Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Air Susu Ibu (ASI) dianggap sebagai nutrisi terbaik bagi neonatus

dan infant karena mempunyai kandungan zat kekebalan seperti yang

diperoleh dari kolostrum, yaitu ASI yang dihasilkan selama beberapa hari

pertama setelah kelahiran yang sangat bermanfaat bagi perkembangan bayi

selanjutnya (Krisnatuti, 2000).

ASI merupakan makanan pertama bayi yang diproduksi secara

alami oleh tubuh ibu dan merupakan makanan terbaik bagi bayi yang tidak

dapat dikalahkan oleh susu formula jenis apa pun. Walau sekarang

perusahaan susu berlomba - lomba menciptakan produk susu formula yang

diklaim m

Kesehatan Indonesia (SDKI, 2002), hanya 3,7% bayi yang

memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi

berumur kurang dari 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5% , antara 4-

5 bulan 13,9% dan antara 6-7 bulan 7,8% .

Perkembangan fisik bayi tergantung kepada faktor keturunan, gizi,

lingkungan. Kelainan fisik dan psikis juga bisa mempengaruhi

pertumbuhannya. Pertumbuhan optimal memerlukan gizi dan kesehatan yang

optimal pula (Ronald, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan bayi

memerlukan dukungan nutrisi yang optimal. Nutrisi memegang peranan

1
2

penting dalam menciptakan bayi sehat dan cerdas. Pada bayi usia satu sampai

enam bulan, asupan nutrisi utama diperoleh dari ASI. Menginjak usia 7 bulan

saatnya bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-

ASI). Makanan yang diberikan harus mengandung asupan nutrisi lengkap.

Seperti protein untuk pertumbuhan, karbohidrat dan lemak untuk sumber

tenaga, vitamin dan mineral untuk menjaga serta memelihara kesehatan

(Sutomo & Anggraini, 2010).

Pemberian makanan padat tambahan yang terlalu dini dapat

menggangu pemberian ASI eksklusif, meningkatkan angka kesakitan, serta

mempengaruhi status gizi bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang

mendukung bahwa pemberian makanan padat atau tambahan pada usia 4

sampai 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan

menpunyai dampak negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak

positif untuk perkembangan pertumbuhannya (Pudjiaji, 2001).

Secara teoritis di ketahui bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini

pada anak dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare,

konstipasi,  muntah,  dan alergi.  Di samping itu akan memicu terjadinya

obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung  coroner,  (Nadesul, 2005).

Penelitian yang dilakukan Anisirawati, dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen kesehatan, diperoleh data

bahwa 50% bayi di Indonesia mendapatkan MP-ASI kurang dari 1 bulan,

bahkan sampai umur 2-3 bulan, bayi sudah mendapatkan makanan padat.
3

Pada bayi-bayi yang mendapat MP-ASI  dini, lebih banyak terserang diare,

batuk pilek, alergi, dan berbagai infeksi yang menyebabkan mereka menderita

kurang gizi (malnutrisi).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005,

menyebutkan bahwa kurang lebih 40% bayi usia kurang dari dua bulan sudah

diberi makanan pendamping ASI. Disebutkan juga bahwa bayi usia nol

sampai dua bulan diberi makanan pendamping cair (21-25%), makanan

lunak/lembek (20,1%), dan maknan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga bulan

sampai lima bulan yang mulai diberikan makanan pendamping cair (60,2%),

lumat/lembek (66,25%) dan padat (45,5%). Dari beberapa penelitian

diketahui bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan

makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang

manfaat dan cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar sehingga

berpengaruh terhatap pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,

2006).

Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance

System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta,

Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar,

Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI

eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-

25%. Pencapaian ASI ekskusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1-13%
4

dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak

ibu-ibu memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005).

Di Indonesia salah satu studi mengenai ASI dan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di

Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan

bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4

bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari

pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2%

dan di Jawa Timur 67,4%. Sedangkan Makanan madu di Jawa Barat 25,8%

dan di Jawa Timur 15,3% (Fikawati, 2003).

Hasil praktikum Kesehatan nan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga

bulan sampai lima bulan yang mulai diberikan makanan pendamping cair

(60,2%), lumat/lembek (66,25%) dan padat (45,5%). Dari beberapa penelitian

diketahui bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan

makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang

manfaat dan cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar sehingga

berpengaruh terhatap pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,

2006).

Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance

System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta,

Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar,

Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI


5

eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-

25%. Pencapaian ASI ekskusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1-13%

dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak

ibu-ibu memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005).

Di Indonesia salah satu studi mengenai ASI dan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di

Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan

bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4

bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari

pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2%

dan di Jawa Timur 67,4%. Sedangkan Makanan madu di Jawa Barat 25,8%

dan di Jawa Timur 15,3% (Fikawati, 2003).

Hasil praktikum Kesenan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga bulan

sampai lima bulan yang mulai diberikan makanan pendamping cair (60,2%),

lumat/lembek (66,25%) dan padat (45,5%). Dari beberapa penelitian

diketahui bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan

makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang

manfaat dan cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar sehingga

berpengaruh terhatap pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,

2006).

Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance

System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta,


6

Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar,

Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI

eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-

25%. Pencapaian ASI ekskusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1-13%

dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak

ibu-ibu memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005).

Di Indonesia salah satu studi mengenai ASI dan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di

Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan

bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4

bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari

pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2%

dan di Jawa Timur 67,4%. Sedangkan Makanan madu di Jawa Barat 25,8%

dan di Jawa Timur 15,3% (Fikawati, 2003).

Hasil praktikum Kesenan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga bulan

sampai lima bulan yang mulai diberikan makanan pendamping cair (60,2%),

lumat/lembek (66,25%) dan padat (45,5%). Dari beberapa penelitian

diketahui bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan

makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang

manfaat dan cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar sehingga

berpengaruh terhatap pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,

2006).
7

Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance

System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta,

Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar,

Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI

eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-

25%. Pencapaian ASI ekskusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1-13%

dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak

ibu-ibu memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005).

Di Indonesia salah satu studi mengenai ASI dan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di

Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan

bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4

bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari

pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2%

dan di Jawa Timur 67,4%. Sedangkan Makanan madu di Jawa Barat 25,8%

dan di Jawa Timur 15,3% (Fikawati, 2003).

Hasil praktikum Kesenan padat (13,7%). Pada bayi usia tiga bulan

sampai lima bulan yang mulai diberikan makanan pendamping cair (60,2%),

lumat/lembek (66,25%) dan padat (45,5%). Dari beberapa penelitian

diketahui bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan

makanan pendamping ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang

manfaat dan cara pemberian makanan pendamping ASI yang benar sehingga
8

berpengaruh terhatap pemberian makanan pendamping ASI (Depkes RI,

2006).

Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance

System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta,

Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar,

Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI

eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-

25%. Pencapaian ASI ekskusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1-13%

dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak

ibu-ibu memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005).

Di Indonesia salah satu studi mengenai ASI dan makanan

pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di

Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan

bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4

bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari

pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2%

dan di Jawa Timur 67,4%. Sedangkan Makanan madu di Jawa Barat 25,8%

dan di Jawa Timur 15,3% (Fikawati, 2003).

Hasil praktikum KeseMasyarakat mahasiswa Jurusan Gizi FKM-UI

tahun 2008 di wilayah kerja puskesmas Cipayung, di 4 kelurahan ditemukan

bahwa masih banyak ibu yang menberikan MP-ASI dini pada bayi 0-6 bulan.

Dari 299 responden (bayi 0-6 bulan) sebanyak 168 (56,2%) sudah diberikan
9

ASI persial (selain memberikan ASI, obat-obatan, vitamin dan mineral, juga

diberikan makanan cair sumber energy dan zat gizi lain seperti susu formula

dan air buah, berupa makanan semi padat dan makanan padat). Responden

yang diberikan ASI predominan sebanyak 33 bayi (11,0%) yaitu bayi yang

diberikan selain ASI, obat-obatan, vitamin dan mineral juga diberikan cairan

lain seperti madu, air gula, air putih, dan air teh. Sedangkan responden yang

masih diberikan ASI saja sebanyak 98 bayi.

Masih banyak ditemukan bayi sebelum usia 4 bulan telah diberi

makanan pendamping. Tampaknya sudah menjadi hal biasa bagi sebagian ibu

di Indonesia terutama di pedesaan untuk memulai memberikan makanan

tambahan sejak bayi umur kurang lebih 1 bulan seperti : pisang yang di

haluskan, pisang dicampur nasi kemudian dihaluskan, buah-buahan yang

dihaluskan, dan bubur susu, dan lain-lain. Hal itu dikarenakan kebiasaan

masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran dari orang tua untuk

memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian

1. Bagi Kader Posyandu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.


10

2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

akan kebiasaan masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran

dari orang tua untuk memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian

4. Bagi Kader Posyandu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.

5. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

akan kebiasaan masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran

dari orang tua untuk memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian
11

7. Bagi Kader Posyandu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.

8. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

9. Bagi Peneliti Selanjutnya

akan kebiasaan masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran

dari orang tua untuk memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian

10. Bagi Kader Posyandu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.

11. Bagi Puskesmas


12

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

12. Bagi Peneliti Selanjutnya

akan kebiasaan masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran

dari orang tua untuk memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian

13. Bagi Kader Posyandu

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.

14. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

15. Bagi Peneliti Selanjutnya

akan kebiasaan masyarakat awam dan tidak sedikit karena anjuran

dari orang tua untuk memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

DalManfaat Penelitian

16. Bagi Kader Posyandu


13

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi sehingga kader

dapat termotivasi untuk memberikan dan menginformasikan terhadap ibu-

ibu tentang ketepatan waktu awal pemberian makanan pendamping ASI.

17. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan agar puskesmas memberikan informasi yang lebih

baik tentang bagaimana waktu yang tepat tentang pemberian makanan

pendamping ASI.

18. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi dalam melakukan penelitian berikutnya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

B. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai bulan Juli 2013.

2. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini adalah Kelurahan Antapani Tengah Wilayah Kerja

Puskesmas Griya Antapani Kota Bandung.

3. Ruang Lingkup Materi

Materi penelitian ini adalah Keperawatan Anak Komunitas

Anda mungkin juga menyukai