya bilangan bulat [a - (q + 1) b] € S.

8
Karena, a - (q + 1)b = (a - qb) - b = r - b < r, berakibat sebuah kontradiksi dengan
pemilihan r sebagai anggota terkecil S. Oleh karena itu, r < b. Sekarang, akan kita
buktikan bahwa q dan r adalah tunggal. Andaikan a dapat diubah dalam dua bentuk
berbeda, misalkan

a = qb + r = q’ b + r’ dengan 0 ≤ r < b dan 0 ≤ r’< b. Akibatnya, r’- r = b(q – q’ ) dan


perhatikan bahwa |r’- r| b|q - q'|.

Berdasarkan 0 < r < b diperoleh -b < - r ≤ 0. Lalu, dengan menjumlahkan


ketidaksamaan ini ke 0 ≤ r’ < b, maka diperoleh: -b < r’ - r < b atau |r’- r| <b Karena |
r’ - r|=b|q-q’| dan |r’- r| < b maka b|q-q’| < b. Akibatnya, 0 ≤ |q-q’|<1. Karena |q-q’|
adalah bilangan bulat non-negatif, maka dapat kita katakan bahwa (q-q'| = 0 atau q =
q'. Pada akhirnya diperoleh pula r = r’.

Teorema 2.2 Teorema Akibat (Corollary)

Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dengan b ≠ 0, maka terdapat tepat


satu bilangan bulat q dan tepat satu bilangan bulat r demikian sehingga: a = qb + r, untuk
0 ≤ r < |b|

Bukti Teorema 2.2

Pada pembuktian kali ini, kita cukup meninjau kasus b < 0 Karena |b| > 0 dan
menurut Teorema 2.1, terdapat tepat satu masing masing bilangan bulat q’ dan bilangan
bulat r, sehingga berlaku: a= q' |b|+r, untuk 0 ≤ r < |b| Mengingat |b| = - b , kita bisa pilih q
= - q untuk memperoleh a = qb + r, 0 ≤ r < |b|. Untuk mengilustrasikan Algoritma
Pembagian jika b < 0, misalkan ambil b = - 7 . Akibatnya, untuk a = 1, - 2, 61 dan -59 kita
peroleh:

1 = 0(-7) + 1

-2 = 1(-7) + 5

61 = (- 8)(- 7) + 5

9
-59 = 9(-7) + 4

2.2 Faktor Persekutuan Terbesar

Kasus khusus dalam pembagian a oleh b adalah jika sisa hasil baginya adalah nol.
Ketika sisa pembagian adalah nol, b dikatakan membagi a atau a dapat dibagi b.

Definisi 2.1

Suatu bilangan bulat a dikatakan dapat dibagi bilangan bulat b≠0, ditulis dengan
simbol b | a, jika ada bilangan bulat q sehingga a=qb. Dalam hal ini, b disebut faktor
atau pembagi dari a.

Teorema 2.3

Untuk bilangan-bilangan bulat a, b, c berlaku pernyataan-pernyataan berikut.

a. a|0,1|a,a|a
b. a| 1 jika dan hanya jika a = ±1
c. Jika alb dan cld, maka ac |bd
d. Jika a|b dan b|c maka a|c
e. alb dan bla jika dan hanya jika a = ± b
f. Jika alb dan b≠0 maka |a| < |b|
g. Jika alb dan a|c, maka a|(bx + cy)| untuk sembarang bilangan bulat x dan y

Definisi 2,2

Misalkan a dan adalah bilangan bulat dengan salah satu dari kedua bilangan
tersebut tidak nol. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dari a dan b, dinotasikan dengan
FPB (a, b), adalah bilangan bulat positif d yang memenuhi sifat-sifat berikut.

a. d|a dan d|b


b. Jika cla dan clb, maka c ≤ d.

Teorema 2.4

10
Misalkan a dan b adalah bilangan bulat, keduanya tidak nol, maka terdapat bilangan
bulat a dan y demikian sehingga FPB(a, b) = ax + by

Teorema 2.5 Teorema Akibat (Corollary)

Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, keduanya tidak nol, maka:

T= {ax + by | x, y bilangan bulat}

merupakan himpunan semua kelipatan dari d = FPB (a, b).

Teorema 2.6

Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, keduanya tak nol. Bilangan a dan b
dikatakan relatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan-bilangan bulat x dan y
demikian sehingga 1 = ax + by

Teorema 2.7

Jika FPB (a, b) = d maka FPB (a/d, b/d) = 1

Teorema 2.8

Jika alc dan blc, serta FPB (a, b) = 1, maka ab l c.

Teorema 2.9 Lemma Euclid

Jika a¿bc dan FPB (a,b) = 1, maka a¿c

Bukti Teorema 2.9

Karena FPB (a,b) = 1, maka 1 = ax + by, umtuk bilangan-bilangan bulat x dan y. Jika
kedua rusa persamaan ini dikali dengan c, maka diperoleh

c = acx + bcy

Karena a¿ a c dan diketahui a¿ b c, maka a¿ ¿acx +bcy) atau a¿c.

Teorema 2.10

11
Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dengan keduanya tak nol. Untuk
bilangan positif d, maka d = FPB (a,b) jika dan hanya jika :

a) d|a dan d|b


b) c|a dan c|b berakibat c|d

Bukti Teorema 2.10


Jika d = FPB (a,b), maka d|a dan d|b.
Berdasarkan Teorema 2.4, d = FPB (a,b) dapat ditulis menjadi d = ax + by, untuk
bilangan-bilangan bulat x dan y.
Dengan demikian, jika c|a dan c|b, maka c|(ax + by) atau c|d.

2.3 Alogaritma Euclid

Teorema 2.11 Alogaritma Euclid


Misalkan a dan b adalah dua bilangan bulat yang akan dicari FPB – nya. Karena FPB (|a|,
|b|) = FPB (a,b), maka dapat diasumsikan bahwa a ≥ b ¿ 0. Langkah pertama dalam
Alogaritma Euclid adalah dengan menempatkan Alogaritma Pembagian pada a dan b
untuk memperoleh:
b = q 1 r + r1 0≥ r 1 >¿ b
Jika r 1 = 0, maka b|a dan FPB (a,b) = b

Bukti Teorema 2.11


Jika r 1 ≠ 0, maka bagilah b dengan r, untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat
q 1 dan r 2 seperti berikut.
b = q 2 r1 + r2 0≥ r 2 >¿ r 1
Jika r 2 = 0, berhenti jika r 2 ≠ 0, lakukan seperti langkah sebelumnya untuk
memperoleh :
r 1= q 3 r 2 + r 3 0≥ r 3 >¿ r 2

Teorema 2.12 Lemma (Teorema Bantu)


12
Jika a=qb + r, maka FPB (a,b) = FPB (b,r)

Bukti Teorema 2.12


Jika FPB (a,b) = d maka d|a dan d|b. Akibatnya, d|(a – qb) atau d|r. Dengan demikian,
d adalah faktor persekutuan dari b dan r.
Dengan menggunakan Teorema 2. 12 di atas, kita bisa menuliskan :
FPB (a,b) = FPB (b, r 1) = FPB (r 1, r 2) = ...= FPB (r n−1, r n ) = FPB (r n , 0) = r n .
Berdasarkan sistem persamaan Alogaritma Euclid dapat ditulis menjadi:
r n = r n−2- q n r n−1
= r n−2- q n (r n−3 - q n−1 r n −2 )
= (1 + q n qn−1 ¿ r n−2 +( −q n)r n−3

Teorema 2.13
Jika k¿ 0, maka FPB (ka, kb) = k.FPB (a,b)

Bukti Teorema 2.13


Jika tiap persamaan dalam sistem persamaan yang muncul dalam Alogaritma Euclid
(untuk mencari FPB antara a dan b) dikali dengan k, maka di peroleh:
ak = q 1(bk) + r 1k 0≤ r 1k¿bk
bk = q 2(r 1k) + r 2k 0≤ r 2k¿ r 1k
r 1k = q 3(r 2 k)+ r 3 k 0≤ r 3k¿ r 2 k
⋮ ⋮
r n−2k = q n(r n−1k) + ¿ ¿k) 0≤ r nk¿ r n−1k
r n−1k = q n+1(r n k) + 0
Dengan demikian Dapat di simpulkan bahwa:
FPB (ka,kb) = r n k = k. FPB (a,b)
Teorema 2.14
Untuk sembarang bilangan bulat k ≠ 0 berlaku :
FPB (ka,kb) = |k| FPB (a,b)

13
Bukti Teorema 2.14
Dalam kasus ini, kita cukup meninjau untuk k ¿ 0.
Akibatnya –k = |k| ¿ 0
Berdasarkan Teorema 2.13, maka :
FPB (ka, kb) = FPB (-ka, -kb)
= FPB (|k|a, |k|b)
= |k| FPB (a,b)

Defenisi 2.4
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari dua bilangan bulat tak nol a dan b,
disimbolkan dengan KPK (a,b) adalah bilangan bulat positif m yang memenuhi sifat-sifat
berikut:
a. a|m dan b|m
b. jika a|c dan b|c, dengan c ¿ 0, maka m≤c

Teorema 2.15

Untuk bilangan-bilangan bulat a dan b berlaku hubungan berikut:

FPB (a,b) . KPK (a,b) = a . b

Bukti Teorema 2.15

Misalkan FPB (a,b) = d. Hal ini berarti d|a dan d|b. Akibatnya, a = dr dan b = ds, untuk
ab
bilangan-bilangan bulat r dan s. Jika m = , maka m = as = rb. Hal ini berarti bahwa
d
m adalah kelipatan persekutuan dari a dan b.

Misalkan c adalah sembarang bilangan bulat positif yang merupakan kelipatan


persekutuan dari a dan b. Dengan kata lain, c = au = bv, untuk bilangan-bilangan bulat
u dan v. Karena FPB (a,b) = d, maka ada bilangan-bilangan bulat x dan y sehingga d =
ax = by. Akibatnya :

14
c
c
m
= ab =
d
cd c (ax +by )
ab
=
ab
=
c
b () ()
x+
c
a
y

Persamaan terakhir menyatakan bahwa m|c, sehingga dapat disimpulkan bahwa m≤c,
dengan demikian, berdasarkan Defenisi 2.4, maka m = KPK (a,b). Dengan kata lain,
diperoleh hubungan:

ab ab
KPK (a, b) = =
d FPB ( a ,b)

Teorema 2.16 Akibat

Untuk sembarang bilangan-bilangan bulat positif a dan b, KPK(a,b) = ab jika


dan hanya jika FPB(a,b) = 1.

Bukti Teorema 2.16

Jika KPK (a, b) = ab, maka berdasarkan FPB (a,b) . KPK (a,b) = a . b akan diperoleh
FPB (a,b) = 1. Sebaliknya, jika FPB (a,b) = 1, maka berdasarkan hubungan FPB (a,b) .
KPK (a,b) = a . b dapat disimpulkan bahwa KPK (a,b) = ab.

BAB III

PERSAMAAN DIOPHANTINE

Persamaan Diophantine yang paling sederhana adalah persamaan linear satu


variabel dengan bentuk ax = b, dengan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, dan
solusinya adalah bilangan bulat. Solusi dari persamaan axb adalah x =b/a .Agar solusi ini
berupa bilangan bulat, maka haruslah a|b. Gagasan ini merupakan landasan untuk
membahas persamaan Diophantine linear dengan variabel lebih dari satu seperti terurai
berikut.

3.1 Persamaan Diophantine Linear ax + by = c


15
Persamaan Diophantine linear dengan dua variabel memiliki bentuk umum ax +
by = c dengan a, b, dan c adalah bilangan bilangan bulat, serta a dan b keduanya tidak nol.
Penyelesaian dari persamaan Diophantine linear ini adalah berupa pasangan bilangan
bulat x0 , y0 yang bila disubstitusikan ke persamaan, pasangan ini akan memenuhinya.

Teorema 3.1

Persamaan Diophantine linear ax + by = c memiliki satu penyelesaian jika dan


hanya jika d|c, dengan d = FPB(a, b) . Jika x0 dan y0adalah sembarang
penyelesaian partikulir dari persamaan ini, maka semua penyelesaian lain dari
persamaan tersebut dapat dinyatakan dengan:

x = x0+(b/d)t + dany = y0- (b/d)t

Bukti Teorema 3.1

Proses pembuktian pernyataan pertama adalah sebagai berikut:

Karena l = FPB(a, b) maka d|a dan d|b. Akibatnya, a = dr dan b=ds, untuk
bilangan-bilangan bulat r dans. Jika ax + by=cmemiliki satu penyelesaian,
yakni ada bilangan bulat x0dan y0 sehinggaax+by=c, maka:

c = ax0 + by0= (dr)x0 + (ds)y0= d(rx0+ sy0)

Hal ini bermakna bahwa d|c.

Sebaliknya, andaikan bahwa dc, maka c = dt untuk suatu bilangan bulat t.


Karena d = FPB (a, b), maka ada bilangan bulat x0dany0sehingga berlaku d
=ax0 + by0 Jika persamaan ini dikali dengan t, maka diperoleh:

dt = a(tx0) + b(ty0)

Dengan demikian, persamaan Diophantine ax + by = cmempunyai solusi


partikulir x = tx0, dan y0 = ty0

Proses pembuktian pernyataan kedua adalah sebagai berikut.

Andaikan penyelesaian x0 dan y0dari persamaan ax + by = cdiketahui.


16
Jika x' dan y' sembarang penyelesaian lain dari persamaan,

Maka ax0+ by0= c = zx'+by'ekuivalen dengan a(x'-x0)=b(y0-y')

Karena d = FPB(a, b) maka d|a dan d|b. Akibatnya a = dt dan b=ds, untuk
bilangan-bilangan bulatrdans. Berdasarkan hasil proses substitusi, diperoleh
dr(xx)= ds(y, y') atau r(x' - x) = s(y0 -y' ). Hasil ini berarti r|s(y0 -y') dengan
FPB(r, s) = 1. Berdasarkan Lemma Euclid, maka dapat disimpulkan bahwa r|
(y n -y') . Dengan kata lain, y0- y' =rt untuk suatu bilangan bulat t. Dengan
proses serupa, maka akan diperoleh x'– x0 Hasil hasil ini mengakibatkan
rumus berikut:

x'=x0+ st = x0+ c

y' =y0 - rt = y0 - (a/d)t

Dengan mudah dapat dibuktikan bahwa a' dan y' ini memenuhi persamaan
Diophantine, yaitu:

ax -by' =a(x0+ (b/d)t+ b(y0 -(a/d)t) =ax0+ by0 + (((ab))/d+ ((b(- a))/d))t

Dengan demikian, terdapat tak berhingga banyak penyelesaian dari persamaan


Diophantine untuk tiap bilangan bulat t.

3.2 Persamaan Diophantine Linear ax + by + cz = d

Proses menentukan penyelesaian persamaan Diophantine linear yang memuat


tiga variabel dengan bentuk:

ax + by + cz = d

merupakan perluasan dari proses penyelesaian persamaanDiophantine linear


dua variabel, seperti terurai berikut.

Misalkan FPB (a, b, c) = m. Hal ini berarti bahwa m|a,m|b, dan mc. Dengan
kata lain, a= mp b = mq dan c = mr, untuk bilangan-bilangan bulat p, q, dan r.
17
Dengan menyubstitusikan hasil ini ke ax + by + cz = d maka diperoleh m(px + qy +
rz) = d Agar persamaan ini memiliki solusi, maka x, y, dan z haruslah merupakan
bilangan-bilangan bulat. Akibatnya m|d atau FPB (a, b, c) d. Ini adalah syarat agar
persamaan ax + by t + cz = d memiliki solusi.

3.3 Persamaan Diophantine Non-Linear

Dalam bagian ini akan diberikan beberapa contoh persamaan Diophantine


non-linear yang dapat diselesaikan dengan metode pemfaktoran.

Contoh 3.4

Tentukan banyaknya pasangan bilangan bulat positif (x, y) yang memenuhi


persamaan 4/x + 2/y = 1

Penyelesaian:

4/x + 2/y = 1

Jika kedua ruas persamaan dikali dengan xy, maka akandiperoleh:

2x +4y=x3

Persamaan ini dapat diselesaikan dengan metode pemfaktoran seperti berikut.

xy - 2x - 4y = 0

(x-4)(-2)-8=0 (x - 4)(y - 2) = 8

Jika (x-4)(-2)-18, maka (x - 4) = 1 dan (y - 2) 8. Akibatnya diperoleh x 5 dan y = 10

Jika (x-4)(p-2)-2.4, maka 6 dan y = 6 Jika (x - 4)(y - 2) = 4 * 2 maka - 8 dan 74. Jika
(x - 4)(y - 2) = 8 * 1 maka x 12 dan y = 3

Berdasarkan uraian di atasada empat pasangan bilangan yang4/x + 2/y = 1

memenuhi persamaan yaitu (5, 10), (6, 6), (8, 4) dan(12, 3).

18
Contoh 3.5

Jika m dan n adalah bilangan-bilangan bulat positif yang memenuhi persamaan


m+n+mn = 34, maka m+n=.....

Penyelesaian:

Persamaan Diophantine non-linear m + n + mn = 34 dapat diselesaikan dengan


metode pemfaktoran seperti berikut. m + n + mn = 34

(m + 1)(n + 1) - 1 = 34

(m + 1)(n + 1) = 35

(m + 1)(n + 1) = 5 * 7

apat disimpulkan bahwa m + 1 = 5 dan n + 1 = 7 sehingga eroleh m = 4 dan n = 6

m + n = 4 + 6 = 10

contoh tambahan berikut memberi teladan tentang konsep an persamaan


Diophantine dalam pemecahan masalah.

BAB IV

TEORI KONGRUENSI

Teori Kongruensi digagas pertama kali oleh Carl Friedrich Gauss ( 1777-1855 ) .
Ia dikenal sebagai pangeran matematika dari Jerman , dan dipandang sebagai
matematikawan terbesar abad ke – 19 yang setara dengan Archimedes dan Isaac Newton .
Ucapannya yang terkenal adalah bahwa “ Matematika adalah ratu ilmu pengetahuan , dan
teori bilangan adalah ratu matematika “ . Sebelum membahas Teori Kongruensi , ada
baiknya kita simak kisah kejeniusan Gauss sewaktu ia masih kecil . Ada dua cerita
19
populer tentang kehebatan Gauss semasa ia masih kanak – kanak . Pertama , sewaktu usia
tiga tahun , Gauss menemukan kekeliruan perhitungan pada slip gaji milik ayahnya .
Kedua , saat Gauss sudah sekolah dan belajar berhitung , ia membuat gurunya tercengang
dan terkagum – kagum . Pasalnya , ketika itu , gurunya memberi tugas untuk menghitung
jumlah bilangan bulat positif dari 1 hingga 100 . Sang guru menduga bahwa tugas
berhitung 1 + 2 + 3 + . + 97 +98 +99+ 100 akan merupakan tugas yang memakan waktu
bagi siswa siswanya . Namun yang terjadi ternyata di luar prediksinya . Gauss dapat
menyelesaikan tugas berhitung tersebut dengan sangat cepat dan benar . Cara yang
dilakukan Gauss adalah seperti berikut . 1 + 100 = 101 2 + 99 = 101 3 + 98 = 101 ⠀

4.1 Sifat – sifat Dasar dari Kongruensi

Konsep kongruensi diperkenalkan oleh Gauss ketika ia berusia 24 tahun dalam


buku karyanya berjudul Disquisitiones Arithmeticae . Menurut Gauss , “ jika suatu
bilangan n menyatakan selisih antara dua bilangan a dan b , maka a dan b dikatakan
kongruen terhadap n ; jika tidak , disebut tak kongruen . “ Pernyataan ini disajikan dalam
Definisi 4.1 berikut .

Definisi 4.1

Misalkan n adalah suatu bilangan bulat positif tetap . Dua bilangan bulat a dan b
dikatakan kongruen modulo n , disimbolkan dengan a ≡ b ( mod n ) , jika n membagi a – b
. Dengan kata lain , a – b = kn untuk suatu bilangan bulat k .

Sebagai ilustrasi dari Definisi 4.1 di atas , perhatikan bahwa 24 ≡ 3 ( mod 7 ) , sebab 24-3
= ( 3 ) 7 atau ditulis 7 | ( 24-3 ) . Dapat pula dikatakan bahwa selisih antara 3 dan 24 ,
yaitu 21 , habis dibagi 7 .

Teorema 4.1

Untuk sembarang bilangan – bilangan bulat a dan b , a ≡ b ( mod n ) jika dan


hanya jika a dan b bersisa bilangan bulat non – negatif yang sama ketika dibagi n .

Bukti Teorema 4.1

20
Karena a ≡ b ( mod n ) , maka a – b = kn atau a = b + kn , untuk suatu bilangan
bulat k . Jika b dibagi dengan n , maka diperoleh sisa r , ditulis b = qn + r , dengan
0 ≤r < n .

Oleh karena itu , kita peroleh :

a = b + kn

= ( qn + r ) + kn

=(q+k)n+r

Hasil ini bermakna bahwa a dibagi n bersisa r . Dengan demikian , a dan b bersisa
sama jika dibagi n .

Sebaliknya , andaikan bahwa a = q1n + r dan b = q2n + r , dengan r adalah sisa


yang sama dari pembagian dan 0 ≤r < n .

Akibatnya ,

a–b = ( q1, n + r ) – ( q₂n + r )

= ( q₁ - q₂ ) n

Teorema 4.2

Misalkan n > 1 , a , b , c , dan d adalah bilangan – bilangan bulat sembarang ,


maka berlaku sifat – sifat berikut .

a. a ≡ a ( mod n )

b. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka b ≡ a ( mod n )

c. Jika a ≡ b ( mod n ) dan b ≡ c ( mod n ) , maka a ≡ c ( mod n )

d.Jika a ≡ b ( mod n ) dan c ≡ d ( mod n ) , maka a + c ≡ ( b + d ) ( mod n ) dan ac


≡ bd ( mod n )

21
e. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a + c ≡ ( b + c ) ( mod n ) dan ac ≡ bc ( mod n )

f. Jika a ≡ b ( mod n ) , maka a k≡ bk ( mod n ) , untuk sembarang bilangan bulat


positif k.

Pada Teorema 4.3 berikut ini , dijelaskan bahwa dalam relasi kekongruenan
berlaku suatu sifat dengan syarat – syarat tertentu .

Teorema 4.3

n
Jika ca ≡ cb ( mod n ) , maka a ≡ b ( mod ) , dengan d = FPB ( c , n ) .
d

Bukti Teorema 4.3

Karena ca cb ( mod n ) , maka ca – cb = kn atau c ( a – b ) = kn , untuk suatu


bilangan bulat k.

Karena d = FPB ( c , n ) , maka dlc dan dn . Akibatnya ada r dan s bilangan –


bilangan bulat sehingga berlaku c = dr dan n = ds . Dengan menyubstitusikan hasil
ini ke persamaan c ( a – b ) = kn , maka diperoleh :

dr ( a – b ) = kds atau r ( a – b ) = ks

Hasil terakhir ini bermakna slr ( a – b ) dengan FPB ( r , s ) = 1 . Akibatnya ,


berdasarkan lemma Euclid , dapat disimpulkan bahwa s | ( a – b ) atau a = b ( mod
n
s ) . Karena n = ds atau s = 1 , maka dapat disimpulkan bahwa a = b ( mod ).
d

Teorema 4.4 Akibat 1

Jika ca ≡ cb ( mod n ) dan FPB ( c , n ) = 1 , maka a ≡ b ( mod n ) .

Bukti Teorema 4.4

Karena ca ≡ cb ( mod n ) dan FPB ( c , n ) = 1 , maka menurut Teorema atau a ≡ b


( mod n/1)

Teorema 4.5 Akibat 2


22
Jika ca ≡ cb ( mod p ) dan p ł c , dengan p adalah bilangan prima , maka a ≡ b
( mod p ).

Bukti Teorema 4.5

Karena pc dan p adalah bilangan prima , maka FPB ( p , c ) = 1 . Akibatnya ,


menurut Teorema 4.4 , dapat disimpulkan bahwa a = b ( mod p ) .

4.2 Uji Pembagian Bilangan Bulat

Salah satu penggunaan teori kongruensi adalah untuk menemukan syarat khusus
apakah suatu bilangan bulat habis dibagi oleh bilangan bulat yang lain . Penemuan syarat
uji pembagian bilangan bulat ini tergantung pada basis bilangan yang digunakan . Basis
bilangan yang biasa digunakan adalah basis 10. Oleh karena itu , berikut ini akan kita
pelajari tentang basis bilangan , cara mengubah dari satu basis ke basis lain dan
sebaliknya , serta uji pembagian bilangan bulat .

Teorema 4.6

Misalkan diberikan bilangan bulat b > 1. Sembarang bilangan bulat positif N dapat
ditulis secara tunggal dalam bentuk berikut

N = ambm. + am-1bm-1+... + a₂b² + a1b + a0

dengan koefisien 0 ≤ ak < b .

Teorema 4.7

m
Misalkan P (x) = ∑❑ CkXk adalah suatu fungsi polinom dalam X1, dengan
k=0

koefisien Ck adalah bilangan bulat . Jika a ≡ b ( mod n ) , maka P ( a ) = P ( b )


( mod n ) .

Teorema 4.8
23
Akibat Jika a adalah solusi dari P ( x ) ≡ 0 ( mod n ) dan a ≡ b ( mod n ) , maka b
juga adalah solusi .

Teorema 4.9

Misalkan

N = Am 10m+ am-110m-1 + ... +a110+ a0

adalah ekspansi bentuk desimal dari suatu bilangan bulat positif N , dengan 0 ≤ a k,
< 10 , dan misalkan S = a0 + a₁ + ... + am Berlaku 9 | N jika dan hanya jika 9 | S .

BAB V

KONGRUENSI LINEAR DAN SISTEM KONGRUENSI

5. 1 kongruensi linear

kongruensi linear yang palingsederhana bentuk ax≡( mod n). penyelesaian dari
kongruensi linear tersebuat adalah suatu bilangan bulat x 0 sehinga berlaku a x 0 ≡ b( mod
n).

Teorema 5.1

kongruensi linear ax≡( mod n).memiliki penyelesaian jika dan hanya jika d|b,
dengan d=FPB (a,n). jika d|b, kongruensi linear tersebut memiliki sebanyak d
solusi tak kongruen modulo n.
Bukti Teorema 5.1

n n n
Karena FPB ( , n)=¿ , maka menurut teorema 4.3 faktor dapat dihapus sehingga
d d d
diperoleh kongruensi t 1 ≡t 2 (mod n).yang bermakna d| t 1 −t 2.

Namaun, hal ini tak mungkin terjadi karena 0< t 2 −t 1 < d.

24
n
Sekarang akan dibuktikan bahwa solusi lain dari x 0 +( ¿ t adalah
d

Kongruen modulo n terdapat salahsatu bilangan bulat d yang didaftar

Di atas Algoritma pembagian membolehkan kita untuk menulis

t = qd + r, dengan 0≤ r ≤ d-1. Oleh karena itu :

n n
x 0 + t=¿ x 0 +¿ (qd+r)
d d

n
= x 0 +nq + r
d

n
≡( x ¿ ¿ 0+ r )¿ (mod n)
d

n
Dengan x 0+ t merupakan salahsatu solusi dari d buah solusi yang kita klaim di atas.
d

Berdasarkan teorema 5.1, secara eksplisit kita dapat mengatakan bahwa:

jika x 0 adalah sembarang solusi dari kongruensi linear ax≡( mod n), maka d=FPB (a,n)
solusi tak kongruennya adalah:

n n n
x 0, x 0 + +2( ), . …, x 0+ (d-1)( )
d d d

BAB VI

BILANGAN PRIMA

6.1 Teorema Fundamental Aritmetika

Defenisi 6.1

25
Suatu bilangan bulat p > 1 dinamakan bilangan prima atau prima, jika
pembagi (faktor) positifnya adalah 1 dan p saja. Suatu bilangan bulat yang lebih
dari 1 dan bukan prima dinmakan bilangan komposit.

Sebagai ilustrasi dari Defenisi 6.1, perhatikan misalnya bahwa 2, 3, 5, 7


adalah contoh dari bilangan-bilangan prima. Sedangkan 4, 6, 8, 9 adalah bilangan-
bilangan komposit. Perhatikan bahwa 2 merupakan satu-satunya bilangan prima
yang genap. Sementara itu, bilangan 1 bukan merupakan bilnagan prima, bukan
pulas bilangan komposit.

Teorema 6.1

Jika p adalah blangan prima dan p│ab, maka p│a atau p│b.

Bukti Teorema 6.1

Jika p│a , maka pembuktian selesai . Oleh karena itu , andaikan p┼a Karena
pembagi positif dari p adalah 1 dan p , maka FPB ( p , a ) = 1 ( Secara umum, FPB
( p , a ) = p atau FPB ( p , a ) = 1 bergantung apakah p│a atau p┼a ) . Dengan
demikian, berdasarkan lemma Euclid, dapat disimpulkan bahwa p | b.

Teorema 6.2 Akibat 1

Jika p adalah bilangan prima dan p│a1 , a2 , ... an’ , maka p│ak , untuk suatu k ,
dengan 1 ≤ k ≤ n.

Bukti Teorema 6.2

Untuk n = 1 , maka pernyataan jelas terbukti .

Untuk n = 2 , maka pernyataan sama persis dengan Teorema 6.1 .

Andaikan , sebagai hipotesis induksi , bahwa n > 2 dan bahwa ketika p membagi
hasil kali yang kurang dari n buah faktor , maka p membagi paling sedikit salah
satu faktornya .

26
Sekarang , misalkan p│a1 , a2 ... an’ maka menurut Teorema 6.1 haruslah p│an
atau p│a1a2 , ... an-1 . Jika p│an’ , maka bukti selesai . Jika p│a1 a2 ... an-1’ maka
hipotesis induksi menjamin bahwa p│ak , untuk suatu pilihan k , dengan 1 ≤ k ≤ n -
1. Pada sembarang kasus, p membagi salah satu dari bilangan bulat a1’a2’ ..., an .

Teorema 6.3 Akibat 2

Jika p, q1’ q2’ ... , qn adalah bilangan - bilangan prima dan p│q1q2 ... qn’ maka p = qk’
, untuk suatu k, dengan 1 ≤ k ≤ n.

Teorema 6.4

Setiap bilangan bulat positif n > 1 dapat dinyatakan sebagai hasil dari perkalian
bilangan - bilangan prima ; representasi ini tunggal , tanpa memperhatikan urutan
penulisan faktor - faktor primanya .

Teorema 6.5 Akibat

Sembarang bilangan bulat positif n > 1 dapat ditulis secara tunggal dalam bentuk
kanonik :

n = Pk21Pk22 ... Pkrr

untuk i = 1 , 2 , ... , r , setiap k1 merupakan bilangan bulat positif dan setiap p1 ,


merupakan bilangan prima , dengan p1< p2 < ... < pr’

6.2 Saringan Eratosthenes

Eratosthenes merupakan ahli dalam berbagai bidang ilmu , termasuk


bidang matematika . Pada masa hidupnya ( 276-194 SM ) ia dipandang sebagai
ilmuwan berbakat . Jika bukan yang nomor satu , ia nomor dua , hampir di semua
bidang . Ia adalah kepala perpustakaan di Alexandria negeri Mesir kuno . Salah
satu warisannya dalam teori bilangan adalah penemuan metode sederhana dalam
menentukan apakah suatu bilangan itu prima atau bukan . Teorema 6.6 berikut
berisi cara Eratosthenes dalam menentukan suatu bilangan itu prima atau bukan .
27
Teorema 6.6

Untuk setiap bilangan komposit a terdapat bilangan prima p, sehingga p│a dan p ≤
√a .

Eratosthenes menggunakan Teorema 6.6 untuk menentukan semua


bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan bulat n . Caranya adalah tuliskan
semua bilangan bulat mulai dari 2 hingga n secara berurut . Lalu , eliminasilah
bilangan - bilangan bulat yang merupakan kelipatan 2, kelipatan 3, kelipatan 5,
kelipatan 7, ..., hingga kelipatan bilangan prima kurang dari sama dengan √n .
Bilangan - bilangan bulat sisa hasil eliminasi merupakan bilangan bilangan prima .
Cara ini disebut saringan Eratosthenes .

Teorema 6.7

Terdapat tak hinga banyaknya bilangan prima.

Teorema 6.8

Jika pn adalah bilangan prima ke-n, maka pn ≤ 2 2n-1.

6.3 Konjektur Goldbach

Pada tahun 1742 Christian Goldbach mengirim surat kepada Leonhard


Euler . Dalam suratnya ia mengajukan konjektur yang isinya bahwa setiap
bilangan bulat genap dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan , baik
keduanya prima atau 1. Sebagai ilustrasi , perhatikan contoh - contoh berikut.

2=1+1

4=2+2=1+3

6=3+3=1+5

28
8=3+5=1+7

10 = 3 + 7 = 5 + 5

12 = 5 + 7 = 1 + 11

14 = 3 + 11 = 7 + 7 = 1 + 13

16 = 3 + 13 = 5 + 11

18 = 5 + 13 = 7 + 11 = 1 + 17

20 = 3 + 17 = 7 + 13 = 1 + 19

22 = 3 + 19 = 5 + 17 = 11 + 11

24 = 5 + 19 = 7 + 17 = 11 + 13 = 1 + 23

26 = 3 + 23 = 7 + 19 = 13 + 13

28 = 5 + 23 11 +17

30 = 7 + 23 11 + 19 = 13+ 17 = 1 + 29

32 = 3 + 29 = 13 + 19 = 1 + 31

Hingga kini konjektur ini belum mampu dibuktikan oleh para


matematikawan . Hal ini masih merupakan suatu penyelidikan . Selanjutnya kita
pelajari lebih lanjut konsep - konsep menarik lain terkait dengan bilangan prima .

Teorema 6.9 Lemma

Hasil kali dua atau lebih bilangan bulat dengan bentuk 4n + 1 adalah bilangan baru
yang bentuknya sama .

Teorema 6.10

Terdapat tak berhingga banyaknya bilangan prima dengan bentuk 4n + 3 .

29
Teorema 6.11 Dirichlet

Jika a dan b adalah dua bilangan bulat postif yang saling relatif prima, maka
barisan aritmetika berikut.

a, a + b, a + 2b, a + 3b, ...

memiliki tak hingga banyaknya bilangan prima.

Teorema 6.12

Jika semua suku ke n > 2 dari barisan aritmetika :

p, p + d, p + 2d, ..., p + (n - 1) d

adalah bilangan prima, maka beda barisan d habis dibagi setiap bilangan prima q <
n.

BAB VII
SERBA-SERBI TEORI BILANGAN

Bab VII ini membahas tentang 5 (lima) pokok bahasan tentang “Serba-Serbi Teori
Bilangan”, yaitu Teori Binomial, Fungsi Bilangan Bulat Terbesar, Kongruensi Tingkat
Tinggi, serta Sistem Residu Lengkap modulo n.
7.1 Teori Binomial
Teori binomial adalah suatu aturan untuk mengraikan bentuk (a + b)n, dengan n ≥
1 ke dalam penjumlahan suku-suku yang memuat a dan b. melalui proses perkalian dapat
diperiksa hasil-hasil berikut :
(a + b)1 = a + b

(a + b)2 = a2 + 2ab +b2

(a + b)3 = a3 + 3a2b + b3

(a + b)4 = a4 + 4a3b + 6a2b2 + 4ab3 + b4


Dan seterusnya.
30
Jika diamati, koefesien-koefisien hasil penguraian bentuk aljabar diatas
membentuk segitiga Pascal berikut.
1

1 1
1 2 1

1 3 3 1

1 4 6 4 1

…..

Berdasarkan pola yang terbentuk tersebut, maka dapat diduga bahwa berlaku :

(a + b)n= ( a+ b )= (n0 ) a +( n1)a


n n−1
()
n+ ¿ n a b +…+ n a b + n b
2
n−2 2

n−1
n−1

b ( )
n
()
Bentuk diatas dapat ditulis secara ringkas menjadi :

n
( a+ b ) =∑ n a n−k b k
n

k=0 k
()
Pembuktian dugaan tersebut dapat dilakukan dengan induksi matematika seperti
berikut.

Untuk n = 1, maka (a + b)1 = (10 ) a1−0

1 ()
b + 1 a b =a+b , yang
0 1−1 1
tentu saja

benar.

Andaikan aturan tersebut untuk n = m, maka :

m
(a +b) = ∑ m a b
m

k=0 k
m−k k
()
Untuk n = m + 1, maka :

(a + b)m+1 = (a +b)m (a + b) = a(a +b)m + b(a +b)m

Perhatikan bahwa :

31
m
a ( a+ b ) =a ∑ m am−k b k
m

k=0 k
()
m
=∑ m a
k=0 k
()
m−k+1 k
b

m
=a
m+1

k=1 k
()
+ ∑ m am −k+1 bk

Perhatikan pula bahwa :


m
b(a + b) = b ∑ m a b
m

j=0 j
m− j j
()
m
=∑ m a b
j=0 j
()
m− j j+1

m
=∑
k =1
(k m−1)a b
m-k+1 m+1

Dengan menjumlahkan hasil a(a + b)m dan b(a + b)m, maka diperoleh :

m m
(a + b)m+1 = am+1 + ∑ m a
k =1 k
m−k+1 k
()
b + ∑ n am-k+1bm+1
k =1 k −1
( )

[( ) ( )]
m
= a m+1 + ∑ m + m am-k+1bm+1
k=1 k k −1

m +1

k=0 k ( )
= ∑ m+1 am-k+1bk

Bentuk terakhir ini merupakan rumus untuk kasus n = m + 1. Dalam proses


pembuktian di atas, dapat menggunakan hubungan :

(mk )+( k−1 )(k)


m = m+ 1

Untuk membuktikan hubungan ini, perhatikan identitas :

1 1 m+1
+ =
k m−k +1 k ( m−k +1 )

32
m!
Jiks kedua ruas identitas tersebut dikali dengan 1 maka diperoleh :
( k−1 ) ⋅ ( m−k ) '

m! m! ( m+ 1 ) m !
+¿ =
k ( k−1 ) ! ( m−k ) ( k−1 ) ⋅ ( 1 ) ( m−k +1 ) k ( k−1 ) ! ( m−k ) ! ( m−k +1 )
1 n−k

Dapat ditulis sebgai berikut :

( m+1 ) ! m + m = ( m+1 ) !
( )( )
m! m!
+ = atau
k ! ( m−k ) ! ( k−1 ) ! ( m−k +1 ) ! k ! ( m−k +1 ) ! k k−1 k ! ( m−k +1 ) !

Contoh 7.1
Untuk n ≥ 1, buktikan identitas berikut!

(n0)+(n1 )+(n2 )+…+(nn )=2 n

Penyelesaian :
Berdasarkan teori binomial, dengan memilih a = b = 1, maka diperoleh :
n n
n

k=0 k
()
( a+ b ) =2n =∑ n 1n-k1k = ∑ n
k=0 k
()
= (n0)+(n1 )+(n2 )+…+(nn )
Jadi, ( ) + ( )+ ( )+…+ ( ) = 2
n n n n n
0 1 2 n

Contoh 7.2
Tentukan suku ke-7 dari (2x – y)10!
Penyelesaian :
Diketahui n = 10, a = 2x, dan b = y.

Koefisien suku ke-7 adalah ( ) 10 =


6
10 !
6 ! ( 10−6 ) !
=
10⋅ 9⋅ 8⋅ 7
4!
= 210

Suku ke-7 adalah 210 (2x)10-6(-y)6 = 210(2x)4(-y)6 = 3.360x4y6

7.2 Fungsi Bilangan Bulat Terbesar

33
Jika x bilangan real, maka ⌊ x ⌋ adalah bilangan bulat terbesar yang kurang dari
atau sama dengan x. sebagai contoh, ⌊ 6,54 ⌋ = 6 atau ⌊−3,45 ⌋ = -4.

7.3 Kongruensi Tingkat Tinggi


Kongruensi tingkat tinggi adalah permasalahan kongruensi yang non-linear,
meliputi kongruensi kuadrat, pangkat tiga dan seterusnya. Bentuk ax2 + bx + c ≡ (mod
n), dengan a ≢ 0 (mod n) dinamakan kongruensi kuadrat (derajat dua).

7.4 Sistem Residu Lengkap Modulo n


Suatu himpunan bilangan bulat dikatakan sebagai sistem residu lengkap modulo n
jka setiap bilangan bulat kongruen dengan salah satu anggota dari himpunan tersebut.
Pada pembagian bilangan bulat a oleh n ¿ 1, akan diperoleh hubungan :
a = qn + r, 0≤r¿n
Karena ada n pilihan untuk r, maka setiap bilangan bulat adalah kongruen modulo
n ke tepat salah satu bilangan 0, 1,2,3,…,n−¿ 1. Dengan demikian, himpunan {0,1,2,..,n
−¿1} merupakan sistem residu lengkap modulo n. lebih tepat dikatakan sebagai sistem
residu lengkap terkecil modulo n.
Berdasarkan penguraian di atas, dapat dikelompokkan bilangan bulat melalui
pembagian oleh suatu bilangan bulat positif n. sebgai contoh, misalkan untuk n = 4, maka
untuk sembarang bilangan bulat a, akan terdapat tepat satu bilangan bulat q sehingga a =
4q, a = 4q + 1, a = 4q + 2, atau a = 4q + 3.
Hal tersebut menyatakan bahwa bilangan bulat dapat dikelompokkan ke dalam
empat kelas partisi (himpunan saling lepas yang digabungkan akan membentuk himpunan
bilangan bulat ), yaitu :
{4q|q ϵ Z} = {…,−¿ 8, −¿4, 0, 4, 8, 12,…}
{4q + 1|q ϵ Z} = {…,−¿8, −¿3, 1, 5, 7, 13,…}
{4q + 2|q ϵ Z} = {…,−¿6, −¿2, 2, 6, 10, 14,…}
{4q + 3|q ϵ Z} = {…,−¿5, −¿1, 3, 7, 11, 15,…}
Perhatikan bahwa himpunan {0, 1, 2, 3} berisi semua kemungkinan sisi
pembagian suatu bilangan bulat oleh 4. Keempat partisi ini berturut-turut dapat ditulis
dengan konsep kongruensi sebgai berikut :
34
[0] = {kϵ Z|K ≡ 0 (mod 4)}
[1] = {kϵ Z|K ≡ 1 (mod 4)}
[2] = {kϵ Z|K ≡ 2 (mod 4)}
[3] = {kϵ Z|K ≡ 3 (mod 4)}
Tampak bahwa untuk setiap bilangan bulat akan tepat berada di dalam satu kelas
partisi [0], [1], [2] atau [3]. Dengan kata lain, setiap bilangan bulat akan selalu kongruen
dengan salah satu dari {0, 1, 2, 3} modulo 4. Himpunan {0, 1, 2, 3} dinamakan sistem
residu lengkap modulo 4.

C. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU

1. Kelebihan Buku
Kelebihan dari buku ini salah satunya adalah telah dilengkapi contoh soal,
teorema-teorema dan pembuktiannya, beserta jawaban disetiap soal yang ada dalam
buku tersebut. Sehingga pembaca tidak menjadi bingungjika penjjelasan yang
dijelaskan didalam buku kurang jelas. Apabila pembaca sudah paham dengan
membaca penjelasannya, maka akan lebih paham lagi jika melihat contoh serta
mengerjakan latihan yang telah tersedia, bahasa yang digunakan cukup mudah
dipahami, tidak mempersulit pembaca.
Buku “Dasar-dasar Teori Bilangan” yang ditulis oleh Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D
ini merupakan buku yang diterbitkan oleh YRAMA WIDYA, pada Agustus 2020.
Buku ini berisi topik mengenai dasar-dasar teori bilangan, baik itu dari segi kaidah-
kaidah teori bilangan,teorema-teorema, terdapat beberapa definisi, pembuktian, dan
selain itu buku ini dilengkapi dengan banyak contoh dan juga latihan tugas.
Penyusunan materi yang disajikan dalam buku ini cukup baik, dikarenakan adanya
berbagai teorema serta pembuktiannya, berbagai contoh dan penyelesaiannya yang
mudah dipahami, dan adanya simbol-simbol di setiap pembahasan materinya.
Buku ini menyajikan berbagai contoh soal dan penyelesaiannya, serta berbagai latihan
soal untuk melatih kemampuan pembaca dalam memahami materi yang telah
disajikan. Penyusunan buku ini juga sudah cukup baik, dimana banyaknya simbol dan
tanda baca yang menunjukkan materi tersebut. Buku ini terdiri dari 7 bab yang terdiri
35
dari 162 halaman, isinya terstruktur dengan sistematis dari yang paling dasar hingga
yang paling kompleks. Bahasa yang digunakan dalam buku ini juga cukup efisien dan
mudah di mengerti oleh para pembaca. Penyusunan buku ini juga rapi, dimana setiap
bab membahas secara rinci sesuai dengan judulnya.

2. Kelemahan Buku
Buku “Dasar-dasar Teoeri Bilangan” yang ditulis oleh Al Jupri, S.Pd., M.Sc.,
Ph.D. ini yang diterbitkan oleh YRAMA WIDYA pada Agustus 2020 ini juga
memiliki beberapa kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun materi yang
disajikan. Penyusunan materi sedikit panjang yaitu 162 halaman, sehingga membuat
pembaca sedikit sulit memahami isi buku, selain itu, ada beberapa simbol yang
kurang jelas di setiap materinya, yang membuat pembacanya sedikit mengalami
kesulitan dalam menguasai permaterinya.
Selain itu, setiap materi di buku ini juga memiliki beberapa definisi dan
teorema-teorema permaterinya, sehingga para pembaca harus bekerja lebih untuk
memahami setiap definisian teorema-teorema dari materi-materi tersebut.

D. PEMBAHASAN SOAL

1. Contoh 7. 25
Tentukan nilai m sehingga 28 +211+ 2m merupakan bilangan kuadrat sempurna.
Jawab
Dalam penyelesaian soal tersebut kita harus memperhatikan teorema faktorisasi
tentang kuadrat sempurna.
Langkah 1 : kita misalkan 28 +211+ 2m = n2 , sehingga :
m 2 8 11
2 =n −2 −2
36
= n2 −28 ¿ )
= n2 −28 . 9
= n2 −¿ ¿
= n2 −¿
=( n2 −48 ¿ ¿ n2 + 48 ¿
Langkah 2 : karena menurut teorema faktorisasi tunggal, maka ada bilangan bulat
tidak negatif s dan t, sehingga :
2 s
n −48 = 2 . m + 48
t
¿2 , s + t
¿n
Langkah 3 : Jadi :
2s + 48=2t −48
t s
2 −2 = 48+ 48
2t −2s = 96
s t
¿ 2 (2 −s−1)
= 225 x 3
Sehingga,
S = 5 dan t = 7
Maka , m = s + t = 12

Kajian Materi :
Soal diatas merupakan bagian Uji Pembagian Bilangan Bulat lebih tepatnya pada
Faktor Persekutuan Terbesar. Penyelesaian dilakukan dengan mencari faktorisasi dari
bilangan yang bersangkutan lalu diselesaikan dengan teorema 4.6.

Dimana bunyi dari teorema 4.6 adalah : Misalkan diberikan bilangan bulat b > 1.
Sembarang bilangan bulat positif N dapat ditulis secara tunggal dalam bentuk berikut
N = ambm. + am-1bm-1+... + a₂b² + a1b + a0
dengan koefisien 0 ≤ ak < b .

37
2. Contoh 7. 30
Buktikan bahwa ( 2 + √ 3 ¿1 + ( 2 - √ 3 ¿n selalu merupakan bilangan bulat untuk n
bilangan bulat positif.
Jawab
Dalam penyelesaian soal tersebut kita dapat menyelesaikannya menggukan prinsip
induksi matematika :
Langkah 1 : untuk n = 1, maka
(2+ √ 3 ¿1 + ( 2 - √ 3 ¿n = 4
Merupakan bilangan bulat, jadi pernyataan benar untuk n = 1.
Langkah 2 : jika k bilangan asli, asumsikan bahwa pernyataan benar untuk semua
bilangan asli m ≤ k, artinya
(2+ √ 3 ¿m + ( 2 - √ 3 ¿n
Suatu bilangan bulat untuk semua bilangan asli m ≤ k. Selanjutnya kita
akan membuktikan bahwa ( 2 + √ 3 ¿ k+1 + ( 2 - √ 3 ¿ k+1 juga bilangan
bulat. Namun ,
a k+1 +b k+1=(ak +b k ) ( a + b) - ab k −ba k
¿( ak +b k )( a + b) - ab (a ¿ ¿ k −1+b k−1) ¿
Dengan a = 2 + √ 3 dan b = 2-3. Dapat di uji langsung bahwa ab
bilangan bulat. Berdasarkan asumsi bahwa a k + bk ,a k−1 + b k−1, dan a + b
bilangan bulat maka a k+1 + b k+1 juga bilangan bulat.
Jadi, dapat di simpulakan bahwa ( 2 + √ 3 ¿1 + ( 2 - √ 3 ¿n benar
menggunakan prinsip induksi matematika.

Kajian Materi :

Kajian materi pada soal ini adalah berhubungan dengan teori prinsip induksi
matematika tentang teorema 1.2 : first principle of finiteinductian yaitu misalkan s
adalah himpunan bilangan bulat posistif dengan sifat-sifat berikut :

1. Bilangan bulat 1 adalah anggota dari s


2. Jika bilangan bulat k adalah anggotas, maka (k+1) haruslah anggota s
Akibatnya , s adalah himpunan semua anggota bilangan bulat positif.

38
3. Soal 7.38
Tunjukkan bahwa jika 10a + b habis dibagi 7, maka a - 2b juga habis dibagi 7.
Penyelesaian:
Karena 7|10a + b, maka 10a + b = 7n, untuk suatu bilangan bulat n.
Karena 10a + b = 7n, maka b = 7n - 10a.

Maka :
a-2b = a-2(7n-10a)
= a-14n+20a
= 21a-14n
= 7(3a-2n)
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa a - 2b merupakan kelipatan 7. Dengan
kata lain, a - 2b habis dibagi 7 atau 7 | a-2b.

Kajian Materi :
Soal ini merupakan bagian dari materi keterbagian, bilangan prima dan komposit.
 Bilangan prima adalah bilangan yang hanya mempunyai tepat 2 faktor positif,
yaitu satu dan dirinya sendiri. 
 Contoh bilangan bilangan prima itu adalah 1, 3, 5,7, 11 13, dst
 Dapat dilihat pada soal bahwa angka yang habis dibagi adalah 7 atau dapat
dikatakan dengan (modulo 7). Angka 7 ini merupakan bilangan prima dimana
bilangan 7 ini merupakan bilangan hanya bisa habis dibagi oleh bilangan 1
dan bilangan itu sendiri.

4. Contoh 7.48
Jika N = 7056 , tentukan banyaknya faktor positif dari N.
Penyelesaian:
Faktorisasi prima dari N adalah 7056 = 24 . 32 .7 2
Dengan demikian bentuk faktor dari N = 2ª . 3b . 7c dengan

39
a = 0, 1, 2, 3, 4; b = 0, 1, 2; c = 0, 1, 2.
Oleh karena itu, banyaknya faktor dari N adalah 5.3.3 = 45 buah bilangan.

Kajian Materi :
Pada soal di atas Jika N = 7056 , tentukan banyaknya faktor positif dari N.
Dari soal diatas termasuk dalam materi Menentukan Banyaknya Faktor Positif
Suatu Bilangan Asli. Cara menghitung banyaknya faktor positif dari sembarang
bilangan asli n dapat kita perumum sebagai berikut: bilangan asli n dapat kita
perumum sebagai berikut:

5. Contoh 7.55
tentukan bilangan prima p sehingga p2 +73 merupakan bilangan kubik.
Jawab
Jika p2 +73 merupakan bilangan kubik, maka kita dapat menulis p2 +73=n3, dengan
n bilangan bulat posistif. Jadi dapat di perhatikan bahwa :
2 3 3
p +7 =n
 p2=n 3−73
 p2=(n−7)¿ )
 p2=(n−7)¿ )
Untuk tiap bilangan bulat positif n, jelaslah bahwa :

40
N – 7 < n2 + 7+49
Agar bilangan p prima dengan p2 bilangan kuadrat, maka :
N – 7 = 1 atau n = 8
Akibatnya,
2 2
n +7 n+ 49=8 +7.8+49
= 64 + 56 49 = 169
Dengan demikian p = 13
Dapat disimpulkan bahwa agar p2 + 73 merupakan kubik , maka p=13

Kajian Materi
Kajian materi pada soal ini adalah berkaitan dengan dengan teorema 6.5, teorema
akibat pada bilangan prima yaitu ; sembarang bilangan bulat positif n < 1 dapat di
tulis secara tunggal daalam kanonik :
n = p1 , p2 .... pr
k1 k2 kr

untuk i = 1,2,...,r, k 1merupakan bilanagan bulat posistif, dan setiap p1merupakan


bilangan prima, dengan p1< p2<....< pr

41
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa critical


book merupakan kegiatan mengkritisi buku untuk mengetahui kelemahan buku, baik
dalam sistematika penulisan, penulisan bahasa, isi materi dan tampilan buku. Hal tersebut
dilakukan agar buku yg dikritik dapat direvisi agar menjadi lebih baik.
Buku tersebut sangat layak untuk dibaca karena termasuk dalam buku yang bagus.
Meskipun demikian, buku tersebut memiliki kelemahan yang membuat buku ini kurang
sempurna.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa critical book report ini masih terdapat banyak
kekurangan yang memadai dan masih perlu di sempurnakan. Dan apabila di dalam CBR
tersebut terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam pengetikan maupun dalam penyusunan,
maka saya sendiri memohon maaf atas kekurangan. Penulis juga menerima saran yang
membangun agar kritikan ini menjadi lebih baik lagi

42
DAFTAR PUSTAKA

Al Jupri, S.Pd.,M.Sc.,Ph.D. 2020 Dasar-Dasar Teori Bilangan, Bandung :YRAMA WIDYA

43

Anda mungkin juga menyukai