Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Pembunuhan anak adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan ini
bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah
karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya
karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat
dilakukan tindakan menghilangkan nyawa anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda
perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian (Idries, 1997).
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak sendiri adalah
membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan
penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per
tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk

kekerasan lainnya adalah

kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus
dalam 6-7 tahun) (Affandi et al,2008).
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental emosional dari
ibu seperti rasa malu, takut, benci serta rasa nyeri bercampur aduk menjadi satu, sehingga
perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan mental yang tenang, sadar serta
dengan perhitungan yang matang (Idries, 1997).

BAB II
INFANTICIDE
2.1. Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan
telah melahirkan anak. Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang
harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak (infanticide) yaitu:
1.
2.
3.
4.

Pelaku adalah ibu kandung


Korban adalah anak kandung
Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah melahirkan anak
Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah
melahirkan.
Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan yang

tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak
(infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa (Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
2.2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap
nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya yaitu:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 341 dan 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
berencana.
Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor penting
yaitu:

Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau tidak, sedangkan bagi
orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena
pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15

tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur

hidup/hukuman mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).


Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian . Sehingga boleh
dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila
rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh

anaknya.
Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut
didapatkan dari hubungan tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,

got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian
dibuang (pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308) (Budiyanto et
al.,1997).
Pasal 181. Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lirna ratus rupiah.
Pasal 308. Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau
meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka maksimum
pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
Pasal 305. Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Pasal 306. (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun enam bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
2.3. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang diduga
kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal apakah anak

tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati, apakah terdapat tanda-tanda perawatan, dan
apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian.
Visum et Repertum juga mengandung makna sebagai pengganti barang bukti, maka
segala apa yang terdapat dalam barang bukti dalam hal ini yaitu tubuh anak, harus dicatat
dan dilaporkan. Dengan demikian selain ketiga kejelasan tersebut di atas, masih ada dua
hal lagi yang harus diutarakan dalam VR yaitu, apakah anak yang dilahirkan itu cukup
bulan dalam kandungan, dan apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang
dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak. Sehingga lebih jelas bahwa
permasalahan tentang maturitas seperti cukup bulan atau prematur merupakan hal yang
penting, sama halnya dengan kemampuan anak untuk hidup dengan wajar (viabilitas)
tanpa kelainan bawaan yang diderita oleh anak (Idries, 1997).
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu ditinjau lebih dahulu pengertian lahir hidup dan
lahir mati. Perlu diketahui bahwa seorang dokter tidak dibenarkan membuat kesimpulan
lahir hidup atau lahir mati dari hasil pemeriksaan terhadap korban kasus yang diduga
akibat pembunuhan anak (Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
2.3.1. Lahir hidup atau lahir mati
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan
oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah
kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang
tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung,
denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka (Budiyanto et al.,1997).
Bukti kematian dalam kandungan:
Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
o Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau)
o Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan
o Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak
o Tidak ada gas, baunya khas
o Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
Adapun tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan, yaitu:

Pernapasan
o Paru mengembang

o Udara dalam lambung atau usus


Menangis
Pergerakan otot
Sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin
Isi usus
Keadaan tali pusat

(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007)


1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan
sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru.
a. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique),
paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada
sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Lidah
dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset
atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak palatum mole.
Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan
palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari
tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid
dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya
cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui
trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus
diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan
agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji
Breslau) tidak memberikan hasil meragukan. Setelah semua organ leher dan dada
dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,

letakkan di antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus
jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan
interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih
mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu
yang tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada
mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan
memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang
dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu
bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini,
pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati
atau lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang
dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
b. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya
digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan
Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu.
Tanda khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection)
yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi
dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club like). Pada
permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada
paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau
Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli
berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di

bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung


terbuka (open loops).
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan
amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat
atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine
submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat
dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat
asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang
juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium
oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat,
dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan
kongenitasl yang fatal seperti anensefalus (Budiyanto et al.,1997).
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru, yaitu (Apuranto, H. dan
Hoediyanto, 2007):
Paru belum bernapas
Volume kecil, kolaps, menempel pada

Paru sudah bernapas


Volume 4-6x lebih besar, sebagian

vertebra, konsistensi padat, tidak ada

menutupi jantung, konsistensi seperti

krepitasi
Tepi paru tajam
Warna homogen, merah kebiruan/ungu
Kalau diperas di bawah permukaan air

karet busa (ada krepitasi)


Tepi paru tumpul
Warna merah muda
Gelembung gas yang keluar halus dan

tidak keluar gelembung gas atau bila

rata ukurannya.

sudah ada pembusukan gelembungnya


besar dan tidak rata.
Tidak tampak alveoli yang berkembang

Tampak alveoli, kadang-kadang

pada permukaan
Kalau diperas hanya keluar darah sedikit

terpisah sendiri
Bila diperas keluar banyak darah

dan tidak berbuih (kecuali bila sudah

berbuih walaupun belum ada

ada pembusukan)

pembusukan (volume darah dua kali

Berat paru kurang lebih 1/70 BB

volume sebelum napas.


Berat paru kurang lebih 1/35 BB

Seluruh bagian paru tenggelam dalam

Bagian-bagian paru yang

air

mengembang terapung dalam air.

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa
bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena
suara tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi
menangis dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam
darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat
dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati
maupun yang lahir mati.
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi
mata) dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam
duktus arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis
yang langsung masuk vena cava inferior). Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali
pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti
suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi pernapasan dan
sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3
hari sampai beberapa minggu.
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat
reflek menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam
lambung dan usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau
tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu
esophagus diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk
pertama, kemudian dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam
usus, makin kuat dugaan adanya pernapasan 24 48 jam post mortem, mekonium
sudah keluar semua seluruhnya dari usus besar.
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali
pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua,
pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara
tajam atau tumpul).
7. Keadaan Kulit

Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi
lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak
lahir hidup yaitu maceration, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati in utero beberapa
hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada
maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat
terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.
2.3.2. Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus
pembunuhan anak, oleh karena dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang benar
kasus pembunuhan anak seperti dimaksud dalam undang-undang, atau menjadi kasus lain
yang ancaman hukumannya berbeda.
Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tali pusat
Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm dari
pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke dalam air, akan
terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan
pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus presipitatus (keberojolan). Pada
keadaan ini tali pusat akan terputus dekat perlekatannya pada uri atau pusat bayi
dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipitatus
adalah terdapatnya kaput suksedaneum, molase hebat, dan fraktur tulang tengkorak
serta ibu yang primipara.
2. Verniks kaseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah.
Pada bayi yang dibuang ke dalam air, verniks tidak akan hilang seluruhnya dan masih
dapat ditemukan di daerah lipatan kulit (ketiak, belakang telinga, lipat paha, dan lipat
leher).
3. Pakaian
Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup tubuh pada
bayi.
(Budiyanto et al.,1997)
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui
dari tanda-tanda sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah

Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan

pusat (umbilicus)
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung talli pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat

diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air


Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.

Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung dengan Ari-Ari
2.3.3. Luka-luka yang dapat Dikaitkan dengan Penyebab Kematian
Cara atau metoda yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan anak
adalah cara atau metoda yang menimbulkan keadaan mati lemas (asfiksia) seperti
penjeratan, pencekikan dan pembekapan serta membenamkan ke dalam air. Adapun cara
yang lain seperti menusuk atau memotong serta kekerasan dengan benda tumpul relatif
jarang ditemukan.
Dalam kasus ini yang harus diperhatikan yaitu:
Adanya tanda-tanda mati lemas seperti sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, bintikbintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta jaringan
longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus berwarna putih
atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda

bendungan pada alat dalam.


keadaan mulut dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan di bibir dan sekitarnya,
biasanya berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan
dengan gusi serta adanya gumpalan benda asing seperti koran atau kain yang mengisi
rongga mulut.

10

keadaan di daerah leher dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan yang melingkari
sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat sebagai akibat tekanan
yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang digunakan, adanya luka-luka lecet kecil
berbentuk bulan sabit yang diakibatkan dari ujung kuku dan adanya luka-lua lecet dan

memar yang tidak beraturan akibat tekanan ujung jari.


adanya luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian tubuh lainnya.
adanya istilah tusukan bidadari yaitu menusukkan benda tajam pada langit-langit

rongga mulut sampai menembus rongga tengkorak.


adanya tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur, telapak tangan dan
telapak kaki yang pucat dan keriput (washer woman hand), kulit yang berbintil-bintil
(cutis anserina sepert kulit angsa, serta adanya benda asing di saluran pernapasan
terutama trakea).

Gambar 2. Tampak Luka terbuka pada Kepala dan Luka lecet Berbentuk Bulan
Sabit pada Leher
2.3.4. Cukup Bulan dalam Kandungan

Pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, tinggi badan, berat badan


Ujung-ujung jari
Keadaan genitalia eksterna
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (os femur) mempunyai arti yang
cukup penting. Bagian distal os femur serta proksimal os tibia akan menunjukkan
pusat penulangan pada umur kehamilan 36 minggu, demikian juga pada os cuboideum
dan os cuneiform, sedangkan os talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak

pada umur kehamilan 28 minggu.


2.3.5. Viabilitas

11

Dapat dilihat apakah terdapat kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi


kelangsungan hidup bayi seperti jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau
mikrosefalus) dan saluran pencernaan (stenosis esophagus) (Idries, 1997).
2.4. Pemeriksaan Kasus Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)
Pemeriksaan dilakukan terhadap pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru melahirkan)
dan korban (bayi yang baru dilahirkan).
2.4.1. Pemeriksaan Terhadap Ibu
1. Tanda telah melahirkan anak
Robekan baru pada alat kelamin
ostium uteri dapat dilewati ujung jari
keluar darah dari rahim
ukuran rahim saat post partum setinggi pusat,
6-7 hari post partum setinggi tulang kemaluan
payudara mengeluarkan air susu
hiperpigmentasi aerola mamma
striae gravidarum dari warna merah menjadi putih
2. Berapa lama telah melahirkan
ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
getah nifas: 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
robekan pada alat kelamin
inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih
bila tali pusat pendek
robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis
luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan di
dalam tengkorak
4. Pemeriksaan golongan darah
5. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasa dari rahim
2.4.2. Pemeriksaan Terhadap Korban
Pada prinsipnya sama seperti pada orang dewasa, hanya saja harus lebih
memperhatikan hal-hal yang berikut. Pada pemeriksaan luar, perhatikan beberapa hal yang
tersebut di bawah ini:
1. Bayi cukup bulan, prematur, atau non-viable

12

2. Kulit sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau
tidak.
3. Mulut: adakah benda asing yang menyumbat
4. Tali pusat: sudah terputus atau masih melekat pada uri. Bila terputus periksa apakah
terpotong rata atau tidak (dengan memasukkan ujung potongan ke dalam air), apakah
terputusnya dekat uri atau pusat bayi, apakah sudah terikat dan diberi obat antiseptik,
adakah tanda-tanda kekerasan pada tali pusat, hematom atau Whartons Jelly berpindah
tempat.
5. Kepala: apakah terdapat kaput suksedaneum, molase tulang-tulang tengkorak
6. Tanda kekerasan: perhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut dan hidung, serta
memar pada mukosa bibir dan pipi, tanda pencekikan atau jerat pada leher, memar atau
lecet pada tengkuk, dan lain-lain.
Pada pembedahan jenazah perhatikan pada:
1. Leher adakah tanda-tanda penekanan, resapan darah pada kulit sebelah dalam. Pada
bayi, karena jaringan lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa maka tandatanda kekerasan tersebut lebih jarang didapat. Perhatikan apakah terdapat benda asing
dalam saluran pernapasan.
2. Mulut: apakah terdapat benda asing dan perhatikan palatum mole apakah terdapat
robekan.
3. Rongga dada: pengeluaran organ rongga mulut, leher, dan dada dilakukan dengan
teknik tanpa sentuhan, perhatikan makroskopik paru dan setelah itu sebaiknya satu
paru difiksasi dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologik dan pada
paru yang lain dilakukan uji apung paru.
4. Tanda asfiksia berupa Tardieus spots pada permukaan jantung, paru, timus, dan
epiglotis.
5. Tulang belakang: apakah terdapat kelainan kongenital dan tanda kekerasan.
6. Periksa pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus, talus, dan kuboid.
7. Pada pemeriksaan kepada bayi baru lahir, kulit kepala disayat dan dilepaskan seperti
pada orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka dengan gunting, dengan cara menusuk
fontanel mayor 0,5 1 cm dari garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada
tulang dahi dan ubun-ubun ke depan dan ke belakang pada sisi kiri dan kanan. Ke
depan sampai kira-kira 1 cm di atas lengkung atas rongga mata (margo superior orbita)
dan ke belakang sampai perbatasan dengan tulang belakang kepala. Kemudian

13

dilakukan pengguntingan ke arah lateral sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan


menyisakan tulang pelipis di atas telinga kira-kira sepanjang 2 cm.
Kedua keping tulang atap tengkorak dipatahkan ke arah lateral. Biasanya duramater
ikut tergunting karena melekat erat pada tulang. Perhatikan apakah terdapat perdarahan
subdural atau subaraknoid. Perhatikan keadaan falks serebri dan tentorium serebeli
terutama pada perbatasannya (sinus rektus dan sinus tranversus) apakah terdapat robekan.
Selanjutnya dilakukan pengeluaran otak seperti pada orang dewasa. Tujuan pembukaan
tengkorak seperti ini adalah supaya falks serebri dan tentorium tetap dalam keadaan utuh
sehingga tiap kelainan dapat ditentukan dengan jelas. (Budiyanto et al.,1997)
1. Viabilitas
Viable adalah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari
ibunya. Syaratnya adalah:

Umur kehamilan 28 minggu dalam kandungan


Panjang badan (kepala-tumit) 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari

23 cm
Berat badan 2500 gram atau berat badan lebih dari 1000 gram,
Tidak ada cacat bawaan yang fatal
Lingkaran frontoocipital 32 cm
2. Penentuan umur bayi Intra dan Ekstrauterine
berdasarkan panjang badan (rumus Haase)
Penentuan umur janin atau embrio dalam kandungan rumus De Haas, adalah untuk 5
bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) dan
selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.
Umur
Panjang Badan (kepala-tumit)
1 bulan
1 x 1= 1 (cm)
2 bulan
2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan
3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan
4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan
5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan
6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan
7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan
8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan
9 x 5 = 45 (cm)
berdasarkan ciri-ciri pertumbuhan
berdasarkan inti penulangan
Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan
(ossification centers) sebagai berikut:
Pusat Penulangan pada:

Umur (bulan)

14

Klavicula
Tulang panjang (diafisis)
Ischium
Pubis
Kalkaneus
Manubrium sterni
Talus
Sternum bawah
Distal femur
Proksimal tibia
Kuboid

1,5
2
3
4
56
6
Akhir 7
Akhir 8
Akhir 9 / setelah lahir ( 8-9 bulan)
Akhir 9 / setelah lahir ( 9-10 bulan)
Akhir 9 / setelah lahir, bayi wanita lebih cepat

Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat
autopsi dengan cara sebagai berikut:
1. Kalkaneus dan kuboid: lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara
jari kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat
penulangan pada kalkaneus dan kuboid serta talus.
2. Distal femur dan proksimal tibia: lakukan fleksi tungkai bawah pada sendi lutut
dan buat insisi melintang pada lutut. Patela dilepas dengan memotong ligamentum
patela. Buat irisan pada femur dari arah distal ke proksimal sampai terlihat pusat
penulangan pada epifisis distal femur (bukan penulangan diafisis). Hal yang sama
dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan irisan dari proksimal ke arah
distal. Pusat penulangan terletak di bagian tengah berbentuk oval berwarna merah
dengan diameter 4 6 mm.
Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita harus
menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur)
ataukah non-viable, karena pada keadaan prematur dan non-viable, kemungkinan bayi
tersebut meninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan kemungkinan mati
akibat pembunuhan anak sendiri adalah kecil.
Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan > 36 minggu dengan panjang badan
kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepala-tungging 30 33 cm, berat badan
2500 3000 gram, dan lingkar kepala 33 cm. Pada bayi cukup bulan, hampir selalu
terdapat pusat penulangan pada distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadangkadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir, juga pada tulang kuboid. Pada bayi
wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat. Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah
lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung, dan bahu; pembentukan tulang rawan
telinga telah sempurna (bila daun telinga dilipat akan cepat kembali ke keadaan

15

semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari telah melewati ujungujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat melebihi 2/3 bagian depan kaki; testis
sudah turun ke dalam skrotum; labia minora sudah tertutup oleh labia mayora yang
telah berkembang sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih) atau merah
kebiru-biruan (pada kulit berwarna), yang setelah 1 2 minggu berubah menjadi lebih
pucat atau coklat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit
tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput).
Penentuan umur bayi ekstrauterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
setelah bayi dilahirkan, misalnya:
a. Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum
berarti hidup beberapa saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1 2 jam, bila
dalam usus besar telah hidup 5 6 jam, dan bila terdapat dalam rectum berarti telah
hidup 12 jam.
b. Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24
jam setelah lahir.
c. Perubahan tali pusat. Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat
baik dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran
merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mongering
menjadi seperti benang dalam waktu 6 8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka
yang sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemeriksaan
mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai
timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sel leukosit berinti banyak, kemudian akan
terlihat sel-sel limfosit dan jaringan granulasi.
d. Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadangkala
masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.
e. Ginjal. Pada hari ke 2 4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna jingga
berbentuk kipas (fan-shaped), lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal.
Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
f. Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena
umbilikalis dalam waktu 3 4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3 4
minggu dan foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu 1 bulan tetapi kadangkadang tidak menutup walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan
tertutup setelah 3 minggu 1 bulan.
(Budiyanto et al.,1997)

16

3. Pernah atau tidak pernah bernapas.


Hal ini dibuktikan dengan percobaan apung paru. Hasil percobaan apung paru yang
menyimpulkan belum pernah bernapas, belum dapat menyingkirkan kemungkinan
tindakan pembunuhan anak, karena ada keadaan dimana bayi lahir hidup tetapi
belum/tidak sempat bernapas dan dibunuh ibunya pada saat itu (bernapas hanya salah
satu bukti/tanda kehidupan)
4. Berapa lama bayi hidup
Lamanya bayi hidup (bila hidup lebih dari 24 jam) dapat dilihat pada: perubahan tali
pusat, perubahan pada pembuluh darah. Kalau bayi hidup kurang dari 24 jam, hal ini
tidak dapat ditentukan dengan pasti. Penutupan duktus arteriosus dan foramen ovale
tidak dapat dipakai sebagai pegangan, karena waktu penutupannya bervariasi (tidak
tepat).
5. Sebab kematian
a. Kelalaian
Pada peristiwa kelahiran sering dijumpai kelalaian, baik itu disengaja atau tidak
disengaja.
Inhalasi cairan ketuban/darah atau terbenam di dalam WC mati akibat asfiksia
Terjerat tali pusat, mati akibat asfiksia. Jeratan tali pusat yang dilakukan setelah
bayi mati dapat dibedakan dengan jeratan tali pusat intrauterine yaitu bayi yang

mati intrauterine menunjukkan paru yang belum pernah bernapas.


Perdarahan dari tali pusat, karena setelah bayi lahir, tali pusat tidak diikat dengan

baik.
Suffocation, misalnya terjadi kelahiran dibawah selimut
Lalai membuat hangat (tidak dapat dibuktikan post mortem) atau tidak memberi

ASI. Sehingga kematian bayi secara pasif (kedinginan dan starvasi)


b. Kekerasan
Kekerasan dalam uterus
o Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh/ditendang)
o Pemasukkan alat ke vagina
Kekerasan selama proses kelahiran
o Kemungkinan terjadi trauma kelahiran yang wajar harus dipikirkan sebelum
menduga adanya tindak kekerasan
o Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasanya pada os temporal)
pada umumnya hanya sedikit dan tidak disertai luka lecet
o kekerasan pada kepala yang disengaja menimbulkan retak yang besar, ada

luka lecet, mungkin ditemukan kontusio/laserasi cerebri


Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap
o Kekerasan benda tumpul
o Suffocation dan gagging
o Jeratan atau cekikan

17

o Luka iris atau luka tusuk


o Tenggelam
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas
(asfiksia). Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir);
kecelakaan, misalnya bayi terjatuh, partus presipitatus; pembunuhan; atau alamiah
(penyakit). Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda kekerasan seperti:
1. Kaput suksedaneum. Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai
lamanya persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput suksedaneum
yang makin hebat. Secara makroskopis akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala
bagian dalam di daerah presentasi terendah yang berwarna kemerahan. Kaput
suksedaneum dapat melewati perbatasan antar sutura tulang tengkorak dan tidak
terdapat perdarahan di bawah periosteum tulang tengkorak. Mikroskopik terlihat
jaringan yang mengalami edema dengan perdarahan-perdarahan di sekitar pembuluh
darah.
2. Sefalhematom, perdarahan setempat di antara periosteum dan permukaan luar tulang
atap tengkorak dan tidak melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang
hebat. Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital.
Makroskopik terlihat sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas pada
satu tulang dan tidak melewati sutura.
3. Fraktur tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada trauma lahir,
biasanya hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang ubun-ubun (celluloid ball
fracture). Penggunaan forceps dapat mengakibatkan fraktur tengkorak dengan
robekan otak.
4. Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan subdural akibat
laserasi tentorium serebeli dan falks serebri; robekan vena galeni di dekat
pertemuannya dengan sinus rektus; robekan sinus sagitalis superior dan sinus
transversus dan robekan bridging veins dekat sinus sagitalis superior. Perdarahan ini
timbul pada molase kepala yang hebat atau kompresi kepala yang cepat dan
mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas (pada partus presipitatus).
5. Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler jarang terjadi. Umumnya terjadi pada
bayi-bayi prematur akibat belum sempurna berkembangnya jaringan-jaringan otak.
6. Perdarahan epidural sangat jarang terjadi karena duramater melekat dengan erat pada
tulang tengkorak bayi.

18

Pada kasus pembunuhan, harus diingat bahwa ibu dalam keadaan panik sehingga ia
akan melakukan tindakan kekerasan yang berlebihan walaupun sebenarnya bayi
tersebut berada dalam keadaan tidak berdaya dan lemah sekali. Cara yang tersering
dilakukan adalah yang menyebabkan asfiksia dengan jalan pembekapan, penyumbatan
jalan napas, penjeratan, pencekikan, dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukkan ke dalam lemari, kopor, dan sebagainya. Pembunuhan dengan melakukan
kekerasan tumpul pada kepala jarang dijumpai. Bila digunakan cara ini, biasanya
dilakukan dengan berulang-ulang, meliputi daerah yang luas hingga menyebabkan
patah atau retak tulang tengkorak dan memar jaringan otak. Sebaliknya pada trauma
lahir, biasa hanya dijumpai kelainan yang terbatas, jarang sekali ditemukan fraktur
tengkorak dan memar jaringan otak. Pembunuhan dengan senjata tajam jarang
ditemukan. Pernah ditemukan tusukan di daerah palatum mole, melalui foramen
magnum dan merusak medula oblongata. Pembunuhan dengan jalan membakar,
menyiramkan cairan panas, memberikan racun, dan memuntir kepala sangat jarang
terjadi. (Budiyanto et al.,1997)
6. Periksa golongan darah
7. Tanda-tanda perawatan
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).

19

BAB III
KESIMPULAN
1. Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut
ketahuan telah melahirkan anak.
2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri tertera dalam KUHP pasal 341,
342,343.
3. Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang diduga
kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal apakah
anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati, apakah terdapat tanda-tanda perawatan,
apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian, apakah anak
yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan, dan apakah pada anak tersebut
didapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bagi anak
tersebut.

20

DAFTAR PUSTAKA
Affandi et al. 2008. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) Dengan Kekerasan Multipel.
Majalah Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol 58 Nomor 9.
Anonim.

2008.

Kitab

Undang-Undang

Hukum

Pidana

(KUHP)

http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/asiamaya_kuhp_penal_code_kejahat
an.htm, 3 September 2011
Apuranto, H. dan Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga.
Budiyanto A., Wibisana W., Siswandi S., T. Winardi, Abdul M., Sidhi, et al. 1997.
Pembunuhan Anak Sendiri. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 165 76
Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

21

REFERAT

INFANTICIDE

Disusun Oleh
Farizky Dwitia Perbawa

0815169

Pembimbing
dr. Fitri

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

22

Anda mungkin juga menyukai