Anda di halaman 1dari 59

CASE REPORT

Tumor Nasofaring suspect Karsinoma


Nasofaring

Disusun Oleh :
Charina Indhy Btari
1965050073

Pembimbing :
dr. Lina Marlina, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 23 November 2020 – 12 Desember 2020
IDENTITAS Nama : Tn. Y
PASIEN Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl Al Amin, Jakarta Timur
Anamnesis

Keluhan Utama • Telinga kanan berdeging

• Penurunan pendengaran
• Telinga terasa penuh
Keluhan • Keluar ingus bercampur darah
Tambahan
• Sakit kepala
• Benjolan di leher kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit
• Pasien datang ke poli THT RS UKI dengan keluhan telinga kanan berdenging, terasa

penuh dan pendengaran terasa berkurang sejak ± 1,5 tahun yang lalu. Keluhan di rasakan

terus – menerus sepanjang hari dan semakin lama semakin memberat. Pasien juga

mengatakan kadang bisa mendengar suara detak jantungnya di telinga kanan. Pasien

sudah pernah berobat ke dokter tapi tidak ada perbaikan. Riwayat keluar cairan dari

telinga di sangkal, nyeri telinga disangkal.

• Selain itu pasien juga mengeluhkan ada riwayat hidung terasa tersumbat yang di rasakan
setiap saat. Pasien mengatakan pernah keluar ingus bercampur darah beberapa bulan yang
lalu. Darah yang keluar berwarna merah kecoklatan ± ¼ gelas aqua.
Riwayat Perjalanan Penyakit
• Dan 1 bulan terakhir, pasien mengeluhkan muncul benjolan di leher depan sebelah kanan.
Benjolan awalnya sebesar kelereng, namun dirasakan makin lama makin membesar.
Benjolan dirasakan tidak nyeri bila di pegang.

• Kemudian pasien juga mengeluhkan sakit kepala beberapa hari terakhir. Sakit di rasakan
hilang timbul dan terasa seperti ditusuk-tusuk jarum. Selain itu pasien juga mengatakan
leher bagian belakang dan bahu sering terasa pegal.

• Pandangan mata ganda (-), gangguan menggerakan bola (-), penurunan berat badan (-),
badan terasa lemah & lesu (-), suara serak (-).
• Riwayat Penyakit Dahulu : Disangkal
• Riwayat Penyakit Keluarga : Almarhum adik pasien meninggal akibat kanker.
• Riwayat Alergi : Disangkal
• Riwayat Kebiasaan Pribadi : Pasien mengatakan hanya mengkonsumsi masakan
dari rumah.
Konsumsi makanan asin (ikan asin) dan
berpengawet (sarden, indomie) di sangkal.
Merokok disangkal.
Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
• Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
• Kesadaran : Composmentis
• Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Suhu : 36.5°C
 RR : 20x/menit
PEMERIKSAAN TELINGA
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kelainan Kanan Kiri
Daun telinga (Auricula ) Bentuk Normotia Normotia
Infeksi (-) (-)
Trauma (-) (-)
Tumor (-) (-)
Nyeri tarik (-) (-)
Pre auricula Fistel
Auricula assecoris
Abses (-) (-)
Sikatrik
Nyeri tekan tragus
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kelainan Kanan Kiri
Retro auricula Edem
Abses
Fistel (-) (-)
Sikatrik
Nyeri tekan
Infra auricula Pembesaran kelenjar (-) (-)
parotis
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kelainan Kanan Kiri
Liang Telinga
Liang telinga Lapang Lapang
Epidermis Merah Muda Merah Muda
Sekret (-) (-)
Serumen (-) (-)
Kelainan lain (-) (-)
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kelainan Kanan Kiri
Membran Intak (+) (+)
Timpani Warna Redup Redup
Refleks cahaya (-) (-)
Perforasi (-) (-)
Kelainan lain Retraksi Retraksi

AD AS
Uji Pendengaran
Tes Garputala (512 Hz) Kanan Kiri
Tes Rinne (-) (+)
Tes Weber Lateralisasi ke kanan
Sama dengan
Schwabach Memanjang
pemeriksa
Uji Pendengaran
Audiometri
PEMERIKSAAN HIDUNG
Pemeriksaan Hidung
Hidung Kanan Kiri
Bentuk luar Normal; Simetris Normal; Simetris
Deformitas Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Nyeri tekan
Dahi Tidak ada Tidak ada
Pipi Tidak ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Rhinoskopi Anterior Dekstra Sinistra
Vestibulum nasi Tenang Tenang
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa Merah muda Merah muda
Konka Media Eutrofi; Licin Eutrofi; Licin
Konka Inferior Eutrofi; Licin Eutrofi; Licin
Meatus Media Sekret (+) serosa Sekret (+) serosa
Meatus Inferior Sekret (+) serosa Sekret (+) serosa
Septum Deviasi - -
Sekret Serosa Serosa
Massa - -
Kelainan lain Tampak massa putih Tidak ditemukan
(nasofaring) kemerahan, rapuh
dan mudah berdarah
Rhinoskopi Anterior Kanan
PEMERIKSAAN
TENGGOROKAN
Bagian Hasil Pemeriksaan
Mulut  
Gigi Lengkap; Gigi lubang (-)
Gusi Bengkak (-); Perdarahan (-)
Lidah Coated tongue (-)
Kelenjar Liur Normal
Kelainan Lain (-)
Faring  
Arkus Faring Simetris, merah muda
Dinding Faring Merah muda, granul (-)
Mukosa Merah muda
Uvula Di tengah
Bagian Hasil Pemeriksaan
Tonsil  
Pembesaran T1-T1
Mukosa Merah muda
Kripta Tidak melebar
Detritus Tidak ada
PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING

  Kanan Kiri
Kelenjar submentalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelenjar submandibula Teraba massa padat, soliter, Dalam batas normal
diameter ukuran ± 3 cm,
permukaan licin, batas tegas,
nyeri (-), warna kulit sama
dengan sekitar.
Kelenjar cervicalis anterior Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelenjar cervicalis posterior Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelenjar supraclavicula Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelenjar infraclavicula Dalam batas normal Dalam batas normal
Thyroid Dalam batas normal Dalam batas normal
Abses submandibula Dalam batas normal Dalam batas normal
Abses servikal Dalam batas normal Dalam batas normal
Stadium Klasifikasi TNM
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Mendeteksi penyakit
Darah Perifer Lengkap dan memantau
perkembangan penyakit.

• Mendeteksi kelainan
Biopsi Jaringan jaringan tubuh (keganasan)
(Histopatologi) dan melakukan penapisan
suatu penyakit.

• Menentukan lokasi tumor


CT Scan Nasofaring
dan ukuran tumor.
CT Scan Nasofaring Senin, 30 November 2020

26
CT-Scan Nasofaring :
• Tampak massa nasopharynx dextra sedikit meluas ke cavum nasi dextra.
• Tampak lymph node colli dextra yang membesar.
• Tidak tampak infiltrasi ke intracerebral.
PATOLOGI ANATOMI Jumat , 4 Desember 2020

• Makroskopik: diterima 1 botol berisi jaringan compang camping, sebanyak 1,5 cc,
warna kecoklatan , kenyal.
• Mikroskopik: sediaan biopsy tumor nasofaring menunjukan sel-sel bentuk bulat,
oval, rasio inti sitoplasma meningkat, dengan inti berkromatin kasar, nukleoli
prominen, mitosis atipik dapat ditemukan, menginfiltrasi stroma jaringan ikat
fibrokolagen sembab, hiperemis berserbukan limfosit, histiosit. Tampak invasi
limfovaskular.

• Kesimpulan : karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, tidak berdiferensiasi


nasofaring (WHO 3)
RESUME

Tn. Y 46 tahun, datang ke poli RS UKI dengan keluhan telinga kanan berdenging, terasa penuh dan
pendengaran terasa berkurang sejak ± 1,5 tahun yang lalu. Keluhan di rasakan terus – menerus sepanjang
hari dan semakin lama semakin memberat. Pasien juga mengatakan kadang bisa mendengar suara detak
jantungnya di telinga kanan. Riwayat hidung terasa tersumbat yang di rasakan setiap saat dan pernah
keluar ingus bercampur darah beberapa bulan yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah kecoklatan ±
¼ gelas aqua. Muncul benjolan di leher depan sebelah kanan. Benjolan awalnya sebesar kelereng, namun
dirasakan makin lama makin membesar. Sakit kepala hilang timbul, terasa seperti ditusuk-tusuk jarum,
pegal bagian belakang leher dan sekitar bahu.
RESUME

Pemeriksaan Telinga : Kiri-kanan, membran timpani retraksi(+),


warna redup, refleks cahaya (-).

Pemeriksaan Hidung : Rinoskopi anterior, tampak massa putih


kemerahan, rapuh dan mudah berdarah.

Pemeriksaan KGB : Palpasi, Teraba massa padat, soliter, diameter


ukuran ± 3 cm, permukaan licin, batas tegas, nyeri
(-), warna kulit sama dengan sekitar.
RESUME

CT Scan Nasofaring :
• Tampak massa nasopharynx dextra sedikit meluas ke cavum nasi dextra.
• Tampak lymph node colli dextra yang membesar.

Patologi Anatomi :
• Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, tidak berdiferensiasi nasofaring.
DIAGNOSIS KERJA DIAGNOSIS BANDING

• Karsinoma Nasofaring dengan • Hiperplasia adenoid


pembesaran KGB colli anterior • Angiofibroma juvenilis
dextra (Stadium II)
• Chordoma
• Limfoma maligna
• TB Kelenjar
• Metastasis
PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa
1. Perbaiki pola hidup :
• Berhenti merokok.
• Hindari makanan berpengawet (sarden, kornet) dan makanan asin (ikan asin,
sambal terasi).
2. Menjaga kebersihan hidung.
3. Istirahat yang cukup.
Karsinoma Nasofaring Stadium II  Kemoradiasi
PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
• Antibiotik : cefixime 2 x 200 mg
• Neurobion forte tab 1x1 tab
• Codein 15 mg
Ibuprofen 200 mg da in caps
Paracetamol 350 mg
• Cuci hidung : Nacl 0,9 %, 2-3 kali sehari
PROGNOSIS PENYAKIT

Ad vitam : ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI NASOFARING

Batas-batas nasofaring:
• Superior : Sinus sphenoidal, tonsila
pharyngeal, pharyngeal tuberole.
• Inferior : Palatum durum
• Anterior : Koana, yang dipisahkan
menjadi koana dextra dan sinistra
oleh os vomer
• Posterior : Vertebra servicalis I dan II,
fascia space, mukosa lanjutan dari
mukosa bagian atas.
• Lateral : Muara tuba eustachii, Fossa
rosenmuller, torus tubarius,
DEFINISI KARSINOMA NASOFARING

Karsinoma adalah pertumbuhan sel yang Nasofaring merupakan suatu rongga dengan
ganas dan tidak terkendali terdiri dari sel-sel dinding kaku yang merupakan bagian dari
epithelial yang cenderung menginfiltrasi faring dan terletak dibelakang hidung.
jaringan sekitarnya sebagai proses metastasis.

Karsinoma Nasofaring suatu kondisi dimana


muncul benjolan (tumor ganas) pada epithelial
pelapis ruangan dibelakang hidung
(nasofaring)

Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma. Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery: Volume 1, No.1. 2010.
EPIDEMIOLOGI

• Kejadian KNF tertinggi di dunia  propinsi • Laki-laki : Perempuan  2,18 :1.


Cina Tenggara : 40 - 50 kasus kanker • Usia rata-rata pasien di diagnosis KNF adalah
nasofaring diantara 100.000 penduduk. 45- 55 tahun.
• KNF sangat jarang ditemukan di daerah
Eropa dan Amerika Utara dengan angka
kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
• Terdapat 87.000 kasus baru KNF muncul
setiap tahunnya (61.000 pada laki-laki dan
26.000 pada perempuan) dengan 51.000
kematian akibat KNF (36.000 pada laki-
laki, dan 15.000 pada perempuan).
• Di Indonesia, karsinoma nasofaring berada
pada urutan ke-4 kanker terbanyak di
Indonesia setelah kanker payudara, kanker
leher rahim, dan kanker paru.

1. IARC. GLOBOCAN 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. Globocan 2012
2. Chang ET, Adami HO. The enigmatic epidemiology of nasopharyngeal carcinoma. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2006
ETIOLOGI

Karsinoma nasofaring terjadi akibat gabungan dari faktor predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan infeksi
virus Ebstein-Barr

Orang-orang dengan kelemahan pada gen HLA memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk
menderita karsinoma nasofaring.

Menunjukkan konsumsi makanan yang mengandung volatile nitrosamine


(misalnya ikan asin), paparan formaldehide, akumulasi debu kapas, asam,
caustic, proses pewarnaan kain, merokok, nikel, alkohol, dan infeksi jamur
pada cavum nasi meningkatkan resiko terjadinya karsinoma nasofaring.

Infeksi EBV-1 dan EBV-2 telah dihubungkan dengan kejadian


KNF. ↑ titer ab terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG
terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer
ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit.

Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin : Springer, 2010.
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI

Secara makroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu :


• Bentuk ulseratif : paling sering pada dinding posterior dan di daerah sekitar fosa rosenmulleri.
Juga dapat ditemukan di dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada bagian atap
nasofaring. Lesi biasanya lebih kecil + jaringan yang nekrotik dan sangat mudah infiltrasi ke
jaringan sekitar. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa deengan
diferensiasi baik.
• Bentuk noduler/lubuler/proliferative :Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai
pada daerah sekitar muara tuba eustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah anggur atau
polipoid. Ulserasi jarang. Gambaran histopatologik biasanya karsinoma tanpa diferensiasi.
• Bentuk eksofitik : Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak dijumpai
adanya ulserasi, kadang-kadang bertangkai dan permukaannya licin. Tumor jenis ini biasanya
tumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor nini dapat
mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalam rongga
hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma.
MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala Nasofaring : Ingus bercampur darah


Post nasal drip
Epistaksis berulang
Sumbatan hidung unilateral/bilateral

2. Gejala telinga : Rasa penuh di telinga


Rasa berdengung
Rasa nyeri di telinga
Otitis media serosa sampai perforasi membran timpani Gangguan
pendengaran tipe konduktif, yang biasanya unilateral

3. Gejala mata & saraf : Penurunan visus, diplopia, oftalmoplegia, ptosis bulbi, parestesi /
hipestesi pada separuh wajah, neuralgia trigeminal separuh wajah.

4. Metastasis / gejala di leher : Limfadenopati servikal, Penyebaran limfogen Konsistensi keras,


tidak nyeri, tidak mudah digerakkan, Soliter.
STADIUM

Berdasarkan klasifikasi TNM (AJCC, 7th ed, 2010) , stadium karsinoma nasofaring dibagi menjadi:

T : tumor, menggambarkan N : nodul, menggambarkan kedaan M : metastasis,


keadaan tumor primer, besar, kelenjar limfe regional menggambarkan
dan perluasannya keberadaan metastasis
Nx : KGB regional tidak dapat dinilai jauh
T0 : Tumor primer tidak dapat di N0 : tidak ada metastasis ke KGB
nilai regional. Mx : Metastasis jauh tidak
Tis : Tidak terdapat tumor primer N1 : Metastasis unilateral di KGB, < 6 dapat dinilai.
T1 : Tumor terbatas pada satu cm di atas fossa supraclavicula M0 : Tidak terdapat
lokasi di nasofaring N2 : Metastasis bilateral di KGB, 6 cm metastasis jauh
T2 : Tumor perluasan ke atau kurang dalam dimensi terbesar di M1 : Terdapat metastasis
parafaringeal/meluas ke atas fosa supraklavikula. jauh
orofaring N3 : Metastasis di KGB, ukuran > 6 cm
T3 : Tumor melibatkan struktur N3a : Ukuran >6 cm
tulang basis kranii dan / sinus N3b : Perluasan ke fosa supraklavikula
paranasal
T4 : Tumor meluas ke tengkorak
dan atau sudah mengenai saraf
STADIUM
Terlihat massa tumor yang konsistensinya
kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu
sampai merah muda. Bagian tumor yang
terlihat di nasofaring biasanya diliputi
oleh selaput lendir berwarna keunguan,
sedangkan bagian yang meluas ke luar
nasofaring berwarna putih atau abu-abu.

Pada usia muda warnanya merah muda,


pada usia yang lebih tua warnanya merah
hingga kebiruan, karena lebih banyak
komponen fibromanya. Mukosanya
mengalami hipervaskularisasi dan tidak
jarang ditemukan adanya ulserasi
Klasifikasi gambaran histopatologis yang
direkomendasikan WHO sebelum tahun 1991
terbagi menjadi 3 tipe, yaitu:

A. Karsinoma sel squamosa terkeratinisasi, A


yang terbagi lagi menjadi tipe diferensiasi baik,
sedang, dan buruk.

B. Karsinoma non-keratinisasi. Pada tipe ini


dijumpai adanya diferensiasi, dan pada
umumnya batas sel cukup jelas.
B
C. Karsinoma tidak terdiferensiasi. Pada tipe ini
sel tumor secara individual memperlihatkan inti
yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat
dengan nukleoli yang prominen. Pada
umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

C
Pemeriksaan radiologik berupa CT
scan/MRI nasofaring potongan koronal,
aksial, dan sagital, tanpa dan dengan
kontras berguna untuk melihat tumor
primer dan penyebaran ke jaringan sekitar
dan penyebaran kelenjar getah bening.
DIAGNOSIS BANDING

A. Hiperplasia adenoid : pada anak-anak, jarang pada orang A


dewasa, pada anak-anak  infeksi berulang. Pada foto polos :
suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring, umumnya
berbatas tegas dan simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak
tampak tanda- tanda infiltrasi.
B. Angiofibroma Nasofaring juvenilis : ditemui pada usia relative B
muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya
akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto
polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang
berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran
karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang
hanya erosi saja karena penekanan tumor.
C. Chordoma : kanker tulang yg muncul di basis kranii atau tulang
belakangD engan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau
destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat
apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena
chordoma umunya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar
tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah
C
bening.
DIAGNOSIS BANDING

C. Limfoma malignum : Kanker KGB atau limfoma adalah kanker darah yang dapat
mengakibatkan pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati). Limfoma berawal ketika
sel kanker menyerang salah satu sel darah putih (limfosit) yang berfungsi melawan infeksi.
D. Proses non keganasan (TB kelenjar)
E. Metastasis (tumor sekunder). E

D
C
STRATEGI PENATALAKSANAAN

• Stadium I : Radioterapi
• Stadium II & III : Kemoradiasi
• Stadium IV dengan N < 6 cm : Kemoradiasi
• Stadium IV dengan N > 6 cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan Kemoradiasi
RADIOTERAPI

Radioterapi merupakan pengobatan terpilih dalam tatalaksana kanker nasofaring. Radioterapi dalam
tatalaksana kanker nasofaring dapat diberikan sebagai terapi kuratif definitif dan paliatif.

Indikasi / Tujuan:
• Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi tunggal dapat diberikan pada kanker
nasofaring T1N0M0 , konkuren bersama kemoterapi (kemoradiasi) pada T1N1-3,T2-T4 N0-3.
Radiasi diberikan dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula
kepada seluruh stadium (I, II, III, IV lokal). Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer
pasien dan sekitarnya/potensi penjalaran per kontinuitatum, serta kelenjar- kelenjar regional
(kelenjar leher sepanjang jugular serta sternokleidomastoideus dan kelenjar supraklavikula) dari
lateral dan anterior.
• Radioterapi paliatif dapat diberikan pada kasus stadium lanjut dimana tujuan kuratif sudah tidak
dapat dipertimbangkan lagi. Radioterapi paliatif diberikan pada kanker nasofaring yang sudah
bermetastases jauh, misalnya ke tulang, dan menimbulkan rasa nyeri. Tujuan paliatif diberikan
untuk meredakan gejala sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
KEMOTERAPI

Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada pasien dengan T2-T4 dan N1-N3.
Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu
sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi. Pada kasus N3 > 6 cm, diberikan kemoterapi dosis penuh neo
adjuvant atau adjuvan.

Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant.
Dosis preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap seminggu sekali
OPERASI

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan
syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologik dan serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang
kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
Daftar Pustaka
1) Tang L-L, Chen W-Q, Xue W-Q, et al. Global trends in incidence and mortality of nasopharyngeal carcinoma. Cancer Lett 2016.
2) Chang ET, Adami HO. The enigmatic epidemiology of nasopharyngeal carcinoma. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2006.
3) Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi AI, et al. Nasopharyngeal carcinoma in indonesia: Epidemiology, incidence, signs, and symptoms at
presentation. Chin J Cancer 2012;31(4):185–96.
4) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan penatalaksanaan kanker nasofaring. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional;
2017.
5) Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Karsinoma nasofaring. Dalam: Roezin A, Adham M, editor. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI ; 2012.
6) Ballenger, JJ. 1997. Tumor dan Kista di Muka, Faring, dan Nasofaring, dalam Ballenger: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher Jilid
I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal: 1020-1039
7) Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi AI, Roezin A, Hermani B. Nasopharyngeal carcinoma in Indonesia : epidemiology, incidence, sign, and
symptoms at presentation. Chinese Journal of Cancer 2012;31:185-96.
8) Brennan B. Review Nasopharyngeal Carcinoma. Orphanet Journal of Rare Disease; 2006, available from: http
://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1559589/pdf/1750-1172-1-23.pdf
9) Lu Jiade J, Cooper Jay S, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. Berlin :
Springer,2010. p. 1-9.
10)Wolden, Suzanne L. 2001. Cancer of Nasopharynx, dalam buku Atlas of Clinical Oncology: Cancer of the Head and Neck. London: BC
Decker inc. Page: 142-156
11)World Health Organization. 2005. World Health Organization Classification Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press. Available at:
www.iarc.fr/IARCPress/pdfs/index1.php.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai