Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN GIZI

KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAPANE

PROPOSAL

Oleh :

ANDINI ARI ASTUTI SIOLEMBA


NIM. PO0224218034

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALU
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN POSO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa balita adalah masa pembentukan dan perkembangan manusia, usia

ini merupakan usia yang rawan karena balita sangat peka terhadap gangguan

pertumbuhan serta bahaya yang menyertainya. Masa balita disebut juga sebagai

masa keemasan, dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir,

berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal

pertumbuhan moral,salah satu yang mempengaruhinya adalah Gizi kurang pada

balita (Khulafa’ur Rosidah & Harsiwi, 2017).

Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein

karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.Cara menilai

statusgizi dapat dilakukan dengan pengukuranantropometrik, klinik, biokimia,

dan biofisik.Pengukuran antropometrik dapat dilakukandengan beberapa macam

pengukuran yaitupengukuran berat badan,tinggi badan,lingkar lengan atas, dan

sebagainya. (Nuzula et al., 2017)

Gizi kurang pada balita menyebabkan daya tahan tubuh berkurang

sehingga dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada balita

(Rahmawati & Utami, 2019). Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif

terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, menurunkan daya tahan tubuh,

menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, bahkan menimbulkan kecacatan,

meningkatkan angka kesakitan serta angka kematian (Nuzula et al., 2017).


AKABA (Angka kematian balita) adalah jumlah kematian yang terjadi

pada balita sebelum usia lima tahun per 1.000 kehidupan. Jumlah

AKABA di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 32%. Pada Tahun 2017

AKABA Sulawesi tengah sebanyak 10,46%,dan pada tahun 2017 AKABA di

Kabupaten Poso adalah 4.6%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan

bahwa persentase gizi kurang di Indonesia adalah 13,8%.Hal tersebut tidak

berbedah jauh dengan hasil PSG yang di selenggarakan oleh Kementrian

kesehatan tahun 2017,yaitu persentase gizi kurang sebesar 14% (Kemenkes RI,

2019). Pada tahun 2019 di Indonesia pervalensi gizi kurang pada balita sebanyak

13,80% (Kemenkes RI, 2020).

Tahun 2018 untuk tingkat Provinsi Sulawesi Tengah pervalensi gizi

kurang 3,80% (Kemenkes RI, 2019). Pada tahun 2019 menunjukan pervalensi di

Provinsi Sulawesi Tengah dengan masalah gizi kurang pada balita adalah

11,3%,dan target RPJMN 17% pervalensi paling tertinggi di Kabupaten

Donggala sebesar 15%(Kemenkes RI, 2020).

Untuk Kabupaten Poso pervalensi balita yang mengalami gizi kurang

pada tahun 2018 sebanyak 14,6%,dan pada tahun 2019 pervelensi balita yang

mengalami gizi kurang menurun menjadi 9.1%(Dinas Kesehatan Sulawesi

Tengah, 2019). Data balita yang mengalami gizi kurang di wilayah kerja

Puskesmas Mapane Kecamatan Poso Pesisir Tahun 2018 adalah 2,58%

(Puskesmas Mapane, 2019)

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh

setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak di usia
balita. Di dasarkan fakta bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat

irreversible (tidak dapat pulih),Kekurangan gizi dapat mempengaruhi

perkembangan otak anak .Dari data yang di peroleh kasus gizi kurang pada balita

mengalami naik turun setip tahun karena di sebabkan beberapa faktor yaitu,

status gizi pada anak balita di perkotaan adalah tingkat sosial ekonomi,

pendidikan, pekerjaan orang tua dan tinggi badan orang tua, sedangkan di

perdesaan faktor yang berhubungan adalah status sosial ekonomi, pendidikan,

pekerjaan, tinggi badan orang tua, pemanfaatan Pelayanan kesehatan dan angka

kecukupan konsumsi protein. Kehidupan di daerah perkotaan lebih tergantung

pada pendapatan yang dicapai dibanding dengan sektor pertanian dan sumber

daya alam (Yuniastuti et al., 2017) .

Menurut hasil penelitian (Irianti, 2018) terdapat pengaruh-pengaruh

yang menyebabkan gizi kurang pada balita yaitu pengetahuan,perekomenian,dan

jarak kelahiran.

Berdasarkan survei awal yang saya lakukan di salahsatu posyandu ddi

wilayah kerja Puskesmas Mapane di dapatkan bahwa beberapafaktor yang

mempengaruhi Status gizi balita dalah Pengetahuan ibu,sistem ekonomi

keluarga,usia ibu,cara memberikan makanan kepada anak kurang tepat.

. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan,penulis tertarik untuk

meneliti tentang”Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian gizi buruk

pada balita”
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut Penulis merumuskan masalah berikut”Faktor

apa saja yang mempengaruhi angka kejadian gizi kurang pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Mapane?”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum :

Untuk mengetahuai faktor apa saja yang mempengaruhi angka kejadian

gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mapane.

2. Tujuan khusus :

a. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi angka kejadian

gizi kurang pada balita diwilayah kerja Puskesmas Mapane

berdasarkan umur.

b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi angka kejadian

gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mapane

berdasarkan pendidikan.

c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi angka kejadian

gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Mapane

berdasarkan pekerjaan.

D. Manfaaat Penelitian

1. Bagi responden

Dapat menambah pengetahuan tentang faktor-fakor yang mempengaruhi

gizi kurang pada balita.

2. Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan lebih luas serta memberikan gambaran sedekat

mungkin melalui pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian

mengenai faktor faktor yang mempengaruhi angka kejadian gizi buruk

pada balita.

3. Bagi Puskesmas Mapane

Diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan

(bidan,perawat,dokter) untuk meningkatkan diadakan kegiatan promosi

kesehatan mengenai pentingnya cara memberikan asupan gizi yang baik

pada balita untuk mencegah angka kejadian gizi kurang pada balita.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Di harapkan dapat menambah referensi kepustakaan dalam pembelajaran

mahasiswa Poltekkes Palu tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi

angka kejadian gizi kurang pada balita.

5. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian dapat membantu dalam penyusunan penelitian

selanjutnya yang akan dilakukan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A.Tinjauan tentang balita

a. Pengertian balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

yang lebih dikenal dengan usia anak di bawah 5 tahun. Masa balita adalah masa

pembentukan dan perkembangan manusia, usia ini merupakan usia yang rawan

karena balita sangat peka terhadap gangguan pertumbuhan serta bahaya yang

menyertainya. Masa balita disebut juga sebagai masa keemasan, dimana terbentuk

dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental

intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral,salah satu yang

mempengaruhinya adalah Gizi kurang pada balita (Khulafa’ur Rosidah &

Harsiwi, 2017)

B. Tinjauan tentang gizi

a. Pengertian gizi

Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein

karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Gizi kurang

pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun

mental, menurunkan daya tahan tubuh, menyebabkan hilangnya masa hidup

sehat balita, bahkan menimbulkan kecacatan, meningkatkan angka kesakitan

serta angka kematian (Nuzula et al., 2017)

b. Pengukuran status gizi yang di gunakan pada usia balita.


Cara menilai status gizi balita dapat dilakukan dengan pengukuran

antropometrik, pengukuran tersebut di lakukan dengan cara,mengumpulkan

data dari balita yaitu,nama,usia,jenis kelamin,berat badan, dan tinggi

badan/panjang badan. Alat yang digunakan dalam mengukur antropometri

balita merupakan alat yang valid dan biasa digunakan dalam pelayanan

kesehatan umumnya yaitu, timbangan duduk bagi balita berusia 0-24 bulan

dan timbangan berdiri bagi balita usia 2-5 tahun, metline untuk mengukur

panjang badan balita berusia 0-24 bulan dan alat pengukur tinggi badan bagi

balita berusia 2-5 tahun.

c. Faktor-faktor penyebab Gizi kurang

Menurut hasil penelitian (Irianti, 2018) ada 3 faktor yang

mempengaruhi gizi kurang pada balita yaitu:

a) Pengetahuan

Dari hasil yang telah dilakukan pengetahuan ibu balita dengan

balita status gizi kurang adalah Rendah yaitu 11 (55%) Tinggi yaitu 9

orang (45%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas

pengetahuan ibu yang memiliki balita status gizi kurang diwilayah kerja

puskesmas Sail adalah Rendah. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan domain yang

seseorang dipengaruhi oleh cukup tidaknyainformasi dan pengetahuan

orang lain, dan pengalaman yang didapat. Penelitian ini sejalan dengan
peneliti Ariyani(2011),dimana hasil penelitian di dapatkan sebagian

Tingkat pendidikan yang rendah ini mempengaruhi tingkat pengetahuan

dan penghasilan orang tua balita.

Menurut peneliti, pengetahuan ibu sangat signifikan sekali pada

pertumbuhan balita.Pengetahuan ibu yang rendah mengakibatkan

pertumbuhan balita tidak baik dan mengakibatkan kekurangan gizi. Ibu

kurang mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara memilih bahan

makanan yang tepat untuk balita,bagaimana memasak yang baik dan

benar, serta bagaimana cara memilih menu makanan yang baikuntuk

keluarga. Untuk itu sebaiknya ibu sebaiknya mencari informasi baik dari

buku ataupun tenaga kesehatan. sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang,berarti tinggi rendahnya pengetahuan.

b) Perekonomian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan perekonomian orang tua

balita menderita status gizi kurang adalah Rendah 12 orang (60%), Tinggi

yaitu 8 orang (40%), Menurut Notoadmodjo (2005) status ekonomi

adalah suatu konsep untuk mengukur konsep ekonomi, dapat melalui

variabel pendapatan atau pengeluaran keluarga. Ada dua stratifikasi dalam

penelitian ekonomi suatu daerah. Stratifikasi yang menggambarkan

keadaan sosial ekonomi masyarakat yang digunakan dalam menentukan

ingkat kemiskian penduduk dan stratifikasi yang digunakan untuk menilai

setiap individu.

Menurut guru besar Ekonomi Kesehatan, Ascobat Gani,persoalan

pokok terjadinya balita gizi kurang diIndonesia karena kegagalan negara


untuk mengatasi kemiskinan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Novitasari (2012) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara status social ekonomi dengan kejadian gizi kurang.

Selain itu diperoleh pula status sosial ekonomi merupakan faktor resiko

terjadinya resiko status gizi kurang.

Menurut Almaghribi (2013) masalah gizi terjadi karena

kemiskinan, indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang

hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut. Dari hasil

penelitian, perekonomian orang tua yang rendah salah satu yang

menyebabkan terjadinya gizi kurang pada balita. Ibu dengan

perekonomian keluarganya yang rendah tetap dapat memberikan makanan

yang bergizi seperti tempe, tahu, dan telur sebagai pengganti ikat dan

daging. Karena kadar gizi didalamnya sama.

Oleh karena itu tidak hanya makanan yang mahal yang memiliki

gizi yang baik, menjaga pola hidup sehat juga dapat meningkat kesehatan

keluarga.

c) Jarak Kelahiran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari faktor jarak

kelahiran yang terlalu rapat akan mempengaruhi makanan yang

dikonsumsi oleh seorang anak didapat usia < 2 tahun sebanyak 12 orang

(60%) dan = 2 th sebanyak 8 orang (40%). Menurut Marimbi (2010) yang

membuktikan bahwa banyak anak yang menderita gangguan gizi oleh

karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah lahir,

sehingga ibunya tidak dapat merawatnya secara baik. Anak yang dibawah
usia2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan

makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa

2 tahun itu ibu sudah hamil lagi,maka bukan saja perhatian ibu terhadap

anak akan menjadi berkurang akan tetapi air susu ibu (ASI) yang masih

sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar.

Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima

makanan pendamping ASI, yang kadang- kadang mutu gizi makanan

tersebut juga sangat rendah, dengan penghentian pemberi ASI karena

produksi ASI berhenti, akan lebih cepat mendorong anak menderita gizi

buruk, yang apabila tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan

kematian. Karena alasan inilah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan

keluarga,disamping memperbaiki gizi juga perlu dilakukan usaha untuk

mengatur jarak kelahiran.

Menurut peneliti, penelitian tersebut dapat diketahui memang

jarak kelahiran yang yang terlalu rapat dapat menyebabkan terjadinya gizi

kurang pada balita. Untuk tidak terjadinya balita gizi kurang maka orang

tua haruslah mengatur jarak kelahiran anaknya. Agar mereka bias

menghidupi keluarganya dengan baik khususnya dapat memberikan gizi

yang terbaik buat balitanya(Hanum, 2010)

d. Dampak gizi kurang pada balita

Gizi kurang secara patofisiologi pada anak balita adalah mengalami

kekurangan energi protein, anemia/kurang zat besi, gangguan akibat

kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vitamin A.Kekurangan sumber dari

empat diatas pada anak balita dapat menghambat pertumbuhan, mengurangi


daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan

rendahnya tingkat kecerdasan, penurunan kemampuan fisik, gangguan

pertumbuhan jasmani dan mental, stunting, kebutaan serta kematian pada

anak balita.

C. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian(Yaziz,2008)

Kerangka konsep yang di gunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian gizi kurang pada balita.Di

tinjau dari tingkat faktor-faktor lingkungan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Mapane masih ada ibu balita yang belum mengerti dengan kebutuhan

gizi pada usia balita,dan sistem ekonomi keluarga yang juga masih

mempengaruhi kejadian gizi kurang pada balita.

Anda mungkin juga menyukai