Anda di halaman 1dari 27

BED SITE TEACHING

Identitas Pasien
 Nama : Nn. S
 Usia : 17 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal Pemeriksan : 22 Januari 2021

Anamnesis
Pasien datang ke poli mata RSAU Salamun dengan keluhan buram pada
kedua mata yang dirasakan sejak 9 bulan yang lalu. Keluhan buram ketika melihat
jarak jauh dan huruf kelihatan membayang tetapi menjadi jelas jika jaraknya dekat.
Pandangan buram pada kedua mata makin lama makin kabur dan pasien juga harus
menyipitkan mata untuk melihat focus pada suatu benda. Pasien mengatakan
matanya terasa pegal atau lelah. Keluhan dirasakan terutama setelah menatap layar
computer kurang lebih 5 jam saat daring dan setelah itu dilanjut menggunakan
gadget. Pasien memiliki kebiasaan menggunakan gadget sambil tiduran dengan
pencahayaan yang redup.
Pasien menyangkal adanya keluhan mata merah, berair, silau, rasa
mengganjal, nyeri, kering, penglihatan ganda. Riwayat trauma di sangkal.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien dan belum pernah
diobati sebelum nya. Pasien sebelumnya tidak menggunakan kacamata atau soflens.
Riwayat operasi pada mata (-) Riwayat keluarga mengalami keluhan serupa (-)
Riwayat penyakit dahulu :
• Riwayat operasi pada mata (-)
• Riwayat menggunakan obat-obatan jangka Panjang (-)
• Riwayat menggunakan kacamata (-)
• Riwayat alergi (-)
Riwayat Sosial dan Ekonomi :
Keadaan sosial ekonomi menengah keatas
Penyakit sistemik :
tidak ada kelainan
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tanda vital :
 Tek. Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 kali/menit
 Laju Napas : 14 kali/ meni
 Suhu : 36,5 ºc
 Berat Badan : 45 Kg
 Tinggi Badan : 150 Cm

Pemeriksaan visus dan refraksi

  Ocular Dekstra Okular sinistra

Visus    
SC : 6/9 PH: 6/9 PH:
6/6 6/6
CC:
(-) (-) 
STEN:
Koreksi S: -0,50 C: S:-0,50 C:
as: as :
Add: Add:
Muscle Hischberg test: ortotropia ortotropia
Balance
Cover uncover test: orthophoria
orthophoria
Pergerakan Duksi:normal ke 6 arah Duksi: normal ke 6 arah
Bola mata
Versi: normal ke 9 arah Versi: normal ke 9 arah
Pemeriksaan eksternal

  Ocular Dekstra Okular sinistra

Palpebra superior Kolaboma (-) Kolaboma (-)


Ptosis (-) Ektropion (-) Ptosis (-) Ektropion (-) entropion (-)
entropion (-) lagoftalmus (-) lagoftalmus (-) Edema (-) massa (-)
Edema (-) massa (-)
Palpebra inferior Kolaboma Kolaboma (-)
Ptosis (-) Ektropion (-) Ptosis (-) Ektropion (-) entropion (-)
entropion (-) lagoftalmus (-) lagoftalmus (-) Edema (-) massa (-)
Edema (-) massa (-)
Cilia Trikhiasis (-) distikhiasis (-) Trikhiasis (-) distikhiasis (-) Madarosis
Madarosis (-), poliosis (-) (-), poliosis (-)

Aparatus Lakrimal lakrimasi (-) Inversi (-) Eversi lakrimasi (-) Inversi (-) Eversi (-)
(-) Epifora (-) Epifora (-)

Conjunctiva tarsal superior Anemi (-) papil (-) cobble stone Anemi (-) papil (-) cobble stone
apperance (-) folikel (-) nodul apperance (-) folikel (-) nodul (-)
(-)
Massa (-)
Massa (-)
Conjunctiva tarsal inferior Anemi (-) papil (-) cobble stone Anemi (-) papil (-) cobble stone
apperance (-) folikel (-) nodul apperance (-) folikel (-) nodul (-)
(-)
Massa (-)
Massa (-)
Conjunctiva bulbar injeksi konjungtiva (-) injeksi injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar (-)
siliar (-) selaput (-) selaput (-)
Corpus alineum (-) Corpus alineum (-)
Okular Dekstra Okular Sinistra

Kornea Jernih, (-) infiltrat(-) sikatrik (-) Jernih, infiltrat(-) sikatrik (-) abrasi (-)
abrasi (-) ulkus(-) ulkus(-)

Anterior chamber Dangkal, kedalaman sedang, Dangkal, kedalaman sedang, hipopion


hipopion (-) hifema (-) hifema
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor

Diameter Pupil ± 3 mm ± 3 mm

Reflex cahaya  (+) (+)


Direct (+) (+)
Konsensuil
Iris Jernih, warna coklat kehitaman, Jernih, warna coklat kehitaman,
sinekia (-) nodul (-)
sinekia (-) nodul (-)

Lensa jernih jernih

Lain-lain    

Pemeriksaan slit lamp

  Ocular Dekstra Okular sinistra

Cilia Trikhiasis (-) distikhiasis (-) Trikhiasis (-) distikhiasis (-) Madarosis
Madarosis (-) poliosis (-) (-) poliosis (-)

Conjunctiva Anemi (-) Injeksi silier (-) injeksi Anemi (-) Injeksi silier (-)injeksi
konjungtiva (-) selaput (-) konjungtiva (-) selaput (-)

Kornea Jernih, infiltrat (-) sikatrik (-) Jernih,mikrokornea (-) infiltrat (-)
abrasi (-) ulkus(-) perforasi (-) sikatrik (-) abrasi (-) ulkus(-) perforasi
keratic precipitat (-) (-) keratic precipitat (-)

Anterior chamber Dangkal, kedalaman sedang, Dangkal, kedalaman sedang, hipopion


hipopion (-) hifema (-) Flare (-) sel (-) hifema (-) Flare (-) sel (-)
(-)
Iris Jernih, warna coklat kehitaman, Jernih, warna coklat kehitaman, sinekia
sinekia (-) nodul (-) (-) nodul (-)

Lensa jernih jernih

Pemeriksaan oftalmologi
Tonometri

  Ocular Dekstra Okular sinistra

Palpasi Normal Normal


Schiotz Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

Gonioscopy : Tidak Dilakukan pemeriksaan


Visual Field : ODS  Tidak ada kelainan
Funduskopi
(OD) (OS)
 Media : jernih jernih
 Papil : bulat, kuning ,batas tegas bulat, kuning ,batas tegas
 A/V ratio : 2/3 2/3
 C/D ratio : 0,3 – 0,4 0,3 – 0,4
 Retina : flat, Edema (-) perdarahan (-) flat, Edema(-), perdarahan (-)
exudate (-) exudate (-)
 Macula : fovea refleks (+) fovea refleks (+)

Resume
Perempuan usia 17 tahun mengeluhkan buram pada kedua mata yang sejak 9 bulan
yang lalu. Keluhan buram ketika melihat jarak jauh dan huruf kelihatan membayang tetapi
menjadi jelas jika jaraknya dekat. Pasien juga harus menyipitkan mata untuk melihat focus
pada suatu benda. Pasien mengatakan matanya terasa pegal atau Lelah terutama setelah
menatap layar computer kurang lebih 5 jam saat daring dan setelah itu dilanjut
menggunakan gadget.
Pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak sakit ringan,
dan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan visus OD 6/9 PH 6/6 OS 6/9 PH 6/6.
setelah dikoreksi didapatkan S-0,50 ODS.

Diagnosis kerja
Simple myopia ODS

Rencana terapi
• Menggunakan kacamata dengan lensa konkaf
• Proper position, good illumination and correct distance from the book (about 25 cm)
while reading is essential.
• Istirahatkan mata secara berkala dengan prinsip 20/20/20 yaitu setelah 20 menit
menggunakan komputer, pandangan dialihkan pada obyek yang berada pada jarak
20 feet, selama 20 detik.

Prognosis
 Quo ad Vitam: ad bonam
 Quo ad Functionam: ad bonam
 Quo ad Sanationam: ad bonam
BASIC SCIENCE

1. Anatomi

Structure of the Eye


The eyeball has three layers namely:
 1. The outer fibrous layer—Sclera and cornea
 2. The middle vascular layer—Iris, ciliary body and choroid
 3. The inner nervous tissue layer—Retina.
Accessory Structures of the Eye
 1. Eyebrows
 2. Eyelids and eyelashes
 3. Lacrimal apparatus
 4. Extraocular muscles of the eye.
Media refraksi
 Media Refraksi merupakan struktur pada bola mata yang berperan dalam
penerimaan dan pembentukan bayangan di mata.
 Media Refraksi terdiri dari Kornea, Aqueous humor, Lensa, dan Vitreous Humor.
1. Kornea
 Bagian anterior mata yang avascular, transparan dan cembung
 Perbatasan kornea dengan sklera disebut limbus
 Memiliki kekuatan refraksi +43 sampai +45D
 Indeks bias 1,376

2. Aqueous Humor
 Aqueous humor merupakan cairan yang mengisi COA dan COP
 Cairan diproduksi dibadan silier kemudian mengalir ke COP. Melalui celah
pupil masuk kedalam COA. Mengisi COA kemudian meunju trabekular
meshwork. Didrainase munuju Schlem canal kemudian Scleral sinus Venous
kemudian Vena episcleral dan berakhir di sinus cavernous
 Fungsi humor akuos untuk mempertahankan struktur bola mata, memberi
nutrisi bagi kornea dan lensa yang merupakan organ avascular
 Selain itu juga humor akuos berperan dalam mekanisme flushing atau
pembuangan sel-sel radang pada kondisi patologis serta membantu distribusi
obat ke struktur ocular lain
 Indeks bias = kornea  cahaya dari kornea diteruskan begitu saja

3. Lensa
 Lensa merupakan struktur transparan, bikonveks, avascular dan tidak
berwarna
 Lensa kristalin terletak dibelakang iris, digantung oleh zonula zinn ke badan
siliar
 Lensa kristalin pada orang dewasa memiliki indeks refraksi 1.4 di bagian
sentral sehingga cahaya lebih difokuskan lagi
 Diameter ekuatorial 9 mm dan ketebalan antero-posterior 5 mm
 Bagian Lensa : Kapsul, cortex, nuclear
 Lensa memiliki kemampuan untuk merubah ketebalan anterior-posteriornya
menjadi lebih cembung untuk memfokuskan cahaya ke retina  proses
akomodasi
4. Badan vitreus
 Menempati total 4/5 total volume bola mata
 Badan vitreus yang mengisi rongga ini merupakan media optic gelatinosa
(jelly-like), avaskukar dan jernih, berperan dalam mempertahankan integritas
structural bola mata, membei nutrisi, serta metabolisme jaringan intraocular
 Volume 4 ml dengan berat 4 gram

Jaras penglihatan
Sumber cahaya  penangkapan oleh kornea  dibelokkan agar sejajar dengan titik
focus  diteruskan oleh aqueous humor  di fokuskan oleh lensa  diteruskan
oleh vitreous humor  cahaya tepat jatuh di retina  bayangan yang terbentuk
bersifat nyata, terbalik, diperkecil  nervus optikus  menyilang di optic kiasma 
optic tract  lateral geniculate nucleus  korteks visual (primary visual cortex di
area 17)
2. Fisiologi

Emmetropia
 Merupakan kondisi mata normal. Cahaya yang dating dari tak terhingga (>6
m) diterima oleh kornea yang memiliki kekuatan di optri paling besar 
dibelokan kemudian difokuskan oleh lensa dan tepat jatuh di retina (macula
lutea)
 Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata.
 Mata emetropik berada di +58-60 dioptri. Dengan kepanjangan axis mata : 24
mm
CLINICAL SCINCE
Kelainan Refraksi

Definisi
Merupakan suatu keadaan dimana sejajar yang dibiaskan oleh media refraksi oleh mata
yang berakomodasi yang difokuskan tidak tepat di retina, dapat didepan atau dibelakang
retina. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
dan akan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada kedaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
1.Metropia
Keseimbangan dalam pembiasan Sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding bagian mata melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
Ametropia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan tidak tepat
didepan retina.
Bentuk ametropia terbagi menjadi
 Ametropia Axial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optic bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau dibelakang retina. Pada
myopia aksial focus akan terletak retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hypermetropia aksial focus bayangan terletak dibelakang retina.
 Ametropia refraktif
akibat kelainan pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan
benda terletak di depan retina (myopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan
benda akan terletak di belakang retina.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentak kelainan :
1. Myopia

Keadaan refraksi mata di mana dalam keadaan mata istirahat (tanpa akomodasi),
seberkas cahaya sejajar yang berasal dari obejk yang terletak jauh tak terhingga akan
difokuskan pada satu titil focus di depan retina.
Gejala :

 kesulitan melihat objek jauh, seperti saat melihat ke layer televisi atau papan
tulis sekolah
 melihat jelas bila melihat dekat, sedangkan nelihat jauh buram
 sakit kepala
 menyipitkan mata

2. hypermetropia
merupkan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Gejala :
 biasanya pada anak-anal tidak memberikan keluhan
 penglihatan dekat dan jauh kabur
 sakit kepala
 silau
 kadang rasa juling atau lihat ganda

3. astigmatisma
keadaan optic mata, di mana sinar-sinar sejajar tidak dibiaskan pada satu titik focus
tunggal. Hal ini disebabkan karena kelengkungan (kurvatura) dan kekuatan refraksi
permukaan kornea dan atau lensa berbeda-beda diantara berbagai meridian, sehingga
terdapat lebih datu titik focus.

Gejala :

 Penglihatan di 2 titik focus

 Pandangan kabur saat melihat jauh dan dekat

 Penglihatan ganda

2.Hipermetropia

merupkan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Ada beberapa tingkatan
pada hypermetropia berdasar besarnya dioptri :
1. Hipermetropia ringan yaitu antara spheris + 0,25 dioptri s/d spheris + 3.00 dioptri
2. Hypermetropia sedang, yaitu antara spheris + 3,25 dipatri s/d spheris +6.00 dioptri
3. Hypermetropia tinggi, yaitu jika ukuran dioptri lebih dari spheris +6,25 dioptri

Penyebab hypermetropia
 Hipermetrop aksial
Panjang bola mata yang pendek

 Hipermetrop pembiasan
Hipermetrop disebabkan daya bias yang kurang. Penyebabnya antara lain pada:

 Kornea: lengkung kornea kurang dari normal (aplanatio cornea)


 Lensa: Sklerosis, sehingga tidak secembung semula, ataupun afakia
 Cairan mata: Pada penderita diabetes, karena pengobatan yang berlebihan sehingga
humor akueus yang mengisi bilik mata mengandung kadar gula rendah dan daya bias
berkurang

Gejala subjektif terdiri dari :


 Penglihatan dekat cepat buram
 Nyeri kepala yang dipicu oleh melihat dekat dengan jangka waktu yang panjang
 Sensitive terhadap cahaya

Gejala objektif terdiri dari :


 Bilik mata depan dangkal karena akomodasi terus menerus sehingga menimbulkan
hipertrofi otot siliaris yang disertai terdorongnya iris ke depan
 Pupil miosis karena  berakomodasi.
Tatalaksana

Koreksi menggunakan lensa spheris positif terbesar yang memberikan visus terbaik dan
dapat melihat dekat tanpa kelelahan. Secara umum tidak diperlukan lensa spheris positif
pada hipermetropi ringan, tidak ada astenopia akomodatif, dan tidak ada strabismus.

MIOPIA
Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan didepan
retina. Pada miopia didapatkan bayangan kabur pada penglihatan jauh sedangkan
penglihatan dekat lebih jelas dan penderita menjadi melihat terlalu dekat.
ETIOLOGI

1. Axial
Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan
kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih panjang
karena:

 Konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang


 Kelemahan dari lapisan sklera bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi
2. Curvature
• Kornea yang terlalu cembung, misalnya pada kelainan kongenital (keratokonus dan
keratoglobus) maupun didapat (keratektasia akibat menderita keratitis sehingga
kornea menjadi lemah, dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea menonjol di
depan).
• Lensa yang terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii

3. Index
peningkatan index refraksi dari nucleus (senile nuclear cataract)

4. Anterior dislocation of the lens

EPIDEMIOLOGI

Penelitian di Australia, Menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak yang berusia 4-12 tahun
menderita miopi. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak-anak yang
berusia antara 5-17 tahun menderita miopi, dan penelitiian serupa di Brazil, didapatkan
bahwa 1 dari 8 pelajar menderita miopi. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa insidensi
miopi sebagian besar terjadi pada usia sekolah.

Ras juga mempengaruhi terjadinya miopi. Angka yang tinggi didapatkan dengan
gambaran degeneratif pada beberapa ras seperti Cina, Jepang, Arab, dan Yahudi, dan jarang
ditemukan pada ras kulit hitam. Variasi ini mungkin lebih berhubungan dengan faktor
hereditas dibandingkan dengan kebiasaan. Jenis kelamin mempengaruhi angka kejadian
miopi, dimana wanita lebih tinggi dibanding pria.

PATOFISIOLOGI

Terjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun
kombinasi keduanya.

1. Faktor genetik
Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya miopi.
Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya miopi.
Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran antero-posterior bola mata
selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan jatuh pada fokus di depan
retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia yang menimnbulkan
kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata.

2. Faktor lingkungan
Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting dalam
menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada otot-otot silier
bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot silier bola mata
mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang jauh, sehingga objek
terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari banyaknya kerja mata pada
jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di depan komputer. Karena mata
jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot tersebut jarang digunakan akibatnya
menjadi lemah.

3. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan


Miopi terjadi tidak hanya akibat faktor genetik atau faktor lingkungan saja, tetapi dapat
juga merupakan kombinasi keduanya. Miopi lebih sering terjadi pada orang-orang
dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan dari beberapa penelitian diduga
bahwa pekerjaan yang membutuhkan pandangan dengan jarak dekat menyebabkan
eksaserbasi dari faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi terjadinya miopi.
Tingginya pengaruh faktor keturunan dibuktikan dengan adanya angka kejadian yang
berbeda-beda pada satu populasi pada saat yang sama akibat perbedaan faktor genetik.
Adanya perubahan kebiasaan, kerja dengan menggunakan komputer dan membaca pada
jarak dekat, menyebabkan peningkatan insidensi miopi.

KLASIFIKASI

Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingginya tingkat dioptri dan gambaran


klinis.
Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:
1. Miopi sangat ringan = >1
2. Miopi riangan = 1-3 dioptri
3. Miopi sedang = 3-6 dioptri
4. Miopi berat = 6-10 dioptri
5. Miopi sangat berat = > 10 dioptri

Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :

1. Miopia simpleks/stasioner/fisiologik :
Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti. Miopi ini
akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga usia 20 tahun.
Besar dioptri pada miopi ini kurang dari –5D atau –6D.

2. Miopia progresif :
Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat
ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu masih
remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar dioptri dapat
diperoleh melebihi 6 dioptri. Kelainan ini juga dapat meningkat rata-rata lebih dari 4
dioptri per tahun.

3. Miopi Maligna
Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi progresif
dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena kelainan ini disertai
dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi likuifaksi dan bagian mata
yang lain.

GEJALA KLINIK

Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala
objektif :

 Gejala subjektif terdiri dari :


1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena
membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.
2. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala asthenophia).
3. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole.
 Gejala objektif terdiri dari :
1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.
2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.
3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.
4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.

KOMPLIKASI

Komplikasi terutama terjadi pada miopi tinggi, yaitu:

1. Strabismus
2. Corpus vitreus menjadi lebih cair, degenerasi likuifaksi
3. Degenerasi retina

TERAPI

1. Penggunaan correcting spherical concave lenses


2. Hygiene of eyes (posisi yang sesuai, pencahayaan yang baik, dan jarak sekitar 25 cm
saat membaca buku)
3. Operative
- Radial keratotomy
Keratotomi radial dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea sehingga
berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat. Bagian kornea yang
disayat akan menonjol sehingga bagian tengah kornea menjadi rata. Ratanya kornea
bagian tengah akan memberikan suatu pengurangan indeks bias kornea sehingga
dapat mengganti lensa kacamata negatif.

Efek samping yang dapat terjadi pada RK :

i. Penglihatan yang tidak stabil


ii. Koreksi lebih atau kurang
- LASIK
Laser assisted In situ interlamellar keratomilieusis (LASIK)

LASIK merupakan suatu gabungan antara teknologi lama dan baru, yang pada
dasarnya menggunakan prinsip keratomileusis dan automated lamellar keratektomi
(ALK).

Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah dan
bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.

4. Koreksi non bedah :


Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

 Kaca Mata
 Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan
kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

5. Koreksi dengan bedah :


Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada
saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti :

 Keratotomi radial (RK)

 Keratektomi fotorefraktif (PRK)


PRK mempergunakan sinar eximer untuk membentuk permukaan kornea.
Sinar akan memecah molekul kornea dan lamanya penyinaran menyebabkan
pemecahan sejumlah sel permukaan kornea.

Efek samping yang dapat terjadi pada PRK :

i. Nyeri.
ii. Melemahkan struktur mata secara permanen.
iii. Kemungkinan menimbulkan jaringan parut besar.

ASTIGMATISMA

DEFINISI

Astigmatisma merupakan suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang


datang tidak difokuskan pada satu titik tunggal.
ETIOLOGI

Penyebab astigmatisma secara garis besar :

Disebabkan karena kelengkungan dan kekuatan refrsksi permukaan kornea dana tau lensa
berbeda beda diantara berbagai meridian, sehimgga terdapat > 1 titik fokus

KLASIFIKASI

Berdasarkan keteraturan meridiannya, astigmatisma terbagi atas:

1. Astigmatisma reguler
Terdapat 2 meridian utama yang saling tegak lurus.

• Astigmatisma with the rule : kekuatan refraksi yang lebih besar berada pada
meridian vertical korneal. Biasanya terjadi pada abnak
• Astigmatisma against the rule : kekuatan refraksi yang leboh besar pada median
horizontal korneal. Biasannya pada w

2. Astigmatisma irreguler
Orientasi meridian – meridian utama serta besar astigmatisme berubah – ubah di
sevpanjang bukanya pupil.

Astigmatisma reguler berdasarkan letak pembiasan dibagi atas :

 Astigmatisma miopia simpleks


Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia

 Astigmatisma miopia compositium


Kedua meridian berupa miopia

 Astigmatisma hipermetropia simpleks


Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkn meridian yang lain emetropia

 Astigmatisma Hipermetropia compositium


Kedua meridian berupa hipermetropia

 Astigmatisma mixtus
Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain hipermetropia
PATOFISIOLOGI

Pada mata normal permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan
sinar pada satu titik. Pada astigmatisme pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik.
Sinar pada astigmatisme dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak
didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan
retina sedangkan sebagian sinar difokuskaan dibelakang retina, akibatnya penglihatan akan
terganggu.

GEJALA

 Penglihatan buram
 Head tilting
 Pasien sering menyipitkan mata untuk melihat jelas
 Bahan bacaan didekatkan agar terlihat jelas

PEMERIKSAAN ASTIGMATISMA

Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen,


pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam penglihatan diakibatkan oleh
kelainan refraksi. Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan bertambah baik maka
kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetropia atau astigmatisme), lakukan tes
fogging bila dengan lensa cekung atau cembung tidak memberikan perbaikan pada
ketajaman penglihatan.

Setelah pemberian lensa foging penderita disuruh melihat gambaran kipas dan
ditanyakan garis manakah dari kipas yang dilihatnya paling jelas garis yang paling jelas ini
menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus dikoreksi dengan pemberian
lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan pada meridian ini. Dengan lensa silinder ini
kita dapat mempersatukan fokus. Kemudian berikan lensa silindris didepan mata, geser
sumbu sedikit-sedikit, bila penglihatan bertambah tajam maka sumbu silinder telah dapat
ditentukan, naikkan perlahan-lahan kekuatan lensa silinder. Penglihatan terjelas lensa
silinder yang dipasang menunjukkan lensa silinder yang akan dipakai.

Pemeriksaan astigmatisma yang lain :


1. Test Fogging
Uji pemeriksaan astigmatisma dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi
dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat
astigmatisma dial (juring astigmat). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis
ini telah terproyeksi baik pada retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal
dengan memakai lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat.

2. Uji celah stenoptik


Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan untuk:

(1) mengetahui adanya astigmat, penglihatan akan bertambah bila letak sumbu celah
sesuai dengan sumbu astigmat yang terdapat,

(2) Melihat sumbu koreksi astigmat, penglihatan akan bertambah bila sumbunya
mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki sumbu astigmat dilakukan
dengan menggeser summbu celah stenopik berbeda dengan sumbu silinder dipasang,
bila terdapat perbaikan penglihatan maka mata ini menunjukkan sumbu
astigmatisme belum tepat, (3) untuk mengetahui besarnya astigmat, dilakukan hal
yang sama dengan sumbu celah berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini
ditaruh lensa positif atau negatif yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian
sumbu stenopik diputar 90 derajat dari sumbu pertama. Ditaruh lensa positif aau
negatif yang memberikan ketajaman maksimal. Perbedaan antara kedua kekuatan
lensa sferis yang dipasangkan merupakan besarnya astigmatisma kornea tersebut.

3. Uji silinder silang


Dua lensa silinder yang sama akan tetapi dengan kekuatan berlawanan dan
diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinser silang jackson). Ekivalen
sferisnya adalah nihil. Lensa silinser silang terdiri atas silinder -0.25 (-0.50) dan
silinder +0.25 (+5.00) yang sumbunya saling tegak lurus. Lensa ini digunakan untuk

(1) melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien
sudah cukup atau telah penuh, pada mata ini dipasang silinder silang yagn sumbunya
sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar 90 derajat
ditanakan apakah penglihatan membaik atau menurang. Bila membaik berarti pada
kedudukan kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bila silinder
itu dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan
pemasangan tambahan lensa silinder positif.
(2) melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan sudah
sesuai.

Untuk memeriksa astigmatisma dapat juga menggunakan cakram plasido yang


memproyeksikan seri lingkaran konsentris pada permukaan kornea. Dengan alat ini dapat
dilihat kelengkungan kornea reguler, irreguler dan adanya astigmatisma kornea.

TERAPI

1. Kacamata
Lensa silinder mempunyai tambahan kekuatan pembiasan pada meridian tertentu.
Dapat digabungkan dengan kelainan refraksi lainnya. Untuk mengurangi distorsi
biasanya diberikan lensa silinder negatif.

2. Lensa kontak
3. Tindakan bedah
LASIK atau PRK

Anda mungkin juga menyukai