Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Ni Wayan Julita Krisnanti Putri
13/350523/KU/16015

Pembimbing:
dr. Arif Budiawan, Msi. Med, Sp. THT-KL

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
KASUS : TONSILITIS KRONIS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. APS
Tanggal Lahir : 11 September 2001
Usia : 16 tahun 0 bulan
No.RM : 1019205
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Kunjungan : 20 September 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri menelan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merasa nyeri pada saat enelan sudah sejak 1 bulan yang lalu. Gejala yang
dirasakn oleh pasien kurang lebih 5 kali dalam setahun. Pasien menyangkal ada riwayat
suara serak, alergi, batuk dan demam. Pasien juga mengeluhkan sering mengalami
hidung tersumbat dan pilek. Tidak ada riwayat tidur mendengkur, terbangun ketika
malam, dan sesak saat tidur.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Ketika pasien duduk di kelas 4 SD, pasien menjalankan pemeriksaan rutin tiap 2 bulan
sekali oleh dokter jaga di sekolahnya. Pada hasil peemriksaan tersebut, dikatakan
bahwa pasien mengalami amandel dan harus dilakukan tindakan operasi. Saat itu,
pasien tidak mengalami keluhan apapun. Orang tua pasien oun akhirnya memberikan
obat berupa propolis yang diteteskan ke amandelnya. Setelah itu, pasien tetap tidak
mengalami gejala apapun terkait amandelnya hingga pada akhirnya pasien duduk di
bangku SMA dan merasakan nyeri menelan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga dan pasien

5. Riwayat Perawatan dan Operasi


Pasien menggunakan propolis untuk mengobati amandelnya.

6. Diagnosa Sementara
Tonsillitis Kronis

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Pasien tidak tampak kesakitan, kesan gizi kurang, kesadaran baik
2. Tekanan Darah : 110/70
3. Frekuensi Nadi : 98 kali per menit
4. Frekuensi Nafas : 22 kali per menit
5. Berat Badan : 41 kg
6. Tinggi Badan : 153 cm
7. BMI : 17,5
8. Kepala dan Leher : massa (-), trauma (-), limfadenopati (-)

9. Telinga
DEXTRA SINISTRA
AURICULA Bentuk normal Bentuk normal
Nyeri Tarik (-) Nyeri Tarik (-)
Nyeri tragus (-) Nyeri tragus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
PREAURICULA Fistula (-) Fistula (-)
Abses (-) Abses (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
RETROAURICULA Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Radang (-) Radang (-)
edema (-) edema (-)
MASTOID Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Edema (-) Edema (-)
CANALIS AUDITORIS Hiperemis (-) Hiperemis (-)
EXTERNA Edema (-) Edema (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Discharge (-) Discharge (-)

10. Membran Timpani


DEXTRA SINISTRA
PERFORASI - -
REFLEKS CAHAYA cone of light (+) arah jam 5 cone of light (+) arah jam 7
WARNA Doff Doff
BENTUK normal normal

11. Hidung dan Sinus Paransal


DEXTRA SINISTRA
BENTUK Normal Normal
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Krepitasi (-) Krepitasi (-)
SEKRET Discharge (+) Discharge (-)
MUKOSA KONKA Edema (+) hiperemis (+) Edema (-) hiperemis (-)
INFERIOR hipertrofi (+) hipertrofi (-)
MUKOSA KONKA Edema (+) hiperemis (+) Edema (-) hiperemis (-)
MEDIA hipertrofi (+) hipertrofi (-)
MEATUS MEDIA Hiperemis (+) Hiperemis (-)
discharge (+) discharge (-)
MEATUS INFERIOR Hiperemis (+) Hiperemis (-)
discharge (+) discharge (-)
SEPTUM Deviasi (-) Deviasi (-)
MASSA - -
SINUS PARANASAL Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

12. Orofaring
Mukosa buccal : warna merah muda, sama dengan warna sekitar
Gingiva : warna merah muda, sama dengan warna sekitar
Gigi geligi : warna kuning gading, karies (-)
Lidah 2/3 anterior : lidah kotor (-) bentuk normal, hiperemis (-),
geographic tongue (-)
Arkus faring : simetris, hiperemis (-)
Palatum : hiperemis (-), petechiae (-)
Dinding posterior orofaring : hiperemis (-) granuloma (-) postnasal drip (-)
13. Tonsil
DEXTRA SINISTRA
UKURAN T3 T2
KRIPTA Melebar Melebar
PERMUKAAN Tidak rata Tidak rata
WARNA Merah muda Merah muda
DETRITUS - -
FIXATIVE - -
PERITONSIL Abses (-) Abses (-)
PILAR ANTERIOR normal normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan

E. DIAGNOSIS KLINIS
Rhinitis Akut, tonsillitis kronis

F. TATALAKSANA
1. Amoxiclav 625 mg / hari
2. Ambroxol 3 x 30 mg
3. Trifed 2x1
4. Kontrol 7 hari
5. Bila membaik, lakukan operasi tonsil
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu,
tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil
tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach tonsi).

Gambar 1. Waldeyer ring

Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan droplet. Dapat terjadi pada semua terutama
anak.

B. GRADING
C. KLASIFIKASI
1. TONSILITIS AKUT
Tonsillitis Viral
Gejala tonsillitis viral lebih
menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang
paling sering adalah Epstein Barr virus.
Jika terjadi infeksi virus coxschakie,
maka pada pemeriksaan rongga mulut
akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat
dirasakan oleh pasien. Terapi meliputi
istirahat, minum yang cukup, analgetik,
dan antivirus diberika jika berat.

Tonsillitis Bakterial

Radang akut dapat disebabkan


kuman grup A Streoptokokus beta
hemolitikus yang dikenal sebagai
strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridian, Streptokokus
piogens. Infiltrasi pada lapisan epitel
jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya
leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Secara klinis,
detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka
akan menjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga
terbentuk semacam membrane semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.

Tonsillitis folikularis Tonsillitis lakunaris Pseudomembrane

Gejala dan tanda masa inkubasi yang terjadi selama 2-4 hari. Gejala dan
tanda yang sering adalah nyeri tenggorokan dan nyeri waktu menelan, demam
dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di
telinga merupakan nyeri alih (referred pain) melalui saraf glosofaringeus (CN. IX).
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar
submandibular membengkak.
Terapi berupa antibiotic spectrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik
dan obat kumur yang mengandung disinfektan.

2. TONSILITIS MEMBRANOSA
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis membranosa:
Tonsillitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi.
Penyebab tonsillitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae (gram positif
dan hidup di saluran napas bagian atas seperti hidung, faring dan laring). Tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini
tergantung pada titer toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03
satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan imunitas. Tonsillitis difteri
seering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada
usai 2-5 tahun walaupun orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

Gejala dan tanda:


- Gejala Umum: demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, nyeri
menelan, nadi lambat
- Gejala Lokal: tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
meluas dan membentuk membrane semu. Membrane ini dapat meluas. Apabila
diangkat akan mudah berdarah. Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan
kelenjar limfe yang membengkak pada leher sehingga leher menyerupai leher
sapi atau disebut juga Burgemeesters hals
- Gejala akibat eksotoksin: miokarditis, decompensated cor, albuminuria,
kelumpuhan otot palatum.

Diagnosis tonsillitis difteri ditegakkan berdasarkan preparat kuman


langsung.

Tonsillitis septik
Penyebab dari tonsillitis septik adalah streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.

Angina plaut Vincent


Penyebabnya adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapat pada
penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan kekurangan vitamin C.
Gejala disertai dengan demam 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan
lemah, gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi
mudah berdarah.
Pada pemeriksaan fisik, mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak
membrane putih pada uvula, dinding varing, mulut berbau, kelenjar submandibular
membesar.

Penyakit kelainan darah


Tuberculosis
Infeksi jamur
Infeksi virus morbili, pertussis dan skarlatina

3. TONSILITIS KRONIK
Tonsilitis kronik adalah peradangan kronik dari tonsil sebagai lanjutan peradangan
akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan kuman penyebab nonspesifik. Peradangan
kronik ini dapat menyebabkan pembesaran tonsil yang menyebabkan gangguan
menelan dan gangguan pernapasan.
Karena proses radang yang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid ikut terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
digantikan dengan aringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta
melebar. Secara klinik, kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menmbus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fossa tonsillaris. Disertai juga dengan pembesaran kelenjar getah
bening.

Gejala dan Tanda


Keluhan lokal
o Nyeri menelan
o Nyeri tenggorok
o Rasa mengganjal di tenggorok
o Halitosis (bau mulut)
o Demam
o Mendengkur
o Gangguan bernapas
o Hidung tersumbat
o Batuk pilek berulang
Dapat pula disertai keluhan sistemik
o Rasa lemah
o Nafsu makan berkurang
o Sakit kepala
o Nyeri pada sendi
Pemeriksaan fisik
o Pembesaran tonsil
o Permukaan kripta tonsil membesar
o Detritus pada penekanan kripta
o Arkus anterior dan posterior hiperemis
o Pembesaran kelenjar submandibular.

Kriteria Diagnosis

Satu atau lebih keluhan dari anamnesis yang berulang disertai dengan pembesaran
ukuran tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Bila perlu kultur resistensi dari swab tenggorok
2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral, polisomnografi (diagnosis
gangguan tidur) bila diperlukan
3. Pasca operasi: pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan atau adenoid (bila dicurigai
keganasan)
E. TERAPI
- NON-BEDAH
1. Tonsilitis Viral
Istirahat, minum cukup,, analgetik, dan antivirus jika berat. Antivirus Metisoprinol
diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian pada orang dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari.

2. Tonsilitis Bakteri
- Streptokokus grup A
o Penisiln G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal
o Amoksisilin 50 mg/kgBB dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3 x 500 mg selama 6-10 hari
o Eritromisin 4 x 500 mg/hari
- Steroid
o Dexametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak anak
0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian selama 3 hari

3. Tonsilitis Difteri
- ADS (anti difteri serum) tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20,000-100.000
unit tergantung usia dan beratnya penyakit.
- Antibiotic penisilin atau eritromisin 25-50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14
hari.
- Kortikosteroid diberikan 1,2 mg/kgBB/hari.
- Antipiretik untuk simtomatis.
- Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi dan menjalankan perawatan
selama 2-3 minggu.

4. Angina Plaut Vincent


Terapi diberikan antibiotic broad spectrum selama 1 minggu, memperbaiki hygiene
mulut dan vit C serat Vit B kompleks.
- BEDAH

Indikasi Tonsilektomi
Indikasi Absolut Indikasi Relatif
1. Pembengkakan tonsil yang 1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
menyebabkan obstruksi jalan nafas, tonsil per tahun dengan terapi
gangguan tidur, dan komplikasi antibiotic adekuat
kardiopulmonal 2. Halitosis akibat tonsillitis kronik yang
2. Abses peritonsilar yang tidak membaik tidak membaik dengan pemberian
dengan pengobatan medis dan drainase terapi medis
3. Tonsillitis yang menimbulkan kejang 3. Tonsillitis kronik atau berulang pada
demam karier streptokokus yang tidak
4. Tonsillitis yang membutuhkan biopsy membaik dengan pemberian antibiotic
untuk menentukkan patologi anatomi lactamase resisten

Kontraindikasi tonsilektomi:

- Gangguan perdarahan
- Risiko anastesi atau penyakit sistemik yang berat
- Anemia

F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak sering terjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsilar
(Quinsy throat, hot potato voice), abses parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut,
miokarditis, artiritis serta septimea akut akibat infeksi v. jugularis interna (sindrom
Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur
mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal dengan
Obstructive Sleep Apnea Syndrome.
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinutatum. Komplikasi jauh terjadi
secara limfogen atau hematogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis,
uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

G. KONSELING DAN EDUKASI


- Menghindari pencetus termasuk makanan dan minuman yang mengiritasi
- Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi
- Menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi dan olahraga teratur
- Berhenti merokok
- Selalu jaga kebersihan mulut
- Cuci tangan teratur

H. KRITERIA RUJUKAN
- Komplikasi tonsillitis
- Adanya indikasi tonsilektomi
- Pasien dengan tonsillitis difteri
REFERENSI
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi Revisi kedua.
Jakarta. 2014.
Rusmarjono; Soepardi, E.A; Faringitis, Tonsilitis, Hipertrofi adenoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ketujuh Cetakan Kelima. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2016
Panduan Praktik Klinis Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan Clinical Pathways. Vol.1. PP
PERHATI-KL. Jakarta. 2015
KASUS : OMK DAN TINNITUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Tanggal Lahir : 19 Apil 1963
Usia : 52 tahun
No.RM : 747486
Pekerjaan : Pegawai swasta
Tanggal Kunjungan : 19 September 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Telinga berdenging

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merasa telinga berdenging sejak 1 bulan yang lalu. Selain merasa berdenging,
pasien juga merasa telinga seperti penuh dan tersumbat. Pasien mengeluhkan
pendengaran yang berkurang. Pasien mengatakan ada riwayat sering membersihkan
telinga dengan cotton bud 1 bulan yang lalu. Kemudian, 1 minggu sebelum datang ke
poli, pasien mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari telinga kiri. Pasien lalu pergi
ke puskesmas dan diberi obat. Nyeri pada telinga disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2015. Pasien rutin berkunjung ke
spesialis penyakit dalam. Pasien juga sering merasa gatal gatal apabila mengonsumsi
udang dan ikan laut.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga
5. Riwayat Perawatan dan Operasi
Pasien sempat diberi obat dari puskesmas dan pasien dalam pengobatan hipertensi
(valsartan 1x160mg; amlodipine 1x10mg; bisoprolol 1x2,5mg)
6. Diagnosa Sementara
OMK

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Pasien tidak tampak kesakitan, kesan gizi baik, kesadaran baik2.
2. Tekanan Darah : 143/85
3. Frekuensi Nadi : 96kali per menit
4. Frekuensi Nafas : 18 kali per menit
5. Berat Badan : 55 kg
6. Tinggi Badan : 165 Cm
7. BMI : 20.2
8. Kepala dan Leher : massa (-), trauma (-), limfadenopati (-)

9. Telinga
DEXTRA SINISTRA
AURICULA Bentuk normal Bentuk normal
Nyeri Tarik (-) Nyeri Tarik (-)
Nyeri tragus (-) Nyeri tragus (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
PREAURICULA Fistula (-) Fistula (-)
Abses (-) Abses (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
RETROAURICULA Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Radang (-) Radang (-)
edema (-) edema (-)
MASTOID Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Edema (-) Edema (-)
CANALIS AUDITORIS Hiperemis (-) Hiperemis (-)
EXTERNA Edema (-) Edema (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Discharge (-) Discharge (-)

10. Membran Timpani


DEXTRA SINISTRA
PERFORASI - +
REFLEKS CAHAYA cone of light (+) arah jam 5 cone of light (-)
WARNA Doff Doff
BENTUK normal Normal dengan perforasi

11. Hidung dan Sinus Paransal


DEXTRA SINISTRA
BENTUK Normal Normal
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Krepitasi (-) Krepitasi (-)
SEKRET Discharge (-) Discharge (-)
MUKOSA KONKA Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemis (-)
INFERIOR hipertrofi (-) hipertrofi (-)
MUKOSA KONKA Edema (-) hiperemis (-) Edema (-) hiperemis (-)
MEDIA hipertrofi (-) hipertrofi (-)
MEATUS MEDIA Hiperemis (-) Hiperemis (-)
discharge (-) discharge (-)
MEATUS INFERIOR Hiperemis (-) Hiperemis (-)
discharge (-) discharge (-)
SEPTUM Deviasi (-) Deviasi (-)
MASSA - -
SINUS PARANASAL Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

12. Orofaring
Mukosa buccal : warna merah muda, sama dengan warna sekitar
Gingiva : warna merah muda, sama dengan warna sekitar
Gigi geligi : warna kuning gading, karies (-)
Lidah 2/3 anterior : lidah kotor (-) bentuk normal, hiperemis (-),
geographic tongue (-)
Arkus faring : simetris, hiperemis (-)
Palatum : hiperemis (-), petechiae (-)
Dinding posterior orofaring : hiperemis (-) granuloma (-) postnasal drip (-)

13. Tonsil
DEXTRA SINISTRA
UKURAN T1 T1
KRIPTA - -
PERMUKAAN rata rata
WARNA Merah muda Merah muda
DETRITUS - -
FIXATIVE - -
PERITONSIL Abses (-) Abses (-)
PILAR ANTERIOR normal normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan

E. DIAGNOSIS KLINIS
OMK AS dan Tinnitus AS

F. TATALAKSANA
1. Mekobalamin guakobalamin 2x50 mg
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
OMK (otitis media kronis) merupakan peradangan kronis yang terjadi pada
telinga tengah selama lebih dari 2 bulan. OMK dibagi menjadi dua yaitu OMK non
suppurativa dan OMK suppurativa (OMSK). OMK non suppurativa atau otitis media
kronis dengan efusi dibagi menjadi dua macam yaitu tipe serosa dan tipe mukoid. Otitis
media ini biasanya disertai dengan membrane timpani yang utuh. Sedangkan OMK
supurativa dibagi menjadi benigna dan maligna.

B. PERJALANAN PENYAKIT SERTA GEJALA KLINIS


1. OTITIS MEDIA KRONIS NON-SUPPURATIVA
OMK non suppurativa terbagi menjadi tipe serosa dan mukoid yang dimana
keduanya berawal bukan dari adanya infeksi bakteri. Tipe serosa terjadi terutama
akibat adanya transudate atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga
tengah akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatis sedangkan pada tipe mukoid,
cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista
yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah , tuba Eustachius, dan rongga mastoid.
Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini adalah terganggunya fungsi tuba
Eustachius. Faktor lain adalah hipertrofi adenoid, adenoitis, palatum sumbing, tumor
nasofaring, barotrauma, sinusitis, rhinitis, defisiensi imunologik dan metabolic.
Batasan antara akut dan kronis hanya berdasarkan cara terbentuknya secret. Akut
apabila sekret terjadi secara tiba tiba dan terasa nyeri pada telinga sedangkan sekret
yang terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala yang berlangsung lama
merupakan proses yang kronis.
Otitis media serosa kronik sering terjadi pada anak anak sedangkan otitis media
serosa akut sering terjadi pada dewasa. Pada dewasa, apabila terjadi unilateral tanpa
sebab yang jelas harus dicurigai adanya karsinoma nasofaring. Otitis media serosa
kronik juga bisa sebagai gejala sisa dari OMA yang tidak sembuh sempurna.
Gejala klinik yang dapat terjadi adalah tuli konduksi yang lebih menonjol (40-50
dB) oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada otoskopi terlihat membrane
timpani yang suram, retraksi, kuning dan kemerahan atau keabuan, air-bubble, air-
fluid level.

2. OTITIS MEDIA KRONIS SUPPURATIVA (OMSK)


OMSK ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengahterus menerus atau hilang timbul. Beberapa
faktor resiko meliputi terapi OMA yang terlambat, terapi yang adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh rendah, dan hygiene buruk.

Letak Perforasi
o Perforasi sentral: perforasi terdapat di pars tensa sedangkan di seluruh tepi
perforasi masih ada sisa membrane timpani.
o Perforasi marginal: sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
annulus dan sulkus timpanikum
o Perforasi atik: perforasi yang terletak di pars flaccida

Jenis OMSK

o Benigna: proses peradangan terbatas pada mukosa, biasanya tidak mengenai


tulang, perforasi di sentral, tidak terdapat kolesteatoma
Gejala:
Gangguan pendengaran
Dapat disertai gangguan keseimbangan.
Nyeri telinga
Tinitus

Pemeriksaan:
Dapat disertai atau tanpa sekret
Bila terdapat sekret dapat berupa : Warna jernih, mukopurulen atau
bercampur darah. Jumlah sedikit (tidak mengalir keluar liang telinga)
atau banyak (mengalir atau menempel pada bantal saat tidur). Bau
tidak berbau atau berbau (karena adanya kuman anaerob)

o Maligna: disertai dengan kolesteatoma, perforasi letak marginal atau attic,


subtotal, mengenai tulang. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini OMSK
maligna. Pada kasus lanjut, dapat terlihat abses atau fistel teroaurikuler, polip,
atau jaringan granulasi di liang telinga, sekret berbentuk nanah dan berbau
khas dan terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.
Gejala:
Riwayat sering keluar cairan dari telinga atau terus menerus dan
berbau, dapat disertai darah lebih dari 2 bulan
Gangguan pendengaran
Tinitus
Nyeri telinga
Gejala komplikasi :
o Intra temporal : vertigo, muka mencong, ketulian total
o Ekstra temporal : bisul di belakang daun telinga, mual, muntah,
nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran, demam tinggi

Pemeriksaan fisik :

Terdapat kolesteatoma
Perforasi membran timpani atik, marginal atau total
Liang telinga bisa lapang atau sempit bila terjadi shagging akibat
destruksi liang telinga posterior
Sekret mukopurulen/purulen yang berbau
Dapat disertai jaringan granulasi di telinga tengah
Bila terdapat komplikasi dapat ditemukan abses retroaurikular, fistel
retroaurikular, paresis fasialis perifer, atau ditemukan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial
o Aktif: OMSK dengan sekret yang masih keluar dari kavum timpani secara
aktif
o Non aktif: OMSK yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Otoskopi
- Pemeriksaan penala
- pemeriksaan otomikroskopik/otoendoskopi
- Pemeriksaan fungsi pendengaran:
o Pemeriksaan penala
o Audiometri nada murni
o Audiometri tutur dapat dilakukakan terutama untuk pemilihan sisi telinga
yang dioperasi pada kasus bilateral dengan perbedaan ambang dengar kurang
10 dB
o Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) bila diperlukan
- Dianjurkan High Resolution Computer Tomography (HRCT) mastoid potongan
aksial koronal tanpa kontras ketebalan 0.6mm. Foto polos mastoid Schuller masih
dapat dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia
- Dapat dilakukan kultur dan resistensi sekret telinga, yang diambil di :
o Poliklinik : dengan bahan sekret liang telinga
o Saat operasi : dengan bahan sekret rongga mastoid
- Dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tuba Eustachius
- Pemeriksaan fungsi keseimbangan
- Pemeriksaan fungsi saraf fasialis
- Dapat dilakukan Paper patch test
- Dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan saat operasi

D. TERAPI
1. OTITIS MEDIA SUPPURATIVA
Non Pembedahan :
o Hindari air masuk ke dalam telinga
o Cuci liang telinga : NaCl 0,9% ,Asam asetat 2%, Peroksida 3% (3-5 hari)
o Antibiotika: Topikal tetes telinga Ofloksasin. Sistemik: anti Pseudomonas sp
(golongan Quinolon dan Sefalosporin generasi IV)
Pembedahan :
o Timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi.
Myringoplasty (Type I tympanoplasty), Type II tympanoplasty, Type
III tympanoplasty
Ossiculoplasty
with or without Simple mastoidectomy. Mastoidektomi untuk tipe
maligna
Atticotomy
Setelah operasi :
o Antibiotika
Golongan Sefalosporin anti pseudomonas adalah Sefalosporin generasi
IV (dikenal sebagai antipseudomonal), pilihannya : Cefepime atau
Ceftazidim. Antibiotik jenis ini juga merupakan pilihan untuk pasien
anak mengingat adanya kontra indikasi pemberian antibiotik golongan
Quinolon.
Pada kasus infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) : Sefalosporin generasi V, pilihannya : Fetaroline atau
Ceftobiprol.
Penggunaan Gentamisin dapat dilakukan pada kondisi : i. Tidak
tersedia obat lain yang tidak bersifat ototoksik. ii. Satu-satunya
antibiotik yang sensitif terhadap kuman hasil biakan sekret liang
telinga yang diambil di poliklinik maupun saat operasi.
o Pemberian analgetik diberikan pilihan golongan nonopioid dan golongan
opioid

2. OTITIS MEDIA NON SUPPURATIVA

Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan


miringotomi dan memasang pipa ventilasi (Grommet). Pada kasus yang masih baru bisa
diberikan dekongestan tetes hidung serta kombinasi anti histamine dekongestan per oral
juga kadang-kadang bisa berhasil. Beberapa ahli mengatakan pengobatan harus diberikan
selama 3 bulan, bila tidak berhasil harus dilakukan operasi. Disamping itu perlu
dipertimbangkan penyebab yang lain.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi OMSK
- Di telinga tengah
o Perforasi membrane timpani
o Erosi tulang pendengaran
o Paralisis nervus fasialis
- Di telinga dalam
o Fistula labirin
o Labirintis supuratif
o Tuli saraf
- Ekstradural
o Abses ekstradural
o Thrombosis sinus lateralis
o Petrosis
- SSP
o Meningitis
o Abses otak
o Hidrosefalus otitis
REFERENSI

Panduan Praktik Klinis Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan Clinical Pathways. Vol.1. PP
PERHATI-KL. Jakarta. 2015
Rusmarjono; Soepardi, E.A; Faringitis, Tonsilitis, Hipertrofi adenoid. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ketujuh Cetakan Kelima. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2016

Anda mungkin juga menyukai