1
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
2
B6
Langkah 1
Kata-kata Sulit
1. Malpraktek : tindakan medis buruk yang dilakukan tenaga kesehatan dalam
berhubungan dengan pasien.
Pertanyaan
1. Apa definisi malpraktek?
Jawab : Malpraktek adalah tindakan penanganan yang tidak sesuai dengan standar
yang berlaku, melakukan suatu tindakan yang bukan keahliannya, serta menimbulkan
bahaya bagi pasien.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
3
B6
Langkah 2
MANDIRI
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
4
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
5
B6
Klasifikasi
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance :
Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis
dengan menyalahi prosedur.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang
etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga
berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice,
1893).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal Malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
7
B6
surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP). Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)
misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut
pasien saat melakukan operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan
prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan
yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut
dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative Malpractice
Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice, disaat tenaga
perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan
untuk menjalankan profesinya (Surat Izin Kerja, Surat Izin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar
maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
Aspek hukum Malpraktek di Indonesia
Peraturan non Hukum
Diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula merupakan
peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika seorang
dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban dokter
terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14, yaitu:
Pasal 10 KODEKI: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya
melindungi makhluk insani”
Pasal 11 KODEKI: “Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
8
B6
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain
yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut”
Pasal 13 KODEKI: “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”
Pasal 14 KODEKI: “ Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu
memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu
dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga”
Peraturan Hukum
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:
a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)
b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)
c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau
menimbulkan harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)
d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)
e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)
f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan
kematian)
g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)
h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan
seseorang)
i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)
j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang
bersangkutan)
k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)
l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus
criminalis)
m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)
n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)
o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)
p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam
keadaan bahaya)
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
9
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
10
B6
Investigasi
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan
kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik
medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat
dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan
pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari
dokter atau dokter gigi.
Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
Tiga tingkatan culpa:
a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross
fault or neglect)
b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)
c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-
buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan
yang dilakukan sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, the thing speaks for itself )
sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada
dokternya.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
11
B6
Pencegahan
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena
perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan
berhasil (resultaat verbintenis).
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
12
B6
Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsung sampai asisten tersebut dapat
memenuhi standar kualifikasi yang ada
Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempat yang mudah diakses oleh pasien.
Kesalahpahaman dapat mudah terjadi jika pasien membaca dan menyalahartikan literatur
yang ada.
Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapus atau mengubah isi yang ada.
Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang
penting dalam menyimpan surat persetujuan yang telah dibuat.
Cobalah untuk menghindari debat dengan pasien tentang tarif dokter yang terlampau
mahal. Buatlah diskusi dan pengertian dengan pasien mengenai tarif dokter yang wajar.
Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien. Jangan
pernah menduga jika pasien mengerti apa yang kita ucapkan.
Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialami pasien, dengan ini tata laksana akan
menjadi komprehensif.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
13
B6
Jangan pernah melakukan pemasangan alat bantu, pengobatan atau tata laksana jika pasien
masih berada dalam pengaruh alkohol atau pengaruh pengobatan yang mengandung
narkotika.
Jangan pernah menawarkan untuk membiayai pengobatan pasien dengan dana sendiri. Jika
pengobatan yang diberikan melebihi polis asuransi yang pasien miliki, maka jangan
limpahkan kepada polis asuransi yang kita miliki.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
14
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
15
B6
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan
lengannya ketika akan diambil darahnya.
Proxy Consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu sendiri,
dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent
tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat
orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan
dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed Consent : doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan :
Keadaan darurat medis
Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang
melepaskan haknya memberikan consent.
Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent.
Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk
dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap
“cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak
keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan
sakitnya.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :
Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu
untuk tanya-jawab.
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna
informasi
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent :
Pasien tidak mau diberitahu.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
17
B6
dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent.
Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang
bersangkutan.
Otoritas untuk memberikan persetujuan
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan
tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah.
Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama
pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang
ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap
persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan
tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak
rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus
sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan
yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat
berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien,
meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka
dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika
tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa
inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.
Kemampuan memberi perizinan
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan
terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana
tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam
usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau
yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak
atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien
inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
20
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
21
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
22
B6
b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical
procesure)
c. Tentang resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
d. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resiko-resikonya (alternative
medical procedure and risk)
e. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan
f. diagnosis
5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan
Dokter yang melakukan tindakan medis tanggungjawab
Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain dengan diketahui dokter yang bersangkutan
6. Cara menyampaikan informasi
Lisan
Tulisan
7. Pihak yang menyatakan persetujuan
a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah
b. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :
Ayah/Ibu kandung
Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak :
Ayah/ibu adopsi
Saudara-saudara kandung
Induk semang
d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :
Ayah/ibu kandung
Wali yang sah
Saudara-saudara kandung
e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle)
Wali
Curator
f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua
Suami/istri
Ayah/ibu kandung
Anak-anak kandung
Saudara-saudara kandung
8. Cara menyatakan persetujuan
Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi
Lisan; tindakan tidak beresiko
9. Jenis tindakan medis yang pelu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan
pimpinan RS
10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien
11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan
Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai salah
satu saksi
Materai tidak diperlukan
Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
Formulir harus ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan
Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti telah memberikan informasi
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
23
B6
Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanannya.
12. Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada rekam
medisnya.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
24
B6
3. Memahami & Menjelaskan tentang Alur hukum bila seorang dokter melakukan
malpraktek
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
25
B6
2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet
dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin
Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter
dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan
surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk
permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli
di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya
persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham
dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen
Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum
Tugas MKDKI :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
27
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
28
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
29
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
30
B6
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung-jawab"
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang,
sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika
timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.
2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku
dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh
dokter saat menjalani profesi kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan
tidak boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah –misalnya- mengatakan: "Jika
menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan,
kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang
seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi
tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka
ia bertanggung-jawab." Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran
prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang
pelik.
3. Ketidaksengajaan (Khatha')
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di
dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang
terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus
bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan
Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).
4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ')
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek
yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan
hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi
ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati
orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin
juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai
terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku
malpraktek dengan pasien atau keluarganya.
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan
malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari
pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan
langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
31
B6
Blok Medikolegal
2013/2014
Skenario 1 –
33
B6
Daftar Pustaka
http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malprakte
k.pdf
http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-ki-fh-98.pdf
http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/
Blok Medikolegal
2013/2014