A. Pengantar
Pada setiap bilangan cacah a dan b jika dijumlahkan selalu terdapat elemen-
elemen tunggal (a+b) yang juga merupakan bilangan cacah. Hal ini dikatakan bahwa
sistem bilangan cacah bersifat tertutup terhadap penjumlahan. Tetapi tidak demikian
halnya dengan operasi pengurangan dan pembagian, misalnya:
6–4=2
6–6=0
15 : 5 = 3
Dengan kata lain, sistem bilangan cacah tidak tertutup terhadap operasi
pengurangan dan pembagian. Dengan alasan tersebut, maka dalam ilmu bilangan di
kembangkan sistem bilangan yang memungkinkan terjadinya sifat tertutup terhadap
operasi pengurangan dan pembagian yaitu sistem bilangan bulat.
Contoh:
(a+b) – c = (a – c) + b
Dalam sistem bilangan cacah, rumus ini berlaku dengan syarat a c, jika a, b
dan c bilangan cacah sedangkan dalam sistem bilangan bulat, rumus tersebut berlaku
tanpa syarat a c.
Contoh himpunan bilangan bulat : { ..., -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, ...} dan diberi
simbol dengan huruf besar Z.
Anggota-anggota dari { -1, -2, -3, ...} disebut bilangan-bilangan bulat negatif.
1
Definisi 1.
(-n) disebut lawan dari n (invers penjumlahan dari n), dan 0 disebut elemen
identitas terhadap penjumlahan.
Definisi 1 menyatakan bahwa untuk setiap bilangan bulat n ada dengan tunggal
bilangan bulat (-n) sedemikian hingga n + (-n) = (-n) + n = 0. Lawan dari (-n) adalah
– (- n), sehingga (- n) + {- (- n)} = {- (- n) + (-n)} = 0
Karena ( - n) + n = 0, dan mengingat ketunggalan dari n, maka {- (-n) } = n
Jadi lawan dari (-n) adalah n.
Menurut kamu apakah lawan dari 0?
Definisi 2.
Sistem bilangan bulat terdiri atas himpunan Z = { ..., -3,-2, -1, 0, 1, 2, 3, ...} dengan
operasi biner penjumlah (+) dan perkalian (x). Untuk a, b, dan c bilangan-bilangan
bulat sembarang. Sifat-sifat bilangan bulat adalah sebagai berikut:
1. Sifat tertutup terhadap penjumlahan
(a + b) Z
2. Sifat komutatif terhadap penjumlahan
a+ b = b + a
3. Sifat asosiatif penjumlahan
(a+b) + c = a + (b+c)
4. Sifat tertutup terhadap perkalian
(a x b) Z
5. Sifat komutatif perkalian
axb=bxa
6. Sifat asosiatif perkalian
a x ( b x c) = ( a x b) x c
7. Sifat distributif kiri perkalian terhadap penjumlahan
a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
8. Sifat distributif kanan perkalian terhadap penjumlahan
(a + b) x c = (a x c) + (b x c)
9. Untuk setiap a, ada dengan tunggal elemen 0 dalam Z sehingga a + 0 = 0 + a
=a
0 (nol) disebut dengan identitas penjumlahan.
10. Untuk setiap a, ada dengan tunggal elemen 1 dalam Z sehingga a x 1 = 1 x a
=a
1 (satu) disebut elemen identitas perkalian.
2
B. Penjumlahan Bilangan-Bilangan Bulat
(c + b) + a =0 ; invers penjumlahan
c = -(a + b)
3
Menurut definisi pengurangan a – b = k jika dan hanya jika a = b + k
a + (-b) = (b + k) + (-b) ; sifat penjumlahan pada kesamaan
= (k + b) + (-b) ; sifat komutatif penjumlahan
= k + (b) + (-b) ; sifat asosiatif penjumlahan
=k+0 ; invers penjumlahan
a + (-b) =k
k = a + (-b), ini menunjukkan bahwa ada bilangan bulat k sedemikian hingga
a – b = k.
Selanjutnya akan didefenisikan bahwa bilangan bulat k yang sama dengan a + (-b)
itu tunggal. Andaikan ada bilangan bulat n dengan n ≠ k sedemikian hingga a
= b + n. Karena a = b + k maka asosiatif penjumlahan dan invers penjumlahan maka
diperoleh bahwa n = k yang bertentangan dengan pengandaian. Jadi bilangan bulat k
tertentu dengan tunggal sehingga a = b + k.
Dengan demikian terbuktilah bahwa pengurangan bilangan-bilangan bulat
memiliki sifat tertutup. Jadi a – b = k = a + (-b).
Fakta ini menyatakan bahwa pengurangan suatu bilangan bulat dengan
bilangan bulat lain sama dengan penjumlahan bilangan bulat yang dikurangi dengan
lawan dari bilangan bulat pengurangnya. Sehingga definisi 3 dapat dituliskan bahwa
jika a dan b bilangan-bilangan bulat maka a – b = a + (-b).
Latihan:
1. Buktikanlah bahwa a – (-b) = a + b
2. Buktikanlah bahwa a – (b – c) = (a + c) – b
3. Buktikanlah bahwa (a – b) – (-c) = (a + b) – b
4. Buktikanlah bahwa a – b = (a – c) – (b – c)
Bukti:
a+c =b+c
(a + c) + (-c) = (b + c) + (-c) : sifat penjumlahan pada kesamaan
a + {c + (-c)} = b + {c + (-c)} : sifat asosiatif penjumlahan
4
a+0 =b+0 : invers penjumlahan
a=b
Perhatikan perkalian dua bilangan bulat berikut:
Misalkan a dan b adalah bilangan-bilangan cacah, sehingga a bilangan bulat positif
dan (-b) bilangan bulat negatif. Selanjutnya akan diperlihatkan bahwa:
(a) (-b) = - (ab)
Langkah 1. a x {b + (-b)} = a x 0 = 0 ; invers penjumlahan dan perkalian
bilangan cacah dengan nol.
Langkah 2. a x {b + (-b)} = (a x b) + a x (-b) ; sifat distributif kiri perkalian
terhadap penjumlahan
Langkah 3. (a x b) + { a x (-b)} = 0 ; sifat transitif dari kesamaan-kesamaan
pada langkah-lngkah 1 dan 2.
Langkah 4. (a x b) + {- (a x b)} = 0 ; sifat invers penjumlahan
Langkah 5. (a x b) + { a x (-b)} = (a x b) + { - (a x b)} ; sifat transitif dari kesamaan-
kesamaan pada langkah-langkah 3
dan 4.
Langkah 6. a x (-b) = - (a x b) ; sifat kanselasi (penghapusan) dari
penjumlahan
Mengingat bahwa perkalian bilangan-bilangan bulat bersifat komutatif,
a x (-b) = (-b) x a dan a x (-b) = - (a x b) maka (-b) x a = - (a x b) = - (b x a).
Demikian pula jika a = 0, maka:
0 x (-b) = - (0 x b) = - 0 = 0 dan (-b) x 0 = - (b x 0) = -0 = 0
Perhatikan contoh berikut:
Buktikan bahwa (-a) {b + (-c)} = ac – ab
Bukti:
(-a) {b + (-c)} = (-a) (b) + (-a) (-c) ; sifat distributif perkalian penjumlahan
= - (ab) + ac
= ac + {- (ab)}
= ac – ab
5
Definisi 4
Jika a, b dan c bilangan bulat dengan b ≠ 0, maka a : b = c jika dan hanya jika
a = bc.
Hasil bagi bilangan-bilangan bulat (a : b) ada (yaitu suatu bilangan bulat) jika dan
hanya jika a kelipatan dari b. Sehingga untuk setiap bilangan bulat a dan b, hasil bagi
(a : b) tidak selalu ada (merupakan bilangan bulat). Oleh karena itu pembagian
bilangan-bilangan bulat tidak mempunyai sifat tertutup.
Mengingat bahwa (-a) (b) = (a) (-b) = - (ab) dan definisi 4 menjadi:
1) – (ab) : a = (-b) dan
2) – (ab) : b = (-a) dan
3) – (ab) : (-a) = b dan
4) – (ab) : (-b) = a
Demikian pula karena (-a) (-b) = ab, maka:
5) ab : (-a) = (-b) dan
6) ab : (-b) = (-a)
Soal-soal
Apabila a, b, c, k, l dan m bilangan-bilangan bulat, maka buktikanlah bahwa:
1. {(-a) : b} x (-c) = a : (b x c)
2. {(-a) : b}: (-c) = (a : c) :b
3. (-c) (a : b) = (-a) : (b : c)
6
BAB II
PRINSIP PEMBUKTIAN
A. Induksi Matematik
Contoh 2.1:
1
1+2+3+. ..+n= n (n+1 )
2 , untuk setiap bilangan asli n.
Benarkah pernyataan diatas? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat mencoba
dengan mensubstitusikan n dalam pernyataan itu dengan sembarang bilangan asli.
1
1= .1 (1+1)
Apabila n = 1, maka pernyataan itu menjadi 2 , atau 1 = 1 (diperoleh
pernyataan yang benar).
1
1+2= . 2 (2+1)
Apabila n = 2, maka pernyataan itu menjadi 2 , atau 3 = 3 (diperoleh
suatu pernyataan yang benar)
1
1+2+3= . 3 (3+1 )
Apabila n = 3, maka pernyataan itu menjadi 2 , atau 6 = 6
(suatu pernyataan yang benar pula).
Kamu dapat melanjutkannya untuk n = 4 ; 5 ; atau bilangan asli lainnya dan akan
selalu memperoleh pernyataan yang bernilai benar. Menurut kamu, apakah dengan
memberikan beberapa contoh dengan mensubstitusi diperoleh pernyataan-pernyataan
yang benar, sudah memberikan bukti tentang kebenaran pernyataan diatas?
Dalam matematika, pemberian beberapa contoh seperti itu bukan merupakan
bukti dari kebenaran suatu pernyataan yang berlaku dalam himpunan semestanya.
Pernyataan pada contoh di atas, himpunan semestanya adalah himpunan semua
bilangan asli. Apabila kita dapat memberikan contoh untuk tiap bilangan asli n pada
pernyataan tersebut dan masing-masing memperoleh pernyataan yang benar, maka
7
hal tersebut dapat merupakan bukti kebenaran dari pernyataan itu. Tetapi hal ini
tidak efisien dan tidak mungkin kita lakukan, karena banyaknya anggota himpunan
bilangan asli ada tak berhingga.
Lalu bagaimana cara membuktikan pernyataan tersebut?
Salah satu caranya ialah memandang ruas pertama dari pernyataan itu sebagai deret
aritmatika dengan suku pertama a = 1, bedanya b = 1, suku terakhirnya ialah U n = n
dan memiliki n buah suku. Maka jumlah deret itu adalah:
1
S n = n ( a+U n )
2
1
= n (1+n )
2
1
= n ( n+1)
2
Perhatikan ruas kedua dari pernyataan di atas, itulah yang akan dibuktikan.
8
Sekarang kita akan menerapkan langkah-langkah pembuktian dengan induksi
matematik. Untuk membuktikan pernyataan pada contoh 1.1 di atas kita gunakan
induksi matematik.
Contoh 2. 2 :
1
1+2+3+. ..+n= n (n+1 )
Buktikan bahwa 2 untuk setiap bilangan asli n.
1
1+2+3+. ..+n= n (n+1 )
Bukti : Misalkan p(n) menyatakan 2
1
1= 1 (1+1)
Langkah (1) : p(1) adalah 2 , yaitu 1 = 1, jelas benar.
Langkah (2) : Diasumsikan bahwa p(k) benar untuk suatu bilangan asli k, yaitu
1
1+2+3+. ..+k = k ( k +1)
2 benar.
Selanjutnya harus ditunjukkan bahwa p(k+1) benar, yaitu
1
1+2+3+. ..+k +(k +1 )= (k +1) (k +2)
2
Hal ini ditunjukkan sebagai berikut:
9
Contoh 2.3 :
10
1 + 3 + 5 + ... + (2k – 1) + (2k + 1) = k2 + 2k + 1 = (k + 1)2
Sehingga p(k + 1) benar.
Jadi p(n) benar untuk setiap bilangan asli n.
Notasi (Sigma)
Jumlahan untuk bilangan-bilangan yang teratur dapat ditulis lebih singkat
dengan menggunakan notasi (sigma). Berikut ini konsep, prinsip dan contoh-
contoh pengunaan notasi .
n
∑ k =1+2+3+.. .+n
k =1
n
∑ (2 k −1)=1+3+5+.. .+(2 n−1)
k =1
n n
∑ ck =c ∑ k
k =1 k=1 dengan c suatu konstanta.
n n n
∑ ai +∑ b i=∑ (ai +b i )
i −1 i =1 i =1
n
∑ d =d +d +d +. ..+d =nd
i =1 ,
n suku
Contoh 2.4 :
5
∑ k =1+2+3+4 +5=15
1. k =1
7 7
∑ 6 i=6 ∑ i=6( 1+2+3+5+ 6+7 )=168
2. i =1 i=1
6
∑ 10=10+10+10+10+10+10=60
3. t =1
3 3 3
∑ 3 k +2 =3 ∑ k+ ∑ 2k =3(1+2+3+)+(21 + 22 +23 )=32
k
4. k =1 k =1 k =1
11
Contoh 2.5 :
n
∑ (3 k −2)= 12 (3 n2 −n )
Buktikan bahwa k =1 untuk setiap bilangan asli n.
n
∑ (3 k −2)= 12 (3 n2 −n )
Bukti : Misalkan p(n) menyatakan k =1
1
∑ (3 k −2)= 12 (3 .12−1)
Langkah 1. p(1) adalah k =1
1
3 .1−2= (3 . 12−1 )
2
1=1
Contoh 2.6
Buktikan bahwa n2 2n , untuk setiap bilangan asli n 4.
Bukti :
Misalkan p(n) adalah n2 2n.
Langkah 1. p(4) adalah 42 24 , maka p(4) benar.
Langkah 2. Misalkan p(k) benar untuk suatu bilangan asli k 4 , yaitu k2 2k , dan
harus ditunjukkan bahwa p(k+1) benar, yaitu (k+1)2 2k+1 .
12
Hal ini ditunjukkan sebagai berikut.
(k + 1)2 = k2 + 2k + 1 < 2k2 2. 2k = 2k+1 .
Jadi p(k+1) benar.
Sehingga dari langkah (1) dan (2) dapat disimpulkan bahwa n2 2n benar, untuk
setiap bilangan asli n 4.
Rangkuman
Induksi matematik merupakan salah satu metode pembuktian yang absah
dalam matematika. Meskipun namanya induksi matematik, namun metode ini
merupakan penalaran deduktif. Pembuktian dengan induksi matematik berkenaan
dengan pembuktian pada pernyatan-pernyataan yang semestanya semua bilangan
asli.
Misalkan pernyataan : “p(n) adalah suatu proposisi yang berlaku untuk setiap
bilangan asli n”. Pembuktian kebenaran dari pernyataan ini dengan menggunakan
induksi matematik mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
Langkah (1) : Ditunjukkan bahwa p(1) benar.
Langkah (2) : Diasumsikan bahwa p(k) benar untuk suatu bilangan asli k >1, dan
ditunjukkan bahwa p(k+1) benar.
Apabila kedua langkah tersebut berhasil, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa p(n) benar untuk setiap bilangan asli n. Langkah (1) disebut basis (dasar)
induksi dan langkah (2) disebut langkah induksi.
Basis induksi tidak mesti diambil n = 1, tetapi diambil sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi atau pernyataan yang ingin dibuktikan. Misalkan akan
dibuktikan bahwa p(n) berlaku untuk setiap bilangan asli n t. Maka langkah-
langkah pembuktiannya dengan induksi matematik sebagai berikut:
Langkah (1) : ditunjukkan bahwa p(t) benar.
Langkah (2) : Diasumsikan bahwa p(k) benar untuk suatu bilangan asli k t, dan
ditunjukkan bahwa p(k+1) benar.
Apabila kedua langkah ini berhasil, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
p(n) benar untuk setiap bilangan asli n t.
13
Dalam pembuktian dengan induksi matematik, kita tidak boleh mengabaikan
langkah (1), yaitu basis induksi, sebab ada kemungkinan kita mendapatkan
kesimpulan yang salah.
Latihan 2.1
1. Buktikanlah bahwa untuk setiap bilangan asli n berlaku
n ( n+1) (2 n+1 )
12 +22 + 32 +. ..+n2=
6
2. Buktikan bahwa 7n – 2n selalu terbagi habis oleh 5, untuk setiap bilangan asli n.
3. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan asli n berlaku
4 + 10 + 16 + ... + (6n – 2) = n (3n + 1)
1
1. 2+2 .3+3 . 4 +.. .+n( n+1)= n (n+1 ) (n+2)
4. Buktikanlah 3 untuk setiap bilangan
asli n.
1
12 +32 +52 +. ..+(2 n−1 )2= n (4 n2 −1)
5. Buktikan 3 untuk setiap bilangan asli n.
6. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan asli n berlaku :
1 1 1 1 n
+ + +.. .+ =
1 . 2 2. 3 3 . 4 n (n+1) n+1
3 3 3 3 2
7. Buktikanlah bahwa 1 +2 +3 +. . .+n =(1+2+3+. . .+n) untuk setiap bilangan
asli n.
14
B. TEOREMA BINOMIAL
( ) (n−rn )!! r !
n
C( n ,r )= =
r
Contoh 2.7
1. Misalkan ada 5 obyek, yaitu a, b, c, d dan e. Apabila dari 5 obyek ini diambil 3
obyek, maka banyaknya cara pengambilan 3 obyek tersebut adalah :
( )= 2 5! 3! ! = (2.5.1)4.(3.2.
5
3. 2.1
=10
3 1) cara
Sepuluh cara pengambilan itu adalah abc, abd, abe, acd, ace, ade, bcd, bce, bde
dan cde.
2. Misalkan dalam suatu kotak terdapat 3 kelereng merah dan 4 kelereng putih.
Apabila kita mengambil 3 kelereng merah dari dalam kotak tersebut, maka
banyaknya cara pengambilan ada :
( )= 0 !.3 !3 ! = 1.3.2.1
3
3.2.1
=1
3 cara
Tetapi, jika kita mengambil 3 kelereng dari dalam kotak itu, maka banyaknya cara
pengambilan ada :
()
7
7! 7.6 .5.4 ! 7.6.5
= = = =35
3 4 !. 3 ! 4 !.3.2.1 3.2.1 cara
Namun jika kita mengambil 4 kelereng dari dalam kotak tersebut, maka
banyaknya cara pengambilan ada :
( )= 3 !.7 !4 ! =3.2.1.
7
7 .6.5.4 ! 7 .6.5
= =35
4 4 ! 3 .2.1 cara
Sekarang coba kamu perhatikan pola berikut:
15
() ()
1 1
1
( a+ x ) = a+ x
0 1
() () ()
2 2 2
2 2
( a+ x ) = a+ ax+ x2
0 1 2
() () () ()
3 3 3 3
3 3 2 2
( a+ x ) = a + a+ ax + x3
0 1 2 3
() () () () ()
4 4 4 4 4
4 4 3 2 2 3
( a+ x ) = a + a x+ a x + ax + x4
0 1 2 3 4
..................................................................
() () () () ( )x
n n n n n
( a+ x )n = an + an−1 x + an−2 x 2 +. . .+ a n−k x k +.. .+ n
0 1 2 k n
()
n
n!
C( n ,r )= =
r (n−r ) !. r !
Kita dapat memahami bahwa:
( )= r !.(n−r)
n
n!
n−r !
Jadi,
() ( )
n n
=
r n−r
Teorema 2.1
() ( )
n n
=
Jika r n, maka r n−r
Teorema di atas sering disebut sifat simetrik dari koefisien binomial. Sifat ini
membantu kita untuk menghitung lebih mudah nilai suatu kombinasi.
Contoh 2.8
16
( )=( )=202..119 =190
20 20
1. 18 2
2. 27 3
Teorema 2.2
Jika x dan r bilangan-bilangan asli dengan k > r, maka :
( )+( )=( )
k k k +1
r−1 r r
Coba kamu buktikan sendiri sebagai latihan!
Teorema 2.3 (Teorema Binomial)
( ) ( )a=1+a
1 1
( 1+ a )1 = +
Langkah (1). Untuk n = 1, maka 0 1 , benar.
Langkah (2). Diasumsikan bahwa pernyataan benar untuk n = k, yaitu :
[( ) ( ) ( ) ( ) a ] ( 1+a )
k k k k
= + a+ a 2 +. ..+ k
0 1 2 k
[ ] [ ] [ )+( )] a +( ) a
=( )+ ( )+ ( ) a+ ( ) +( ) a +. . .+ (
k k k k k k k k
2 k k +1
0 0 1 1 2 k−1 k k
=( ) +( )a+ ( ) a + .. .+( ) a + ( ) a
k +1 k +1 k +1 k +1 k +1
2 k k +1
0 1 2 k k +1
Dari langkah (1) dan (2) dapat disimpulkan bahwa teorema terbukti benar untuk
setiap bilangan asli n.
17
Koefisien-koefisien a pada ruas kanan pada teorema 2.3 di atas disebut koefisien
binomial.
Contoh 2.9
()
12
12. 11. 10
= =660
1. Koefisien x9 dari penjabaran (1+x)12 adalah 9 3 . 2. 1
()
11
11. 10. 9
= =165
2. Koefisien x8 dari uraian (x+1)11 adalah 3 3 . 2. 1
Apabila pada teorema binomial tersebut a = 1, maka diperoleh kesamaan
() () () () () ()
n n n n n n
n
( 1+ 1) = + + + +. ..+ +. ..+
0 1 2 3 k n
() () () () () ()
n n n n n n
2n = + + + +.. .+ +.. .+
0 1 2 3 k n
( )( )
n k
n! k!
= .
k m (n−k )! k ! (k−m)! m !
n! (n−m )!
= .
(n−m)!. m ! (n−m−k +m)!(k −m)!
( )( )
n n−m
=
m k−m
Rumus yang diperoleh ini dinyatakan sebagai teorema berikut ini.
Teorema 2.5
Jika n, m dan k bilangan-bilangan asli dengan n > k > m, maka:
18
( )( ) ( )( )
n k n n−m
=
k m m k −m
Untuk memperjelas makna dari teorema ini, perhatikanlah contoh berikut ini:
Contoh 2.10
Suatu perkumpulan terdiri dari 15 orang. Akan dibentuk suatu pengurus dari
perkumpulan tersebut yang terdiri 5 orang dan 2 orang di antaranya sebagai
pengurus inti. Maka banyaknya pilihan pengurus itu adalah:
( )( ) ( )( )( )( )
15 5
15 ! 5! 15.14 . 13.12 .11 5.4
= = =30030
5 2 10 !.5 ! 3 !.2 ! 5. 4.3.2 .1 2. 1
Pemilihan tersebut dapat pula dilakukan dengan memilih 2 orang pengurus
inti dari 15 orang dan selanjutnya untuk melengkapi pengurus itu dipilih 3 orang
daari 13 orang (yang 2 orang telah terpilih sebagai pengurus inti). Maka banyaknya
pilihan pengurus ini adalah:
2 3
( ) ( )=( )( )
15 5 15 13
() ( )
n n−1
k =n
k k −1
Teorema 2.6
() ( )
n n−1
k =n
k k −1
19
Teorema 2.7
a) 0 1 2 3 r r
() ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
k k +1 k +2 k +3 k +r k +r+1
+ + + +.. .+ =
b) k k k k k k
Buktikanlah teorema 2.6 dan teorema 2.7 di atas sebagai latihan. (gunakan induksi
matematik)
Contoh 2.11
()
n+3
()
k
k! 3 !k !
(k−2)(k−1) k = = =3!
(k−3)! (k−3)! 3 ! 3
Maka jumlahan pada ruas kiri dalam soal tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
() () () ( ) [( ) ( ) ( ) ( )]
3 4 5 n 3 4 5 n
3! +3 ! +3 ! +. ..+3 ! =3 ! + + +. ..+
3 3 3 3 3 3 3 3
Contoh 2.12
Buktikanlah bahwa
( )( )
n+1 n+1
2 2 2 2 2
1 +2 + 3 + 4 + .. .+n =2 +
3 2
Penyelesaian:
Perhatikan bahwa k2 dapat ditulis sebagai k2 = k (k – 1) + k
Sehingga ruas kiri dari soal tersebut dapat ditulis sebagai
(1.0 + 1) + (2.1 + 2) + (3.2 + 3) + (4.3 + 4) + ... + (n (n – 1) + n)
20
= (2.1 + 3.2 + 4.3 + ... + n (n – 1) + (1 + 2 + 3 + 4 + ... + n)
(( ( ) ( ) ( ) ( )) (( ) ( ) ( ) ( )))
2 3 4 n 1 2 3 n
2 +2 +2 +. ..+2 + + + + .. .+
2 2 2 2 1 1 1 1
=
( )( )
n+1 n+1
2 +
= 3 2
Contoh 2.13
() () () ( ) ( ) ( )+. ..=2
n n n n n n
n−1
+ + +. ..= + +
Buktikanlah bahwa 0 2 4 1 3 5
Penyelesaian:
() () () () ()
n n n n n
k n
− + +. ..+(−1 ) +.. .+(−1) =(1−1 )n
0 1 2 k n
0 2 4 1 3 5
Selanjutnya, mengingat teorema 2.4 diperoleh
() () () ( ) ( ) ( )+. ..=2
n n n n n n
n−1
+ + +. ..= + +
0 2 4 1 3 5
Rangkuman
()
n
n!
C( n ,r )= =
r (n−r ) !. r !
( )= ( )
n n
n, maka r n−r
2. Jika r
21
3. Jika k dan r bilangan-bilangan asli dengan k > r, maka
( )+( )=( )
k k k +1
r−1 r r
4. Teorema Binomial
( )( ) ( )( )
n k n n−m
=
k m m k −m
() ( )
n n−1
k =n
k k −1
22
( )+( )+( )+( )+ .. .+( )=( )
k k +1 k +2 k +3 k +r k +r+1
(a )
0 1 2 3 r r
k k k k k k
Latihan 2.2
( )
n+1
1. Tunjukkanlah bahwa 1+2+3+4 +.. .+n=
2
2. Buktikan bahwa untuk n ≥1, berlaku ( )=( ) bila dan hanya bila n suatu bilangan
n n
k k +1
1
gasal dan k = (n−1).
2
( ) ( )
n−1 n
3 . Buktikanlah bahwa n =(k +1)
k k +1
5. Hitunglah : 1 3 5
n
∑ 12(k −1) k ( k +1)
6. Hitunglah k=1
23
BAB III
KETERBAGIAN
A. Relasi Keterbagian
Semesta pembicaraan dalam Teori Bilangan adalah himpunan semua
bilangan bulat. Bilangan-bilangan bulat dinyatakan dengan huruf-huruf latin kecil a,
b, c, ..., m, n, dan sebagainya yang dapat bernilai positif atau nol. Namun banyak
pembahasan dalam Teori Bilangan yang semesta pembicaraannya terbatas pada
himpunan semua bilangan asli.
Definisi 3.1
Bilangan bulat a membagi (habis) bilangan bulat b ditulis aﺍb, jika dan hanya
jika ada bilangan bulat k sedemikian hingga b = ka. Jika a tidak membagi (habis) b,
maka ditulis a b.
Contoh 3.1
5 30 ﺍ, karena ada bilangan bulat, yaitu 6 sedemikian hingga 5.6 = 30
7 21- ﺍ, sebab ada bilangan bulat, yaitu -3, sedemikian hingga 7.(-3) = -21
(-6) 24 = )4-( ﺍ
8 27, sebab tidak ada bilangan bulat k, sedemikian hingga 8k = 27
Bilangan bulat k pada definisi 3.1 tersebut adalah tunggal, sebab apabila ada
bilangan bulat m selain k sedemikian hingga:
b = ma dan b = ka
maka ma = ka
sehingga m=k
24
Jika a = 0 dan b ≠ 0, maka tidak ada bilangan k yang memenuhi b = ka. Tetapi, jika a
= 0 dan b = 0, maka terdapat takhingga bilangan bulat k yang memenuhi b = ka.
Untuk seterusnya istilah “membagi habis” dan “terbagi habis” berturut-turut
disingkat menjadi “membagi” dan ”terbagi”, “a membagi b” dan b” terbagi a”
keduanya disimbolkan dengan “a ﺍb”. Istilah-istilah lain yang mempunyai arti sama
dengan a ﺍb adalah “a ialah faktor dari b”, “a ialah pembagi dari b” atau “b ialah
komplemen (sekawan) dari a, atau dengan singkat dikatakan bahwa a dan k adalah
pembagi-pembagi sekawan (komplementer) dari b.
Teorema 3.1
Teorema 3.2
Jika a ﺍb maka a ﺍmb, untuk setiap bilangan bulat m.
Bukti:
Apabila a ﺍb, yaitu a
membagi habis b, maka a membagi habis setiap kelipatan b, yaitu a ﺍmb untuk setiap
bilangan bulat m.
Teorema 3.3
Apabila a ﺍb dan a ﺍc, maka a ( ﺍb + c), a ( ﺍb – c) dan a ﺍbc.
Bukti:
Apabila a ﺍb dan a ﺍc, menurut definisi 3.1 maka diperoleh b = ka dan c = ma untuk
bilangan-bilangan bulat k dan m. Dari dua kesamaan ini dapat diperoleh bahwa:
(1) b + c = (k + m)a berarti a ( ﺍb + c)
(2) b – c = (k – m)a berarti a ( ﺍb – c) dan
(3) bc = (kma)a berarti a ﺍbc
25
Teorema 3.4 (Sifat Linieritas)
Apabila a ﺍb dan a ﺍc maka a ( ﺍmb + nc) untuk setiap bilangan bulat m dan n.
Bukti:
Karena a ﺍb dan a ﺍc, menurut teorema 3.2 maka a ﺍmb dan a ﺍnc untuk setiap
bilangan-bilangan bulat m dan n. Selanjutnya, menurut teorema 3.2 maka a ( ﺍmb +
nc).
Teorema 3.5
(1) a ﺍa untuk setiap bilangan bulat a (sifat reflektif)
(2) Jika a ﺍb maka ma ﺍmb untuk setiap bilangan bulat m.
(3) Jika ma ﺍmb dengan m ≠ 0, maka a ﺍb.
(4) 1 ﺍa dan a 0 ﺍ
(5) Jika 0 ﺍa maka a = 0
Rangkuman
26
4. Jika a ﺍb dan a ﺍc maka a ﺍmb + nc, untuk sembarang bilangan bulat m dan
n. (sifat linieritas)
5. a ﺍa untuk setiap bilangan bulat a (sifat reflektif).
6. Jika a ﺍb maka ma ﺍmb untuk setiap bilangan bulat m
7. Jika ma ﺍmb dengan m ≠ 0, maka a ﺍb.
Latihan 3.1
1. Buktikan bahwa jika a ﺍb, maka a ﺍmb untuk setiap bilangan bulat m.
2. Jika a ﺍb, tunjukkan bahwa (-a) ﺍb, a ( ﺍ-b) dan (-a) . (-b).
4. Benarkah pernyataan : jika a ( ﺍb – c) maka a ﺍb atau a ﺍc. Berilah alasan!
5. Buktikanlah bahwa hasil kali dua bilangan bulat berurutan selalu terbagi oleh 2.
6. Buktikanlah bahwa hasil kali tiga bilangan bulat berurutan selalu terbagi oleh 6.
7. Hasil kali tiga bilangan bulat berurutan selalu terbagi oleh 3. Buktikanlah!
27
B. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Definisi 3.2
Jika a dan b adalah bilangan-bilangan bulat, maka bilangan bulat d disebut faktor
persekutuan dari a dan b jika d ﺍa dan d ﺍb.
Karena 1 adalah pembagi (faktor) dari setiap bilangan bulat maka 1 adalah
faktor persekutuan dari dua bilangan bulat sembarang a dan b. Jadi himpunan faktor
persekutuan dari a dan b tidak pernah kosong.
Setiap bilangan bulat kecuali nol selalu membagi nol, sehingga jika a = b = 0,
maka setiap bilangan bulat merupakan faktor persekutuan dari a dan b. Dalam hal
ini, himpunan semua faktor persekutuan bulat positif dari a dan b merupakan
himpunan tak hingga.
Apabila sekurang-kurangnya satu dari a dan b tidak sama dengan nol, maka
himpunan semua faktor persekutuan bulat positif dari a dan b merupakan himpunan
berhingga. Sehingga mesti ada anggota dari himpunan tersebut yang terbesar dan
disebut faktor persekutuan terbesar (FPB) dari a dan b.
Definisi 3.3
Jika a dan b bilangan-bilangan bulat yang sekurang-kurangnya satu di antaranya
tidak sama dengan nol, maka faktor persekutuan terbesar (FPB) dari a dan b diberi
simbol “(a,b)” adalah suatu bilangan bulat positif, misalnya d, yang memenuhi:
(i) d ﺍa dan d ﺍb, serta
(ii) jika e ﺍa dan e ﺍb, maka e d
28
Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa jika (a,b) = d, maka d 1. Dan apabila
ada faktor persekutuan lain, misalnya e, maka e d.
Contoh 3.1
Faktor-faktor bulat positif dari – 12 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 12.
Faktor-faktor bulat positif dari 30 adalah 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30.
Maka faktor-faktor persekutuan yang positif dari – 12 dan 30 adalah 1, 2, 3,
6. Jadi faktor persekutuan terbesar dari – 12 an 30 adalah 6, atau dapat ditulis
secara singkat sebagai (-12, 30) = 6
Selanjutnya dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa (-5, 5) = 5 ; (8, 15) =
1; (8, -36) = 4 ; (-6, -42) = 6
Perhatikan bahwa (30, 105) = 15 dan (30:15, 105:15) = (2, 7) = 1.
Teorema 3.6
Jika (a,b) = d, apakah (a:d, b:d) = 1
Bukti:
Misalkan (a : d, b : d) = c, maka c 1 dan c ( ﺍa : d) dan c ( ﺍb : d).
c ( ﺍa : d) maka ada bilangan bulat m, sehingga a : d = mc atau a = mcd.
c ( ﺍb : d) maka ada bilangan bulat n, sehingga b : d = nc atau b = ncd
karena a = mcd dan b = ncd, maka cd adalah faktor persekutuan dari a dan b. Karena
(a, b) = d, maka cd d, yaitu c 1, sebab d suatu bilangan bulat positif. Karena c 1
dan c 1, maka c = 1.
Apabila a dan b dua bilangan bulat positif dengan (a,b) = 1, maka dikatakan
bahwa a dan b saling prima atau a prima relatif terhadap b.
Misalkan a dan b dua bilangan bulat dengan a > 0, maka b dibagi oleh a akan
memberikan hasil bagi dan sisa pembagian.
29
Bukti:
Dibentuk himpunan S = {b – xa ﺍx bilangan bulat dan b – xa 0}.
S bukan himpunan kosong, sebab jika x = - |b| dan karena a > 0, maka (b – xa) S.
Karena S beranggotakan bilangan-bilangan bulat tak negatif berbentuk (b – xa),
maka S pasti memiliki anggota terkecil, misalkan r.
Sesuai dengan bentuk anggota dari S, maka r = b – qa, untuk suatu bilangan
bulat q dan r 0. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa r < a.
Andaikan r a, maka r = a + k dengan k 0. Jadi k = r – a, karena r = b – qa,
maka k = b – qa – a = b – (q + 1) a. Ini berarti bahwa k adalah suatu anggota dari S.
Tetapi 0 k = r – a < r. Hal ini tidak mungkin, karena r adalah bilangan bulat tak
negatif yang terkecil dalam S. Oleh karena itu, pengandaian tersebut harus diingkar.
Jadi r < a, sehingga ada q dan r sedemikian sehingga b = qa + r dengan 0 r < a.
Selanjutnya kita akan menunjukkan ketunggalan dari q dan r. Misalkan bahwa b
mempunyai dua representasi, yaitu:
b = aq + r = aq’ + r’ dengan 0 r < a dan 0 r’ < a.
Maka r – r’ = a (q – q’).
30
b=a q + r dengan 0 ≤ r <|a|
'
Teorema 3.7
Jika b = aq + r, maka (b, a) = (a, r)
Bukti:
Misalkan (b, a) = d dan (a, r) = c, maka kita akan menunjukkan bahwa c = d. Karena
(b, a) = d, maka d ﺍb dan d ﺍa, dan karena b = aq + r, maka d ﺍr.
Dari d ﺍa dan d ﺍr, maka d adalah faktor persekutuan dari a dan r.
Tetapi karena (a, r) = c, maka d c.
Selanjutnya, karena (a, r) = c maka c ﺍa dan c ﺍr dan karena b = aq + r, maka
c ﺍb. Dari c ﺍa dan c ﺍb, maka c adalah faktor persekutuan dari a dan b.
Tetapi karena (a, r) = c, maka d c.
Dari d c dan d c, maka c = d, yaitu (b, a) = (a, r).
Dengan teorema di atas kita bisa menentukan faktor persekutuan terbesar dari
sembarang bilangan bulat, meskipun bilangan-bilangan bulat itu cukup besar.
Contoh 3. 2
Carilah (5767, 4453)
Penyelesaian:
Kita menggunakan algoritma pembagian (Teorema 3.7)
5767 = 1. 4453 + 1314, maka (5767, 4453) = (4453, 1314)
4453 = 3. 1314 + 511, maka (4453, 1314) = (1314, 511)
1314 =2. 511 + 292, maka (1314, 511) = (511, 292)
511 = 1. 292 + 73 , maka (511, 292) = (292, 73)
292 = 4. 73 + 0, maka (292, 73) = (73, 0) = 73
31
Jadi (5767, 4453) = 73
Faktor persekutuan terbesar dari a dan b dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier
dari a dan b, yaitu berbentuk ax + by
Misalkan:
(-12, 30) = 6 = (-12). 2 + 30. 1
(8, 15) = 1 = 8 . 2 + 15 . (-1)
(8, -36) = 4 = (8.5) + (-36). 1
(-6, -42) = 6 = (-6) (-8) + (-42) . 1
Uraian ini memberikan contoh untuk teorema berikut ini:
Teorema 3.8
Apabila a dan b bilangan-bilangan bulat tidak nol, maka ada bilangan-bilangan bulat
x dan y sedemikian hingga ax + by = (a, b).
Bukti:
Dibentuk himpunan S, yaitu himpunan semua kombinasi linier dari a dan b
yang bernilai positif.
S = {au + bv ﺍau + bv > 0 dan u, v bilangan bulat}
S bukan himpunan kosong, sebab jika a > 0 dan u = 1 dengan v = 0 maka a S dan
jika a < 0, dengan u = -1 dan v = 0, maka |a| S.
Karena S memuat bilangan-bilangan bulat positif, maka S memuat anggota
yang terkecil, misalnya d. Karena d S, maka ada bilangan-bilangan bulat x dan y
sehingga ax + by = d. Selanjutnya, kita akan menunjukkan bahwa (a, b) = d.
Perhatikan a dan d, menurut algoritma pembagian, maka ada bilangan-
bilangan bulat q dan r sedemikian hingga
a = qd + r dengan 0 r < d
r = a – qd = a – q (ax + by)
r = a (1 – qx) + b (-qy)
karena r > 0 dan r merupakan kombinasi linier dari a dan b, maka r S.
Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa d adalah anggota terkecil dari S ( ingat
bahwa 0 r < d).
Jadi r = 0, sehingga a = qd atau d ﺍa.
Dengan penalaran yang sama diperoleh d ﺍb. Sehingga d adalah faktor persekutuan
dari a dan b.
32
Selanjutnya, jika c adalah sembarang faktor persekutuan dari a dan b, yaitu c ﺍa dan
c ﺍb, maka c ﺍax + by, atau c ﺍd, sehingga c d. Ini berarti bahwa d = (a, b)
Teorema 3.9
Apabila a dan b dua bilangan bulat tidak nol, maka a dan b saling prima jika dan
hanya jika ada bilangan-bilangan bulat x dan y yang memenuhi ax + by = 1.
Contoh 3.4
Hitunglah (247, 299) dan tentukan bilangan-bilangan bulat m dan n yang memenuhi
247m + 299n = (247, 299).
Penyelesaian:
299 = 247 .1 + 52
247 = 52. 4 + 39
52 = 39 . 1 + 13
39 = 13. 3
Jadi (247, 299) = 13
Selanjutnya,
13 = 52 – 39 .1
= 52 – (247 – 52 . 4)
= 52. 5 – 247
= (299 – 247) . 5 – 247
13 = 299 . 5 + 247 (-6)
Jadi m = -6 dan n = 5
Tetapi nilai m dan n yang memenuhi 247 m + 299n = 13 tidak tunggal, sebab
247 (-6 + 299t) + 299 (5 – 247t) = 13, untuk setiap bilangan bulat t.
Jadi m = -6 + 299t dan n = 5 – 247t, untuk setiap bilangan bulat t.
Akibat 3.9
Jika a ﺍc dan b ﺍc dengan (a, b) = 1, maka ab ﺍc.
Bukti:
Karena (a, b) = 1, menurut teorema 3. 9 tersebut, maka ada bilangan-bilangan bulat x
dan y sedemikian hingga:
ax + by = 1
Jika kedua ruas dikalikan c, maka diperoleh persamaan:
33
acx + bcy = 1 ...................................................................................(1)
karena a ﺍc dan b ﺍc maka ada bilangann-bilangan bulat r dan t sedemikian hingga c
= ar dan c = bt. Sehingga persamaan (1) menjadi:
abtx + abry = c
ab(tx + ry) = c
ini berarti bahwa ab ﺍc.
Rangkuman 3.3
1. d adalah faktor persekutuan dari a dan b jika dan hanya jika d ﺍa dan d ﺍb.
2. Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari a dan b ditulis “(a, b)” adalah suatu
bilangan bulat positif d yang memenuhi
(i) d ﺍa dan d ﺍb, serta (ii) jika e ﺍa dan e ﺍb, maka e d.
3. Jika (a, b) = d, maka (a : d, b : d) = 1
34
4. Jika (a, b) = 1, maka dikatakan bahwa a dan b saling prima atau a relatif prima
terhadap b.
5. Jika a dan b bilangan-bilangan bulat dengan b ≠ 0, maka ada dengan tunggal
pasangan bilangan-bilangan bulat q dan r sedemikian hingga b = aq + r dengan 0
r < ﺍaﺍ
6. Jika b = aq + r, maka (b, a) = (a, r)
7. Untuk menghitung FPB dari dua bilangan dapat menggunakan algoritma
pembagian (algoritma Euclides).
8. Jika (a, b) = d maka ada bilangan-bilangan bulat x dan y sedemikian hingga ax +
by = d
9. (a, b) = 1 jika dan hanya jika ax + by = 1 untuk suatu bilangan-bilangan bulat x
dan y.
10. Jika d ﺍab dan (d, a) = 1 maka d ﺍb
11. Jika a ﺍc dan b ﺍc dengan (a, b) = 1 maka ab ﺍc.
Latihan 3.3
1. Apabila (a, b) = d, buktikan bahwa d ( ﺍax + by) untuk setiap bilangan-bilangan
bulat x dan y.
2. Jika a ﺍb dan a > 0, buktikan bahwa (a, b) = a
3. Buktikan bahwa ((a, b), b) = (a, b)
4. Jika (a, b) = 1 dan c ﺍa, buktikan bahwa (c, b) = 1
5. Buktikan bahwa setiap faktor persekutuan dari dua bilangan bulat merupakan
faktor dari FPB dua bilangan bulat tersebut.
35
Selanjutnya istilah “kelipatan bulat positif” hanya dikatakan lebih singkat
menjadi “kelipatan” saja. Selanjutnya secara umum pengertian kelipatan persekutuan
dalam definisi berikut ini.
Definisi 3.4
Missalkan a dan b adalah bilangan-bilangan bulat. m adalah kelipatan persekutuan
dari a dan b jika a ﺍm dan b ﺍm.
Nol adalah suatu kelipatan persekutuan dari a dan b. ab dan –ab masing-masing juga
merupakan suatu kelipatan persekutuan dari a dan b. Jadi himpunan semua kelipatan
persekutuan bilangan bulat positif dari a dan b tidak pernah sama dengan himpunan
kosong.
Himpuanan semua kelipatan bilangan bulat positif dari 8 adalah {8, 16, 24, 32, ...}
Himpunan semua kelipatan bilangan bulat positif dari –12 adalah {12,24,36,48, ...}
Jadi himpunan semua kelipatan persekutuan dari 8 dan -12 adalah {24,48,72,96, ...}
Sehingga kelipatan persekutuan terkecil dari 8 dan -12 adalah 24.
Catatan: ingat bahwa dalam himpunan bagian dari himpunan bilangan-bilangan bulat
positif selalu mempunyai anggota terkecil. Sehingga KPK dari setiap dua bilangan
bulat selalu ada.
Secara formal, KPK dari dua bilangan bulat didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 3.5
Kelipatan pesekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan bulat tidak nol a dan b adalah
suatu bilangan bulat positif m ditulis [a, b] = m, apabila memenuhi:
(i) a ﺍm dan b ﺍm
(ii) Jika a ﺍc dan b ﺍc maka m c.
Dalam definisi ini dapat dimengerti bahwa kelipatan dari setiap dua bilangan
bulat yang tidak nol selalu merupakan suatu bilangan bulat positif. Dalam (i) pada
definisi itu mengatakan bahwa masing-masing dari dua bilangan itu membagi
kelipatan persekutuan terkecilnya. Sedangkan (ii) mengatakan bahwa kelipatan
persekutuan lainnya tidak lebih kecil dari KPK dari dua bilangan itu.
Contoh 3.5
36
[8, 12] = 24, maka 8 24 ﺍdan 12 24 ﺍ.
Kelipatan persekutuan yang lain, misalnya 48, 72, 96, ... masing-masing lebih besar
dari 24.
Perhatikan contoh di atas, yakni himpunan semua kelipatan persekutuan bulat positif
dari 8 dan -12 adalah {24, 48, 72, 96, ...}dan KPK dari 8 dan -12 adalah 24 atau
ditulis [8, -12] = 24. Tampak bahwa semua kelipatan persekutuan dari 8 dan -12
selalu terbagi oleh 24. Hal ini dapat dikatakan bahwa setiap kelipatan persekutuan
dari dua bilangan bulat selalu terbagi oleh KPK dari dua bilangan tersebut.
Teorema 3.12
Jika c adalah suatu kelipatan persekutuan dari dua bilangan bulat tidak nol a dan b,
maka KPK dari a dan b membagi c, yaitu [a, b] ﺍc.
Bukti:
Misalkan [a, b] = m, maka harus ditunjukkan bahwa m ﺍc. Andaikan m ﺍc, maka
menurut algoritma pembagian, ada bilangan-bilangan bulat q dan r sedemikian
hingga
c = qm + r dengan 0 < r < m
karena c adalah kelipatan persekutuan dari a dan b, maka a ﺍc dan b ﺍc.
Karena [a, b] = m maka a ﺍm dan b ﺍm.
a ﺍm maka a ﺍqm dan a ﺍc, maka a ( ﺍc - qm). Ini berarti a ﺍr.
Demikian pula b ﺍm maka b ﺍqm dan karena b ﺍc, maka b ( ﺍc – qm).
Berarti b ﺍr.
Karena a ﺍr dan b ﺍr maka r adalah kelipatan persekutuan dari a dan b.
Tetapi karena [a, b] = m dan 0 < r < m, maka hal tersebut tidak mungkin
(kontradiksi). Jadi pengandaian di atas tidak benar, berarti m ﺍc atau [a, b] ﺍc.
Perhatikan bahwa [6, 9] = 18 dan [2.6, 2.9] = [12, 18] = 36.
Tampak bahwa [2.6, 2.9] = 2 [6, 9]
Teorema 3.13
Jika c > 0, maka [ca, cb] = c [a, b]
37
Bukti:
Misalkan [a, b] = d, maka a ﺍd dan b ﺍd, sehingga ac ﺍdc dan bc ﺍdc. Hal ini berarti
dc adalah kelipatan persekutuan dari ac dan bc. Dan menurut teorema 3.10, maka
[ac, bc] ﺍdc.
Karena [ac, bc] adalah suatu kelipatan dari ac, maka [ac, bc] adalah suatu kelipatan
dari c. Misalnya [ac, bc] = mc maka mc ﺍdc, sehingga m ﺍd.
Karena [ac, bc] = mc, maka ac ﺍmc dan bc ﺍmc, sehingga a ﺍm dan b ﺍm, dan
menurut teorema 3.12, maka [a, b] ﺍm, yaitu d ﺍm dan karena m ﺍd, maka d = m.
Sehingga dc = mc, yaitu c [a, b] = [ac, bc].
Contoh 3.6
1) [105, 45] = [15.7, 15.3]
= 15 [7, 3]
= 15. 21
= 315
2) [18, 30] = [6.3, 6.5]
= 6. [3, 5]
= 6. 15
= 90
Mengingat teorema tersebut, maka dengan mengeluarkan faktor persekutuannya
akan mempermudah dalam mencari KPK-nya.
Teorema 3.13
Jika a dan b bilangan-bilangan bulat yang keduanya positif, maka:
(a, b) [a, b] = ab
Bukti:
Jika (a, b) = 1, berapakah [a, b]? Apakah [a, b] = ab?
Kita tunjukkan sebagai berikut:
Jelas bahwa ab adalah suatu kelipatan persekutuan dari a dan b, menurut teorema
3.12, maka [a, b] ﺍab. Di lain pihak, menurut akibat dari teorema 3.10, karena a [ ﺍa,
38
b] dan b [ ﺍa, b] dengan (a, b) = 1, maka ab [ ﺍa, b] dan karena [a, b] ﺍab, maka
disimpulkan [a, b] = ab.
Latihan 3.3
Benar atau salahkah pernyataan-pernyataan berikut ini. Jika benar, buktikanlah
pernyataannya, dan jika salah, berilah suatu contoh kontranya!
1. Jika (a, b) = (a, c) maka [a, b] = [a, c]
2. [a, -b] = [a, b]
3. Jika d ( ﺍa, b) maka d [ ﺍa, b]
4. Jika c [ ﺍa, b] maka c ( ﺍa, b)
5. (a, b) [ ﺍa, b]
6. [a, b] ( ﺍa, b)
7. (a, b) = [a, b] jika dan hanya jika a = b
8. Jika c suatu kelipatan persekutuan dari a dan b maka (a, b) ﺍc.
9. Jika [a, b] = b maka a ﺍb
10. Jika a ﺍb maka [a, b] = b
39
BAB IV
KEKONGRUENAN
A. Definisi dan Sifat Kekongruenan
Pada bab sebelumnya kita telah membahas konsep keterbagian beserta sifat-
sifatnya. Konsep dan sifat-sifat keterbagian itu dapat dipelajari lebih mendalam lagi
dengan menggunakan konsep kekongruenan. Memang kekongruenan merupakan
cara lain untuk menelaah keterbagian dalam himpunan bilangan bulat.
Definisi 4.1
Jika m suatu bilangan bulat positif, maka a kongruen dengan b modulo m (ditulis a
b (mod m)) bila m membagi (a – b). Jika m tidak membagi (a – b) maka dikatakan
bahwa a tidak kongruen dengan b modulo m (ditulis a b (mod m))
Contoh 4.1
25 1 (mod 4), sebab (25 – 1) = 24 terbagi oleh 4
31 5 (mod 6), sebab (31 – 5) = 26 tidak terbagi oleh 6.
Teorema 4.1
a b (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a = mk + b
40
Bukti:
Definisi 4.1 tersebut dapat ditulis bahwa jika m > 0 maka m ( ﺍa – b) bila dan
hanya bila a b (mod m). Jika m ( ﺍa – b), maka ada bilangan bulat k sehingga (a –
b) = mk. Sehingga a b (mod m) bila dan hanya bila a – b = mk untuk suatu
bilangan bulat k. Tetapi karena a – b = mk sama artinya dengan a = mk + b, maka a
b (mod m) bila dan hanya bila a = mk + b.
Contoh 4.2
26 4 (mod 11) sama artinya dengan 26 = 11. 2 + 4
38 3 (mod 5) sama artinya dengan 38 = 5. 7 + 3
Teorema 4.2
Setiap bilangan bulat kongruen modulo m dengan tepat satu di antara 0, 1, 2, 3, ...,
(m-1).
Bukti:
Kita telah mempelajari bahwa jika a dan m bilangan-bilangan bulat m > 0, menurut
algoritma pembagian, maka a dapat dinyatakan sebagai
a = mq + r dengan 0 r < m.
Ini berarti bahwa a – r = mq, yaitu a r (mod m).
Karena 0 r < m, maka ada m buah pilihan untuk r, yaitu 0, 1, 2, 3, ..., (m-1). Jadi
setiap bilangan bulat akan kongruen modulo m dengan tepat satu diantara 0, 1, 2,
3, ..., (m-1).
Definisi 4.2
Jika a r (mod m) dengan 0 r < m, maka r disebut residu terkecil dari a modulo m.
Untuk kekongruenan modulo m ini, {0, 1, 2, 3, ..., (m-1)} disebut himpunan residu
terkecil modulo m.
Contoh 4.3
41
Residu terkecil dari 71 modulo 2 adalah 1, karena sisa 71 : 2 adalah 1.
Residu terkecil dari 71 modulo 3 adalah 2, karena sisa 71 : 3 adalah 2
Residu terkecil dari – 53 modulo 10 adalah 7, sebab sisa – 53 : 10 adalah 7. (ingat
bahwa residu terkecil dari suatu bilangan diambil bilangan bulat positif).
Walaupun 34 9 (mod 5), tetapi 9 bukan residu terkecil dari 34 (mod 5), sebab 9
bukan sisa dari 34 : 5.
Contoh 4.4
Himpunan residu terkecil modul 5 adalah {0, 1, 2, 3, 4}.
Himpunan residu terkecil modulu 9 adalah {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
Himpunan residu terkecil modulo 25 adalah {0, 1, 2, 3, ..., 24}
Kita dapat melihat relasi kekongruenan dengan cara lain, seperti teorema berikut ini:
Teorema 4.3
a b (mod m) jika dan hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Bukti:
Pertama dibuktikan jika a b (mod m) maka a dan b memiliki sisa yang sama jika
dibagi m. Karena a b (mod m) maka a r (mod m) dan b r (mod m) dengan r
adalah residu terkecil modulo m atau 0 r < m.
Selanjutnya, a r ( mod m) berarti a = mq + r untuk suatu bilangan bulat q, dan b r
(mod m) berarti b = mt + r untuk suatu bilangan bulat t.
Jadi a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Kedua, dibuktikan jika a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m, maka a b
(mod m). Misalkan a memiliki sisa r jika dibagi m, berarti a = mq + r dan b memiliki
sisa r jika dibagi m, berarti b = mt + r.
Dari kedua persamaan itu diperoleh bahwa:
a – b = m (q – t) berarti m ( ﺍa – b) atau a b (mod m)
Dari teorema-teorema sebelumnya, ungkapan berikut mempunyai arti yang sama
yaitu:
“n 7 (mod 8)”
“n = 7 + 8k untuk suatu bilangan bulat k”, dan “ n dibagi 8 bersisa 7”
42
Definisi 4.3
Himpunan bulangan bulat {r1, r2, r3, ..., rm} disebut sistem residu lengkap modulo m,
bila setiap elemennya kongruen modulo m dengan satu dan hanya satu dari 0, 1,
2, ..., (m-1).
Contoh 4.5
i) Himpunan {45, -9, 12, -22, 24} adalah suatu sistem residu lengkap modulo 5.
Dapat diperiksa bahwa:
45 0 (mod 5)
-9 1 (mod 5)
12 2 (mod 5)
22 3 (mod 5)
24 4 ( mod 5)
ii) Himpunan {0, 1, 2, 3, 4} juga merupakan suatu sistem residu lengkap modulo 5,
sekaligus sebagai himpunan residu terkecil modulo 5.
iii) Himpunan {4, 3, 1, 2, 0} pun merupakan sistem residu lengkap modulo 5.
Teorema 4.4
Jika a b (mod m) dan c d (mod m) maka a + c = b + d (mod m).
Bukti:
a b (mod m) berarti a = ms + b untuk suatu bilangan bulat s
c d (mod m) berarti c = mt + d untuk suatu bilangan bulat t.
Dua persamaan ini akan memberikan bahwa:
a + c = (ms + b) + (mt + d)
a + c = m (s + t) + (b + d)
(a + c) – (b + d) = b + d (mod m)
Contoh
1. Tentukanlah bilangan-bilangan bulat y yang memenuhi perkongruenan
3y 1 (mod 7).
Penyelesaian:
43
Karena 1 15 (mod 7), maka kita dapat mengganti 1 pada perkongruenan tersebut
dengan 15, sehingga diperoleh 3y 15 (mod 7). Selanjutnya, karena (3, 7) = 1, maka
kita dapat membagi 3 pada ruas-ruas perkongruenan itu, sehingga diperoleh y 5
(mod 7). Perkongruenan terakhir ini berarti y = 5 + 7k untuk setiap bilangan bulat k.
Atau dapat dikatakan bahwa himpunan penyelesaian dari perkongruenan tersebut
adalah {5 + 7k ﺍk bilangan bulat}.
Aplikasi Kekongruenan
Kekongruenan modulo 9 dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran
perkalian dan penjumlahan bilangan-bilangan bulat.
10.000– 1 = 9.999 = 9 k1 sehingga 10.000 1 (mod 9)
1.000 – 1 = 999 = 9 k2 sehingga 1.000 1 (mod 9)
100 – 1 = 99 = 9 k3 sehingga 100 1 (mod 9)
10 – 1 = 9 = 9 k4 sehingga 10 1 (mod 9)
Suatu bilangan terbagi oleh 9 bila dan hanya bila jumlah angka-angkanya
terbagi oleh 9
Contoh:
(i) 7.587 7 + 5 + 8 + 7 27 9 (mod 9)
Karena 9 9 ﺍmaka 9 7587 ﺍ
(ii) 47.623 4 + 7 + 6 + 2 +3 22 4 (mod 9)
Karena 9 ﺍmaka 9 47.623 ﺍ
Suatu bilangan terbagi oleh 3 jika dan hanya jika jumlah angka-angkanya
terbagi oleh 3.
Contoh:
44
(i) 12.456 1 + 2 + 4 + 5 + 6 18 9 (mod 9)
Karena 3 9 ﺍmaka 3 12.456 ﺍ
(ii) 42.641 4 + 2 + 6 + 4 + 1 17 8 (mod 9)
Karena 3 8 ﺍmaka 3 42.641 ﺍ
Bagaimana dengan bilangan yang terbagi oleh 2, 4 dan 8? Coba kamu cari
sendiri sebagai latihan.
Tanpa melakukan pembagian, apakah bilangan berikut terbagi oleh 9?
i) 176.521.221
ii) 149.235.678
Apakah bilangan tersebut terbagi juga oleh 11?
Bilangan prima adalah bilangan asli yang hanya mempunyai tepat 2 faktor,
yaitu satu dan bilangan itu sendiri dan hanya habis dibagi oleh kedua bilangan itu.
Contoh bilangan prima adalah: 2,3,5, 7,11,… .
Bilangan asli yang mempunyai lebih dari 2 faktor disebut bilangan komposit.
Contoh bilangan komposit adalah : 4, 6, 8, 9,10,… .
TEOREMA
Untuk setiap bilangan komposit n, maka terdapat bilangan prima p sehingga
p ⏐ n dan p ≤ √ n.
Jadi jika tidak ada bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤√ n , maka
n adalah bilangan prima.
CONTOH
1. Tentukan apakah bilangan-bilangan berikut merupakan bilangan prima atau
majemuk.
a) 157 b) 221
45
Jawab:
a) Bilangan-bilangan prima yang √ 157 ≤ adalah 2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada
diantara bilangan-bilangan tersebut yang dapat membagi 157 maka157 merupakan
bilangan prima.
Kemungkinan 1
a + b = 1991
a–b=1
------------------------- +
2a = 1992
a = 996
b = 995
Kemungkinan 2
a + b = 181
a – b = 11
--------------------- +
2a = 192
a= 96
b = 85
TEOREMA
Jika p bilangan prima dan p⏐ab maka p⏐a atau p⏐b.
46
Bukti :
Andaikan p ⏐ a . Karena p prima maka (a, p ) =1 atau (a, p) = p. Karena p ⏐ a
maka (a, p)=1 sehingga p⏐b. Dengan jalan yang sama jika diandaikan p ⏐b maka
dapat dibuktikan p ⏐ a .
BAB V
FUNGSI ARITMETIK
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki bilangan-bilangan bulat dapat
didefinisikan fungsi-fungsi khusus yang mempunyai peranan penting dalam Teori
Bilangan. Fungsi-fungsi khusus tersebut sering disebut fungsi aritmetik (fungsi Teori
Bilangan). Pada umumnya fungsi aritmetik didefinisikan/mempunyai daerah asal
pada himpunan bilangan bulat positif seperti berikut ini.
Apabila f suatu fungsi, maka f : B+ B dengan B adalah himpunan semua
bilangan bulat dan B+ adalah himpunan semua bilangan bulat positif.
A. Fungsi (tau)
Definisi 5.1
Misalkan n suatu bilangan bulat positif, (n) menyatakan banyaknya pembagi bulat
positif dari n.
Contoh:
1) Semua pembagi bulat positif dari 12 adalah 1, 2, 3, 4, 6 dan 12 maka
(12) = 6
47
2) Semua pembagi bulat positif dari 15 adalah 1, 3, 5 dan 15 maka (15) = 4
3) Periksalah bahwa (1) = 1, (2) = 2, (3) = 3, (4) = 3, (5) = 2, (6) = 4,
(8) = 4
4) Apabila p suatu bilangan prima, maka (p) = 2.
(n) merupakan banyaknya pembagi bulat positif dari n, sering dinyatakan dengan
rumus yang menggunakan notasi (sigma).
Berikut ini beberapa contoh ketentuan penggunaan notasi .
Contoh:
5
∑ an =a1 +a 2 +a 3 +a 4 + a5
1. n=1
6
∑ n=2+ 3+4 +5+6
2. n=2
5
∑ 3=3+ 3+3+3+3
3. n=1
∑ d=1+2+3+ 4+ 6+12
4. dΙ 12 , yaitu jumlah semua pembagi bulat positif dari
12.
∑ 1=1+1+1+1+1+1
5. dΙ 12 , yaitu banyaknya pembagi bulat positif dari 12
Contoh:
1) Semua pembagi bulat positif dari 32 adalah 1, 2, 4, 8, 16 dan 32
48
∑ 1=1+1+1+1+1+1=6
d Ι 32
2) Semua pembagi bulat positif dari 48 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24 dan 48,
maka:
∑ 1= 1+1+1+1+1+1+1+1+1+1=10
d Ι 48
∑ 1= 1 , ∑ 1=1+1=2 , ∑ 1= 1+1+1=3
3) Periksalah bahwa d Ι1 dΙ2 dΙ4
∑ 1=1+1=2
4) Jika p suatu bilangan prima, maka dΙ p
Dari contoh-contoh di atas dapat kita pahami bahwa apabila p suatu bilangan
prima, maka pembagi-pembagi bulat positifnya hanyalah 1 dan p saja, sehingga (p)
= 2. Pembagi-pembagi bulat positif dari p2 adalah 1, p dan p2 sehingga:
τ ( p )= ∑ 1=1+1+1=3
2
dΙ p
49
Contoh:
1) (144) = (24. 32) = 15
2) (1323) = (32.72) = 4 x 3 = 12
3) Periksalah bahwa (675) = 12, (784) = 15
DAFTAR PUSTAKA
Burton, David M. (1980). Elementary Number Theory. Boston : Allyn and Bacon,
Inc.
Sujana, K. (1976). Matematika. Bandung : Kursus Tertulis Penataran Pendidikan
Guru Departemen P dan K.
Sukirman. (2006). Pengantar Teori Bilangan. Hanggar Kreator : Yogyakarta
50