Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat merupakan suatu tuntutan wajib bagi umat Islam karena merupakan rukun ke
empat dari rukun Islam. Seiring perkembangan zaman, kemunculan masalah-masalah baru
dalam kehidupan menuntut para mujtahid untuk menggali dasar hukumnya dengan
berpedoman pada nash yang ada. Demikian pula halnya dengan permasalahan zakat yang
meluas pada permasalahan hukum zakat profesi.

Zakat secara umum telah dikenal dalam Islam, namun belakangan ini munculla h
istiah Zakat profesi. Zakat profesi merupakan zakat yang ditunaikan dari hasil profesi seperti
pegawai, konsultan, dokter dan notaris dan profesi lainnya. Zakat profesi merupakan salah
satu permasalahan baru dalam fiqh karena tidak ditemukan aturan hukum yang tegas Al-
Quran dan al-Sunnah. Demikian pula halnya dalam kitab-kitab yang dinukil oleh imam- ima m
mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal tidak ditemukan
pembahas mengenai zakat profesi. Meskipun dasar hukum sebuah permasalahan tidak
ditemukan secara tegas, tedapat metodologi yang digunakan oleh para ulama dalam
menetapkan dasar hukum suatu permasalahan dengan menggali petunjuk nahs yang ada.

Metodologi penetapan hukum pada permasalahan zakat profesi oleh para ulama
ditetapkan dengan cara perluasan makna lafaz dan dengan cara kias (analogi). Penetapan
hukum suatu permasalahan yang digali dari dalil yang zhani tidak terlepas dari ragam
penafsiran para mujtahid sehingga menimbuklan perbedaan pendapat baik dikalanga n
maupun dalam lembaga fatwa. Demikian pula halnya dengan penetapan hukum zakat profesi.

Perbedaan pendapat mengenai ketentuan zakat profesi pada dasarnya terlatak pada
masa haul pada zakat profesi. Sebagian ulama atau pun lembaga fatwa tidak mensyaratkan
haul dalam zakat profesi dan sebagian yang lainnya menetapkan kemestian haul dalam zakat

1
profesi. Dibalik perbedaan pendapat ulama mengenai haul, menunaikan zakat profesi
memiliki hikmah dan manfaat baik bagi muzakki maupun mustahik.

Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, tulisan ini membahas tentang pengertian zakat
profesi, sejarah zakat profesi, dasar hukum zakat profesi dan perbedaan pendapat para ulama
tentang zakat profesi, hikmah dan manfaat zakat profesi.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Zakat Profesi
2. Sejarah Zakat Profesi
3. Sejarah Hukum Zakat Profesi

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan untuk memahami:
1. Perbedaan Pendapat Para Ulama Mengenai Zakat Profesi

2. Ulama Yang Menentang Adanya Zakat Profesi

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi terdiri dari dua kata yaitu zakat dan profesi. Ditinjau dari segi bahasa,
kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu “al-barakatu” keberkatan, “al-namaa ”
pertumbuhan dan perkembangan, “ath-thaharatu” kesucian, dan “ash-shala hu”
kebaikanDalam literatur fiqh klasik pengertian zakat adalah hak yang dikeluarkan dari harta
atau badan. Zakat juga diartikan sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat-syarat
tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada setiap orang muslim untuk dikeluarkan
dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.
Sementara itu pengertian profesi Dalam kamus bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi keahlian (keterampilan, kejujuran, dansebagainya.

Defenisi zakat profesi sebagaimana yang penulis kutip dari jurnal Muhammad Zen
(Zakat Profesi), menurut Masjfuk Zuhdiialah zakat yang diperoleh dari semua jenis
penghasilan yang halal yang diperoleh setiap individu muslim, apabila telah mencapai batas
minimum terkena zakat (nisab). Menurut al-Qardhawi ialah harta pendapatan atau zakat yang
dikenakan pada tiap-tiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu baik yang dilakukan
sendirian maupun dilakukan bersama dengan orang atau lembaga lain yang menghasilka n
uang, gaji, honorarium, upah bulanan yang memenuhi nisab

3
B. Sejarah Zakat Profesi

Zakat profesi merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-Quran
danal-Sunnah, tidak memuat aturan hukum yangtegas mengenai zakat profesi ini. Begitu juga
ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal tidak pula
memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi. Hal ini disebabkan oleh
terbatasnya jenis-jenis usaha atau pekerjaanmasyarakat pada masa Nabi dan imam mujtahid.
Sedangkan hukum Islam itu sendiri adalah refleksi dari peristiwa-peristiwa hukumya ng
terjadi ketika hukum itu ditetapkan.Tidak munculnya berbagai jenis pekerjaan dan jasa atau
yang disebut dengan profesi ini pada masa Nabi dan imam-imam mujtahid masalalu,
menjadikan zakat profesi tidak begitu dikenal (tidak familiar) dalam Sunnah dan kitab-kitab
fiqh klasik. Dan adalah wajar apabila sekarang terjadi kontroversi dan perbedaan pendapat
ulama di sekitar zakat profesi ini. Ada ulama yang mewajibkannya dan ada pula ulama yang
secara apriori tidak mewajibkannya. Namun demikian,sekalipun hukum mengenai zakat
profesi ini masih menjadi kontroversi dan belum begitu diketahui oleh masyarakat muslim
pada umumnya dan kalangan profesional muslim ditanah air pada khususnya, kesadaran dan
semangat untuk menyisihkan sebagian penghasilan sebagai zakat yang diyakininya sebagai
kewajiban agama yang harus dikeluarkannya cukup tinggi.

Zakat profesi merupakan sebuah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang
sejarah Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60-an akhir pada abad ke-20 yang
lalu, ketika Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh
Az Zakah, Namun nampaknya Yusuf Qaradhawi dalam hal ini mendapat pengaruh dari dua
ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khallafdan Syeikh Abu Zahrah.

Kajian dan praktik zakat profesi mulai marak di Indonesia kira-kira sejak tahun 90-
an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sejak saat itu zakat profesi mulai banyak
diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan amil zakat) milik

4
pemerintah, baik BASDAatau BASNAZ, maupun LAZ (lembaga amil zakat) milik swasta,
seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.

C. Dasar Hukum Zakat Profesi

Zakat profesi merupakan bentuk persoalan yang relatif baru dan tidak dikenal pada masa
pensyariatan dan penetapan hukum Islam. Karena itu, tidak dijumpai ketentuan hukumnya
secara jelas (tersurat) baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah. Untuk menyelesa ika n
persoalan yang tidak diatur oleh nash secara jelas dapat diselesaikan dengan cara
mengembalikan persoalan tersebut kepada al-Quran dan sunnah itu sendiri. Pengembalia n
kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan perluasan
makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi).Demikian pula halnya Penetapan hukum zakat
profesi oleh para ulama.

Landasan hukum dikeluarkan zakat penghasilan melalui hasil usaha professiona l


disandarkan pada firman Allah Swt.

ِ ۡ‫ ََٰم َُ ح‬١٩
َ ‫ّ َ ق ۡمَ لهَِٰ ِومَ ٓ ِي‬ٞ ِِّ ِ‫ٓمٱٓ َِٰقِ ئٓاَس‬
‫ف‬

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian”. (QS. Ad-Dzariatayat: 19)

‫ي ِمذ ۡا ِوقحها َ ْامُح َها َ َٰٓ ِنأذٱ لأَيأَٰٓوا‬ ِ ‫ِ ََٱ ِ قمذ َٰكحم ۡ َنۡ َرُا ٓ ِم ٓما َ ۡ ئ َببحمَ ما ِ ِتق لب‬ َ ‫ان ِنأ ِِ ِِ َٰ َئبحمٓ ْحُ ِوقحهن ِم َُِح ََٰث ِبتخٱ ْت ٓم حمها َ ٓل‬
ِ ‫ل‬َ ٓ ِٓ
‫ِها َ ۡن‬ ‫ّ ِمتَح فِ ُِ َٓ ٱ ۡ ٓن َِْ حم َها َٱٓ ِيت ِِ ْ ح َا ِم ح‬ٞ ٢٦٧

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dariapa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. Al-
Baqarah: 267)

5
Sayyid Quthb menafsirkan kata “‫ ”ما‬adalah termasuk kata yang mengandung
pengertian umum, yang artinya “apa saja” jadi “ shsh” artinya “sebagian dari hasil (apa saja)
yang kamu usahakan yang baik dan halal. Demikian juga halnya dengan Masjfuk Zuhdi juga
menjelaskan bahwa kata “ma “( ‫ ) ما‬adalah kata yang mengandung pengertian yang umum,
yang artinya apa saja, jadi “ mimmaa kasabtum”( ‫)ۡ ئ َببحمَ ما‬, artinya sebahagian dari hasil apa
saja yang kamu usahakan yang baik-baik.

Amir Syarifuddin, kata “‫ ”م َا‬dalam ayat tersebut adalah mencakup segala apa-apaa
yang diperoleh melalui hasil usaha atau jasa, dan juga apa-apa yang dikeluarkan atau
diusahakan dari bumi. Maka jelaslah bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorium, daan
lain-lainnya) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan ayat diatas yang mengandung
pengertian yang umum, asal penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya
dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan, beserta alat rumah tangga, alat-alat
kerja/usaha, kendaraan dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan, bebas dari beban hutang, baik
terhadap Allah seperti Haji yang belum ditunaikan maupun terhadap manusia, kemudian sisa
penghasilannya masih mencapai nisab.

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Pendapat Para Ulama

Zakat profesi sebagai permasalahan kontemporer, terdapat perbedaan pendapat baik


dikalangan ulama maupun lembaga fatwa. Sebagian dari kalangan ulama atau pun lembaga
fatwa ada yang mendukung dan ada pula yang menolak zakat profesi. Ulama dan lembaga
fatwa yang mendukung zakat profesi adalah seperti Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh
Abu Zahrah, Yusuf Qardhawi, Prof. Didin Hafidhuddin, Majelis Tarjih Muhammadiyah dan
MUI (Majelis ulama Indonesia). Adapun ulama dan lembaga fatwa yang tidak setuju dengan
zakat profesi adalah Dr. Wahbah Az Zuhaili, Syeikh Bin Baz, Syeikh Muhammad bin Shaleh
Utsaimin, Hai`ah Kibaril ulama dan juga Bahtsul Masail NU .

1. Ulama yang Mendukung Zakat Profesi


a. Yusuf al-Qardhawi
Yusuf Al-Qardhawi adalah salah satu icon yang mempopulerkan zakat profesi. Al-
Qardhawi membahas masalah ini dalam bukunya Fiqh Zakat yang merupakan
disertasinya di Universitas Al-Azhar, dalam bab ‫(اَٰ ُۡة اَٰ موذ ٓ اَٰ عمِّ ۡ ئب زۡ اة‬zakat hasil
pekerjaan dan profesi).
Menurut Yusuf Qardhawi profesi merupakan bentuk penghasilan yang menyolok
pada saat ini, penghasilan dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan
segainya merupakan profesional yang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah
mencapai nishab. Hal ini berdasarkan firman Allah:

‫ي ِمذ ۡا ِوقحها َ ْامُح َها َ َٰٓ ِنأذٱ لأَيأَٰٓوا‬


ِ ‫ِ ٱ ِ قمذ َٰكحم ۡ َنۡ َرُا ٓ ِم ٓما َ ۡ ئ َببحمَ ما ِ ِتق لب‬ َ ََ ‫ان ِنأ ِِ ِِ َٰٓ َئبحم هنْحُ ِوقح ِم َُِح ََٰث ِبتخٱ ْت ٓم حمها َ ٓل‬
ِ
‫ّ ِمتَح فُِِ َٓ ٱ ۡ ٓن َِْ حم َها َٱٓ يِت ِِ ْ ح َا ِم ح‬ٞ ٢٦٧
َ‫ِها َ ۡن ِٓ ٓل‬

7
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu,….” (QS. Al-Baqarah (2): 267)

Bedasarkan ayat di atas, menurut Yusuf al-Qardhawi tidak perlu diragukan lagi
penghasilan profesi merupakan bagian dari hasil usaha yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun pembayaran zakat profesi menurut Yusuf al-Qardhawi tidak terkait dengan haul.
Dangan kata lain, pembayaran zakat profesi tidak mesti menunggu masa satu tahun.
Setelah penghasilan diterima maka zakat profesi sudah bisa di bayarkan. Adapun
landasan zakat profesi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal
al-mustafaad (harta perolehan).

Al-Qardhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu
Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang
mengeluarkan zakat dari al-maal almustafaad pada saat menerimanya, tanpa
mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qardhawi
melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi
Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda: ”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu
atasnya haul”. (HR Abu Dawud).

b. Abdul Wahhab Khallaf


Abdul Wahhab Khalaf dimasukkan kedalam kalangan pendukung zakat
profesi dengan alasan dialah orang yang memberi inspirasi awal kepada Yusuf Al-
Qardhawi tentang pemikiran dan ide dicetuskannya zakat profesi.
Zakat profesi menurut Abdul Wahhab Khalaf hukumnya wajib dikeluarkan
apabila telah mencapai nisab dan haul sebagaimana yang telah disampaikannya dalam
kuliah tentang zakat:

‫ّ َه حو ْ ِ تِ م ِى ٓن زۡ اة م ُِ أ ؤنن ي إا ِ ٓاَٰ موذ اَٰ عمِّ ۡ ئب ۡما‬ٞ ‫اِ َبا ِٓ ِ غ‬

8
Sedangkan penghasilan kerja dan profesi diambil zakatnya apabila telah dimilik i
selama setahun dan telah mencapai nishab.

c. Muhammad Abu Zahrah


Syeikh Abu Zahrah termasuk orang yang mendukung adanya zakat profesi.
Syeikh Muhammad Abu Zahrah (1898- 1974) adalah guru dari Al- Qardhawi. Abu
Zahrah adalah sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang luas dan
merdeka, serta banyak melakukan perjalanan ke luar negeri melihat realitas kehidupa
manusia.
Berbeda dengan pendapat Syeikh Yusuf al-Qardhawi, Syeikh Abu Zahrah
berpendapat bahwa zakat profesi di tunaikan apabila telah mencapai nisab dan haul.

d. Didin Hafidhuddin
Senada dengan Syaikh al-Qardhawi, K.H Didin Hafidhuddin berpendapat
bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesional. Apabila mencapai nishab,
maka ia wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan keumumuan ayat:

ِ ۡ‫ ََٰم َُ ح‬١٩
َ ‫ّ َ ق ۡمَ لهَِٰ ِومَ ٓ ِي‬ٞ ِِّ ِ‫ٓمٱٓ َٰقِِ ئٓاَس‬
‫ف‬

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzariat: 19)

KH. Didin berpendapat bahwa zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal
secara sekaligus, yaitu zakat pertanian dan pada zakat emas dan perak. Dari sudut
nishab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653
Kg padi/gandum. Karena dianalogikan pada zakat pertanian, maka bagi zakat profesi
tidak ada ketentuan harus satu tahun (haul). Ketentuan waktu membayar zakatnya
adalah pada saat menerimanya, yaitu pada setiap bulan

9
Dari segi kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji,
honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang.
Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar rub’ul usyri atau 2,5%. Penganalogian ini
menurut beliau berdasarkan qiyas syabah.Qiyas Syabah yang digunakan dalam
menetapkan kadar dan nisab zakat profesi pada zakat pertanian dan zakad nuqud
(emas dan perak) adalah qiyas yang illat hukumnya ditetapkan melalui metode
syabah

e. Majelis Tarjih Muhammadiyah

Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Musyawarah Nasional


Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3-6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan
dengan tanggal 5-8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri
oleh anggota Tarjih Pusat. Pada Lampiran 2 Keputusan Munas Tarjih XXV Tentang
Zakat Profesi dan Zakat Lembaga disebutkan bahwa:

1) Zakat Profesi hukumnya wajib


2) Nishab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
3) Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %[20]

f. Majelis Ulama Indonesia


Berdasarkan pada Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003, tentang zakat
penghasilan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa dal lain-lain yang diperoleh dengan
cara halal, baik rutin seperti pejabat nagara, pegawai atau kariawan maupun tidak
rutin seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya.
Hukum semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan
syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun yaitu senilai 85 gram emas. Adapun

10
waktu pengeluaran zakat dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) dikeluarkan pada saat
menerima jika sudah cukup nishab, (2) jika tidak mencapai nishab, maka semua
penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika
penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

B. Ulama yang Menolak Zakat Profesi


Disamping munculnya ulama yang menggagas serta mendukung zakat
profesi, tidak sedikit pula ulama yang tidak setuju dengan zakat profesi. Pada
dasarnya perbedaan pendapat tersebut mengenai haul dalam zakat profesi. Alasan
utama penolakan bahwa zakat profesi _belum mencapai haul_ tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi SAW.[22] Di samping itu menurut ulama yang menolak zakat
profesi, menqiaskan zakat profesi dengan zakat pertanian _dikeluarkan ketika panen
hasil_ juga merupakan analogi yang kurang pas. Karena hasil pertanian diperoleh
setelah beberapa bulan, dengan demikian zakat tidak dikeluarkan setiap bulannya
sebagaimana zakat profesi.

1. Wahbah Zuhaili
Wahbah Zuhaili merupakan salah satu tokoh ulama kontemporer dengan
kayanya yang fenomenal yaitu kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu. Beliau
termasuk ulama moderat kontemporer yang tidak menerima keberadaan zakat
profesi. Dalam kitabnya beliau menukilkan:
Yang menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat untuk mal
mustafad (zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan haul.
Wahbah Zulaili tegas menyatakan bahwa zakat profesi ini tidak punya
landasan yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah. Padahal zakat itu termasuk
rukun Islam, dengan demikian landasannya harus qath’i dan tidak bisa hanya

11
sekedar hasil pemikiran dan ijtihad pada waktu tertentu. Namun beliau
memberikan kelonggaran bagi mereka yang mewajibkan zakat profesi.
Sebagaimana dalam tulisannya:
Dan dimungkinkan adanya pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad
semata ketika menerimanya meski tidak sampai satu tahun, karena mengamb il
pendapat dari sebagian shahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiya h.

2. Abdul Aziz bin Baz


Syeikh Abdullah bin Baz mufti Kerajaan Saudi Arabia di masanya bisa
dikategorikan sebagai ulama masa kini yang juga tidak sepakat dengan adanya
zakat profesi ini. Berikut petikan fatwanya :
Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci: Bila gaji telah ia terima, lalu
berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun
bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia
belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati. (Abdul Aziz bin Baz 14/134).

3. Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin


Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al
Utsaimin, salah seorang ulama di Kerajaan Saudi Arabia di masanya.
“Tentang zakat gaji bulanan hasil profesi. Apabila gaji bulanan yang
diterima oleh seseorang setiap bulannya dinafkahkan untuk memenuhi hajatnya
sehingga tidak ada yang tersisa sampai bulan berikutnya, maka tidak ada
zakatnya. Karena di antara syarat wajibnya zakat pada suatu harta (uang) adalah
sempurnanya haul yang harus dilewati oleh nishab harta (uang) itu. Jika
seseorang menyimpan uangnya, misalnya setengah gajinya dinafkahkan dan

12
setengahnya disimpan, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat harta
(uang) yang disimpannya setiap kali sempurna haulnya”. (Majmu’ Fatawa wa ar-
Rasa’il: 18/178).

4. Hai’ah Kibaril Ulama


Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa
Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:
“Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang
wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya
zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilika n
uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang
berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah
mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan
telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil
bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah
ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka
zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu tahun (haul).”
(Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia 9/281, fatwa no: 1360)

5. Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama


Di dalam negeri sebagian kalangan ulama dari Nahdhatul Ulama juga
termasuk ke dalam barisan yang tidak sejalan dengan zakat profesi. Hasil
Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di asrama haji
Pondok Gede Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002 bertepatan dengan 14- 17

13
Rabiul Akhir 1423 hijriyah telah menetapkan hukum-hukum terkait dengan zakat
profesi. Berikut kutipannya :
Pada dasarnya semua hasil pendapatan halal yang mengandung unsur
mu’awadhah (tukar-menukar), baik dari hasil kerja profesional/ non-profesiona l,
atau pun hasil industri jasa dalam segala bentuknya, yang telah memenuhi
persyaratan zakat, antara lain : mencapai satu jumlah 1 (satu) nishab dan niat
tijarah, dikenakan kewajiban zakat.

6. Muktamar Internasional
Keputusan Muktamar Internasional Pertama tentang zakat profesi di
Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M) dapat
disimpulkan bahwa Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial
bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan
pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya”. Profesi jenis ini menurut mayoritas
anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungka n
dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishab dan haul lalu
mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab. Adapun gaji yang
diterima di tengah-tengah haul (setelah nishab) maka dizakati di akhir haul
sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum
nishab maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishab lalu wajib
mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah
2,5% setiap tahun“.

7. Hikmah dan Manfaat Zakat


Hikmah dan manfaat zakat adalah, Pertama; sebagai perwujudan
keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia

14
dengan dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, dan menghilangkan sifat kikir,
dan materialistis sekaligus membersihkan harta yang dimiliki. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 103, Allah berfirman:

‫ك َذ ِٗ لهْل ِٓ ٓن ِْ َت ِومَِ ٓ ٗ ِقِّ ِِوا ْٓحِّ ِۡقت ِوم ْحم ِقو حۡهحمَ َٗق َد ۡمَ لهَِٰ ِومَ ِم َذ حن َن‬ٞ ََّ‫ ِمت حم َٓ حٱٓ َٰٓ حوم‬ٞ ‫ ِِْت حم‬١٠٣

“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyuc ika n
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah maha mendengar, maha
mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)

Kedua; karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk
menolong dan membantu fakir miskin. Ketidakmauan berzakat, di samping
akan menimbulkan sifat hasud dan dengki dari orang-orang yang miskin dan
menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT.[30] Firman Allah dalam
surah An-Nisa ayat 37:

‫ِ َُٰٓاَّٱ ٓأ َي حم حۡٓن أ َبثِحهن َٰٓ ِنأذٱ‬


ِ ‫ِِِ ِِ ِمذ َٓ حٱ حو حمْاْ لا ما َ ٓأ َكب ح حمهن ََٰب َحث ِِّٱ‬
َ ‫ َٰٓم ِو َتُا ْناَِ ا َِٰ َِ لكوِ ِۡأذ ٓۡ َْب ََاا َّۗي‬٣٧

“(Yaitu) orang yang kikir, yang menyuruh orang lain berbuat kikir, dan
menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan” (QS. An-Nisa:
37)

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat profesi adalah harta yang dikeluarkan dari sumber usaha profesi atau
pendapatan dari penjualan jasa yang halal bila telah mencapai nisab. Zakat profesi
merupakan salah satu kasus baru dalam fiqh (hukum Islam). Al-Quran dan al-Sunnah,
tidak memuat aturan hukum yangtegas mengenai zakat profesi ini. Begitu juga ulama
mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal tidak pula
memuat dalam kitab-kitab mereka mengenai zakat profesi. Zakat profesi merupakan
sebuah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah Islam sejak masa
Rasulullah SAW hingga tahun 60-an akhir pada abad ke-20 yang lalu, ketika
Penggagas zakat profesi adalah Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az
Zakah.
Dasar hukum zakat profesi ialah berdasarkan QS. al-Baqarah:267 dengan cara
perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi). Ulama dan lembaga fatwa
yang mendukung zakat profesi adalah Syeikh Abdul Wahhab Khallaf, Syeikh Abu
Zahrah, Yusuf Qardhawi, Prof. Didin Hafidhuddin, Majelis Tarjih Muhammad iya h
dan MUI (Majelis ulama Indonesia). Adapun ulama dan lembaga fatwa yang tidak
setuju dengan zakat profesi adalah Dr. Wahbah Az Zuhaili, Syeikh Bin Baz, Syeikh
Muhammad bin Shaleh Utsaimin, Hai`ah Kibaril ulama dan juga Bahtsul Masail NU.
Perbedaan ulama tersebut muncul pada persoalan haul dalam zakat profesi
Hikmah dan manfaat zakat adalah sebagai perwujudan keimanan kepada
Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, dan materialistis sekaligus

16
membersihkan harta yang dimiliki dan zakat juga berfungsi untuk menolong dan
membantu fakir miskin.

B. Saran

Makalah ini hanya membahas perbedaan pendapat para ulama dan ulama yang
menolak adanya zakat profesi. Sehingga masih memberi ruang yang luas untuk mengkaji
hadits-hadits dengan matan lainnya yang berbicara mengenai zakat profesi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Baidowi, Ikbal. “Zakat Profesi; Zakat Penghasilan”. Tazkiya; Jurnal Keislaman,


Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol 19. No 1. Januari-Juni 2018.

Firdaweri. “Aspek-Aspek Filosofis Zakat Profesi”. Ijtimaiyya; Jurnal Pengembanga n


Masyarakat. Vol 7. No 1. Februari 2014.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan, Ditetapkan
di Jakarta pada Tanggal 06 Rabiul Akhir 1424 H / 07 Juni 2003 M

Hertina. “Zakat “Profesi dalam Perspektif Hukum Islam untuk PemberdayaanUmmat”.


Hukum Islam. Vol13. No1. 2013.

Keputusan Musyawarah Nasional XXV Tarjih Muhammadiyah, Ditetapka di Pondok Gede


Jakarta Timur pada Tanggal 3-6 Rabiul Akhir 1421 H / 5-8 Juli 2000

Marimin, Agus dan Tiara Nur Fitria. “Zakat Profesi (Zakat Penghasilan) Menurut Hukum
Islam”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Vol 1. No 1. Maret 2015

Muhammad. 2002. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta:
Salemba Diniyah.

Rochaeti, Etty. “Analisis Mengenai Zakat Profesi Kaitannya dengan Pajak Penghasila n”.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol 24, No 01, November 2011

Sulaiman, Sofyan . “Legalistas Syar’i Zakat Profesi”. Jurnal Syari’ah. Vol V. No 1. April
2016.

Zen, Muhammad. “Zakat Profesi sebagai Distribusi Pendapatan Ekonomi Islam”. Human
Fallah. Vol 1. No1. 2014.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai