Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi, yang
bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah air susu ibu yang
mengandung nutrisi optimal, baik kualitas dan kuantitasnya. Air susu ibu
(ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
garan anorganik yang disekresikan oleh kelenjar mammae ibu, dan berguna
sebagai makanan. Keseimbangan zat-zat gizi dalam susu ibu berada pada
tingkat terbaik dan air susu nya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi
yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-
sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan
perkembangan system syaraf (Maryunani Anik, 2012).

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang


terbaik. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan
untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama. Pemberian ASI
selama 6 bulan tanpa makanan pendamping apapun sering disebut ASI
eksklusif (Roesli, 2008). Pemberian ASI Eksklusif mempunyai berbagai
manfaat bagi bayi dan ibu. Pemberian ASI Eksklusif selain meningkatkan
kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial
memiliki emosional yang stabil dan spiritual yang matang, serta memiliki
perkembangan sosial yang baik. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif 6 bulan
frekuensi terkena diare sangat kecil. Berbeda dengan kelompok bayi yang
diberi susu formula lebih sering mengalami diare. Dengan demikian kesehatan
bayi yang mendapat ASI akan lebih baik bila dibanding dengan kelompok
bayi yang diberi susu sapi. Meskipun manfaat pemberian ASI Eksklusif
sudah sangat jelas disebutkan namun pelaksanaannya belum sesuai harapan.

Dikutip dari (Media Indonesia 2018) bahwa Angka pemberian ASI


ekslusif di Indonesia masih tergolong rendah.  Menurut Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan 2017, pemberian ASI ekslusif di Indonesia
hanya 35%. Angka tersebut masih jauh di bawah rekomendasi WHO (Badan
Kesehatan Dunia) sebesar 50%. Dr.dr. Ariani Dewi Widodo SpA(K) dari
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita menuturkan, ada beberapa hal
yang membuat penurunan produksi ASI pada ibu. Pertama, ketika ibu
mengalami stress atau lelah bekerja setelah cuti melahirkan. Kedua, ibu yang
sakit dalam kurun waktu tertentu sehingga tidak dapat menyusui langsung.
Ketiga, ibu yang merasa tidak nyaman secara psikologis karena mendapat
tekanan dari keluarga ataupun lingkungan. Karena itu, ibu disarankan
melakukan relaktasi ketika tidak memproduksi ASI selama dua minggu
berturut-turut dalam masa enam bulan pertama ASI ekslusif. Alasan lain yang
menyebabkan ketidaksuksesan pemberian ASI Eksklusif bahwa payudara
yang terlalu kecil kurang menghasilkan ASI. Selain itu, ibu berpendapat
bahwa menyusui juga dapat membuat ibu menjadi gemuk dan bentuk
payudaranya menjadi jelek (Kristiyansari, 2009).

Berdasarkan fenomena di atas maka diperlukan jembatan informasi


untuk mengubah pemahaman dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang ASI Eksklusif. Pengetahuan seorang ibu tentang ASI Eksklusif
dapat diperoleh dari penyuluhan, media massa, pengalaman diri sendiri, atau
orang lain (Pernanda, 2014). Unit kesehatan yang paling berperan dalam
meningkatkan pengetahuan pemberian ASI Eksklusif adalah puskesmas.
Puskesmas melaksanakan salah satu perannya melalui kegiatan posyandu.
Pada kegiatan posyandu tenaga kesehatan dibantu oleh warga setempat yang
disebut kader. Sejak tahun 2006 Departeman Kesehatan bersama UNICEF
melatih tenaga kesehatan dan kader masyarakat tentang konseling menyusui
dengan tujuan meningkatkan pemberian ASI Eksklusif, salah satunya yang
sedang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung yaitu dengan adanya
Program Bandung Sadayana ASI Eksklusif (SAE).

Menurut Ketua Forum Bandung Sehat, Siti Muntamah Oded. Bandung SAE
ini menjadi salah satu solusi untuk menurunkan angka rendahnya pemberian ASI
eksklusif. Sebab hanya 45% ibu di Kota Bandung yang menyusui bayinya secara
eksklusif selama 6 bulan. Angka tersebut jauh dari harapannya. Oleh karena itu,
Bandung SAE diharapkan mampu mendorong pertumbuhan pemberian ASI kepada
anak. “SAE adalah program untuk memenuhi hak anak, setiap anak harus
mendapatkan ASI ibunya kecuali ada faktor-faktor tertentu yang sangat kritis sampai
ibu tidak bisa memberikan ASI. Karena hari ini hanya 45% ibu di Kota Bandung yang
telah memberikan ASI-nya sampai 6 bulan” .

Anda mungkin juga menyukai