Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

TONSILITIS KRONIS

BAGIAN ILMU KESEHATAN

TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER

Disusun oleh:

1. Dharma Yafi Dhanusiri 19/442021/KU/21567


2. Farros Ibrahim 19/445306/KU/21733
3. Adam Abraham Joesoef 19/442005/KU/21551
4. Gustin Raoul Beniah Haryono 19/438413/KU/21090

Pembimbing:
dr. M. Arief Purnanta, M. Sc., Sp. T.H.T.-K.L., Subsp. N.O.

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2023
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : AF

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 07-10-2007

Usia : 15 tahun 8 bulan

Alamat : Sentono 002/005 Sentomo, Karangdowo, Klaten

No. RM : 114xxxx
Tanggal Kunjungan : 20 Juni 2023
Tempat: Poliklinik THT-KL RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro

B. ANAMNESIS

Dilakukan terhadap : Pasien

Tempat : Poliklinik THT-KL RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Waktu : 20 Juni 2023


a. Keluhan Utama

Pasien mengeluhkan gangguan pendengaran, tidur mendengkur, OSA


(obstructive sleep-apneoa), rasa nyeri telan di tenggorokan, 5 hari demam.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan nyeri bagian belakang (+), kedua telinga mengeluarkan
cairan (-) dari riwayat Otitis Media sebelumnya. Pasien mengeluhkan
gangguan pendengaran tidak kunjung membaik. Pasien juga menjelaskan
bahwa tidurnya mendengkur dan sering terbangun dimalam hari akibat tidak
bisa bernapas. Nyeri telan (+) sudah sejak 5 hari lalu disertai dengan demam
(+).

Yang seharusnya ditanyakan: Nyeri spesifik (telinga luar, tengah atau dalam),
riwayat kemasukan benda asing (eksklusi corpus alienum), riwayat trauma
telinga (baik itu trauma suara maupun trauma benturan).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien memiliki riwayat otitis media supuratif kronis.

- Pasien memiliki mastoiditis.

- Pasien memiliki riwayat sering batuk dan pilek

- Pasien memiliki riwayat sering demam.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan alergi pada


keluarga.
- Keluhan serupa pada keluarga disangkal.

e. Riwayat Penggunaan Obat


- Pasien mengonsumsi obat antibiotik Cefixim 200mg
- Pasien mengonsumsi Methyl Prednisone 4mg Tab
- Pasien mengonsumsi Quantidex (Triprolidine HCl, Pseudoepedhrine
HCl)
f. Lifestyle
- Pasien tidak mengkonsumsi dietary khusus.
- Higienistas mulut kurang.
g. Resume Anamnesis
- Pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan akibat peradangan tonsila
palatina yang sudah mengganggu pernapasan yang sudah terjadi selama
5 hari disertai dengan demam.

C. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : E4V5M6 (Compos mentis)

b. Skor VAS : 3

c. Status gizi

- Tinggi badan : 156 cm


- Berat badan : 74 kg
- IMT : 30,4076 kg/m2 (overweight)

d. Tanda vital

- Tekanan darah: 139/85 mmHg


- Nadi : 68 x/menit
- Laju napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,2 °C

e. Hidung

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Deformitas (-) Inspeksi Luar Deformitas (-)


Massa (-) Massa (-)
Inflamasi (-) Inflamasi (-)
Allergic Salute (-) Allergic Salute (-)
Facies adenoid (-) Facies adenoid (-)

Nyeri tekan (-) Palpasi Nyeri tekan (-)


Massa (-) Massa (-)
Krepitasi (-) Krepitasi (-)

Hipertrofi konka (-) Rinoskopi Anterior Hipertrofi konka (-)


Konka berwarna Konka berwarna
merah muda merah muda
Deviasi septum (-) Deviasi septum (-)
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Massa (-) Massa (-)
Sekret (-) Sekret (-)

Tidak dilakukan Rinoskopi Posterior Tidak dilakukan

Kesimpulan: cavum nasi dextra et sinistra dalam batas normal.

f. Sinus Paranasal

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Nyeri tekan (-) Palpasi Sinus Frontalis Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-) Palpasi Sinus Maxillaris Nyeri tekan (-)

g. Telinga

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Deformitas (-) Inspeksi Deformitas (-)


Massa (-) Massa (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Discharge (-) Discharge (-)

Nyeri tekan tragus (-) Palpasi Nyeri tekan tragus (-)


Nyeri tekan mastoid (-) Nyeri tekan mastoid (-)
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)

CAE edema (-) Otoskopi CAE edema (-)


Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Discharge (-) Discharge (-)
Serumen (+) Serumen (+)
MT intak (-) MT intak (-)
Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)

Tidak dilakukan Evakuasi Tidak dilakukan


evakuasi serumen serumen evakuasi serumen

Kesimpulan : AD dan AS terdapat serumen dan retraksi MT.

h. Orofaring dan Laring

Dextra Pemeriksaan Sinistra

Mukosa bukal licin (+) Cavum oris Mukosa bukal licin (+)
Gingiva merah muda Gingiva merah muda
(+) (+)

Gigi tersusun rapi (-) Gigi tersusun rapi (-)


Gigi berlubang (-) Gigi berlubang (-)

T3 Tonsil T3
Muara kripta Muara kripta
melebar (+) melebar (+)
Detritus (+) Detritus (+)
Abses (+) Abses (+)

Faring hiperemis (+) Faring Faring hiperemis (+)


Abses (-) Abses (-)
Hiperemis (+) Laring Hiperemis (+)
Massa (-) Massa (-)
Parese (-) Parese (-)

Kesimpulan: Tonsil T3-T3, faring tampak hiperemis (+), terdapat granulasi.

D. DIAGNOSIS

Chronic tonsilitis

E. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

- Faringitis kronis

- LPRD

- Tonsilitis ec TB

G. TATALAKSANA

Medikamentosa
- Cefixime 200mg 2x1 setelah makan
- Ibuprofen 400mg 2x1 setelah makan
- Asam Tranexamat 500mg 3x1 setelah makan
- Cetirizine 10mg 1x1 sebelum tidur malam
Non-Medikamentosa
- Tonsillectomy

H. EDUKASI

- Istirahat yang cukup


- Minum air putih yang cukup
- Menghindari makanan yang berminyak dan pedas serta minuman yang dingin
- Edukasi menjaga higiene mulut seperti berkumur dengan air hangat dan
berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.
PEMBAHASAN

Dasar Teori

A. Anatomi dan Fisiologi

Tonsil adalah kelenjar getah bening di bagian belakang mulut dan


tenggorok bagian atas. Mereka biasanya membantu menyaring bakteri dan
kuman lain untuk mencegah infeksi pada tubuh. Massa yang terdiri dari jaringan
limfoid dan ditunjang oleh jaringan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsila faringal (adenoid), tonsila palatina dan tonsila lingual yang ketiga-
tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Ciri khas tonsil adalah
permukaan epitelnya yang tertekan dan dikelilingi kelompok limfonodus.

B. Definisi

Tonsilitis merupakan inflamasi/peradangan pada tonsil palatina. Inflamasi


dapat juga mengenai area lain pada oropharynx, termasuk kelenjar adenoid dan tonsil
lingua. Tonsilitis akut merupakan infeksi yang dipicu oleh beberapa jenis virus
bakteria, dan abses peritonsilar dapat terjadi (Abu Bakar, 2018). Tonsilitis Kronik
adalah komplikasi akubat peradangan kronik dari tonsil, lanjutan dari peradangan
akut/subakut yang berulang/rekuren, dengan kuman penyebab nonspesifik. Peradangan
kronik ini dapat mengakibatkan pembesaran tonsil yang menyebabkan gangguan
menelan dan gangguan pernapasan.
C. Etiologi dan Patogenesis
Tonsilitis pada umumnya merupakan hasil dari infeksi, baik itu yang
disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus. Penyebab oleh virus merupakan penyebab
yang paling sering terjadi, termasuk virus penyebab common cold, yaitu rhinovirus,
respiratory syncytial virus, adenovirus dan coronavirus. Jenis virus-virus tersebut
memiliki virulensi yang tergolong rendah dan biasanya jarang berprogresi menjadi
komplikasi. Penyebab viral lainnya bagi tonsilitis yaitu Hepatitits A, rubella, Epstein-
Barr virus, HIV, cytomegalovirus (Georgealas, 2014). Tonsilitis dengan penyebab
bakterial dapat disebabkan baik itu bakteri aerobik maupun bakteri anaerobik. Untuk
pasien dengan rentang usia 5-15 tahun, penyebab tersering adalah Group A
Streptococci (GAS). Bagi pasien yang belum divaksin, Cornyebacterium diphtheriae
sebagai penyebab difteri juga dapat diklasifikasikan sebagai penyebab tonsilitis. Pada
pasien dengan riwayat aktif secara seksual, sifilis, gonorrhea, dan chlamydia juga
dapat menjadi penyebab. Tuberkulosis juga dapat berimplikasi dalam kasus-kasus
tonsilitis rekuren, sehingga penting untuk melacak risiko pasien sejak dini.
Patogenesis pada tonsilitis dapat dibedakan tergantung etiologinya. Untuk
tonsilitis dengan penyebab viral, maka pathogen dapat mengkoloni nasofaring maupun
orofaring. Kedua hal tersebut menyebabkan dilepasnya sitokin inflamasi, yang akan
meningkatkan permeabilitas vaskular. Kemudian, akan terjadi kebocoran protein dan
cairan menuju jaringan disekitarnya. Kebocoran ini menyebabkan pembengkakan
ttonsil dan jaringan nasal. Pada tonsil akan menyebabkan edema, sedangkan pada
jaringan nasal akan menyebabkan hidung tersumbat serta menyebabkan inflamasi pada
nasofaring yang akan memicu batuk. Selain itu, kebocoran protein dan cairan juga
menyebabkan peningkatan drainase limfe menuju kelenjar regional. Hal ini akan
bermanifestasi secara klinis sebagai perbesaran KGB anterior. Selain itu, pelepasan
sitokin inflamatori dapat menyebabkan cedera selular dan hemolisis, yang akan
bermanifestasi sebagai petechiae dan eritema. Selain itu, tentunya akan menyebabkan
terdisrupsinya regulasi hipotalamik yang akan menyebabkan demam.
Sedangkan dengan etiologi berupa bakterial (Group A Streptococci), pathogen
akan mengkolonisasi orofaring secara khusus, dan selain meyebabkan pelepasan
sitokin inflamatori dengan tanda dan gejala yang sudah dijelaskan sebelumnya, juga
akan mengaktifkan sel darah putih. Sel darah putih akan menginfiltrasi situs infeksi,
dan akan membunuh pathogen. Akumulasi serta deposisi dari debris selular dan
produk dari respons inflamatori akan menyebabkan eksudat tonsillar. Untuk tonsilitis
bakterial lebih banyak berprogresi menjadi komplikasi, sedangkan viral tonsilitis lebih
cenderung sembuh sendiri (self-limiting).

D. Faktor Resiko

● Riwayat tonsilitis
● Kebersihan mulut yang buruk

D. Gejala Klinis

Pada anamnesis, keluhan yang didapatkan dapat berupa keluhan lokal dan mungkin
disertai juga dengan keluhan sistemik.

1. Keluhan lokal

 Nyeri menelan
 Nyeri tenggorok
 Rasa mengganjal di tenggorok
 Mulut berbau (halitosis)
 Demam
 Mendengkur
 Gangguan bernapas
 Hidung tersumbat
 Batuk pilek berulang

2. Dapat pula disertai keluhan sistemik

 Rasa lemah
 Nafsu makan berkurang
 Sakit kepala
 Nyeri pada sendi (PP PERHATI-KL, 2015).

Pada saat pemeriksaan, tampak tonsil palatina yang membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, dan kripte yang beberapa dapat terisi oleh detritus.
E. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

F. Diagnosis

Diagnosis tonsilitis kronis dapat dengan mudah ditegakkan dari kondisi fisik
dan keluhan pasien. Hal ini ditandai dengan sakit tenggorokan yang persisten,
anoreksia, disfagia, mendengkur, dan eritema faringotonsillar (Lalwani, 2008). Hal ini
juga ditandai dengan adanya konkresi tonsil berbau busuk dan pembesaran kelenjar
getah bening jugulodigastrik (Kumar, 2010). Satu atau lebih keluhan dari anamnesis
yang berulang disertai dengan pembesaran ukuran tonsil dan/atau pemeriksaan fisik
lainnya mengarah kepada tonsilitis kronis (PP PERHATI-KL, 2015).

Hasil pemeriksaan ukuran tonsil dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


T1 : tonsil tidak melewati plika faring posterior
T2 : tonsil melewati plika faring posterior namun belum melewati garis pertengahan
T3 : tonsil mencapai garis pertengahan antara uvula dan pilar posterior
T4 : tonsil saling menempel (kissing tonsil) dan mendorong uvula

Kultur swab faring dapat dijadikan sebagai standar untuk mendeteksi GAHBS.
Kecurigaan komplikasi infeksi yang menyebar sampai struktur leher profunda dapat
dideteksi menggunakan CT Scan dengan kontras. Pemeriksaan darah lengkap juga
dapat dilakukan untuk melihat kecenderungan infeksi bakteri, akan ditemukan
peningkatan leukosit, hematokrit, dan CRP.

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk tonsilitis kronis yaitu:

1. Tonsilitis kronik oleh sebab lain : tuberkulosis, sifilis, aktinomikosis


2. Pembesaran tonsil karena kelainan darah atau keganasan, misalnya: leukemia,
limfoma (PP PERHATI-KL, 2015).
H. Tatalaksana dan Edukasi

1. Peningkatan sistem imun dengan menjaga hidrasi dan asupan kalori yang adekuat
2. Obat simptomatik nyeri dan demam
3. Menjaga higienitas mulut dengan obat kumur apabila diperlukan
4. Antibiotik spektrum luas

Berdasarkan AAO-HNS, operasi tonsilektomi perlu dilakukan jika memenuhi syarat-


syarat berikut:

Indikasi absolut:

1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan,


nyeri telan yang berat, gangguan tidur, atau komplikasi penyakit
kardiopulmonal. Pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan
pertumbuhan wajah atau mulut.
2. Abses peritonsiler yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.
3. Tonsilitis yang mengakibatkan kejang demam
4. Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan
gambaran patologis jaringan.

Indikasi relatif:

1. Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam setahun dan tidak menunjukkan respon
sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai
2. Bau mulut dan nafas tak sedap yang menetap dan tidak menunjukan
perbaikan dengan pengobatan
3. Tonsilitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman
streptococcus yang tidak menunjukkan respon positif terhadap pengobatan
dengan antibiotika.
4. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai kearah neoplastik.

Kontraindikasi

Ada beberapa kontraindikasi, namun jika dapat dikelola, tonsilektomi dapat dilakukan
dengan pertimbangan risiko dan manfaat. Kontraindikasinya adalah:
1. Gangguan pendarahan
2. Risiko tinggi prosedur anestesi dan penyakit parah lainnya
3. Anemia
4. Infeksi akut yang parah

Edukasi untuk tonsilitis kronis:

1. Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang timbul


2. Menjelaskan rencana pengobatan, indikasi operasi dan komplikasinya
3. Menjaga kebersihan rongga mulut (oral hygiene), misalnya: menganjurkan sikat
gigi dan kumur-kumur teratur, bila perlu konsultasi ke dokter gigi (PP
PERHATI-KL, 2015).

I. Komplikasi

Penyebaran infeksi: otitis media akut, sinusitis, bronkhitis, gromerulonefritis akut,


miokarditis, artritis, septikemia akibat infeksi vena jugularis interna. Pembesaran
tonsil dapat menyebabkan pasien kesulitan bernafas sehingga pasien bernafas lewat
mulut. Apabila berlanjut, juga dapat menyebabkan obstructive sleep apnea.

G. Refleksi Kasus

Pasien datang pertama kali dengan gangguan pendengaran dan sekret dari telinga
kanan dan kiri. Diagnosis awal adalah Otitis Media Supuratif Kronis Tubotympanic
(tipe aman), namun seiring berjalannya waktu serta terapi medikamentosa,
dibutuhkan waktu lebih dari satu bulan untuk membaik dan tidak aktif. Setelah itu,
diduga akibat higenitas yang buruk, pasien juga mengalami mastoiditis dan
gangguan tuba. Gangguan tuba berprogresi menjadi faringotonsilitis akut.
Faringotonsilitis akut tersebut terjadi berulang selama beberapa minggu, dan terakhir
terdapat gangguan napas akibat perbesaran tonsil sehingga indikasi untuk
dilakukannya tonsillectomy.

Tonsillectomy berjalan baik, bahkan di akhir tidak terdapat perdarahan aktif karena
semua ligasi juga baik. Namun, karena pasien masih berada pada rentang usia
remaja, pasien sempat panik post-op sehingga terjadi perdarahan akibat pasien terus-
menerus menangis dan berteriak. Dilakukan observasi lebih lanjut di ruang OK, dan
disimpulkan bahwa tidak terdapat titik perdarahan dan ligasi baik, namun untuk
memastikan dilakukan ligasi tambahan agar tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

Perjalanan penyakit pasien dirasa cukup membingungkan, karena kami tidak


mengikuti sejak awal perjalanan penyakit pasien. Beberapa poin klinis yang menjadi
perhatian adalah riwayat OMSK yang berprogresi, mastoiditis yang terselesaikan
sendiri tanpa perlunya dilakukan mastoidektomi, higenitas mulut pasien menjadi
perhatian karena infeksi berprogresi kemana-mana.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology-Head and Neck


Surgery, 2nd Edition. Philadelphia: McGrow Hill Lange, 2008.

2. Kumar V. Robbins & Cotrans Pathologic Basic of Disease 8th Edition.


Philadelphia : Sauders Elsevier, 2010.

3. Health Technology Assessment Indonesia 2004. Tonsilektomi pada Anak dan


Dewasa. Jakarta: Depkes RI, 2004.

4. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck surgery. Clinical Indicators


compendium. Virginia, 1995.

5. PP PERHATI-KL. Panduan Praktik Klinis Panduan Praktik Klinis Tindakan Clinical


Pathway, vol 1. Jakarta: PP PERHATI-KL, 2015.

Anda mungkin juga menyukai