Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia telah dikaruniakan kehidupan oleh Tuhan yang sudah seharusnya dihormati dan dihargai.
Tidak selayaknya kehidupan itu dicabut selain oleh Tuhan sendiri. Semua orang memiliki hak semenjak ia
masih berada dalam kandungan yang disebut sebagai Hak Asasi Manusia. (Pranoto Iskandar, Hukum
HAM Internasional). Hak Asasi Manusia telah dituliskan dalam hukum dan Undang-Undang yang
menjelaskan bahwa setiap manusia berhak untuk hidup. Hak ini melindungi manusia dari pembunuhan,
perbudakan, perampasan kemerdekaan fisik.

Aborsi merupakan tindakan yang menyangkut kehidupan manusia dan HAM. Aborsi adalah kegiatan
pengguguran kandungan, yang membunuh kehidupan janin semenjak ia berada dalam rahim. Janin
dikeluarkan sebelum waktunya ketika masih berumur sangat muda dan belum dapat hidup diluar
kandungan. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies anda
Action Maret 1991 dalam istilah kedokteran aborsi di definisikan sebagai penghentian kandungan atau
kehamilan setelah tertanamnya ovum yang telah dibuahi rahim sebelum janin mencapai 20 minggu.
Pengguguran janin merupakan tindakan pelanggaran HAM yang tentunya tidak menghargai kehidupan
itu sendiri.

Berdasarkan data statistik yang didapat, diperkirakan terjadi sekitar 2.000.000 kasus aborsi pertahun di
Indonesia (Aborsi.org) yang kebanyakan dilakukan oleh remaja berusia 15 hingga 19 tahun. Meskipun
angka tersebut belum akurat karena kasus aborsi sangat jarang dilaporkan, namun jumlah tersebut
sudah melebihi angka kematian yang disebabkan oleh kecelakaan, bunuh diri maupun pembunuhan
pertahunnya yang hanya sekitar 40.000 kasus. Tingginya jumlah kasus aborsi sebagai akibat kehamilan
yang tidak diinginkan menjadikan kasus ini menjadi topik yang perlu diangkat dan disadari oleh setiap
orang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai aborsi?

2. Apa yang mendorong banyaknya terjadi kasus aborsi di Indonesia?

3. Bagaimana sudut pandang agama dan hukum terhadap tindakan aborsi dan kaitannya dengan
HAM?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas lebih lanjut tindakan aborsi yang sudah
umum terjadi sebagai bentuk pelanggaran HAM. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberi
kesadaran bagi setiap orang bahwa aborsi merupakan tindakan asusila yang melanggar HAM yang sudah
selayaknya dihindari karena tidak menghargai kehidupan itu sendiri. Penelitian ini juga diharapkan dapat
sebagai referensi atau pembantu untuk pembuatan makalah penelitian selanjutnya yang memiliki topik
bersangkutan.

1.4 Landasan Hukum

Di dalam Undang-Undang dasar juga telah disebutkan mengenai pelanggaran HAM dan juga aborsi.
Seperti contoh, dalam UUD 1945 pasal 28A tertulis “untuk hidup serta mempertahankan hidup dan
kehidupan” yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, termasuk janin yang masih
berada dalam kandungan. Pasal-pasal lain dalam KUHP yang juga menentang perbuatan aborsi antara
lain :

a. PASAL 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

b. PASAL 347

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Teori Pertimbangan Sosial

Teori pertimbangan sosial atau social judgement theory dikembangkan oleh Muzafer Sherif, seorang
psikolog dari Universitas Oklahoma. Teori ini membahas pada bagaimana kita membuat penilaian dari
peristiwa, isu, ataupun pernyataan yang kita dengar (Supadiyanto, 2012). Menurut Suharsimi yang
dikutip oleh Handayani, penilaian merupakan usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan baik atau buruknya suatu objek sesuai kriteria yang telah diterapkan
(Handayani, 2015). Dalam menilai suatu hal, terkadang terdapat keterlibatan ego (ego involvement),
dimana pemahaman dan pengalaman pribadi setiap individu turut ikut dalam mempertimbangkan
penilaian. Penilaian akan suatu isu akan memungkinkan individu merubah sikapnya, baik menerima atau
menolak isu tersebut.

Terdapat tiga rentang atau zona penilaian individu terhadap isu yang ada:
1. Rentang penerimaan (latitude of acceptance)

Rentang penerimaan terjadi ketika individu menilai suatu isu dipandang wajar, layak diterima, atau layak
untuk dipertimbangkan.

2. Rentang penolakan (latitude of rejection)

Rentang penolakan adalah ketika suatu isu dipandang tidak masuk akal, tidak baik, maupun tidak
menyenangkan.

3. Rentang ketidakterlibatan (latitude of noncommitment)

Rentang ketidakterlibatan terjadi ketika individu bersifat acuh tak acuh terhadap suatu isu. Isu tidak
diterima maupun ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa fokus teori pertimbangan sosial mencakup pada perbedaan-perbedaan
mengenai bagaimana suatu isu di nilai oleh setiap individu.

1.5.2 Teori Sudut Pandang

Teori sudut pandang dikembangkan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel dan membahas mengenai
perbedaan posisi dan status dalam masyarakat menentukan perbedaan perspektif atau sudut pandang
tiap individu. Cara pandang dan perilaku dalam menginterpretasikan masalah sosial yang terjadi berbeda
berdasarkan latar belakang, identitas, dan budaya setiap orang sehingga menyebabkan seseorang
mengambil sikap yang berbeda terhadap isu atau masalah yang ada. Teori ini sering juga disebut dengan
teori sikap feminis karena isu jenis kelamin turut berperan dalam perbedaan sudut pandang.

Teori sudut pandang memiliki beberapa konsep penting yang menjadi dasar perbedaan perspektif
individu, yaitu sikap individu, pengetahuan, pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, dan
hubungan dengan komunikasi dimana komunikasi dapat menyalurkan sikap serta menghasilkan
perubahan (Rahmah, 2014).

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik studi pustaka serta
wawancara dari beberapa masyarakat dan para ahli, meliputi dokter yang ahli dalam bidang kandungan,
serta dosen fakultas keperawatan dan pengajar sekaligus pembantu rektor bagian kurikulum di fakultas
kedokteran UPH (Universitas Pelita Harapan) di Lippo Karawaci. Para narasumber bernama Ibu Renata
dan Ibu Mona Marlina, yang dipilih oleh tim peneliti secara purposive sampling karena para narasumber
merupakan seorang ahli dalam bidang yang akan diteliti. Purposive sampling merupakan teknik
pengambilan sampel dimana sampel telah ditentukan sebelumnya dan sampel memiliki informasi yang
dibutuhkan oleh tim peneliti.
Metode dengan pendekatan kualitatif adalah cara atau pedoman yang digunakan untuk melakukan
penelitian dengan menjelaskan secara terperinci atau secara detail pada data yang diperoleh tim peneliti
(Lincoln, 2005). Metode kualitatif dipilih karena metode ini cocok dalam meneliti pemasalahan yang
akan diteliti dengan mendeskripsikan permasalahan ataupun isu-isu sosial yang ada secara lebih lanjut
dan terperinci dari hasil penelitian yang dilakukan. Data dikumpulkan dari hasil wawancara dengan
narasumber dan dari berbagai sumber di internet yang terdiri atas referensi makalah, jurnal, statistika,
juga situs resmi.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Uraian

Aborsi, yakni proses pengguguran kandungan dimana janin dikeluarkan sebelum dapat hidup di luar
rahim, telah menjadi isu yang umum terjadi di seluruh wilayah. Aborsi merupakan salah satu faktor
kematian yang jumlahnya melebihi korban perang, kecelakaan, maupun pembunuhan, yang 60%
pelakunya merupakan wanita muda di bawah 25 tahun. Setiap tahunnya, diketahui lebih dari 2 juta kasus
aborsi yang terjadi di Indonesia (Statistik Aborsi.org). Dari seluruh kasus aborsi, hanya terdapat sekitar
3% penyebab bahwa aborsi terpaksa dilakukan karena janin yang cacat atau membahayakan tubuh ibu.
Fakta ini menyatakan bahwa jarang sekali terdapat aborsi yang terjadi akibat keguguran janin secara
alami, akibat kecelakaan, maupun yang membahayakan diri ibu. Sebagian besar tindakan aborsi
dilakukan secara sengaja akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Banyak alasan lain yang memicu aborsi
buatan untuk dilakukan. Wanita yang mengandung tidak ingin karir atau sekolahnya terganggu,
kurangnya biaya untuk merawat anak, ketidakinginan untuk memiliki anak yang tidak berayah, serta
perasaan takut dikucilkan, dapat menjadi alasan kehamilan tidak diinginkan.

Proses aborsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada kehamilan muda, yaitu saat usia janin belum
mencapai 1 bulan, aborsi dapat dilakukan dengan menggunakan alat penghisap. Janin yang masih
lembut akan dapat langsung terhisap dan dikeluarkan. Pada kehamilan yang berusia satu hingga tiga
bulan, dimana bagian tubuh janin mulai terbentuk, aborsi dapat dilakukan dengan menusuk dan
motong-motong janin dalam kandungan, sehingga bagiannya dapat dikeluarkan dan dibersihkan dari
kandungan. Pada kehamilan dengan usia tiga hingga enam bulan, aborsi yang dilakukan adalah dengan
menggunakan suntikan yang dimasukkan kedalam ketuban janin sehingga janin meninggal. Sedangkan
untuk kehamilan tingkat lanjut, atau kehamilan diatas enam bulan, janin perlu dikeluarkan terlebih
dahulu dari kandungan dan dibunuh pada akhirnya (Hariyanto, 2012).

Tentunya proses-proses aborsi tersebut tidak tanpa resiko. Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap
kesehatan wanita baik secara fisik maupun psikologis. Dampak fisik yang mungkin terjadi pada tubuh
wanita yang pernah melakukan aborsi dapat berupa pendarahan, infeksi akibat alat medis yang tidak
steril, kerusakan organ, dan kemungkinan tumor atau kanker akibat aborsi yang tidak bersih (Vera Farah
Bararah, 2012). Berbagai hal-hal inilah yang menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian pada ibu
(Dr. Muharam, dikutip oleh Vera Farah, 2012). Selain efek samping pada fisik, kesehatan mental ibu juga
dapat terganggu. Perubahan mental yang mungkin muncul dapat berupa rasa bersalah, trauma, menjadi
lebih menutup diri, dan juga depresi.

Aborsi termasuk ke dalam salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia, dimana aborsi tidak
berbeda dengan pembunuhan. Janin yang belum bisa melakukan apa-apa dalam kandungan ibunya
merupakan mahluk hidup yang sudah diberikan kehidupan tersendiri oleh Tuhan, namun kehidupan
tersebut direnggut oleh pelaku aborsi. Hak asasi manusia itu sendiri merupakan hak dasar yang melekat
pada manusia yang sudah diberikan semenjak ia belum dilahirkan. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak
untuk berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, berkomunikasi, kemerdekaan,
keamanan, serta hak kesejahteraan, termasuk dalam hak asasi manusia dan menjadi hak yang tidak
boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun (Fauzi, 2014).

Dari segi hukum, HAM juga tidak boleh dicabut ataupun dirampas oleh siapapun sesuai yang tertuang
dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia, Undang-undang Dasar 1945, dan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP). Dari segi agama, aborsi juga tercantum dalam beberapa ayat pada kitab-kitab
seperti dalam Al-Quran, umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang
cukup atau takut akan kekurangan uang (QS 17:31), aborsi adalah membunuh, yang membunuh berarti
melawan terhadap perintah Allah (QS 5.36), serta karena manusia - berapapun kecilnya - adalah ciptaan
Allah yang mulia (QS 17:70). Sedangkan dalam Alkitab, ada pula tertulis bahwa sebelum manusia lahir,
Tuhan telah membentuk, menguduskan, dan memberikan tujuan kepada manusia untuk hidup (Yer 1:5),
Tuhan yang menciptakan manusia semenjak dalam kandungan, juga merencanakan hari-hari yang akan
terbentuk padanya (Mzm 139:13-16). Hukuman ketika menggugurkan kandungan sangatlah keras (Kel
21:22-25) dan Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan, apapun alasannya
(Mzm 106:37-42). Anak-anak merupakan pemberian Tuhan, sehingga patut dijaga sebaik-baiknya (Mzm
127:3-5) (Murtadho, 2012).

2.2 Pembahasan Hasil Wawancara

Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapat beberapa hasil berupa pemikiran dan tanggapan beberapa
individu mengenai kasus aborsi yang terjadi di Indonesia. Individu sebagai narasumber merupakan para
ahli yang berpengetahuan cukup dalam bidang kesehatan, keperawatan, serta kandungan.

Menurut Ibu Mona Marlina, seorang dokter yang ahli dalam hal kandungan, menanggapi bahwa aborsi
merupakan suatu proses penghentian kehamilan yang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu
aborsi secara spontan, buatan, dan terapeutik atau medis. Aborsi spontan merupakan aborsi yang terjadi
secara alamiah, aborsi jenis terapeutik merupakan proses penghentian kehamilan yang secara medis
disebabkan oleh keadaan yang membahayakan ibu ataupun janin yang dikandungnya, sedangkan aborsi
buatan adalah aborsi yang penyebabnya disengaja atau direncanakan.

Menurut pandangan agama Kristen, aborsi yang direncanakan merupakan hal yang dilarang karena
bertentangan dari salah satu 10 perintah Tuhan, yaitu perintah jangan membunuh. Pandangan agama
untuk aborsi ini masih menjadi perdebatan diisebabkan dari pandangan kedokteran, aborsi ini
diperbolehkan dilakukan untuk menyelamatkan suatu kehidupan bukannya untuk membunuh. Demikian
halnya mengenai kaitan aborsi dengan HAM, terdapat beberapa pendapat dimana tindakan aborsi baru
dikategorikan melanggar apabila aborsi tersebut dilakukan tanpa persetujuan baik dari pihak si ibu
ataupun persetujuan suami atau wali jika si ibu yang mengandung dalam keadaan tak sadar.

Adapun penyebab aborsi sendiri sebagian besar disebabkan oleh kehamilan yang terjadi di luar
pernikahan baik disengaja ataupun tidak disengaja yang akan menimbulkan aib bagi si wanita maupun
keluarganya. Selain itu, terdapat faktor penyebab lain seperti sudah memiliki terlalu banyak anak yang
tidak sanggup lagi untuk diurus. Aborsi yang dilakukan secara terus menerus dapat membahayakan
kesehatan sang ibu. Setelah aborsi dilakukan, terdapat efek samping yang akan muncul. Efek samping
tersebut dibedakan menjadi efek psikologis dan efek kesehatan. Efek psikologi dapat berupa rasa
bersalah, marah, sedih, dan kehilangan yang akan dirasakan ibu.

Dalam segi hukum, terdapat beberapa hukum khusus kedokteran yang mengatur mengenai tindakan
aborsi yang dilakukan oleh seorang dokter dalam prakteknya, salah satunya adalah pedoman bagi dokter
Indonesia dalam melaksanakan praktek kedokteran berdasarkan SKPB IDI no 221/PB/A.4/04/2002
tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Selain itu seorang dokter
dapat melaksanakan kegiatan praktik jika telah mengucapkan sumpah dokter, yang salah satu poinnya
mengatakan bahwa ‘Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan’. Dengan
demikian jelas bahwa dokter yang melakukan tindakan aborsi yang disengaja akan terjerat hukum yang
berlaku karena secara sengaja mematikan suatu kehidupan.

Sedangkan menurut Ibu Renata, seorang pengajar fakultas keperawatan Universitas Pelita Harapan,
Aborsi dalam pandangan agama Kristen sangat tidak diperbolehkan karena menentang Firman Tuhan
yang tertulis bahwa hidup manusia diberikan dan hanya bisa ditentukan oleh tangan Tuhan. Namun ada
beberapa kasus yang memperbolehkan aborsi ini dilakukan, seperti janin yang tidak bertumbuh,
terjadinya kecelakaan pada sang ibu, dan meninggalnya janin dalam kandungan, sehingga pengangkatan
janin dapat dilakukan karena dapat mengancam jiwa sang ibu.

Di dalam Hak Asasi Manusia (HAM), aborsi juga merupakan hal yang sangat ditentang. Janin yang masih
hidup dalam kandungan ibu dan akan diaborsi itu sudah merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan
karena sudah menjadi tindakan pembunuhan. Hal ini disebabkan karena setiap orang memiliki hak untuk
hidup walaupun ia masih berada dalam kandungan. Walaupun terdapat beberapa kasus dimana ibu
mengetahui bahwa bayi yang dikandung cacat, namun ada beberapa ibu yang tetap
mempertahankannya janinnya karena mereka mengimani bahwa bayi yang akan mereka lahirkan akan
tetap hidup dan tidak cacat. Ini merupakan suatu bentuk para ibu dalam menghargai HAM yang ada
pada bayi mereka.

Aborsi yang dilakukan oleh wanita disebabkan oleh berbagai motif. Para wanita dapat memutuskan
untuk melakukan aborsi ketika mereka tidak menginginkan janin dalam kandungan mereka akibat
hubungan seks di luar nikah. Pasangan pria yang tidak mau bertanggung jawab juga bisa menjadi faktor
pemicu keinginan untuk melakukan aborsi.

Pada umumnya, wanita yang sering melakukan aborsi biasanya memiliki umur berkisar di bawah 20
tahun. Wanita yang malu akan dirinya seringkali melakukan tindak aborsi di praktik ilegal. Hal ini dapat
menimbulkan berbagai dampak bagi sang ibu. Biasanya pada praktik ilegal, alat-alat yang digunakan
untuk aborsi tidak steril karena alat-alat yang steril sangat mahal sehingga infeksi pada kandungan
karena kotoran ataupun kuman yang terkandung dalam alat-alat medis tersebut tidak jarang terjadi.
Selain itu, wanita yang telah melakukan aborsi akan rentan mengalami perubahan dalam psikologi dan
emosionalnya seperti kerap kali menjadi malu, merasa bersalah, dan takut.

Pada dunia kedokteran dalam menangani aborsi, terdapat kode etik kedokteran yang wajib diikuti oleh
setiap dokter dan perawat. Kode etik ini menjadi hukum tak tertulis dimana para dokter dan perawat
wajib menghargai segala keputusan pasien.

2.3 Aborsi, HAM, dan Hukum

Aborsi dalam segi hukum telah dijelaskan sesuai dari landasan hukum dalam UUD 1945, KUHP, dan juga
pedoman dokter Indonesia berdasarkan SKPB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang
penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kehidupan harus dipertahankan (UUD 1945) sehingga sudah
sangat jelas bahwa tindakan pengguguran kandungan sangatlah dilarang (PASAL 346) dalam hukum.

Aborsi dalam HAM, memiliki beberapa pandangan tergantung kepada jenis aborsi itu sendiri. Aborsi yang
disengaja sudah jelas melanggar HAM, karena pengguguran janin yang masih hidup sudah menjadi
tindakan pembunuhan yang merenggut nyawa janin sehingga hak asasi janin tersebut direnggut.
Meskipun sudah jelas secara hukum, aborsi yang dilakukan secara pertimbangan medis masih menjadi

perdebatan apakah hal tersebut melanggar HAM. Sebab, secara medis aborsi diperbolehkan dilakukan
apabila janin tersebut membahayakan diri calon ibu, sehingga beralasan untuk menyelamatkan nyawa
sang ibu. Aborsi dapat dilakukan sesuai dengan pertimbangan dan persetujuan dari pihak medis dan
calon ibu. Sedangjan aborsi yang terjadi secara alami, tidak dapat diperdebatkan dan tidak melanggar
HAM maupun hukum karena janin telah meninggal dalam kandungan akibat kecelakaan yang tidak
disengaja atau penyakit yang diderita.

2.4 Hubungan Dengan Teori

Permasalahan ini jika dihubungkan dengan teori pertimbangan sosial, permasalahan ini masuk kedalam
rentang penolakan dan rentang penerimaan. Dalam rentang penerimaan aborsi ini dapat
dipertimbangkan dengan cara pandang medis, karena aborsi dilakukan karena untuk menyelamatkan
nyawa bukan untuk menghilangkan nyawa. Secara medis pun menyarankan untuk aborsi jika memang
bayi yang sedang ada didalam kandungan tidak memungkinkan untuk dilahirkan. Sudut pandang medis
mengatakan bahwa aborsi layak untuk dipertimbangkan jika memang harus dilakukan.
Rentang yang kedua adalah rentang penolakan, dimana suatu perbuatan dianggap tidak baik atau tidak
menyenangkan. Adanya rentang penolakan terhadap aborsi dikarenakan sisi buruk dari aborsi itu sendiri.
Aborsi tidak lagi digunakan untuk keperluan medis melainkan untuk kemauan pribadi, contohnya seperti
hamil diluar nikah dan hamil disaat tidak ingin memiliki anak. Rentang penolakan dalam aborsi
dikarenakan bayi yang sudah ada didalam kandungan dipaksa untuk keluar, atau dibunuh dengan
mengkonsumsi obat untuk aborsi. Hal ini sama saja membunuh nyawa seseorang yang bertolak belakang
dengan ham yang ada, sehingga menurut pandangan masyarakat aborsi merupakan suatu perbuatan
yang tidak baik. Menurut medis aborsi ini diperlukan untuk menyelamatkan nyawa yang sedang hamil
tetapi dalam masyarakat aborsi menjadi suatu hal yang negatif.

Tim peneliti juga menggunakan teori sudut pandang untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang
aborsi dari berbagai latar belakang, budaya, dan lain – lain. Menurut sebagian masyarakat umum aborsi
merupakan sesuatu hal yang sangat kejam, karena membunuh nyawa seseorang. Masyarakat
beranggapan bahwa aborsi terjadi karena adanya hal negatif yang ditutupi salah satunya adalah hamil
diluar nikah, hampir sebagian masyarakat mengatakan bahwa aborsi dilakukan untuk hal itu. Memang
aborsi dalam hal ini sangat negatif. Tetapi menurut pandangan medis aborsi ini digunakan untuk
kesehatan, banyak hal faktor – faktor lain yang menyangkut tentang kesehatan.

Aborsi dilakukan untuk menyelamatkan kesehatan dari wanita yang mengandung, karena jika disaat
wanita hamil dan tidak berjalan lancar seperti sering pendarahan, dan penyakit – penyakit lain yang tidak
memungkinkan wanita untuk hamil, karena jika tidak melakukan aborsi nyawa dari wanita tersebut
terancam atau dapat meninggal. Sundut pandang agama - agama mengatakan melarang umatnya untuk
melakukan hal itu, walaupun banyak berbagai faktor yang mengharuskan seseorang untuk aborsi.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa tanggapan masyarakat terhadap aborsi berbeda-beda, ada
yang menerima, ada yang menolak. Hal ini dikarenakan perbedaan perspektif, pengetahuan, dan
pengalaman tiap individu. Apapun alasannya, aborsi yang disengaja merupakan pelanggaran HAM
karena sudah merupakan tindakan pembunuhan. Aborsi juga telah dibahas dan tidak diterima dalam
pandangan hukum maupun agama. Kasus aborsi yang sengaja dilakukan banyak terjadi karena kehamilan
yang tidak diinginkan. Sedangkan akibat aborsi alami seperti penyakit dan kecelakaan hanya sebesar 3%
(Statistik Aborsi.org).

3.2 Saran

Aborsi bukanlah suatu solusi. Aborsi justru akan menghasilkan masalah-masalah baru. Ketika seseorang
memikirkan untuk melakukan aborsi, sebaiknya ia menenangkan dahulu pikirannya kemudian
merundingkannya dan meminta bantuan dengan keluarga dekat, saudara-saudara seiman, maupun
gereja. Namun apapun alasannya, sebenarnya aborsi tetap melanggar HAM dan hukum. Setiap bayi yang
akan dilahirkan pasti memiliki rencana yang dipersiapkan Tuhan. Jika seorang benar-benar tidak
menginginkan anak tersebut, carilah orang-orang dekat yang bersedia untuk menerimanya sebagai anak
angkat. Selain itu, aborsi karena anak yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan menjaga tidak
berhubungan seks diluar nikah.

DAFTAR PUSTAKA

Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. (2005). The Sage Handbook of Qualitative Researh (3rd ed.).
Thousand Oaks, CA: Sage.

Fauzi, S. (2014). Problematika Hak Asasi Manusia di Indonesia. Diambil kembali dari Academia.edu:
https://www.academia.edu/8799827/Makalah_Problematika_Hak_Asasi_Manusia_Di_Indonesia

Handayani, Y. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Diambil kembali dari Academia.edu:


http://www.academia.edu/8547352/EVALUASI_PEMBELAJARAN

Hariyanto, M. (2012, Mei 10). Wacana Hak Asasi Manusia Dalam Perdebatan Aborsi. Diambil kembali dari
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/wacana-hak-asasi-manusia-dalam-perdebatan-aborsi/

Lincoln, N. K. (2005). The Sage Handbook of Qualitative Researh (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.

Murtadho, M. (2012, Oktober 22). Etika dan Moral Dalam Kasus Aborsi. Diambil kembali dari Unair.ac.id:
http://mufid-fpsi00.web.unair.ac.id/artikel_detail-62088-Umum-etika%20dan%20moral%20dalam
%20kasus%20aborsi.html

Rahmah, N. M. (2014, Juni 21). Standpoint Theory (Teori Sikap). Diambil kembali dari Slideshare.net:
http://www.slideshare.net/mankoma2012/stand-point-theory-rinta

Statistik Aborsi. (2015, Juni 12). Diambil kembali dari Aborsi.org: http://www.aborsi.org/statistik.htm

Supadiyanto. (2012, September 18). Review II: Teori-teori Komunikator. Diambil kembali dari
Kompasiana.com: http://www.kompasiana.com/supadiyanto/review-ii-teori-teori-
komunikator_5500981ca33311e57251158d

Vera Farah Bararah, P. A. (2012, Mei 30). Ciri-ciri Fisik Perempuan yang Pernah Lakukan Aborsi. Diambil
kembali dari detikHealth: http://health.detik.com/read/2012/05/30/135052/1928416/775/ciri-ciri-fisik-
perempuan-yang-pernah-lakukan-aborsi

Anda mungkin juga menyukai