Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga,
sebagai pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan, seorang ibu
adalah sosok yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi
anaknya. Oleh karena itu, seorang anak harus mendapatkan perlindungan
baik saat masih dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Namun,
sekarang ini berita-berita tentang ditemukannya bayi yang baru lahir dalam
keadaan meninggal karena dibunuh oleh ibunya, seringkali dijumpai di
media massa (Hadijah, 2008).
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal
sejak dahulu dan terjadi dimana saja. Pembunuhan anak sendiri adalah
suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan ini bersifat unik.
Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan
tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah
melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil
hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat dilakukannya
tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum
ada tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat, atau diberikan
pakaian (Idries, 1997).
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan
mental emosional dari ibu, seperti rasa malu, takut, benci, serta rasa nyeri
bercampur aduk menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan
tidak dalam keadaan mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan
yang matang (Idries, 1997).
Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana
pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup
pada saat dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan
sudah tidak ditemukan lagi pada saat otopsi. Tanda yang masih dapat
ditemukan adalah tanda pernah bernapas di luar rahim. Hal tersebut
menjadi sulit bila saat otopsi dilakukan, jenazah bayi sudah berada dalam
keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai pada saat menentukan sebab
kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat keterangan apapun mengenai
jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah dilahirkan. Bila ditemukan
tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya harus ditentukan karena
penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian bayi (Budijanto,
1988).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

● Untuk mengetahui pemeriksaan pada infanticide secara


menyeluruh.
● Mampu membedakan kondisi ante natal dan pos mortem
● Pemeriksaan lengkap untuk menemukan pelaku.

1.2.2 Tujuan Khusus

● Mampu melakukan pemeriksaan kasus dugaan


infanticide dengan segala aspek yang mempengaruhinya.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis


● Memberikan pengetahuan yang bermanfaat dan memberikan
informasi sebagai literatur maupun referensi dalam
memahami aspek medikolegal Infanticide yang tercantum
dalam Undang-undang.
1.3.2 Manfaat Praktis
● Menambah wawasan mengenai infanticide, dan membantu
penanganan kasus dugaan infanticide dengan segala aspek
yang mempengaruhinya.

1.4 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penulisan, maka rumusan masalah pada
penulisan ini adalah untuk mengetahui infanticide secara menyeluruh.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
terhadap anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena
takut ketahuan telah melahirkan anak (Apuranto, 2012).
Dengan demikian, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan
anak (Apuranto, 2012):
1. Pelaku: ibu kandung
2. Korban: anak kandung
3. Alasan: Takut Ketahuan telah melahirkan anak
4. Waktu: pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah melahirkan

Untuk itu dengan adanya batasan tegas di atas, maka suatu


pembunuhan yang tidak memenuhi salah satu kriteria tersebut tidak dapat
kita sebut sebagai pembunuhan anak, melainkan suatu kasus
pembunuhan biasa (Apuranto, 2012).
Dari unsur-unsur pembunuhan anak sendiri di atas dapat ditarik
beberapa hal penting (Jitmau, 2013):
(1) pengertian “pembunuhan” mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa bayi
lahir hidup, terdapat tanda kekerasan dan sebab kematian akibat kekerasan
(termasuk peracunan).
(2) pengertian “baru lahir” mengharuskan penilaian atas: cukup bulan atau
belum, usia gestasi, usia pasca lahir serta memberikan pula asupan laik hidup
(viable) atau tidaknya bayi tersebut.
(3) pengertian “takut diketahui” diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih
sayang si ibu kepada bayinya yang diperlihatkan dengan belum tampaknya
tanda-tanda perawatan. Anggapan ini ingin mengatakan bahwa adanya
perawatan menunjukkan adanya kasih sayang ibu kepada bayinya, sehingga
dapat diartikan bahwa rasa takut diketahui telah melahirkan tersebut telah hilang.
(4) pengertian “si ibu membunuh anaknya sendiri” mengharuskan kepada kita
untuk berupaya membuktikan apakah mayat bayi yang diperiksa adalah anak
dari tersangka ibu yang diajukan.

2.2 Aspek Hukum


KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah kitab undang-
undang hukum yang berlaku sebagai dasar hukum di Indonesia. Berikut
beberapa pasal yang berkaitan dengan masalah pembunuhan anak/infanticide
(Hamzah,2008) :
Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.

Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain
yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak
dengan rencana.

Pasal 305
Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.

Pasal 181
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan
mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2.3 Peran Dokter pada Kasus Infanticide


Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah
memeriksa jenazah bayi. Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi
guna membantu penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal
sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?
(Idries, 1997).
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai
pengganti barang bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam
barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat dan dilaporkan.
Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi
yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:
1. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
2. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?
(Idries, 1997).
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut
harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu
(separate existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas bayi juga perlu
ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir
mati kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan
anak sendiri, melainkan kasus lahir mati kemudian dibuang atau
menyembunyikan kelahiran dan kematian.
(Budiyanto,1997)
2.3.1 Lahir Hidup dan Lahir Mati
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil
konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.
Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar
atau dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik
sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam
kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak
menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali
pusat atau gerakan otot rangka.
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah
pernapasan (paru mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau
usus), menangis, adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan denyut
jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.
1) Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya
gangguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting
yang permanen pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir
mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
A. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga
ke-5 atau ke-6. Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-
3 atau ke-4.
B. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda
tidak homogen namun berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya
adalah seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada
paru-paru bayi yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti
warna hati bayi dan homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati
atau limpa. (Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.)
C. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan
timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung
lidah dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah
ventrokaudal sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang
tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan
palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea
dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea
diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini
dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban,
mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea;
bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan
forsep atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan
tangan. Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di
atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke
dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak
memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh,
lalu dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam
air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil
dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan
apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat
mengapung oleh karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila
potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan
ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser untuk
mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan
interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati
apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung
berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun,
terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang
telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan
memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan
kecil paru mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian
(parsial respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus
uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun
kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru
harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru
kurang dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.

D. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh,
dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam,
dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap
dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian
dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE
dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau
Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang
belum bernapas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum
mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum
bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti
bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan
dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club-like). Pada
permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak
darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan
perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin
pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar
dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka
(open loops).
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda
inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya
akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi
pernapasan janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel
verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi
panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas
samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat
asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan
batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi
dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat,
perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium
serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti
anensefalus.
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:
No. Paru belum bernapas Paru sudah bernapas
1.
Volume kecil, kolaps, menempel pada Volume 4-6x lebih besar, sebagian
vertebra, konsistensi padat, tidak ada menutupi jantung, konsistensi
krepitasi seperti karet busa (ada krepitasi)
2. Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
3. Warna homogen, merah kebiruan/ungu Warna merah muda
4.
Kalau diperas di bawah permukaan air tidak
keluar gelembung gas atau bila sudah ada Gelembung gas yang keluar halus
pembusukan gelembungnya besar dan tidak dan rata ukurannya.
rata.

5. Tidak tampak alveoli yang berkembang pada Tampak alveoli, kadang-kadang


permukaan terpisah sendiri
6. Kalau diperas hanya keluar darah sedikit dan Bila diperas keluar banyak darah
tidak berbuih (kecuali bila sudah ada berbuih walaupun belum ada
pembusukan) pembusukan (volume darah dua
kali volume sebelum napas.
7. Berat paru kurang lebih 1/70 BB Berat paru kurang lebih 1/35 BB

8. Seluruh bagian paru tenggelam dalam air Bagian-bagian paru yang


mengembang terapung dalam air.

2) Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi
tanpa bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut
lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam
vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya
udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau
kadar CO2 dalam darah meningkat. (Apuranto H, Hoediyanto. 2007. Buku
Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.)
3) Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak
dapat dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup
kemudian mati maupun yang lahir mati.
4) Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada
saksi mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta
perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus
venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava
inferior).
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi
yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran
hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi
(satu hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus
menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
5) Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk
akibat reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup).
Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar,
pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan
bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian
dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus,
makin kuat dugaan adanya pernapasan 24-48 jam post mortem,
mekonium sudah keluar semua seluruhnya dari usus besar.
6) Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya
denyut tali pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan
saksi mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan,
bagaimana tali pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).
7) Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan
setelah bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan
bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi
bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini
harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak
terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat
terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama
sekali dari ibu.
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan,
atau setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam
kandungan adalah:
1. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
2. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
a. Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
b. Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
c. Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
d. Tidak ada gas, baunya khas.
e. Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam
kandungan.

2.3.2 Tanda Perawatan


Dalam kasus pembunuhan anak penting untuk menemukan adanya
tanda-tanda perawatan dikarenakan hal ini dapat diduga apakah benar
kasus pembunuhan anak atau menjadi kasus lain yang ancaman
hukumannya berbeda. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan
petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold,
bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan
belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan
tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak sendiri. Tanda anak baru
dilahirkan dan belum mengalami perawatan, yaitu:
● Tubuh masih berlumuran darah.
● Plasenta masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan
dengan pusat (umbilikus).
● Bila plasenta tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan,
hal ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke
permukaan air.
● Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di
daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat
ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong (Apuranto, 2012).

2.3.5 Penyebab Kematian


1. Kelalaian
Hal ini dapat disengaja atau tidak sengaja
● Inhalasi ketuban atau darah atau terbenam dalam WC mati
akibat asfiksia yang diperiksa dengan mikroskop
● Terjerat dengan tali pusat. Sang pelaku membunuh korban
seolah-olah akibat jeratan tali pusat intrauterin/ selama
proses kelahiran. Dapat dilihat dengan pernah tidaknya bayi
bernafas.
● Perdarahan tali pusat. Tali pusat yang tidak diikat dengan
baik
● Suffocation. Kelahiran di bawah selimut
● Lalai membuat hangat atau tidak diberi makanan (berapa
lama bayi baru lahir dapat hidup tanpa makan? Hubungkan
dengan usia tali pusat)
2. Kekerasan
a. Kekerasan dalam uterus
● Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh, ditendang).
Hanya bisa melalui saksi untuk menjatuhkan hukum
pidana pembunuhan anak sendiri
● Pemasukan alat ke vagina
b. Kekerasan selama proses kelahiran
● Perlu memikirkan adanya trauma kelahiran yang wajar
sebelum menduga adanya tindakan kekerasan misalnya
ada kaput suksadenum
● Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasa
pada os temporale) pada umumnya sedikit dan tidak
disertai luka lecet
● Kekerasan pada kepala yang disengaja menyebabkan
retak yang lebih besar, ada lecet dan ditemukan kontusio
atau laserasi serebri
c. Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap
● Kekerasan benda tumpul
● Sufokasi dan gagging
Tanda-tanda yang ditemukan adalah asfiksia dengan bukti
bahan-bahan yang menyebabkan gangguan saluran
pernafasan. Jika tidak ditemukan maka hanya bisa
disimpulkan bahwa “ada gangguan pada pernafasan”.
Pada gagging ditemukan bahan yang menyumbat mulut
korban dekat dengan batang tenggorokan
● Strangulasi . bukti pada bekas kuku/tangan disekitar leher
dan mulut yang dapat terjadi karena bekas tangan ibu
waktu menarik keluar dari rahim dengan mencekam
daerah antara leher dan mulut bayi.
● Jeratan atau cekikan. Biasa pada jeratan tali pusat.
Jeratan tali pusat yang tidak bersimpul atau 1 simpul
belum dapat dibuktikan adanya unsur kesengajaan. Bila
didapatkan simpul beberapa kali maka sebaliknya.
● Luka iris atau luka tusuk
● Tenggelam. Harus dilakukan pemeriksaan lab cairan
dalam bronkus dengan harapan ditemukannya cairan lisol,
air sabun, air ketuban, darah, dsb.
3. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan
sisa opium pada putting susu ibu, yang kemudian menyusui
bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati. Jika terdapat zat
lain dapat dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang PA.
(Apuranto, 2012; Prawestiningtyas, 2013)
Sebab kematian bayi tergantung dengan apa yang ditemukan
pada saat pemeriksaan :
1. Asfiksia
2. Perdarahan
3. Hipotermi dan dehidrasi
4. Tidak dapat ditentukan, bila kondisi jenazah telah membusuk
lanjut tanpa ditemukannya kekerasan fisik yang berarti.

2.3.6 Pemeriksaan terhadap Korban/Bayi Baru Lahir


1. Viabilitas : bayi baru lahir dapat hidup tanpa perawatan khusus
Syarat :
● Usia >28 minggu dalam kandungan
● Panjang badan > 35 cm
● BB > 2500 gram
● Tidak ada cacat bawaan yang berat
● Lingkaran fronto occipital > 32 cm
2. Penentuan umur gestasi
● Berdasarkan panjang badan (Haase)

USIA Panjang Badan (cm)


1 bulan 1x1 = 1 cm
2 bulan 2x2 = 4 cm
3 bulan 3x3 = 9 cm
4 bulan 4x4 = 16 cm
5 bulan 5x5 = 25 cm
6 bulan 6x5 = 30 cm
7 bulan 7x5 = 35 cm
8 bulan 8x5 = 40 cm
9 bulan 9x5 = 45 cm
)
● Berdasarkan ciri-ciri pertumbuhan
- Bisa menggunakan Ballard Score untuk memperkirakan usia
gestasi.
● Inti penulangan :

USIA LETAK INTI PENULANGAN


(BULAN)
1,5 Clavicula
2 Tulang panjang (diafise),
metacarpal, tarsal
3 Ischium
4 Ramus superior pubis
5 Kalkaneus
6 Manubrium sterni
7 Talus. Sternum segmen I
8 Sternum segmen bawah
9 Proksimal tibia, distal femur, kuboid

3. Pernah atau tidak pernah bernafas (dicoba dengan apung paru).


Apabila ditemukan belum pernah bernafas tidak menyingkirkan
kemungkinan “pembunuhan anak sendiri”. Hanya salah satu bukti
tanda kehidupan baik dalam kandungan maupun diluar
kandungan. Sebab bayi bisa bernafas di dalam uterus maupun
vagina.
Secara pemeriksaan luar
1) Belum bernafas
a. Iga masih datar
b. Diafragma tampak setinggi sela iga ke-3 atau 4
(pemeriksaan subjektif dan sulit dievaluasi jika terjadi
pembusukan)
2) Sudah bernafas
a. Dada mengembang
b. Tinggi diafragma sudah turun setinggi sela iga ke 4-5

Secara pemeriksaan dalam dapat dilihat dari :


a) Dicari ada tidaknya tanda kekerasan (perdarahan atau tanda
umum asfiksia)
b) Pemeriksaan mikroskopik dengan histopatologi anatomi
c) Pemeriksaan makroskopik dengan observasi kasat mata
pemeriksaan apung paru
d) Secara makroskopik pada bayi yang sudah bernafas
ditemukan :
● Paru mengembang memenuhi seluruh rongga dada
● Ukuran 4-6 kali lebih besar
● Menutupi sebagian besar jantung
● Tepi paru tampak tumpul
● Paru berwarna merah muda
● Tampak gambaran mozaik
● Terletak di ICS 4-5 atau 5-6
● Berat paru 1/35 BB
● Teraba seperti spons dan krepitasi
● Jika diperas keluar darah dan buih

3) Berapa lama bayi hidup :


Jika lebih dari 24 jam (1 hari) dilihat pada tali pusatnya :
● Perubahan talipusat (Prawestiningtyas, 2013)

Usia ekstra uterine Keadaan tali pusat


18-24 jam post natal Pengeringan tali pusat di daerah
melekatnya tali pusat pada
dinding abdomen
30-36 jam post natal Kemerahan melingkari pusat
5-8 hari post natal Tali pusat terlepas
10-12 hari post natal Penyembuhan tempat bekas
melekatnya tali pusat pada
dinding abdomen

● Perubahan pada pembuluh darah

Jika bayi hidup kurang dari 24 jam, hal ini tidak dapat ditentukan
dengan pasti penutupan ductus arteriosus dan foramen
ovale tidak dapat dipakai sebagai pegangan karena waktu
penutupannya bervariasi.
● Udara dalam saluran pencernaan dapat diperkirakan :
a. di Lambung berati Baru Lahir, tapi belum tentu lahir
hidup.
b. di Doudenum lebih dari 2 jam.
c. di Usus Halus 6 – 12 jam.
d. di Usus Besar 12 – 24 jam.
● Bila mekonium telah keluar seluruhnya berati telah 24 jam
atau lebih
4) Apa sebab kematiannya
5) Periksa golongan darah
6) Tanda-tanda perawatan
Untuk menentukan apakah kasus ini merupakan kasus pembunuhan
atau kasus lain yang ancaman hukumannya berbeda. berikut
adalah tanda-tanda perawatan bayi
● Tubuh dibersihkan
● Tali pusat yang dipotong dan diikat
● Diberi pakaian atau selimut

2.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak


Pemeriksaan terhadap ibu
1. Tanda baru melahirkan anak :
● Robekan baru pada alat kelamin
● Ostium uteri dapat dilewati ujung jari
● Keluar darah dari Rahim
● Ukuran rahim : post partum setinggi pusat
● 6-7 hari post partum setinggi tulang kemaluan
● Payudara mengeluarkan air susu
● Hiperpigmentasi areola mamma
● Striae gravidarum dari warna merah menjadi putih
2. Berapa lama melahirkan
● Ukuran rahim : 2-3 minggu kembali
● Getah nifas : 1-3 hari post partum warna merah
4-9 hari post partum warna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
● Robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari
3. Mencari tanda-tanda partus precipitates :
● Robekan pada alat kelamin
● Inversio uteri yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebi-lebih
bila tali pusat pendek
● Robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat anak atau pada
tempat lekat tali pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan
pemeriksaan histopatologis
● Luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit
kepala, dan perdarahan di dalam tengkorak
4. Pemeriksaan golongan darah
5. Pemeriksaan histopatologi : sisa placenta dalam darah yang berasal dari
lahir

(Apuranto, 2012; Prawestiningtyas, 2012)


BAB 3
KESIMPULAN

1. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak adalah


pelaku ibu kandung, korban anak kandung, alasan takut ketahuan telah
melahirkan anak, waktu pada waktu melahirkan atau beberapa saat
setelah melahirkan.(Apuranto,2012)
2. Berdasarkan undang-undang, terdapat 3 faktor penting mengenai
pembunuhan anak sendiri, yaitu faktor ibu, waktu, dan psikis.
3. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri tertera dalam
KUHP pasal 341 dan 342. (Hamzah,2008)
dilahirkan hidup atau lahir mati?

BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan


Pembunuhan Bayi Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id
(accessed: 2011, Mei 28)
2. Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa
Aksara.
3. Budijanto, dkk. 1988.Pembunuhan Anak Sendiri. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Edisi pertama, cetakan
kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal. 165 – 176.
5. Apuranto, H. (2012) Pembunuhan Anak (Infanticide) Dalam Buku Ajar Ilmu
Kedokteran Forensik Dan medikolegal. 8th edn. Edited by H. Apuranto and
Hoediyanto. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
6. Jitmau, C. T. T. (2013) ‘Insidensi sebab kematian pada infantisid yang
diotopsi di instalasi kedokteran forensik dan medikolegal rsup dr.sardjito
tahun 2009- 2012 christine tirza thresia jitmau’.
7. Hamzah, Adi. KUHP dan KUHAP Edisi Revisi 2008. Rineka Cipta, Jakarta.
2008.
8. Prawestiningtyas , Eriko. Pedoman Diagnosa dan Tindakan : Pemeriksaan
Kasus Forensik. 2013. Cetakan pertama. Malang : Universitas Brawijaya
Press.

Anda mungkin juga menyukai