Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. W.S
 Umur : 65 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Tulung, Magelang.
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Status Menikah : Menikah
 Tanggal masuk poli : 16 September 2014
 Nomor RM : 00-20-xx

B. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Sering nrocos pada mata sebelah kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang dengan
keluhan sering keluar air mata (nrocos) di mata sebelah kiri yang sudah
dirasakan sejak 1 minggu ini, disertai keluar kotoran tetapi sedikit (normal
seperti biasa), tidak pedih, tidak ngeres (mengganjal) dan tidak ada
gangguan penglihatan. Sering keluar air mata dirasakan sewaktu-waktu
dan tidak ada hal yang membangkitkanya tetapi lebih sering ketika
menatap sesuatu lama (nonton televisi dan membaca). Keluhan tidak
dirasakan pada mata sebelah kanan. Keluhan mata kiri yang sering keluar
air mata (nrocos) belum pernah diobati sebelumnya. Selain itu pasien juga
merasa mata cepat lelah dan sakit kepala jika membaca terlalu lama,
sebelumnya pasien sudah menggunakan kacamata baca sejak 1 tahun yang
lalu (+2,00), namun sekarang kacamata baca sudah tidak nyaman lagi
ketika dipakai.
 Riwayat Penyakit Dahulu
o Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini ( keluar air mata
terus-menerus ).
o Riwayat trauma benda asing pada mata (kornea) disangkal.
o Riwayat adanya peradangan pada saluran pernafasan (hidung dan
traktus respiratorius bagian atas) disangkal.
o Riwayat alergi pada penderita disangkal.
o Sebelumnya 1 tahun yang lalu sudah pernah memakai kacamata
baca (+2,00).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
 Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi cukup, biaya ditanggung oleh BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Aktivitas : Normoaktif
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik

Vital Sign
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 18 x/menit
 Suhu : 36,50C
Status Ophthalmicus

Oculus Dexter Oculus Sinister

No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister


1. Visus 6/6 6/12  S + 1,00 
6/7,5
NBC
Add S + 3,00 Add S + 3,00
2. Bulbus Okuli Baik ke segala arah, Baik ke segala arah
3. Palpebra

Edema (-) (-)


Hematom (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion / Ektropion (-) (-)
Blefarospasme (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
4. Konjungtiva

Injeksi Konjungtiva (-) (-)


Injeksi Siliar (-) (-)
Sekret (-) (-)
Bangunan patologis (-) (-)
Perdarahan sub
(-) (-)
konjungtiva
5. Kornea

Kejernihan Jernih Jernih


Infiltrat (-) (-)
Keratic precipitates (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Pannus (-) (-)
6. COA

Kejernihan Jernih Jernih


Kedalaman Cukup Cukup
Isi (Hifema /
(-) (-)
Hipopion)
7. Iris

Kripte (+) (+)


Sinekia (-) (-)
8. Pupil

Diameter ± 3 mm ± 3 mm
Reflek pupil (+) (+)
Bentuk Bulat Bulat
9. Lensa

Kejernihan Jernih Jernih


10. Corpus Vitreum

Kejernihan Jernih Jernih


11. Fundus Refleks Cemerlang Cemerlang
12. Funduskopi Dalam batas normal Dalam bts normal
Papil saraf optik : Papil saraf optik :
merah muda, batas merah muda, batas
tegas tegas
Makula Lutea : Makula Lutea :
cemerlang cemerlang
Vasa : AVR 2:3 Vasa : AVR 2:3
Retina : dalam batas Retina : dalam
normal batas normal
13. TIO N N
14. Sistem Kanalis
Lakrimalis
 Glandula Normal Normal
lakrimalis
 Punctum Hiperemi (-), edem Hiperemi (-), edem
lacrimalis (-), sekret (-) (-), sekret (-)
superior
 Punctum Hiperemi (-), edem Hiperemi (-), edem
lakrimalis (-), sekret (-) (-), sekret (-)
inferior
 Duktus Hiperemi (-), edem Hiperemi (-), edem

nasolakrimalis (-), penekanan (-), penekanan


pangkal hidung pangkal hidung
keluar cairan keluar cairan
melalui punctum (-) melali punctum (-)
15. Tes anel - (Cairan kembali
ke duktus
+ (pasien merasa nasolakrimalis
ada yang mengalir superior, setelah itu
melewati pasien merasa ada
tenggorokan) yang mengalir
melewati
tenggorokan)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Nasal endoskopi digunakan untuk menilai aliran air mata. Keuntungan
nasal endoskopi adalah hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk
menilai anatomi hidung.
2. Contrast dracyosystography dan dracyoscintiagraphy. bertujuan untuk
menilai anatomi dan fungsi sistem lakrimal. Kontras radioopak disuntikan
kemudian dilakukan pencitraan dan dapat digunakan untuk menilai level
obstruksi
3. CT-scan dan MRI
CT-scan dan MRI digunakan pada pasien yang memiliki riwayat trauma
cranio-facial, deformitas tulang wajah

E. DIAGNOSA BANDING
Oculus Sinister
 Obstruksi duktus nasolakrimal Ditegakan karena terdapat gejala epifora,
adanya sedikit sekret dan dari tes anel (-).
 Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, disingkirkan karena tidak
ditemukan epifora sebelumnya (sejak lahir) misal penderita dengan
pungtal atresia.
 Dakriosistitis akut, disingkirkan karena tidak ada tanda peradangan dan
pembengkakakn dari sakus lakrimalis.
 Lakrimasi, disingkirkan karena kelaur air mata yang berlebihan hanya
pada salah satu mata dan tidak disebabkan karena stimulasi psikis, cahaya
dan pearadangan pada hidung.
Oculus Dexter Sinister
 ODS Presbiopia  Ditegakan karenan usia pasien 65 tahun, pasien
merasa mata cepat lelah dan sakit kepala jika membaca terlalu lama,
sebelumnya pasien sudah menggunakan kacamata baca sejak (+2,00)
 ODS Hipermetropia  Disingkirkan karena penderita tidak mengeluh
pandangan jauh dekat terasa kabur dan dikoreksi dengan lensa sefiris
negative.
 ODS Miopia  Disingkirkan karena tidak ditemukan gejala melihat jarak
jauh penglihatanya menjadi kabur dan dikoreksi dengan lensa sefiris
negative.

F. DIAGNOSA
OS Obstruksi ductus nasolakrimalis, ODS Presbiopia.

G. TERAPI
 Medikamentosa
Non-Opeartif
o Topikal
o Oral
Amoksisilin 500mg tab
S 3.d.d. tab 1
Operatif
1. Intubasi dan Pemasangan Sten
2. Dracyocystorhinotomy
 Non medikamentosa
Kompres air hangat dengan penekanan
Penggunaan kacamata :
o Presbiopia : ODS add S + 3,00
H. EDUKASI
Untuk Obstruksi ductus Nasolacrimalis
 Menjelaskan pada penderita bahwa penyebab dari mata kiri sering
nrocos adalah dikarenakan adanya sumbatan di saluran pembuangan
kelenjar air mata.
 Bila adanya sumbatan dikarenakan adanya benda kecil dapat
dikeluarkan dengan mengalirkan cairan ke saluran kelenjar air mata.
Bila sumbatan bersifat besar dapat dilakukan tindakan operatif untuk
memperlancar saluram pembuangan kelenjar air mata.
 Sumbatan yang hanya pada salah satu sisi dan tidak menyebabkan
sumbatan pula di sisi yang sehat kecuali jika sudah ada infeksi
 Bila keluhan dibiarkan lama dapat menimbulkan komplikasi yang
lebih lanjut seperti adanya infeksi di saluran pembuangan kenjar air
mata
Untuk Presbiopia
 Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah
satunya disebabkan oleh melemahnya otot mata karena usia tua
 Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi
dapat diperbaiki dengan kaca mata baca
 Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat
terjadi perubahan terus sehingga pasien harus sering kontrol dan
menyesuaikan ukuran kaca mata baca pasien dengan pertambahan usia.

I. PROGNOSA
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad sanam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad functionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad vitam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad kosmetikam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. OBSTRUKSI DUKTUS NASOLAKRIMALIS
2.1.1 Definisi
Obstruksi duktus nasolakrimal adalah sumbatan pada saluran yang
menghubungkan dari salah satu sakus lakrimal ke bagian anterior meatus inferior
dari hidung, tempat mengalirnya air mata ke hidung. Sesuai dengan fungsi ductus
nasolakrimal sebagai tempat mengalirnya air mata dari sakus lakrimal ke nasal
cavity, obstruksi pada ductus nasolakrimal menyebabkan air mata yang mengalir
berlebihan secara abnormal pada pipi (epifora).

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Obstruksi duktus nasolakrimal terbagi menjadi dua berdasarkan usia terjadinya :

1. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital

Sistem nasolakrimal berkembang sebagai tabung yang solid yang


kemudian mengalami kanalisasi dan paten tepat sebelum cukup bulan. Obstruksi
duktus nasolakrimal kongenital (CLDO) adalah gangguan patensi duktus
nasolakrimal yang didapatkan semenjak dari lahir. Ujung distal duktus
nasolakrimal bisa tetap imperforata sehingga menyebabkan mata berair. Sekitar
6% bayi mengalami pengeluaran air mata walau saat tidak menangis.

Penyebab tersering (50%) dari obtruksi duktus nasolakrimal kongenital


adalah kegagalan dari membran di ujung duktus nasolakrimal (katup Hasner)
untuk membuka pada atau mendekati kelahiran.5

Penyebab lainnya adalah tidak ada punctum pada kelopak mata atas dan
bawah, stenosis, infeksi, dan tulang hidung yang mengobstruksi saluran air mata
saat memasuki hidung.3

Obstruksi kanalikuli menyebabkan sebagian kumpulan air mata dalam


sakus lakrimal dapat terinfeksi dan menimbulkan mukocelle atau mengakibatkan
drakiosistitis. Kebanyakan obstruksi menghilang pada tahun pertama kehidupan
namun jika epifora masih terjadi setelah tahun pertama kehidupan dapat dilakukan
patensi dengan melewatkan suatu probe melalui pungtum ke duktus lakrimalis
untuk melubangi membran yang tertutup (probing).10

2. Obstruksi duktus nasolakrimal didapat

Obstruksi duktus nasolakrimalis didapat terbagi menjadi dua, yakni primer


dan sekunder. Obstruksi duktus nasolakrimalis primer adalah keadaan obstruksi
duktus yang disebabkan inflamsi atau fibrosis tanpa faktor yang mendasarinya.

Penyebab obstruksi duktus nasolakrinalis antara lain :6

1. Infeksi, dapat disebabkan bakteri, virus, parasit, dan jamur.


a. Bacteria : Actinomyces, Propionibacterium, Fusobacterium,
Bacteroides, Mycobacterium, Chlamydia species, Nocardia,
Enterobacter, Aeromonas, Treponema pallidum, dan
Staphylococcus aureus.
b. Virus : herpes simplex, herpes zoster, chickenpox, epidemic
keratoconjunctivitis
c. Jamur : Aspergillus, Candida, Pityrosporum, and Trichophyton.
d. Parasit : Ascaris lumbricoides.
2. Inflamasi baik yang bersifat endogen maupun eksogen.
a. Endogen: Wegener granulomatosis, sarcoidosis, cicatricial
pemphigoid, sinus histiocytosis, Kawasaki disease,
danscleroderma.
b. Eksogen : obat tetes mata, radiasi, kemoterapi sistemik,
transplantasi sum-sum tulang.
3. Neoplasia, baik yang bersifat primer, sekunder, atau metastatic.
a. Neoplasma primer, misalnya tumor pada puncta, canaliculi,
lacrimal sac, atau nasolacrimal duct.
b. Neoplasma sekunder atau tumor akibat penyebaran tumor di sekitar
strktur anatomi, misalnya kanker kelopak mata contohnya basal
cell carcinoma, squamous cell carcinoma.
c. Penyebaran metastatik jarang terjadi namun pernah dilaporkan
misalnya kanker payudara atau prostat.

4. Traumatik
a. Iatrogenic : scar yang timbul akibat pembedahan misalnya pada
probing saluran lakrimal, dekompresi orbita, paranasal, nasal,
craniofacial.
b. Non-iatrogenik.
5. Mekanik.
a. Benda asing intraluminal merupakan penyumbatan akibat benda
asing di dalam saluran air mata seperti dacryolith,
b. Kompresi dari luar adanya benda saing diluar menghambat
pengeluaran air mata dari salurannya misalnya rhinolith, benda
asing di hidung, mucocelle.

2.1.3 Patofisiologi

Obstuksi duktus nasolakrimalis primer lebih tinggi pada wanita dan pada
usia lanjut. Hal ini disebabkan anatomi fossa lakrimal bagian bawah dan duktus
nasolakrimal bagian tengah. Terdapat perubahan dimensi anteroposterior pada
tulang canal nasolakrimal pada pasien osteoporosis. Hal lain yang mempengaruhi
terjadinya obstruksi adalah fluktuasi hormon, menstruasi, dan sistem imun.
Perubahan hormon menyebabkan perubahan secara general re-epitelisasi di tubuh
termasuk di sakus dan duktus nasolakrimal.6

Obstruksi duktus nasolakrimal sekunder, disebabkan karena infeksi,


inflamasi, mekanikal, tumot, trauma. Bakteri seperti Actinomyces,
Propionibacterium, Fusobacterium, Bacteriodes, Mycobacterium, Chlamydia.
Pada infeksi virus, obstruksi disebabkan kerusakan substansia propia dari jaringan
elastis kanalikuler dan atau perlekatan baris membran epitel kanalikuli. Jamur
juga dapat menimbulkan sumbatan melalui sumbatan batu, atau dacryolith. Parasit
jarang menimbulkan obstruksi namun pernah dilaporkan Ascaris lumbricoides
memasuki sistem lakrimal melalui katup Hasner.6

Inflamasi endogen yang menyebabkan obstruksi seperti granulomatosis,


sarcoidosis, pemphigoid. Inflamasi eksogen yang menimbulkan obstruksi antara
lain obat tetes mata, radiasi, kemotherapy sistemik.6

2.1.4 Manifestasi Klinis

Beberapa hal yang menjadi manifetasi klinis obstruksi duktus nasolakrimal antara
lain:6

1. Epifora.
2. Iritasi.
3. Pandangan kabur yang disebabkan penambahan meniskus air mata.
4. Dacryosistitis, konjungtivitis, pemphigus okular yang bersifat rekuren.
5. Sisi medial kantus yang nyeri dan bengkak.

2.1.5 Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis obstruksi duktus nasolakrimal dimulai dari


anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala dan
tanda berupa epifora; mukoid atau purulen discharge; gejala infeksi ulangan
berupa dracyosistitis, konjungtivitis, pemphigus; nyeri dan bengkak pada medial
kantus. Pada anamnesis digali riwayat penyakit mata terdahulu seperti
pembedahan mata (dacryosistorhinotomi), operasi kelopak mata, penggunaan obat
galukoma atau tetes mata lainnya. Selain riwayat penyakit mata, pda anamnesis
dapat diperoleh riwayat penyakit sistemik sebelumnya seperti, limpoma, wegener
granulomatosis, sarcoidosis, ocular cicatricial pemphigoid, kawasaki disease,
scleroderma, sinus histiocytosis, riwayat pengobatan dengan radiasi ke kantus
medial dengan kemoterapi sistemik dengan 5-FU, infeksi parasit, trauma facial,
pembedahan nasal atau sinus sebelumnya.
Untuk membantu penegakan diagnosa obstruksi duktus nasolakrimal dapat
dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisiknya didapatkan:

- Observasi umum :
o Aliran air mata
o Massa yang menonjol pada sakus lakrimal atau area medial kantus.
o Sekret bola mata yang mukoid atau purulen (sering tidak terjadi regurgitasi
karena fungsi katup Rossenmuler.
o Tes regurgitasi : keluarnya cairan mukoid setelah penekanan pada lakrimal
menunjukan terdapat obstruksi pada nasolakrimal.
- Pada slit lamp ditemukan:
o Tear meniskus dengan cairan flourensence, positif bila >2mm
o Stenosis puntal.
o Kanalikulitis

- DDT (Dye Disappearance Test).11

Tujuan nya untuk menilai terdapat atau tidak keadekuatan aliran air mata,
terutama yang bersifat unilateral. DDT sulit dilakukan pada anak-anak karena
diperlukan sedasi dalam melakukan irigasi lakrimal.

DDT menggunakan tetesan cairan steril flourescein 2% atau strip


flourescein. Pemeriksa memasukan flourescen ke forniks konjungtiva tiap mata
dan mengobservasi lapisan air mata dengan sinar kobalt biru. Peristennya
perwarnaan terutama terutama yang asimetris pada lapisan air mata bila meniskus
air mata tetap pada > 5 menit mengindikasikan adanya obstruksi.

Bila hasil DDT normal kemungkinan kecil adanya obstruksi aliran air
mata. Namun, penyebab obstruksi yang bersifat intermiten seperi alergi,
dacryolith, obstruksi intranasal tidak dapat disingkirkan.

- Jones Test I dan II.


Tes jones I dan II digunakan untuk mengevaluasi epifora. Sama seperti
DDT, tes Jones I atau tes pewarnaan primer, digunakan untuk menilai aliran
air mata pada fungsi fisiologi normal.

Teknik pemeriksaan tes jones I (Dye tes primer) adalah: 11,13

 Pasien duduk bersandar sehingga pemeriksa dapat melihat dasar hidung


pasien.
 Pada konjungtiva pasien diteteskan 1-2 tetes flouresein.
 Lalu dimasukan kapas aplikator yang telah diteteskan pantokain ke dalam
meatus inferior hidung dan ditunggu selama 2-3 menit.
 Kemudian kapas dikeluarkan dari rongga hidung.
 Bila kapas berwarna hijau maka tes ini positif yang artinya tidak ada
penyumbatan pada duktus nasolakrimal.

Tes Jones II ( Dye test sekunder) dilakukan bila asil tes Jones I negatif.
Caranya hampir sama dengan tes Jones I yaitu: 11,13

 Semprit 2 ml yang diisi dengan larutan garam dan dipasang kanula


lakrimal.
 Kanula dimasukan ke kanalikulus inferior melalui pungtum dan disuntikan
larutan garam tersebut.
 Pasien bersandar ke depan dan rongga hidungnya diamati.
 Jika pasien merasa ada larutan garam dalam tenggorokannya atau jika
flouresein keluar dari rongga hidung maka hasil tes positif.

Tes nonfisiologi Jones II membedakan ada atau tidak ada floresen di


cairan irigasi salin yang didapatkan dari hidung. Tes ini dapat membedakan
terdapatnya suatu refluks selama irigasi. Irigasi saluran dari sistem saluran
lakrimal didapatkan cairan salin yang bersih dari bagian dalam hidung.

Hambatan saat mengirigasi kanula mungkin merupakan suatu obstruksi


kanalikular total. Namun, bila irigasi salin dapat dilakukan tapi terdapat refluks
paada sistem kanalikular bagian atas tanpa distensi sakus lakrimalis mungkin
terdapat blokade komplit dari kanalikulus. Refluks cairan mukoid atau floresen
dari satu puntal ke pungtal lainnya dengan disertai distensi sakus lakrimal
didiagnosis sebagai obstruksi duktus nasolakrimal komplit. Bila irigasi salin tanpa
diikuti refluks kanalikular atau cairan mampu melewati duktus nasolakrimal,
namun terdapat inflasi sakus lakrimal disertai rasa tidak nyaman pada pasien
mungkin terjadi obstruksi duktus nasolakrimal komplit dengan fungsi katup
Rosenmuller yang masih baik untuk mencegah refluks. Kombinasi atara adanya
refluks pada kanalikular lainnya disertai keberhasilan irigasi mungkin terdapat
obstruksi yang bersifat parsial.

- Diagnostic probing

Diagnostic probing pada sistem nasolakrimal atas (punta, kanalikuli, sakus


lakrimal) digunakan untuk mengokonfirmasi level obstruksi. Pada pasien dewasa
tindakan ini relatif lebih mudah dan dapat dilakukan dengan topikal anastesi.
Suatu probe yang kecil digunakan untuk menilai adanya obstruksi kanalikular.
Bila terdapat suatu obstruksi probe terjepit pada pungtum sebelum ditarik. Hal ini
dapat menilai sejauh mana obstruksinya. Probe yang lebih besar dapat digunakan
untuk menilai adanya obstruksi parsial. Diagnostic probing jarang dilakukan pada
obstruksi duktus nasolakrimal didapat, namun pada obstruksi duktus nasolakrimal
kongenital sering dilakukan dan sangat bermanfaat.

- Uji Anel

Caranya pasien duduk atau tidur mata diberi tetes anastetik dan ditunggu
sampai rasa pedas hilang lalu pungtum lakrimalis diperlebar dengan dilator. Jarum
anel dimasukan horizontal melalui kanalikuli sampai masuk sakus lakrimal
kemudian dimasukan garam fisiologik ke dalam sakus. Pasien ditanya apakah
terasa ada sesuatu pada tenggorokan dan apakah terlihat reaksi menelan berarti
garam fisiologik masuk tenggorokan. Hal ini menunjukan fungsi ekskresi normal
sebaliknya bila tidak ada refleks menelan dan garam fisiologik keluar melalui
pungtum lakrimal berarti ada sumbatan pada sistem ekskresi lakrimal atau duktus
nasolakrimal tertutup.13
- Uji Floresein

Pemeriksaan ini sederhana dan hanya dapat dilakukan untuk satu sisitem ekskresi
lakrimal pada satu kali pemeriksaan. Caranya dengan meneteskan satu tetes
flouresein pada satu mata. Pasien diminta berkedip nenerapa kali. Pada akhir
menit ke enam, pasien diminta bersin dan menyekanya dengan tisu atau pasien
diminta meludah maka jika sistem eksresi lakrimal baik maka akan terlihat adanya
zat warna yang menempel pada kertas tisu baik dari hidung maupun dari mulut.13

- Nasal endoskopi
Nasal endoskopi digunakan untuk menilai aliran air mata. Keuntungan
nasal endoskopi adalah hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk menilai
anatomi hidung.
- Contrast dracyosystography dan dracyoscintiagraphy.
Contrast dracyosystography dan dracyoscintiagraphy bertujuan untuk
menilai anatomi dan fungsi sistem lakrimal. Kontras radioopak disuntikan ke satu
atau kedua sistem kanalikular kemudian dilakukan pencitraan pada menit ke-10.
Pencitraan tersebut selain dapat digunakan untuk menilai level obstruksi, dapat
juga digunakan untuk menilai keterlambatan perkembangan sakus lakrimal,
deteksi tumor. Dracyoscintiagraphy digunakan bila hasil tes irigasi sistem
lakrimal berubah-ubah. Kerugiannya tidak menggambarkan anatomi hidung yang
sesungguhnya.11,13
- CT-scan dan MRI
CT-scan dan MRI digunakan pada pasien yang memiliki riwayat trauma
cranio-facial, deformitas tulang wajah kongenital, dan kemungkinan neoplasia. 11

2.1.6 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari obstruksi duktus nasolakrimal, antara lain:

a. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, misalnya glaukoma kongenital


(akut), pungtal atresia
b. Obstruksi duktus nasolakrimal didapat misalnya:
a. Infeksi dan inflamasi (tanda-tanda nyeri, discharge, bengkak,
nyeri, kemerahan, refluks mukus, riwayat sistitis), misalnya
kanalikulitis, dacryosistitis.
b. Tumor lakrimal sac atau kanalikuli.
c. Bell’s palsy disebabkan kegagalan pompa lakrimal berdasarkan
kelemahan otot orbikularis.

2.1.7 Tatalaksana

1. Intubasi dan Pemasangan Sten


Intubasi dilakukan bila terdapat obstruksi duktus nasolakrimal parsial dan
hanya dapat dilakukan bila tube mampu melewati duktus.11

2. Dracyocystorhinotomy
Dracyocystorhinotomy (DCR) adalah suatu tindakan bedah yang bertujuan
untuk membuat anastomosom antara sakus lakrimal dan kavitas nasal
melalui ostium tulang. DCR dilakukan bila terdapat infeksi rekuren
dracyosistitis, refluks muokoid kronik, nyeri pada sakus lakrimalis, dan
epifora yang mengganggu.11
Terdapat beberapa macam variasi dari tindakan bedah DRC yakni:
a. Pendekatan eksternal (transkutaneus)

Gambar 5 . Transkutaneus Dracyocystochinotomy (Dikutip dari :


American Academy of Ophthalmology. 2008-2009 )
DRC eksternal menggunakan anastesi infiltrat lokal yang dikombinasi
dengan anastesi dan vasokontriksi pada hidung. Pada DRC eksternal dibuat insisi
10 mm di daerah medial epikantus dimulai dari tendon medial kantus hingga ke
bagian yang lebih inferior. Kemudian dilakukan osteotomi dari fosa lakrimal ke
anterior lacrimal crest. Saluran pada anterior sakus lakrimal dihubungkan dengan
saluran pada anterior mukosa hidung setelah tabung silikon dimasukan. Kemudian
dilakukan penutupan insisi kulit yang telah dibuat.
Keuntungan DRC eksternal adalah tingkat kesuksesan lebih tinggi dari
pada interna DRC yakni sebesar 90% namun pada internal DRC sebesar 70%.
Namun kerugiannya menimbulkan jaringan parut di wajah.11
b. Pendekatan internal (intranasal)

DRC intranasal adalah tindakan operati DRC yang membuang lapisan


mukosa nasal yang berhubungan dengan saluran duktus nasolakrimal. Dilakukan
suatu osteotomy untuk membuang proccesus frontal di maxilla dan tulang
lakrimal yang menutupi sakus lakrimal. Kemudian setelah sakus lakrimal dibuka
dan dinding medial sakus lakrimal dibuang, dilakukan marsupiliasi pada sakus.
Setelah itu dilakukan intubasi bikanalikular.

Keuntungannya adalah tanpa skar yang tampak di wajah, masa


penyembuhan yang relatif singkat, masa pengerjaan yang relatif lebih singkat.
DRC cukup berhasil pada sebagian besar pasien. Namun kegagalan
tindakan pernah dilaporkan. Kegagalan mungkin disebabkan fibrosis, oklusi
tulang, dan obstruksi kanalikular. Hasil DRC dipegaruhi oleh beberapa faktor
misalnya riwayat trauma, riwayat aktif dracyocystitis, infeksi post operasi, dan
reaksi hipersensitifitas terhadap bahan sten.11

2.1.8 Prognosis

Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, janrang terjadi komplikasi


serta kanalisasi spontan pada usia kurang dari 1 tahun sering terjadi (95%). 4
Namun, apabila tidak terjadi kanalisasi spontan, dilakukan prosedur tindakan
bedah misalnya dracyocystorhinostomy dan endoskopi laser
dracryocystorhinostomy yang angka kesembuhan bisa mencapai 90%.6

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi obstruksi duktus nasolakrimal antara lain:6,14

 Mukokel
 Dermatitis (pada kelopak mata)
 Selulitis
 Granuloma pyogenik
 Dracyocystitis

2.2 PRESBIOPIA
2.2.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita
presbiopia.

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya


usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat
dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.
2.2.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa

2.2.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya
untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.
2.2.4Gejala Klinis
o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa pedas.
o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan
pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan
cetakan kecil.
o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga
mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk
ras lainnya.
2.2.5 Pemeriksaan
a. Alat
- Kartu Snellen
- Kartu baca dekat
- Seuah set lensa coba
- Bingkai percobaan
a. Teknik
- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan
kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun
astigmatismat)
- Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
- Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
- Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai
terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan
- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu
b. Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna
merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca.
Hubungan lensa adisi dan umur biasanya: 40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri
45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri
50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri
55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri
60 tahun – 3.0 dioptri
2.2.6 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur
40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5
tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah
4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh,
tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. John Hopkins. 2008. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari :


http://www.hopkinsmedicine.org/sinus/sinus_conditions/nasolacrimal_duc
t_obstruction.html , 11 Juli 2010)
2. Basahour Mounir. 2009. Nasolacrimal Duct. Congenital Anomalies.
(Dikutip dari : http://emedicine.medscape.com/article/1210252-overview ,
11 Juli 2010)
3. Anonim. 2010. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari :
http://www.aapos.org/faq_list/congenital_nasolacrimal_duct_obstruction ,
11 Juli 2010)
4. Camara. 2010. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1210141-overview , 11 Juli 2010)
5. Sadri Irsad, 2003. Uji Schimmer I sebelum dan sesudah 2 jam
menggunakan komputer . Dikutip dari :
6. Anonim. 2009. Nasolacrimal Duct Obstruction. (Dikutip Dari :
http://www.med-support.org.uk/IntegratedCRD.nsf/Nasolacrimal
%20duct%20obstruction%20FINAL.pdf , 11 Juli 2010)
7. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang. 2006. Buku Panduan Ketrampilan Diagnostik
Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK- Universitas Sriwijaya.
8. Zwaan Johan. 1997. Treatment of Congenital Nasolacrimal Duct
Obstruction Before and After the Age of 1 Year. (Dikutip Dari :
http://ipac.kacst.edu.sa/eDoc/2005/146142_1.pdf 11 Juli 2010)
9. James Bruce, dkk. Lecture Note Oftalmologi. Edisi 9, Alih Bahasa
Rachmawati A.D., Erlangga. Jakarta, 2005 : 58-59

Anda mungkin juga menyukai