Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

IRIDOSIKLITIS KRONIS OKULI


SINISTRA

Disusun oleh :
Mario Ade Saputra S. Ked
70 2008 016

Pembimbing :
dr. H. Ibrahim, Sp. M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012
ANAMNESIS NAMA : Senen RUANG :
Autoanamnesis dan
Alloanamnesi UMUR : 62 Tahun KELAS :
Nama Lengkap : Bapak Senen
Tempat dan tanggal lahir : 1950
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Permata BAru
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :
Masuk Rumah Sakit : Rabu ( 11 April 2012)

Dokter yang merawat : dr. Ibrahim, Sp. M

Dokter Muda : Mario Ade Saputra, S. Ked


Tanggal : Autoanamnesa ( 11-04-2012)

KELUHAN UTAMA : Mata kiri tidak bisa melihat

KELUHAN TAMBAHAN : Mata berair dan terkadang merah

1. Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak 3 bulan yang lalu mata kiri pasien tidak bisa melihat lagi, pasien
mengaku awalnya ada benda yang bergerak mengikuti gerakan bola mata,
ada rasa seperti kelilipan, melihat seperti berbayang, mata pasien merah
dan sering berair. Mata merah dan berair dirasakan pasien sejak 2 bulan
yang lalu, pusing tidak ada, mual muntah tidak ada, silau tidak ada,
pandangan berkabut tidak ada, rasa pedih dan sakit tidak ada. Riwayat
tertusuk kayu pada mata kiri 10 tahun yang lalu dan tidak berobat karena
tidak sakit.
2. Penyakit Riwayat terdahulu
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis

3. Penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit seperti ini.
PEMERIKSAAN FISIK NAMA : Senen RUANG :

UMUR: 62 KELAS :
Tulis semua yang didapat pada saat pemeriksaan pertama ini.
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
- Tek. Darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 72 kali/menit
- Laju Napas : kali/ menit
- Suhu : ºC

Status Oftalmologis :
OD OS

Pemeriksaan OD OS
1 Visus 20/400 1 per tak terhingga
proyeksi sinar buruk
2 Tekanan Intra Okuler N N
3 Kedudukan bolamata
Posisi ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4 Pergerakan bola mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5 Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6 Punctum lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7 Konjungtiva tarsal superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8 Konjungtiva tarsalis inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9 Konjungtiva bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (+)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan (-) (-)
subkonjungtiva
10 Kornea
Kejernihan Jernih Keruh (bula)
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas (-) (-)
11 Limbus kornea
Arkus senilis (+) (+)
Bekas jahitan (-) (-)
12 Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13 Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Cukup Dangkal
Kejernihan Jernih Keruh
Flare (-) (+1)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14 Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas/tidak jelas Jelas/tidak jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (+)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15 Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 3mm 3 mm
Regularitas Reguler/irreguler Reguler/irreguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (-)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (+) (+)
16 Lensa
Kejernihan Keruh Keruh
Shadow test (+) -
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
17 Funduskopi Tidak dinilai Tidak dinilai
Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna Tidak dinilai Tidak dinilai
- perdarahan (-) (-)
- eksudat (-) (-)
Makula lutea Tidak dinilai Tidak dinilai
PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Anjuran Pemeriksaan
1. Tes kulit untuk kemungkinan TB
2. Tes flouresein
3. Slit lamp
4. Tonometri
IRIng Ringkasan Anamnesis & Nama : Senen Ruang :
Pemeriksaan Jasmani
Umur :62 tahun Kelas :
Tulis dengan singkat data dasar yang mempunyai arti positi untuk penetapan
masalah dan selanjutnya meliputi data dasar singkat dari anamnesis/pemeriksaan
jasmani dan laboratorium dasar.

Sejak 3 bulan yang lalu mata kiri tidak bisa melihat lagi, rasa seperti kelilipan,
melihat berbayang, mata merah dan berair. Riwayat trauma 10 tahun yang lalu
dan tidak diobati

Daftar Masalah :
 Visus : 1 per tak terhingga proyeksi sinar buruk (OS)
 Cornea : Keruh
 Pupil : Reflek cahaya tidak ada (OS)
 Lensa : Keruh (OS)

Kemungkinan Penyebab masalah (bisa berupa diagnosis banding dari masalah


yang ada).

OS Iridosiklitis Kronis + Katarak Komplikata


Rencana pengelolaan (rencana tindakan, pemeriksaan laboratorium dll,
rencana terapi dan edukasi) sesuai dengan masalah yang ada.

1. Medikamentosa
1. Prednison (anti inflamasi)
2. Amoxicilin 3x500 mg tab (antibiotik)
3. C. Xitrol 4 dd I OD (isi : dexamethason)
4. Sulfas Atropin (SA) 1 dd I OS
2. Konsul ke dokter gigi, obati gigi yang berlubang agar mata kanan tidak
terkena penyakit yang sama.

Nama dan tanda tangan dokter muda


Mario Ade Saputra

Diperiksa dan disahkan oleh : dr. Ibrahim, Sp. M


Dokter pembimbing : dr. Ibrahim, Sp. M
Tanggal : 11 April 2012

Tanda tangan

( Mario Ade Saputra )


TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Uvea

Uvea terdiri dari iris, korpus siliaris dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera. Bagian ini ikut
memasukkan darah ke retina (Vaughan, 2008).

Gambar 1. Bola Mata

1. Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris berupa suatu


permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris
terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan
kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi akuos
humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua
lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan
neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina kea rah anterior (Vaughan, 2008).
Perdarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang sehingga normalnya tidak
membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan
sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi siliaris (Vaughan, 2008).
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan
dilatasi ditimbulkan oleh aktivitas simpatis (Vaughan, 2008).

2. Korpus Siliaris
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris
(sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu anterior yang berombak-
ombak (pars plikata) dan zona posterior yang datar (pars plana). Prosesus
siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari
kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-
kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan
tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke
anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan
dari lapisa epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris
pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk akuos humor (Vaughan, 2008).

3. Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sclera. Koroid
tersusun dari tiga lapisa pembuluh darah koroid, besar, sedang dan kecil.
Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah
dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di
masing-masing kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan di sebelah luar oleh sclera. Ruang suprakoroid terletak di
antara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior tepi-tepi nervus
optikus. Ke anterior, koroid bersambung dengan korpus siliaris. Agregat
pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya
(Vaughan, 2008).
B. UVEITIS ANTERIOR
1. Definisi
Uveitis anterior diklasifikasikan sebagai peradangan yang mengenau
traktus uvealis bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai
bagian anterior badan siliaris (iridosiklitis).

2. Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di
Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang
dari 100.000 penduduk pertahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50
tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30 tahun.
Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan
etiologinya ada beberapa faktor risiko yang menyertai kejadian uveitis
anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan
hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga
meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan
sindroma Reiter.

3. Klasifikasi
Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang
sering membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan
lokasi atau posisi anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia,
uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus. Ada juga yang membagi
berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut, uveitis subakut, uveitis
kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan
patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan
ada juga pembagian uveitis berdasarkan demografi yang berdampingan
dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras, usia, geografis,
unilateral/bilateral dan lain-lain serta pembagian uveitis berdasarkan
etiologinya.
Gambar 2. Pembagian Uveitis Berdasarkan Lokasi Lesi

4. Etiologi
Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering
dihubungkan dengan infeksi herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi
imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat
menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis.
Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti
lupus eritematosus sistemik dan arthritis rheumatoid. Pada kelainan autoimun,
uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap deposisi
kompleks imun dalam traktus uvealis.
Berikut ini beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior.
Atritis rheumatoid juvenilis, spondilitis ankilosa, colitis

Autoimun ulserativa, uvea terinduksi lensa, sarkoidosis, penyakit


crohn.

Sifilis, tuberculosis, morbus Hansen, herpes zoster, herpes


Infeksi simpleksm onkoserkiasis, adenovirus.

Sindrom masquerade (retinoblastoma, leukemia, limfoma,


Keganasan melanoma maligna).

Idiopatik, uveitis traumatic, ablation retina, iridosiklitis


Lain-lain heterokromik fuch, krisis glaukomatosiklitik.
5. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik
biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba
yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan
dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen
dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen
endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius
.Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam
humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang
disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan
kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya
perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada
tepi pupil disebutkoeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca
nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik
mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak
sehingga menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan
miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi
seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli
posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam
dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli
anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris
bombe (Bombans).
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan
sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga
terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada
fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut
bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya
seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran
asetilkolin dan prostaglandin.

6. Gejala dan Tanda


Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada
keadaan kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal
sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi.
a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut dengan rasa
sakit, terdapat injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat
kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh darah limbus.
Deposit putih halus (keratik presipitat/KP) dengan permukaan
posterior kornea dapat dilihat dengan slitlamp atau dengan kaca pembesar.
KP adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi
KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk
di daerah pertengahan inferior dari kornea. Terdapat empat jenis KP yang
diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP
merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome.
Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun
kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat yang terdapat pada uveitis
anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna
putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu akan berubah menjadi
lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat
kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia
posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.

Gambar 3. Keratik Presipitat pada Iridosiklitis (uveitis anterior)

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa


Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat.
Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di
daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat
bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena
terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat
dengan slitlamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare
dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul koeppe). Nodul-nodul ini sepadan
dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul
busacca.

7. Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari uveitis anterior (iridosiklitis).
1. Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon
pupil baik, ada kotoran dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia
atau injeksi siliaris.
2. Keratitis. Pada keratitis penglihatan dapat kabur, ada rasa sakit,
fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan
herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
3. Glaucoma akut. Pada glaucoma akut pupil melebar, tidak ditemukan
sinekia posterior dan kornea beruap.
8. Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,
misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian
riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain :
 Nyeri dangkal, yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
 Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari
yang menambah rasa tidak nyaman pasien.
 Kemerahan tanpa secret mukopurulen
 Pandangan berkabut
 Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
 Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
 Tekanan intraocular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah
daripada yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh
penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris.
Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar
(outflow) cairan akuos.
 Konjungtiva : terlihat injeksi siliar atau dapat pula injeksi pada seluruh
konjungtiva (pada kasus yang jarang).
 Kornea : KP (+), edema stroma kornea
 Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion.
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan
slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4
ditentukan dari :
0 : tidak ditemukan sel
1 : 5-10 sel
2 : 11-20 sel
3 : 21-50 sel
4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh


darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa
ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil
pemeriksaan slilamp yang sama dengan pemeriksaan sel. Flare juga
diklasifikasikan sebagai berikut.
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan
penyakit terkait HLA-B27, penyakit behcet atau penyakit infeksi
terkait iris.
 Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
 Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular
presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subskapsular posterior
dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam pada umumnya tidak diperlukan
untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau
menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada
keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsive terhadap
pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens,
fotorontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengekslusi kemungkinan
adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, arthritis
rheumatoid juvenile harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasus-
kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody
dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan.
Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis
dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen
toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim
serum serta serum angiotensin converting enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk
penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan
dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai
contoh, HLA-B27 ditemukan sebagian besar kasus iridosiklitis yang
terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberculosis dan
histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibody terhadap
toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,
seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya.
Dalam usaha penegakkan diagnosis etilogis dari uveitis diperlukan
bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti radiologi dalam
pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada
kasus atritis rheumatoid, ahli penyakit THT untuk kasus uveitis akibat
infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi pada kasus uveitis dengan focus
infeksi di rongga mulut dan lain lain.

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi uveitis adalah.
- Mencegah sinekia posterior
- Mengurangi keparahan dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis
- Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat mengubah kondisi
dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi perburukan
prognosis)
- Mencegah dan meminimalkan perkembangan katarak sekunder
- Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien.
a. Untuk uveitis anterior non-granulomatosa
- Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit
- Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
- Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior.
Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini.
Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti
siklopentolat atau homatropin
- Tetes steroid local cukup efektif digunakan sebagai anti radang
- Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal sselang
sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif.
Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar.
Pemberian steroid untuk jangka lama akan menimbulkan katarak,
glaucoma dan midriasis pada pupil.
- Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui
b. Untuk uveitis anterior granulomatosa
Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropine 2%
diberikan sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.

10. Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis
secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang,
terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan
pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan
segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanp
adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.
11. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior.
- Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia
anterior perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut
iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan
glaucoma
- Sinekia posterior dapat menimbulkan glaucoma dengan berkumpulnya
akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan
- Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
- Edema kistoid macular dan degenerasi macula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan.

Anda mungkin juga menyukai