PENDAHULUAN
merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6
bulan. WHO menetapkan target ASI Eksklusif sebesar 50%. Menurut WHO (World Health
Organitation) pada tahun 2016 didapatkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika
Tengah sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur sebanyak
30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan Negara berkembang sebanyak 46%. Secara
keseluruhan kurang dari 40 persen bayi dibawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif dan
masih dibawah target yang ditetapkan. Beberapa faktor penghambat dalam pencapaian ASI
Eksklusif diantaranya adalah ibu bekerja, produksi ASI yang kurang, psikologis ibu yang
merasa ASInya tidak cukup bagi bayi, dan ASI tidak keluar. (WHO, 2015)
Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menyatakan
kewajiban ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif sejak lahir sampai berusia enam
bulan. Pemerintah menetapkan target ASI Eksklusif sebesar 80%. Menurut data hasil
RISKESDAS Kementrian Kesehatan RI 2018 didapatkan data bayi yang mendapat ASI
eksklusif di Indonesia hanya mencapai 35,73% bayi (Kemenkes, 2018). Di Provinsi Papua
Barat, menurut Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat didapatkan data bayi mendapat ASI
eksklusif hanya sebesar 21,40% bayi (Dinkes Provinsi Papua Barat, 2018). Berdasarkan data
PONEK RSUD Kabupaten Sorong tahun 2018, jumlah ibu yang menyusui eksklusif hanya
sebanyak 42,8%. Dapat dipastikan bahwa keseluruhan perolehan presentase ASI Eksklusif
hasil wawancara 8 ibu nifas, didapatkan sebanyak 5 ibu yang tidak menyusui bayinya secara
ekslusif mengaku dengan alasan ibu takut menyusui bayinya, ASI tidak keluar, ibu merasa
bayi tidak kenyang jika hanya ASI, serta Produksi ASI yang kurang. Hal ini akan
mempersulit ibu bila tidak ditindaklanjuti dengan intervensi pada saat ibu menjalani masa
nifas. Menurut Fitrah (2013), produksi ASI yang kurang dan lambat keluar dapat
Masa nifas juga merupakan awal permulaan laktasi atau menyusui. Air susu ibu (ASI)
merupakan makanan tunggal dan terbaik yang memenuhi semua kebutuhan tumbuh
kembang bayi sampai berusia 6 bulan. Angka Kematian Bayi (AKB) dapat meningkat
berkaitan dengan beberapa faktor diantaranya tingkat keberhasilan program KIA dan
pencapaian perbaikan gizi masyarakat salah satunya adalah pemberian ASI Eksklusif
(Rafhani, 2018). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 salah
satu penyebab kematian bayi di Indonesia yakni bayi usia dibawah 6 bulan tidak
mendapatkan manfaat dari ASI Eksklusif terkait dengan gizi dan perlindungan terhadap
penyakit dengan data yang ditemukan terdapat satu dari tiga bayi tidak mendapat ASI
Dampak dari keurangan ASI pada bayi salah satunya ialah kekurangan gizi dan gizi
buruk yang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan anak yang dapat diatasi dengan
memberikan ASI saja sejak lahir (Astuti, 2015). Perilaku memberikan makanan lain selain
ASI dapat meningkatkan resiko pada bayi dikarenakan saluran pencernaan pada bayi yang
belum matang, dan siap untuk mencerna makanan selain ASI, bayi kurang mendapatkan
manfaat yang diperoleh dari ASI terkait dengan perlindungan terhadap penyakit (Irfa, 2015).
Menyusui menurunkan resiko infeksi akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga,
haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi
bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1 (Retno, 2015).
System, pemberian ASI bagi bayi dapat membantu maturasi saluran pencernaan (Lilin,
2015). Seharusnya bayi baru lahir sudah harus bisa menyusu ke ibunya, akan tetapi yang
terjadi di lapangan pada masa nifas bayi sulit menyusu ke ibunya. Seringkali pada masa
nifas terutama pada 24 jam pertama ASI seringkali tidak keluar atau hanya keluar sedikit.
Hal ini disebabkan karena Produksi ASI yang kurang (Rosyidah, 2018). Selain hormon
prolaktin, proses laktasi juga bergantung pada hormon oksitosin. Refleks oksitosin ini
dipengaruhi oleh jiwa ibu (Ekawati, 2017). Jika ada rasa cemas,stress, dan ragu yang terjadi,
Salah satu dari beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi ASI, dengan slow stroke back massage yang dapat memberikan sensasi rileks pada
ibu, sehingga melancarkan aliran saraf saluran ASI pada kedua payudara dan merangsang
hormone oksitosin. Slow Stroke Back Massage adalah stimulasi kutan dengan bentuk pijatan
perlahan di area punggung sebanyak 60 kali dalam satu menit (Atikah, 2013 dalam Fitri,
2018). Berdasarkan data dan masalah yang didapat, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Efektivitas Slow Stroke Back Massage Terhadap Produksi ASI Pada Ibu
Provinsi Papua Barat bayi mendapat ASI eksklusif hanya sebesar 21,40%, dan di RSUD
Kabupaten Sorong hanya 42,8%. Dari data keseluruhan belum mencapai target pemerintah
yaitu 80%. Penghambat ibu menyusui eksklusif pada bayinya salah satunya karena Produksi
ASI yang kurang. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah
keefektifan Slow Stroke Back Massage Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Nifas di RSUD
Kabupaten Sorong”.
Untuk mengetahui Keefektifan Slow Stroke Back Massage Terhadap Produksi ASI Pada
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui produksi ASI ibu nifas setelah diberikan pemijatan pada kelompok
perlakuan.
c. Untuk mengetahui perbedaan antara produksi ASI ibu nifas kelompok perlakuan dan
kontrol.
keefektifan Slow Stroke Back Massage terhadap produksi ASI pada ibu nifas.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pembelajaran dan referensi untuk
3. Bagi Praktisi
Penelitian ini dapat diajadikan sebagai informasi yang berguna dalam
ASI.