Anda di halaman 1dari 5

REFLEKSI KASUS

Nama : Hendri Okarisman


NIM : 20080310011
Koas : FKIK UMY

1. Rangkuman Kasus
Pada tanggal 26 Desember 2012 sekitar jam 07.30 WIB, seorang warga menelepon petugas
piket unit reskim Polsek Sleman bahwa telah terjadi penemuan mayat bayi (orok) di sungai
Sempor, Dusun Dukuh, Tridadi, Kec/Kab Sleman. Bersama-sama warga dan petugas piket
lainnya mendatangi tempat kejadian perkara di sungai Sempor, Dusun Dukuh, Tridadi,
Kec/Kab Sleman dan ternyata benar telah ditemukan dalam keadaan terendam di suangai
Sempor atas nama Mr.X, laki-laki, (diduga baru lahir) yang selanjutanya dibawa ke RSUP
dr. Sardjito untuk dimintakan Visum Et Repertum. Pada saat pemeriksaan luar barang bukti,
jenazah terletak diatas meja otopsi dengan diletakan didalam besek kuning beralaskan Koran
tanpa label jenazah.
2. Perasaan Terhadap Pengalaman
Kasus ini merupakan kasus forensik kematian bayi pertama yang saya temui, Sangat
menarik untuk di analisis dikarenakan kejadian pembunuhan bayi cukup banyak di
Yogyakarta.
3. Evaluasi
Bagaimana analisis medikolegal (hukum pidana) dalam kasus ini? Sudah tepatkah aspek
medikolegal secara administrative pada kasus ini?
4. Analisis
a. Analisis hukum pidanan dalam kasus ini
Jika melihat hasil pemeriksaan luar dimana didapatkannya tanda bahwa korban
lahir hidup (rongga dada yang mengembang, keluarnya mekonium sebagai dampak dari
asfiksia) maka jika hal ini dilakukan oleh ibu korban, kasus ini termasuk kedalam kasus
pembunuhan anak (Infantisid). Bila korban yang tenggelam adalah bayi maka dapat
dipastikan bahwa kasusnya merupakan kasus pembunuhan (Idris, 1997).
Pembunuhan anak menurut undang-undang di Indonesia adalah pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak beberapa
lama setelah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak (Budiyanto,
dkk, 1994).
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum dalam bab kejahatan terhadap
nyawa orang. Pasal-pasal yang terkait dengan kasus ini antara lain (Idries, 1997):
1. Pasal 341 yang berbunyai: Seorang ibu yang takut akan ketahuan melahirkan
anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja
merampas nyawa ankanya, diancam karena pembunuhan anak sendiri, dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun.
2. Pasal 342 yang berbunyi: Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang
ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada
saat akan dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya,
diancam karena melakukan pembunuhan anak sendriri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
3. Pasal 343 yang berbunyi: kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan
342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai
pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Dari pemaparan undang-undang tersebut, ada beberapa point penting yang perlu
diketahui yakni:
1. Faktor yang pertama adalah ibu, hanya ibu kandung yang dapat dihukum
karena melakukan pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia
kawin atau tidak. Sedangkan bagi orang lain yang melakukan atau turut
membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana
4. Faktor yang ke dua adalah waktu. Dalam undang-undang tidak disebutkan
batasan waktu yang tepat. Dalam pasal hanya berbunyi “pada saat dilahirkan”
atau “tidak lama kemudian”.
5. Faktor yang ke tiga adalah psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong
oleh rasa ketakutan akan diketahui orang telah melahirkan anak itu. Baiasanya
anak yang dibunuh didapat dari hubungan yang tidak sah.
Bila kasus yang terjadi adalah bayi lahir hidup kemudian sang ibu
menelantarkannya samapai meninggal, maka pelaku diancam dengan pasal 308 yang
berbunyi, “Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama setelah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau
meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri dari padanya, maka maksimum
pidanan tersebut 305 dan 306 dikurangi separuh (Budiyanto, dkk, 1994).
Sedangkan bunyi 305 dan 306 tersebut berturut-turut adalah sebagai berikut
“Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan
atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Pasal 306 berbunyi (1) “Jika salah
satu perbuatan berdasarkan 304 dan 305 itu mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6
bulan”. (2) “Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9 tahun
(Budiyanto, dkk, 1994).
Berdasrkan uraian-uraian diatas analisis atas kasus ini dapat kita rangkum dalam
tabel berikut ini:
No Analisis Pasal Pidana
1 Bayi tersebut lahir hidup kemudian dibunuh ketika KUHP Pasal 341
lahir atau sesaat setelah lahir tanpa direncanakan
2 Bayi tersebut lahir hidup kemudian dibunuh ketika KUHP Pasal 342
lahir atau sesaat setelah lahir dengan direncanakan
terlebuh dahulu
3 Bayi tersebut sesuai dengan pasal 341 dan 342 tapi Pasal 338, 339, 340, 343
dilakukan oleh orang lain (bukan oleh ibu bayi)
digolongkan dalam pembunuhan berencana
4 Bayi tersebut di terlantarkan kemudian meninggal Pasal 308  Pasal 306

b. Aspek medikolegal
Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan dan diperhatikan sebelum melaksanakan
pemeriksaan forensic, anatara lain:
1. Administratif
Sebelum dilakukan pemeriksaan, harus dilengkapi syarat-syarat adminstratif
meliputi:
a. Surat permintaan otopsi dari penyidik, dilampirkan surat pemberitahuan
keluarga. Dalam kasus ini tidak terdapat surat pemberitahuan keluarga, karena
kasus ini adalah kasus pembunuhan bayi baru lahir.
b. Surat penyerahan jenazah dan penyidik dilampiri dengan surat tanda bukti serah
terima barang bukti jenazah forensic
c. Berita acara penyegelan barang bukti oleh penyidik. Pada kasus ini tidak
didapatkan penyegelan barang bukti oleh penyidik. Tidak didapat label jenazah.
Seharusnya pihak kepolisian harus memberikan label pada jenazah.
d. Bukti pembayaran biaya pemeriksaan.
Dari segi aspek administrative, terkadang pihak penyidik mengabaikan pemasangan label
jenazah. Padahal label jenazah sangat penting dalam proses identipikasi. Pendekatan utama yang
bisa dilakukan adalah memberikan edukasi kepada pihak penyidik tentang pentingnya
penggunaan label jenazah dalam pemeriksaan forensik.

Kesimpulan
1. Analisis kemungkinan hokum pidana dalam kasus ini adalah
No Analisis Pasal Pidana
1 Bayi tersebut lahir hidup kemudian dibunuh ketika KUHP Pasal 341
lahir atau sesaat setelah lahir tanpa direncanakan
2 Bayi tersebut lahir hidup kemudian dibunuh ketika KUHP Pasal 342
lahir atau sesaat setelah lahir dengan direncanakan
terlebuh dahulu
3 Bayi tersebut sesuai dengan pasal 341 dan 342 tapi Pasal 338, 339, 340, 343
dilakukan oleh orang lain (bukan oleh ibu bayi)
digolongkan dalam pembunuhan berencana
4 Bayi tersebut di terlantarkan kemudian meninggal Pasal 308  Pasal 306

2. Secera kesleuruhan aspek medikolegal administrative kasus ini sudah terpenuhi, namun
label jenazah tidak dilakukan oleh penyidik yang seharusnya dilakukan. Polisi sebagai
penyidik harus diingatkan (diedukasi) agar setiap barang bukti diberi label karena hal
tersebut sangat penting untuk pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto Arif, dkk. 1994. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik
Universitas Indonesia.
Idries, Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai