Anda di halaman 1dari 3

Periode emas dalam dua tahun pertama kehidupan anak dapat tercapai optimal

apabila ditunjang dengan asupan nutrisi tepat sejak lahir. Keadaan status gizi anak
usia di bawah dua tahun (Baduta) merupakan kelompok yang rawan gizi dan akan
menentukan kualitas hidup selanjutnya. Pemenuhan gizi merupakan hak dasar anak
(Ferreira, 2012). Air susu ibu (ASI) sebagai satu-satunya nutrisi bayi sampai usia
enam bulan dianggap sangat berperan penting untuk tumbuh kembang anak). Pada
usia 6 bulan, selain ASI bayi mulai bisa diberi makanan pendamping ASI, karena pada
usia itu bayi sudah mempunyai refleks mengunyah dengan pencernaan yang lebih
kuat. Makanan pendamping tidak menggantikan ASI, tetapi secara bertahap
menambahkan sesuai kebutuhan gizi bayi. Keberhasilan pemberian MP ini
dipengaruh juga oleh perkembangan fungsi sistem syaraf, saluran cerna dan ginjal
bayi. Ketika air susu ibu (ASI) tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, maka
makanan pendamping ASI (MP-ASI) harus diberikan sebagai makanan tambahan
(Fatimah, 2010).
Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau
disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut
dengan MP-ASI lokal. Hasil penelitian Adawiyah, 2015 didapatkan bahwa pola
pemberian mpasi pada bayi 6-24 bulan antara ibu bekerja dan tidak bekerja terdiri dari
mpasi buatan sendiri lebih banyak digunakan pada ibu bekerja dibandingan ibu yang
tidak bekerja. Studi-studi di banyak negara berkembang mengungkapkan bahwa
penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak
usia 3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI dan buruknya praktek
pemberian makanan pendamping ASI (Ferreira, 2012).
Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu
pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Adanya
kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, antara lain : pemberian makanan
yang terlalu dini atau terlambat, makanan yang diberikan tidak cukup dan frekuensi
yang kurang (Maseko & Owaga, 2012). Beberapa penelitian menyatakan bahwa
masalah gizi pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan pemberian ASI dan MP-ASI
yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas). Selain itu, para ibu kurang menyadari
bahwa sejak bayi berusia 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu
yang baik (Hermina & Nurfi, 2010).
Prevalensi balita gizi buruk dari 2005 hingga 2009 antara 1,2% hingga 1,04%.
Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai tumbuh
kembang optimal pada anak, yaitu : (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera
dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI)
saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3)
memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan

sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan
atau lebih. (Azwar, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Sumartini (2011) yang dilakukan di Kecamatan
Medan Amplas menunjukkan bahwa pola pemberian MP-ASI meliputi jenis makanan
tambahan, konsumsi energi dan protein serta frekuensi konsumsi makan berpengaruh
terhadap status gizi bayi 6-12 bulan. hasil penelitian Winarti (2012), menyimpulkan
bahwa bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian MP-ASI terhadap
status gizi buruk pada balita. Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah
frekuensi pemberian MP-ASI, tingkat konsumsi energi dan protein sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) pada wilayah pesisir bahwa terdapat
hubungan pola pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak usia 6-24 bulan yang
sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan ketersediaan pangan.
Mengacu dari uraian latar belakang

Anda mungkin juga menyukai