Infanticide
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan kepada :
dr. Mardhatillah Marsa, Sp.F, M.Sc
Disusun Oleh :
Muhammad Iqbal I R
20204010215
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
masa kehamilan terkena ancaman hukuman penjara maksimal 9 tahun sesuai
KUHP pasal 342.
Penyebab kematian yang terbanyak dijumpai untuk dalam tindakan
pembunuhan bayi adalah cara atau metode yang menimbulkan keadaan mati lemas
(asfiksia), seperti penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta membenamkan ke
dalam air. Adapun cara atau metode lain seperti menusuk atau memotong serta
melakukan kekerasan dengan benda tumpul. Namun untuk menentukan secara
pasti penyebab kematian bayi maka kita harus melakukan pemeriksaan forensik
bukan hanya terhadap bayi yang menjadi korban namun juga terhadap perempuan
yang dicurigai sebagai ibunya. Dengan demikian, dalam menegakkan suatu
keadilan yang menyangkut nyawa manusia, bantuan Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal sangat diperlukan.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan
infanticide
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa itu infanticide
2. Untuk mengetahui epidemiologi infanticide
3. Untuk mengetahui etiologi infanticide
4. Untuk mengetahui faktor risiko infanticide
5. Untuk mengetahui pemeriksaan forensik pada kasus infanticide
6. Untuk mengetahui pemeriksaan terhadap tersangka
7. Untuk mengetahui dasar hukum infanticide
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Memberikan pengembangan terhadap studi kedokteran mengenai
perundang-undangan yang mengatur tentang kewajiban dokter dalam menjalankan
praktik kedokteran di Indonesia.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Menambah wawasan bagi tenaga medis mengenai infanticide dan bisa
membantu dalam kasus infanticide.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
tindak pidana pembunuhan anak, faktor psikologi ibu yang baru melahirkan
diperhitungkan sebagai faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan
si ibu melakukan pembunuhan tidak dalam keadaan sadar yang penuh, dan belum
sempat timbul rasa kasih sayang.
Sehingga dapat dikatakan suatu pembunuhan dengan pemeriksaan pada bayi
difokuskan pada: identifikasi, viabilitas, bayi tersebut lahir hidup atau lahir mati,
tanda-tanda perawatan, waktu kelahiran, cara dan sebab kematian, dan tindak
pidana yang mungkin terjadi. Pemeriksaan pada tersangka difokuskan pada:
identifikasi, tanda-tanda baru melahirkan anak, berapa lama telah melahirkan
anak, tanda-tanda partus precipitatus, pemeriksaan psikologis dan pemeriksaan
histopatologi.
5
Sehubungan dengan cara pembunuhan, analisis data Italia (2000-2005)
menunjukkan prevalensi pembunuhan dengan mekanisme asfiksia mekanik (19%
tenggelam, mati lemas 18 % dan tercekik 10%), dengan defenestasi (15%),
dengan luka tembakan senjata dan memotong leher (15%) dan, lebih jarang,
dengan senjata api (4%). Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40
kasus infanticide per tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk
kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan
tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun). Tempat pembunuhan ini
terutama di rumah (85%), dan khususnya kamar mandi (64%) dan kamar tidur
(20%).
6
petani miskin. Dalam kombinasi dengan ideologi androsentrik yang meluas, ini
menyebabkan tingginya angka pembunuhan pada bayi perempuan sepanjang
sejarah barat. Moseley mencatat bahwa status perkawinan di abad pertengahan
mengatur atau menerima akseptabilitas perilaku infanticide yaitu wanita yang
belum menikah dihukum keras karena melakukan pembunuhan bayi. Sementara
wanita yang telah menikah dapat membunuh anak mereka dengan “kekebalan
hukum yang relatif”.
Moseley menyimpulkan bahwa penurunan pembunuhan bayi di Eropa
terkait dengan keuangan yang stabilitasnya lebih besar diantara orang miskin dan
pengingkatan ketersediaan alternatif lain dalam hal menyusui (misalnya, susu
hewan, susu formula) yang dapat mengurangi beban tenaga dalam hal mengasuh
anak. Daly dan Wlison (1988) mengungkapkan bahwa penurunan angka kejadian
pembunuhan bayi di Inggirs oleh karena adanya perbaikan layanan kesejahteraan
sosial, akses terhadap kontrasepsi dan aborsi legal, dan stigma sosial yang
menurun pada perempuan muda yang belum menikah
Berdasarkan pembahasan Resnick dalam kepustakaan dunia psikiatri pada
pembunuhan anak sendiri, mendapati bahwa ibu yang melakukan pembunuhan
sering mengalami depresi, psikosis, riwayat terapi kesehatan mental, dan
keinginan bunuh diri. Pelaku pembunuhan anak sendiri mempunyai beberapa
motif :
a. Altruistic filicide: ibu melakukan pembunuhan atas dasar cinta. Sang ibu
percaya bahwa kematian adalah hal terbaik bagi anak, contohnya seorang
ibu yang menjadi pelaku pembunuhan tidak mengharapkan anaknya hidup
di dunia tanpa ibu atau pada ibu yang psikotik menganggap bahwa
perbuatannya melakukan pembunuhan bertujuan untuk menghindarkan sang
anak dari keadaan yang lebih kejam dari kematian.
b. Psychotic filicide: ibu yang psikotik atau memiliki gangguan jiwa
membunuh anaknya tanpa motif tertentu, contohnya si ibu mengalami
halusinasi yang menyuruhnya membunuh anaknya.
7
c. Fatal maltreatment filicide: kematian biasanya bukan merupakan hal yang
diharapkan dan terjadi akibat akumulasi penganiayaan, kelalaian, atau
Munchausen syndrome.
d. Unwanted child filicide: si ibu beranggapan bahwa anaknya adalah suatu
halangan.
e. Spouse revenge filicide: yang paling jarang, si ibu membunuh dengan tujuan
melukai secara emosional sang ayah.
8
periode minimal 2 minggu mengalami perubahan suasana hati yang tertekan atau
kehilangan minat hampir disemua aktivitas dan perubahan dalam nafsu makan,
berat badan, tidur, aktivitas psikomotor, semangat, kemampuan berpikir,
kemampuan untuk berkonsentrasi dan kemampuan untuk membuat keputusan atau
berpikir ulang tentang kematian atau ide bunuh diri, rencana atau usaha
membunuh. Depresi yang tidak teratasi dapat berkembang menjadi gangguan
psikosis.
9
Ciri lahir hidup :
a. Sistem pernapasan
Penafasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya
ganggguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting
yang permanen pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir mengakibatkan
perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
1. Pemeriksaan luar
- Dada sudah mengembang
- Tulang iga terlihat lebih mendatar
- Sela iga melebar
2. Pemeriksaan dalam
- Paru memenuhi rongga dada
- Tepi paru tumpul
- Warna paru bercak merah muda seperti mozaik
- Perabaan lembut seperti busa
3. Pemeriksaan makroskopis paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak
homogeny namum bercak-bercak. Konsistensinya adalah seperti spons
dan berderik pada perabaan. Sedangkan pada paru-paru bayi yang belum
bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna merah hati bayi dan
homogency dengan konsistensi kenyal seperti hati dan limpa.
10
Tabel 1. Perbedaan makroskopis paru belum bernapas dan paru sudah bernapas
1 Volume kecil, kolaps, menempel vertebra, Volume 4-6x lebih besar, sebagian
konsistensi padat, tidak ada krepitasi menutupi jantung, konsistensi seperti
karet busa (ada krepitasi)
2 Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
4 Kalau diperas di bawah permukaan air tidak Gelembung gas yang keluar halus dan
keluar gelembung gas, atau bila sudah ada rata ukurannya
pembusukan, gelembungnya besar, tak rata
5 Tidak tampak alveoli yang berkembang (air Tampak air sacs, kadang-kadang
sacs) pada permukaan terpisah sendiri-sendiri
6 Kalau diperas hanya keluar darah sedikit dan Bila diperas keluar banyak darah
tidak berbuih (kecuali bila telah ada berbuih walaupun belum ada
pembusukan) pembusukan (volume darah 2x volume
nafas)
7 Berat paru ±1/70 BB Berat paru 1/35 BB
8 Seluruh bagian paru tenggelam dalam air Bagian-bagian paru yang mengembang
terapung dalam air
4. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan mikroskopik terlihat edema, alveoli sudah
mengembang dan diselaputi oleh membrane hialin yang terbentuk
akibat kontak dengan oksigen. Prosedur pemeriksaan mikroskopik
paru-paru yaitu paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa
sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah
12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan
cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.
Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk
digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig. Tanda khas pada
paru janin belum bernapas adalah adanya tenjolan (projection)
yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak
11
seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas tonjolan
akan tampak kapiler yang berisi banyak darah.
12
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti napas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
di reabsorbsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histologi
paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir
hidup.
13
Paru belum mengembang
Ada cairan amnion dan epitel skuamosa di alveolus
Tes apung paru negatif
14
pada lipat paha, lipat leher dan daerah kulit kepala pada belakang telinga.
Gambar 4. Bayi lengkap dengan placenta dan tali pusat yang masih
menempel (tidak ada tanda-tanda perawatan).
Gambar 5. Bayi yang telah mendapat perawatan dan selimut untuk membungkus bayi.
15
3. Tanda Perlukaan
a. Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari,
bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata
serta jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas,
busa halus bewarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang
hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat dalam.
Jumlah tenaga yang digunakan untuk menghasilkan smothering sangat
kecil sehingga tidak ada bukti trauma.
b. Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau
sekitarnya yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gusi, serta adanya benda-benda
asing seperti gumpalan kertas Koran atau kain yang mengisi rongga
mulut.
c. Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang
melinngkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas
jerat sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang
dipergunakan, adanya luka-luka lecet kecil-kecil yang seringkali
berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku si
pencekik, adanya luka-luka lecet dan memar yang tidak beraturan yang
dapat terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si
pencekik
d. Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau
bagian tubuh lainnya, dimana menurut literature ada satu metode yang
dapat dikatakan khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit
sampai menembus ke rongga tengkorak yang dikenal dengan nama
“tusukan bidadari”
e. Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (Washer
woman’s Hand), kulit yang berbintil-bintil (Cutis Anserina) seperti kulit
angsa, serta adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran
16
pernafasan (trakea) yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air
atau binatang air.
17
Tabel 2. Penentuan Umur Bayi
Klavikular 1,5
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium Sterni 6
Talus Akhir 7
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup diluar
kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya.
Viabiltas mempunyai beberapa syarat yaitu:
1. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
18
2. Panjang badan ≥35 cm
3. Berat badan ≥ 2500 gram
4. Tidak ada cacat bawaan yang berat
5. Lingkaran fronto-okcipital ≥32 cm
19
tidak berfungsi lagi. Duktus arterisusu akan menutup setelah 3 minggu 1
bulan
5. Mencari Sebab Kematian Bayi
Penyebab kematian pada bayi terbanyak akibat trauma tumpul. Trauma
tumpul ini disertai dengan pembekapan yang berakhir pada asfiksia. Upaya
perlukaan yang dilakukan dalam upaya infanticide pada bayi dapat berupa
penjeratan (strangulation), pembekapan (smothering), dan kompresi dada. Hal-
hal tersebut berakibat diri bayi mengalami kesulitan bernapas dan berujung pada
kematian bayi akibat mati lemas.
20
Gambar 6: Chorionic Villi dengan pewarnaan HE
21
2.7. DASAR HUKUM
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembunuhan anak
sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yang terkait
masalah pembunuhan anak sendiri yaitu pasal 341, 342 dan 343. Adapun bunyi
pasal-pasal tersebut yaitu:
Pasal 341: Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan
anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja
merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342: Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
Pasal 343: Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan berencana.
Pasal 338: Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain
diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
Pasal 340: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih
dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana dengan pidana mati atau pidana rencana seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pasal 304: Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan
orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku
atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya
dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
Pasal 305: Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh
tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud
22
melepaskan diri darpadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama
5 tahun 6 bulan
Pasal 346 : seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
Pasal 306
1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun 6 bulan
2) Jika mengakibatkan kematian. Pidana penjara paling lama 9 tahun
23
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya
tempat sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah
korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339,
340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308).
24
BAB III
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pembunuhan anak sediri atau lebih dikenal dengan Infanticide adalah suatu
tindakan pembunuhuan bayi yang berusia dibawah satu tahun. Di Indonesia
terdapat pengkhususan pada kasus pembunuhan bayi yaitu kinderdoodslag dan
kindermoored. Perbedaan antara kinderdoodslag (pasal 341 KUHP) dan
kindermoored (pasal 342 KUHP) hanyalah pada soal ada tidaknya rencana dalam
proses pembunuhan. Banyak yang menjadi faktor risiko dari kasus pembunuhan
bayi misalnya alasan jenis kelamin, ekonomi, kelainan atau penyakit yang ada
pada bayi, gangguan kejiwaan.
Cara paling sering digunakan untuk membunuh adalah dengan pembekapan,
pencekikan, penjeratan dan pembenaman dalam air. Cara tersebut akan
mengakibatkan bayi berada dalam keadaan asfiksia mekanik (kekurangan O2)
kemudian meninggal.
Untuk menentukan apakah suatu kasus adalah kasus infanticide atau
pembunuhan anak sendiri, maka seorang dokter harus dapat menentukan
menyatakan bayi lahir hidup atau mati, ada tidaknya perawatan bayi, berapakah
umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin), mencari sebab kematian bayi.
Namun untuk menentukan secara pasti penyebab kematian bayi maka kita
harus melakukan pemeriksaan forensik bukan hanya terhadap bayi yang menjadi
korban namun juga terhadap perempuan yang dicurigai sebagai ibunya. Dengan
demikian, dalam menegakkan suatu keadilan yang menyangkut nyawa manusia,
bantuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal sangat diperlukan.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
11. Afandi dkk. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) dengan kekerasan multiple.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia. 2008. Vol 58 No 9.
12. Munawwarah S, suryadi T. 2014. Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide).
Banda Aceh : Bagian/SMF Ilmu Kedokteran dan MedikolegalFakultas
Kedokteran Unsyiah /RSUD dr. Zainoel Abidin.
13. Mushumba H, et al. Trends and patterns of suspected infanticide cases
autopsied at the Kacyiru hospital, Rwanda: a case report. Rwanda: Rwanda
Medical Journal. 2016: 21-3.
14. A. Arg, A. Francomano. The Infanticide: Some Forensic and Ethical Issues.
Department of Medical Biotechnology and Forensic Medicine, University of
Palermo, Italy. 2013. Volume 1 ISSN: 2348-9804. Hal 1-4
15. Wedatama P, et all. 2013. Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
16. Ben-Nun, Liubov. 2017. Neonaticide, Infanticide, anf Filicide. Israel:
BN.Publication House
17. Hoediyanto, Hariandi A. Pembunuhan Anak (Infanticide). Dalam Ilmi
Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Fakultas Kedokteran Airlangga:
Surabaya. Edisi 7. p.302-10
27