Anda di halaman 1dari 34

1.

ENDOMETRIOSIS DAN INFERTILITAS


A. ENDOMETRIOSI
a. Definisi
Endometriosis didefinisikan sebagai adanya
endometrium

yang

tumbuh

diluar

dari

jaringan

jaringan
uterus.

Endometriosis ini dapat ditemukan di antara serabut otot


miometrium (adenomiosis atau endometriosis uteri) atau di
berbagai lokasi di rongga panggul. Daerah yang paling sering
terkena adalah organ pelvis dan peritoneum, walaupun daerah lain
bisa terkena. Endometriosis dapat muncul, namun sangat jarang,
pada wanita postmenopause, dan biasanya terjadi pada wanita usia
reproduktif.1,2,5

Gambar 1. Lokasi yang sering ditemukan adanya endometriosis 3


Manifestasi

klinisnya

dapat

berupa

lesi,

biasanya

didapatkan pada permukaan peritoneum dari organ reproduksi,


tetapi dapat juga muncul didaerah mana saja di tubuh wanita
(gambar 1). Ukuran dari lesi sangat bervariasi mulai dari
mikroskopik hingga massa invasif yang luas yang mengikis bagian
dalam organ dan menyebabkan perlengketan luas. Pada beberapa
kasus endometriosis dapat berupa asimptomatik, dapat pula
menimbulkan gejala nyeri pinggang bahkan sampai infertilitas.

Dampak psikologis dari rasa nyeri hebat yang terjadi semakin


bertambah akibat pengaruh penyakit ini terhadap fertilitas pasien.
Penyakit ini tak pernah sembuh sempurna dan terapi ditujukan
untuk penekanan lesi secara medis (medical supression) maupun
secara pembedahan (surgical excision) untuk meringankan keluhan
penderita1,2
b. Etiologi dan Patogenesis
Walaupun tanda dan gejala dari endometriosis

telah

dikemukakan sejak tahun 1800, tetapi baru dikenal oleh kalangan


dunia kesehatan baru pada abad ke-20. Beberapa teori telah
diajukan

untuk

menjelaskan

kelainan

histologi

dari

Endometriosis.1,3
1. Teori Menstruasi Retrograde
Banyak teori tentang patogenesis endometriosis yang telah
dikemukakan, namun teori menstruasi retrograde yang paling
banyak diterima secara eksperimen maupun kinis oleh banyak ahli.
Teori menstruasi retrograde atau juga dikenal sebagai teori
implantasi pertama dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927,
menyatakan bahwa terjadi refluks jaringan endometritik

yang

viabel melalui tuba Fallopi saat menstruasi dan mengadakan


implantasi pada permukaan peritoneum dan organ pelvik. Teori ini
berdasarkan 3 asumsi: pertama, terjadi menstruasi retrograde
melalui tuba Fallopi selama menstruasi; kedua, refluks jaringan
endometritik viabel pada kavum pertoneum; ketiga, jaringan
endometritik yang viabel dapat melengket pada peritoneum melalui
rangkaian proses invasi, implantasi, dan proliferasi. Awalnya teori
ini tidak populer dan cukup lama ditinggalkan karena menstruasi
retrograde diasumsikan sangat jarang terjadi. Beberapa penelitian
kemudian membuktikan bahwa angka kejadian menstruasi
retrograde cukup tinggi. Mula-mula oleh Watkins pada tahun 1938
yang melaporkan adanya tumpahan darah haid melalui tuba Fallopi

wanita yang dilakukan operasi laparotomi saat haid. Setelah itu


Goodal melaporkan menstruasi retrograde terjadi pada 50 persen
wanita yang dilakukan laparotomi saat haid. Penelitian terakhir
dengan pemeriksaan laparoskopi melaporkan angka kejadian
menstruasi retrograde mencapai 70-90 persen wanita.3

Gambar 2. Teori Mentruasi Retrograde1


2. Teori Metaplasia Selomik
Pada teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi
karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat
mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan
menyebabkan metaplasia dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk
jaringan

endometrium.

Teori

metaplasia

selom

(coelomic)

menunjukkan bahwa peritoneum parietalis adalah jaringan


pluripotensial yang dapat mengalami transformasi metaplasia
menjadi jaringan histologi yang tidak dapat dibedakan dari
endometrium

normal.

Karena

ovarium

dan

progenitor

endometrium, saluran mullerian, berasal dari epitel selom,


metaplasia

dapat

menjelaskan

perkembangan

endometriosis

ovarium. Selain itu, teori tersebut telah diperluas sampai mencakup


peritoneum karena potensi proliferasi dan diferensiasi dari
mesotelium peritoneal. Teori ini menarik pada kasus endometriosis

tanpa adanya menstruasi, seperti pada wanita premenarche dan


menopause, dan pada laki-laki dengan karsinoma prostat diterapi
dengan

estrogen

dan

orchiektomi.

Namun,

tidak

adanya

endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitel selom


menentang teori ini. 3
3. Teori Imunologik
Menurut teori ini faktor genetik dan imunologis sangat
berperan terhadap timbulnya endometriosis. Ditemukan penurunan
imunitas seluler pada jaringan endometrium wanita yang menderita
endometriosis.

Cairan

peritoneumnya

ditemukan

aktivitas

makrofag yang meningkat, penurunan aktivitas natural killer cell,


dan

penurunan

aktivitas

sel-sel

limfosit.

Makrofag

akan

mengaktifkan jaringan endometriosis dan penurunan sistem


imunologis tubuh akan menyebabkan jaringan endometriosis terus
tumbuh tanpa hambatan. Makin banyak regurgitasi darah haid,
makin banyak pula sistem pertahanan tubuh yang terpakai. Pada
wanita dengan darah haid sedikit, atau pada wanita yang jarang
haid, sangat jarang ditemukan endometriosis. Disamping itu masih
terbuka kemungkinan timbulnya endometriosis dengan jalan
penyebaran melalui darah ataupun limfe.3
4. Teori Penyebaran Limfatik dan Hematogen
Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari
penyebaran limfatik atau vaskular menyebar dari jaringan
endometrium. Temuan endometriosis di lokasi yang tidak biasa,
seperti perineum atau pangkal paha, memperkuat teori ini. Wilayah
retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik berlimpah. Dengan
demikian, pada kasus-kasus di mana tidak ada ditemukan
implantasi

peritoneal,

tetapi

semata-mata

merupakan

lesi

retroperitoneal yang terisolasi, diduga menyebar secara limfatik.


Selain itu, kecenderungan adenokarsinoma endometrium untuk

menyebar melalui jalur limfatik menunjukkan endometrium dapat


diangkut melalui jalur ini. Meskipun teori ini tetap menarik,
beberapa studi telah melakukan eksperimen mengevaluasi bentuk
transmisi endometriosis ini.3
Dari

beberapa

teori

penyebab

endometriosis

yang

dikemukakan beberapa pustaka juga memaparkan faktor-faktor


resiko yang terdapat pada endometriosis:
1. Familial Clustering
Beberapa bukti yang berkaitan dalam terjadinya endometriosis.
Meskipun pola warisan genetik mendel yang telah diidentifikasi
tidak jelas, kejadian meningkat pada anak kandung. Sebagai contoh
dalam studi genetik wanita dengan endometriosis, Simpson dan
rekan-rekannya (1980) mencatat bahwa 5,9% dari saudara kandung
perempuan dan 8,1% dari ibu yang telah menderita endometriosis
dibandingkan dengan 1% dari saudara perempuan tingkat pertama
suami. Penelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa wanita
dengan endometriosis dan anak kandung yang menderita
endometriosis lebih cenderung memiliki endometriosis berat (61%)
daripada wanita tanpa anak kandung yang menderita endometriosis
(24%). Selain itu, Stefansson dan rekan-rekannya (2002), dalam
analisis mereka dari studi berbasis populasi besar di Islandia,
menunjukkan koefisien kekerabatan yang lebih tinggi pada wanita
dengan endometriosis dibandingkan dengan kontrol. Dalam studi
ini, rasio risiko adalah 5.2 untuk saudara kandung dan 1,56 untuk
sepupu. Studi juga menunjukkan indeks untuk endometriosis pada
pasangan kembar monozigot, memberi kesan sebuah dasar
genetik.3
2. Cacat Anatomi
Obstruksi saluran reproduksi dapat menjadi predisposisi
perkembangan endometriosis, kemungkinan melalui eksaserbasi
menstruasi retrograd. Dengan demikian, endometriosis telah

diidentifikasi pada wanita dengan selaput dara imperforata dan


septum vagina transversal. Karena asosiasi ini, laparoskopi
diagnostik untuk mengidentifikasi dan mengobati endometriosis
disarankan pada saat operasi korektif untuk banyak anomali.
Perbaikan cacat anatomi tersebut dilakukan untuk mengurangi
risiko pengembangan endometriosis.3
3. Polusi Lingkungan
Ada banyak penelitian menunjukkan

paparan

polusi

lingkungan mungkin memainkan peran dalam perkembangan


endometriosis.

Polusi

yang

paling

sering

adalah

2,3,7,8-

tetrachlorodibenzo-p-dioksin (TCDD) dan senyawa dioxinlain.


Pada

saat

berikatan,

TCDD

mengaktifkan

reseptor

aril

hidrokarbon. Fungsi reseptor ini sebagai faktor transkripsi dasar,


dan mirip dengan kelompok reseptor hormon steroid protein,
mengarahkan ke berbagai transkripsi gen. Akibatnya, TCDD dan
senyawa dioxin lain bisa merangsang endometriosis melalui
peningkatan jumlah interleukin, aktivasi enzim sitokrom P-450
seperti aromatase, dan perubahan dalam remodeling jaringan.
Selain itu, TCDD dalam hubungannya dengan kehadiran estrogen
untuk merangsang pembentukan endometriosis, dan dengan adanya
TCDD untuk memblokir progesteron yang menginduksi regresi
endometriosis.3
Dalam lingkungan, TCDD dan senyawa dioxin adalah limbah
pengolahan produk industri. Mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi atau kontak yang tidak disengaja adalah bentuk
paparan yang paling sering terjadi. Meskipun endometriosis dan
TCDD pada awalnya dikaitkan dengan binatang primata, studi
pada manusia juga mencatat prevalensi endometriosis lebih tinggi
pada wanita dengan konsentrasi dioxin dalam ASI (air susu ibu)
yang tinggi. Selain itu, studi selanjutnya telah menunjukkan jumlah
dioxin

serum

lebih

tinggi

pada

wanita

infertil

endometriosis dibandingkan dengan infertil kontrol.3

dengan

c.

Gejala Klinis
Endometriosis didapatkan pada wanita subfertil, dengan
gejala dismenore, dispareunia, atau nyeri pelvik kronik. Namun
tidak menutup kemungkinan gejala ini disebabkan oleh adanya
penyakit lain. Endometriosis bisa tanpa gejala, bahkan pada wanita
dengan ovarium endometriosis ataupun endometriosis rektovaginal
yang sangat invasif.1,2,3
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah:4,10
Dismenore pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri
waktu haid yang semakin lama semakin menghebat. Penyebab
dari dismenore ini tidak diketahui, tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam
sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.
Nyeri tidak selalu didapatkan pada endometriosis walaupun
kelainan sudah luas, sebaliknya kelainan ringan dapat
-

menimbulkan rasa nyeri yang lebih hebat.


Dispareunia yang merupakan gejala yang sering dijumpai,
disebabkan oleh karena adanya endometriosis di dalam kavum

douglas.
Diskezia atau nyeri pada saat defekasi terutama pada waktu
haid, disebabkan oleh adanya endometriosis pada rektosigmoid.
Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar

tersebut.
Endometriosis

pada

kandung

kencing

jarang

terdapat,

gejalanya berupa gangguan miksi dan hematuria pada waktu


-

haid.
Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi apabila kelainan
pada ovarium yang luas sehingga mengganggu fungsi ovarium.
Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas.
Sebanyak 30% - 40% wanita dengan endometriosis mengalami
infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada
wanita dengan endometriosis ialah kurang lebih separuh dari
wanita biasa. Faktor penting yang menyebabkan infertilitas

pada endometriosis adalah apabila motilitas tuba terganggu


akibat fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya.
Pada pemeriksaan ginekologi, khususnya pada pemeriksaan
vaginorektoabdominal, ditemukan pada endometriosis ringan pada
benda-benda padat sebesar butir beras sampai butir jagung di
kavum douglas dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus
dalam retrofleksi dan terfiksasi.3
d.

Diagnosis
Diagnosis endometriosis dibuat atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat dilihat dari gejala klinis seperti yang dijelaskan diatas.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi visual
yang teliti yang mungkin dapat menemukan implantasi pada luka
yang sudah sembuh, terutama pada parut episiotomi dan parut
seksio sesaria terutama dengan insisi pfannensteil. Sedangkan pada
pemeriksaan bimanual, dapat ditemukan nyeri tekan pada nodul di
forniks posterior vagina dan ligamen sakrouterina serta nyeri saat
gerakan uterus. Posisi uterus mungkin menetap dan retroversi
karena adhesi pada cul-de-sac. Pemeriksaan spekulum juga dapat
dilakukan untuk menilai ada tidaknya lesi kebiruan atau kemerahan
pada serviks atau forniks posterior. Biopsi mungkin dapat
dilakukan untuk membuktikan lesi tersebut suatu endometriosis
atau tidak.2, 3
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada endometriosis, pemeriksaan laboratorium dilakukan
untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri pelvik. Pemeriksaan
darah rutin, urin rutin, kultur urin dan vaginal swab mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan infeksi atau penyakit menular
seksual penyakit infeksi panggul. 2, 3

Selain itu, serum antigen kanker CA-125 sering meningkat


pada wanita dengan endometriosis. Namun, marker ini juga
meningkat pada penyakit pelvik lain dan mempunyai spesifitas
yang kecil dalam diagnosis endometriosis. 2, 3
2. Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal telah
digunakan dalam membantu mendiagnosis endometriosis.
Walaupun USG transvaginal digunakan untuk mengevaluasi
gejala terkait endometriosis dan akurat dalam mendeteksi
endometrioma, gambaran endometriosis superfisial dan adhesi
endometriotik yang didapatkan tidak adekuat. Teknik radiologi
lainnya seperti CT-Scan, dan MRI, dapat digunakan hanya
untuk sebagai konfirmasi tambahan saja, tapi tidak dapat
digunakan sebagai alat bantu diagnosis utama, karena selain
biaya lebih mahal dari USG, informasi yang diberikan masih
dapat kurang jelas. 2, 3
3. Pemeriksaan Laparoskopi
Diagnosis pasti endometriosis hanya dapat ditegakkan
dengan

pemeriksaan

histopatologik.

laparoskopi

Gambaran

dari

dan

pemeriksaan

endometriosis

pada

pemeriksaan laparoskopi ini sangat variabel. Gambaran klasik


endometriosis yaitu kista berwarna blue-black powder-burn.
Selain itu, dapat juga ditemukan lesi non-klasik yaitu
gambaran lesi berwarna merah, putih, tidak berpigmen dan
vesikuler. Lesi merah merupakan tipe endometriosis yang
aktif. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan
biasanya di sini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium
tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar berisi darah
tua menyerupai coklat. 2, 3

Gambar 3. Lesi kemerahan endometriosis pada berbagai tempat3

Gambar 4. Lesi endometriosis pada peritoneum3

Gambar 5. Lesi endometriosis pada cavum douglasi dan


sebelah kanan dari lig.sakrouterina 3
4. Pemeriksaan Histopatologik
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan ciri-ciri khas
endometriosis,

yaitu

kelenjar-kelenjar

dan

stroma

endometrium, dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit


pigmen hemosiderin dan sel-sel radang dan jaringan ikat,
sebagai reaksi jaringan normal di sekelilingnya.3

Gambar 6. Pemeriksaan histopatogik. Tampak kelenjar dan stroma


endometrium pada colon. 3
e. Klasifikasi
Sistem klasifikasi yang paling luas digunakan adalah
klasifikasi dari American Fertility Society. Sistem ini berdasarkan

gambaran klinis, ukuran dan kedalaman implantasi pada ovari dan


peritoneum; kewujudan, penjalaran dan tipe adhesi adnexal; derajat
obliterasi cul-de-sac. Parameter seperti derajat nyeri dan infertilitas
tidak dimasukkan. Tambahan pula identifikasi visual endometriosis
ini tidak akurat pada kebanyakan kasus; oleh itu sistem klasifikasi
ini hanya untuk penggunaan praktis harian.2, 3, 4
Pada tahun 1996, dalam usaha untuk menemukan hubungan
lebih lanjut penemuan secara operasi dengan keluaran klinis,
ASRM lalu merevisi sistem klasifikasinya, yang dikenal dengan
sistem skoring revised-AFS (r-AFS). Dalam sistem ini dibagi
menjadi empat derajat keparahan, yakni:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan)

: 6-15

Stadium III (sedang) : 16-40


Stadium IV (berat)

: >40

Menurut ASRM, Endometriosis dapat diklasifikasikan


kedalam 4 derajat keparahan tergantung pada lokasi, luas,
kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlengketan,
dan

ukuran

dari

endometrioma

ovarium.2,3,4

Gambar 7. Klasifikasi Endometriosis Menurut ASRM 2


Klasifikasi Enzian score dapat juga digunakan sebagai
instrumen

untuk

mengklasifikasikan

endometriosis

dengan

infiltrasi dalam, terutama difokuskan pada endometriosis bagian


retroperitoneal yang berat. Pada penelitian ini, didapatkan 58
pasien yang menurut Enzian Score diklasifikasikan sebagai
endometriosis dengan infiltrasi dalam, namun pada AFS revisi
tidak didiagnosis demikian.2

Gambar 8. Klasifikasi Endometriosis Enzian score 2

B. INFERTILITAS
a. Definisi
Menurut

WHO,

Infertilitas

adalah

penyakit

sistem

reproduksi yang didefinisikan sebagai kegagalan mencapai


kehamilan klinis setelah 12 bulan atau lebih dari hubungan seksual
tanpa menggunakan alat kontrasepsi.6
Dalam referensi lain, DHS (Demographic and Health
Surveys) menyebutkan bahwa infertilitas adalah ketidakmampuan
orang dengan usia produktif (15-49 tahun) untuk menjadi atau
tetap hamil dalam waktu 5 tahun dari paparan kehamilan.6
Namun, berdasarkan hasil survey dari National, Regional,
and Global Trends in Infertility, disimpulkan bahwa infertilitas
adalah ketidakmampuan untuk hamil dengan kelahiran hidup,
dalam waktu 5 tahun dari paparan, berdasarkan status hubungan
yang terikat dan konsisten, tanpa menggunakan kontrasepsi, tidak
dalam masa menyusui, dan mempunyai keinginan untuk memiliki
anak.6
b. Etiologipatogenesis Infertilitas
Penyebab pada Wanita
1. Faktor Ovarium : Gangguan Ovulasi
Secara umum, 20-35% gangguan fertilitas disebabkan oleh
karena gangguan ovulasi.Tidak terjadinya ovulasi (anovulasi)
atau ovulasi yang jarang (oligo-ovulasi) menjadi penyebab dari
sekitar 20-25% kasus infertilitas pada wanita atau sekitar
seperlima dari kasus infertilitas pada wanita. Beberapa penyakit
atau gangguan yang mungkin menyebabkan anovulasi adalah7,8
Hypogonadothropic Hypogonadism
Abnormalitas sekresi Gonadotropin Releasing Hormon
(GnRH) agonis biasanya berhubungan dengan rendahnya
kadar estradiol, Follikel Stimulating Hormon (FSH),
Luteinizing Hormone (LH). Kallmans Syndrome adalah
salah satu bentuknya yang merupakan penyebab anovulasi
kongenital yang ditandai dengan defisiensi gonadotropin
dan anosmia.Penyebab lain dari abnormalitas sekresi GnRH

adalah tumor pituitary, nekrosis pituitary (Sheehans


Syndrome), stress, serta olahraga dan penurunan berat
badan yang berlebihan. Pemeriksaan lapangan pandang dan
radiologi fossa pituitary diperlukan bila dicurigai adanya

space occupying lesion pada pituitary.7,8


Normogonadothropic Hypogonadism
Sebagian besar wanita dengan normogonadothropic
anovulation

menderita

PCOS

(Polycystic

Ovary

Syndrome).Penyebab lainnya bisa karena hiperplasia


adrenal kongenital, dan tumor ovarium yang mensekresikan
androgen. Tiga kondisi terakhir biasanya muncul dengan
disertai hirsutism dan memerlukan pemeriksaan detail
serum testosterone, Dehydroepiandrostenedione sulphate
(DHEAS) dan 17 hydroxy progesterone. 7
PCOS sendiri menjadi penyebab 75% perempuan
dengan gangguan anovulasi. Kondisi klinisnya sangat
bervariasi, namun seseorang dapat didiagnosis PCOS bila
terdapat 2 dari 3 hal berikut : 7, 8
-Oligo- dan/atau anovulasi
-Tanda klinis dan/atau biokimia dari hiperandrogenism.
-Polikistic Ovarium
Dengan menyingkirkan penyebab endokrin berikut :
Hiperplasi adrenal kongenital, tumor yang mensekresikan
androgen, Cushing syndrome, Hiperprolaktinemia, dan

disfungsi tiroid.7
Hypergonadothropic Hypogonadism
Amenorrhea dengan peningkatan serum FSH dan
kadar estrogen yang rendah atau tidak terdeteksi merupakan
tanda kegagalan ovarium. Penyebabnya antara lain :
Sindrom Turner (XO), Mosaik Turner (XO, XX, XX)
disgenesis gonad, gangguan autoimun, dan kemoterapi.
Dalam banyak kasus, tidak diketahui apa penyebabnya.
Sindrom Turner memiliki ciri : Karyotip 45 (XO),
abnormalitas fenotip seperti perawakan yang pendek,

webbing of the neck, shield chest and cubitus valgus. Pada


Mosaik

Turner

(45X/46XX),

ovulasi

spontan

dan

menstruasi dapat terjadi.7


Hyperprolaktinemia
Peningkatan kadar prolaktin dapat mengganggu
sekresi GnRH, menyebabkan anovulasi, amenorrhea, dan
kadang-kadang galactorrhea, yang bersamaan dengan

rendahnya kadar FSH dan estradiol. 7


2. Faktor Servikal: Abnormalitas Interaksi Sperma-Mukus
3% gangguan infertilitas disebabkan oleh karena factor
servikal.7, 8
3. Faktor Uterus : Abnormalitas anatomi dan fungsi 7
4. Faktor Tuba : Oklusi Tuba dan Adhesi Adnexa
20-25% penderita infertilitas disebabkan oleh penyakit pada
tuba.7, 8
5. Peritoneum dan Pelvis Factor
Endometriosis (5-15%) dan salpingitis merupakan dua diantara
penyebab terbanyak kasus infertilitas.7, 8
Penyebab pada Pria 1, 7, 8
1. Faktor Abnormalitas produksi sperma : Hypergonadotropik
hypogonadism
2. Faktor Abnormalitas Fungsi Sperma
3. Obstruksi Sistem Duktus

Infertilitas Yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya


Diagnosis infertilitas yang tidak bisa dijelaskan bila
pasangan yang diperiksa dengan pemeriksaan standar infertilitas
menunjukkan hasil yang normal. Pilihan terapi meliputi obervasi
kehamilan dengan hubungan seks yang dijadwalkan, stimulasi
ovarium dengan atau tanpa IUI, dan IVF(3). Hasil studi
mendukung

penggunaan

clomiphene

dengan

inseminasi

intrauterine sampai 4 siklus. Langkah berikutnya biasanya hMG


(human menopausal gonadothropin) dengan inseminasi intrauterine
untuk 3 siklus, jika tidak berhasil, maka perlu dilakukan IVF.7,8

Etiologi

30%

15%
20%

10%

Faktor Tuba

Gangguan Ovulasi

Faktor Pria

Endometriosis

Infertilitas Yang
Tidak Bisa
Dijelaskan

25%

Diagram 1. Persentase Umum Etiologi Infertilitas 8

Gangguan Ovulasi
Genetik
1%

70%

Hiperprolactinemia
15%
10%
4%

Penurunan BB
Infark Pituitari
PCOS

Diagram 2. Persentase Penyebab Gangguan Ovulasi8


c. Diagnosis
1. Anamnesis1,9
Anamnesis Terhadap Pria
Tanyakan usia, pekerjaan, berapa lama tidak di rumah, lama

waktu bersama pasangan, lama waktu infertilitas


Performa Sex : Frekuensi, Kemampuan untuk ejakulasi

sampai di bagian atas vagina


Riwayat hubungan / pernikahan sebelumnya, pernah punya
anak sebelumnya atau tidak

Riwayat Mumps dengan orchitis, cedera pada genitalia,


operasi hernia atau varicocele, riwayat penyakit yang

melemahkan kondisi fisik.


Anamnesis Terhadap Wanita
Tanyakan usia, pekerjaan, lama waktu bersama pasangan,
penggunaan kontrasepsi atau pencegah kehamilan, riwayat

aktivitas seksual sebelumnya.


Riwayat kehamilan sebelumnya, termasuk riwayat abortus

dan kehamilan ektopik.


Riwayat Menstruasi : usia pertama menstruasi, siklus dan
lamanya

haid,

dismenorrhea,

nyeri

ovulasi,

riwayat

perubahan siklus akhir-akhir ini.


Riwayat keputihan : karakteristik,

jumlah,

apakah

bersamaan dengan iritasi dan nyeri tenggorokan.


Riwayat penyakit sebelumnya, terutama penyakit inflamasi

pelvis (PID), diabetes, penyakit ginjal.


Riwayat operasi, terutama daerah abdomen atau pelvis
Frekuensi koitus, permasalahan, ketepatannya dengan masa

subur.
Pemeriksaan sebelumnya atau riwayat terapi infertilitas
sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisis 1,9


Pemeriksaan Pria :
Kondisi fisik umum
Pemeriksaan Genitalia, Hipospadia
Palpasi testis, nilai jumlah, ukuran, dan konsistensi
Pemeriksaan Wanita :

Pemeriksaan Fisis umum, menilai pertumbuhan fisik,

menilai ada/tidaknya gangguan endokrin


Pemeriksaan Abdomen : bekas luka, kekakuan otot, massa
Pemeriksaan Vagina : kondisi introitus, ukuran dan

mobilitas uterus, pembesaran uterus, pembesaran ovarium


3. Pemeriksaan Penunjang 1,9
1. Analisis Semen
Sampel dikumpulkan dengan cara meminta orang
yang akan diperiksa melakukan masturbasi. Spesimen

masturbasi dikumpulkan dan diperiksa paling lambat 2 jam


setelah dikumpul. Spesimen semen yang dikumpul tidak
boleh berasal dari hasil ejakulasi intercourse walaupun
menggunakan kondom.
2. Basal Temperature Chart
Dilakukan dengan merekam catatan temperature
basal wanita dalam masa 3 bulan.Sangat bagus bila
dilakukan sesaat setelah bangun pagi sebelum beranjak dari
tempat tidur. Secara teori, peningkatan kadar progesteron
akan meningkatan suhu tubuh 0,3-0,50C dalam rentang
waktu 12 jam ovulasi. Namun, hubungan antara suhu tubuh
dengan dengan ovulasi agak sukar diamati bila ovulasi yang
terjadi tidak teratur. Juga, hal lain bisa mempengaruhi hasil
pengukuran suhu seperti flu, ritme biologis yang tidak
teratur pada tenaga medis yang habis tugas malam, dan
lainnya. Sehingga tes ini sangat sukar untuk divalidasi.Oleh
karena itu, saat ini tes seperti ini sudah mulai ditinggalkan.
3. Test Prediksi Ovulasi
Tes dilakukan setiap hari dengan menggunakan
beberapa tetes urin untuk mendeteksi peningkatan kadar
LH. Kadar LH yang tinggi atau pemeriksaan dianggap
positif bila muncul perubahan warna pada stik tes. Bila
positif, maka diketahui bahwa wanita yang diperiksa akan
mengalami ovulasi dalam 36 jam.
Tes ini sangat membantu pada pemeriksaan wanita
dengan siklus haid yang teratur.Namun, pada wanita
dengan siklus haid yang tidak teratur misalkan pada
penderita PCOS, hasil tes ini cenderung tidak valid karena
pada penderita PCOS bisa terjadi peningkatan LH pada fase
folikuler tanpa adanya kematangan folikel yang matang.
4. Test Patensi Tuba

Adanya obstruksi pada tuba ditandai dengan adanya


gambaran

hambatan

(blockage)

pada

pemeriksaan

histerosalpingografi menggunakan zat radioaktif.


Patensi
tuba
juga
dapat
dites

melalui

laparoskopi.Larutan methylen blue diinjeksikan melalui via


kanula

pada

kanalis

servikalis.Amati

bagian

yang

terwarnai.Tuba dianggap paten bila larutan tertumpah


sampai keluar fimbria tuba dan masuk ke cavum
douglasi.Obstruksi tuba dapat diketahui bila larutan tidak
tumpah.
5. Test Hormon
Kadar serum progesteron pada hari ke 21-23
(dengan siklus 28 hari) meningkat sampai 10 kali (30
ng/ml) dibanding hari lainnya jika terjadi ovulasi.
Luteinizing hormone (LH), Follicle stimulating hormone
(FSH), testosterone (bila dicurigai PCOS) harus diambil
pada hari 3-8 siklus.
Kadar prolaktin harus diukur untuk menyingkirkan
kemungkinan

mikroadenoma

kelenjar

pituitari.Bila

kadarnya diatas 1000 u/l bermakna signifikan dan harus


dilakukan pemeriksaan CT-Scan Fossa Pituitari.
6. Ultrasound
Pemeriksaan USG pelvis, terutama transvaginal,
memberikan gambaran ovarium dan uterus yang sangat
bagus jika dicurigai patologi seperti PCOS.
d. Jenis Infertilitas
1. Infertilitas Primer
Ketika seorang wanita tidak dapat melahirkan seorang
anak, baik karena ketidakmampuan untuk hamil atau
ketidakmampuan untuk membawa kehamilan sampai pada
kelahiran hidup. Jadi wanita hamil yang mengalami keguguran
spontan, ataupun kehamilan tanpa kelahiran hidup dianggap
mengalami infertilitas.1,6,8
2. Infertilitas Sekunder

Ketika seorang wanita tidak dapat memiliki anak, baik


karena ketidakmampuan untuk hamil atau ketidakmampuan
untuk mempertahankan kehamilan hingga tercapai kelahiran
hidup dimana sebelumnyaberhasil mempertahankan kehamilan
hingga tercapai kelahiran hidup, maka dia akan diklasifikasikan
mengalami infertilitas sekunder. Jadi, mereka yang mengalami
keguguran spontan berulang atau kelahiran mati, atau setelah
kehamilan sebelumnya berhasil melahirkan kelahiran hidup
kemudian tidak dapat membawa kehamilan untuk kelahiran
hidup, akan dianggap mengalami infertilitas sekunder. 1,6,8
2. HUBUNGAN ENDOMETRIOSIS DENGAN INFERTILITAS
Penyebab pasti infertilitas tetap sulit dipahami dan kontroversial.
Mekanisme yang mungkin adalah gangguan anatomi atau fisiologishormonal, perubahan kimia atau imunologi. Semua aspek reproduksi
proses perkembangan oosit, proses ovulasi, pembuahan, kualitas embrio
dan implantasi telah dilaporkan terpengaruh oleh endometriosis. Beberapa
sitokin, interleukin, oksidatif penanda stres, marker adhesi selular dan
imunomodulator sedang diselidiki untuk memecahkan kode peran
misterius dari endometriosis dalam menyebabkan infertilitas. Literatur saat
ini menunjukkan mekanisme multifaktorial. 5,10

Gambar 9. Patogenesis endometriosis dengan infertilitas 5

Penyebab mungkin dari infertilitas pada wanita dengan endometriosis


antara lain: 1,4,5,10
adhesi tuba
gangguan interaksi gamet
pengurangan jaringan ovarium yang fungsional (cadangan ovarium)

oleh endometriosis atau operasi


rendahnya kualitas oosit
gangguan fertilisaasi
kualitas embrio yang lebih rendah dengan berkurangnya kemampuan

untuk implantasi
gangguan implantasi
Dari literatur lain menyatakan hipotesis yang menerangkan bahwa

endometriosis menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih


kontroversi dan banyak diperdebatkan meskipun sudah banyak penelitian
yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa mekanisme yang
diduga berkaitan dengan infertilitas pada wanita endometriosis adalah
sebagai berikut : 1,4,5,10

Distorsi struktur anatomi organ pelvis.


Terjadinya adesi pelvis berperan penting dalam infertilitas melalui
mekanisme gangguan pelepasan ovum, blokade transpor sperma ke
cavum peritonei dan menghambat tubal pickup oocyt, motilitas tuba
dan patensi tuba.

Perubahan Fungsi Peritoneal


Banyak

penelitian

menunjukkan

bahwa

wanita

dengan

endometriosis memiliki peningkatan volume cairan peritoneal, serta


peningkatan konsentrasi prostaglandin, protease, dan sitokin termasuk
sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, dan TNFa, dan sitokin angiogenik,
seperti IL-8 dan VEGF diproduksi oleh makrofag. Beberapa studi juga
telah menunjukkan peningkatan konsentrasi sitokin inflamasi dalam
serum

wanita

dengan

endometriosis,

menyiratkan

bahwa

endometriosis dapat menyebabkan peradangan sistemik. Adanya


inhibitor penangkap ovum yang mencegah interaksi cumulus fimbria

telah dilaporkan dalam cairan peritoneal hamster yang diinduksi


endometriosis. Perubahan ini mungkin memiliki efek buruk pada oosit,
sperma, embrio, atau fungsi tuba fallopi.

Perubahan fungsi hormonal dan cell-mediated


Antibodi IgG, IgA dan limfosit dapat meningkat pada endometrium
wanita

dengan

endometriosis.

Kelainan

ini

dapat

mengubah

penerimaan endometrium atas implantasi embrio. Autoantibodi


terhadap antigen endometrium dilaporkan meningkat pada beberapa

wanita dengan endometriosis.


Kelainan endokrin dan ovulasi
Diduga terdapat perubahan hormonal dan fungsi ovarium pada
wanita endometriosis yang meliputi the luteinized unruptured follicle
syndrome, luteal phase dysfunction dan abnormal follicular growth.
Namun dugaan ini tidak didukung dengan bukti yang valid. Banyak
kemungkinan

yang

dapat

dimunculkan,

mulai

dari

pengaruh

folikulogenesis, disfungsi ovulasi, hiperprolaktinemia, defek fase


luteal, accelereratad ovum transport, spermphagocytosis, impaired
fertilization sampai embriotoksisitas pada saat awal perkembangan

embrio.
Gangguan implantasi
Beberapa peneltian sudah dilakukan untuk mempelajari kaitan
endometriosis dengan implantasi. Berkurangnya ekspresi v integrin
suatu molekul adesi selama implantasi terjadi pada beberapa wanita
endometriosis. Pada penelitian lainnnya, pada wanita infertil dengan
endometriosis terdapat penurunan kadar enzim yang terlibat dalam
endometrial ligand untuk L-section (suatu protein yang melapisi
trofoblas pada permukaan blastocyst). Pada penelitian lain dikatakan
bahwa reseptivitas endometrial pada pasien endometriosis tidak ada
gangguan, diduga menurunnya angka implantasi berhubungan dengan
kualitas oocyt dan embrio serta menurunkan kualitas zona pellucida
sehingga sehingga menghambat proses hatching.

Kualitas oosit dan embrio


Infertilitas pada

wanita

dengan

endometriosis

mungkin

berhubungan dengan perubahan dalam folikel, kualitas oosit yang


rendah dan selanjutnya embriogenesis, atau penurunan penerimaan
endometrium saat implantasi. Teori ini didukung oleh temuan
perubahan konsentrasi progesteron dan sitokin dalam cairan folikel dari
wanita dengan endometriosis. Kelainan oosit dan kualitas embrio telah
digambarkan pada wanita dengan endometriosis. Embrio yang berasal
dari

wanita

dengan

endometriosis

berkembang

lebih

lambat

dibandingkan embrio yang berasal dari wanita dengan kelainan tuba.


Juga, dalam donasi siklus oosit, wanita dengan endometriosis sedang
sampai berat yang menerima oosit dari perempuan bebas penyakit
tampaknya terlihat penerimaan endometrium yang normal dan angka
terjadinya kehamilan. Sebaliknya, ketika oosit dari wanita dengan
endometriosis ditransfer ke wanita tanpa endometriosis, keberhasilan
implantasi lebih rendah dan kualitas embrio menurun. Lebih lanjut
studi diperlukan untuk menentukan apakah tingkat kehamilan lebih
rendah pada penerima yang menerima oosit dari donor dengan atau
tanpa endometriosis.
Abnormal transportasi uterotubal
Telah dikemukakan bahwa wanita dengan endometriosis menunjukkan
penurunan kapasitas transportasi uterotubal fisiologis dibandingkan
dengan subyek kontrol. Pada wanita dengan tuba paten dan
endometriosis,

penyelidikan

lebih

lanjut

menggunakan

hysterosalpingoscintigraphy (HSSG) menemukan transportasi yang


abnormal (kontralateral ke folikel dominan atau transportasi yang
gagal total) pada 64% pasien dibandingkan dengan 32% dari pasien
dalam kelompok kontrol dengan diagnosis infertilitas laki-laki.

Temuan ini harus dikonfirmasi oleh peneliti lain.

3. TERAPI ENDOMETRIOSIS DENGAN INFERTILITAS


Beberapa pilihan pengobatan yang tersedia untuk penanganan
infertilitas pada wanita dengan endometriosis.
Managemen expectant pada endometriosis
Fekunditas wanita dengan endometriosis menurun dibandingkan
dengan wanita yang tidak endometriosis. Fekunditas adalah probabilitas
seorang wanita untuk melahirkan bayi hidup setiap bulannya. Pada
pasangan normal, fekunditas berkisar antara 0,15-0,20 per bulan dan angka
ini menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Pada wanita dengan
endometriosis yang tidak diterapi angka fekunditas bulanan adalah 0,02
0,10. 5
Penelitian pada wanita yang ditemukan lesi endometriotik pada
laparoskopi diagnostik yang secara acak diterapi secara bedah atau
dilakukan

menejemen

ekspektatif

menunjukkan

rerata

kehamilan

kumulatif yang meningkat secara signifikan pada pasien yang menjalani


terapi. Hal ini menunjukkan bahwa lesi yang ringan sekalipun dapat
mempengaruhi proses reproduksi.5

Pengobatan Medis pada Endometriosis


Pengobatan medis endometriosis melibatkan penekan kadar
estrogen / progesteron. Berdasarkan atas mekanisme kerjanya obat ini
dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori. Meskipun terapi medis membantu
dalam mengurangi keparahan rasa sakit dan gangguan haid berhubungan
dengan endometriosis, namun ini tidak terbukti efektif dalam pengobatan
infertilitas.
Umumnya penggunaan obat penekanan ovulasi telah diketahui
menyebabkan efek samping yang signifikan seperti berat badan
meningkat, hot flushes dan tulang keropos.4
Sebuah

meta-analisis

yang

besar

dari

randomized

trials

mengevaluasi penggunaan obat supresi ovarium dengan kontrasepsi oral


kombinasi, Agonis GnRH, medroxyprogesterone asetat, atau danazol
dibandingkan dengan plasebo atau tanpa pengobatan pada wanita dengan
berbagai tahap endometriosis tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada kehamilan spontan atau angka kelahiran hidup. Dengan
demikian, obat obat ini tidak dianjurkan untuk pengobatan infertilitas dan
tidak harus menunda untuk melakukan terapi kesuburan yang efektif.5

Rekomendasi : Penekanan fungsi ovarium untuk meningkatkan


kesuburan pada endometriosis yang mild tidak efektif. Tidak ada bukti
yang efektif pada endometriosis lebih parah ( rekomendasi grade A).11

Manajemen Operasi
Ketika endometriosis menyebabkan distorsi mekanis panggul,
operasi biasanya diindikasikan untuk mengembalikan normal anatomi
panggul. Namun, tidak ada studi RCT yang dapat memberikan jawaban
pasti apakah operasi meningkatkan angka kehamilan. 4
Laparoscopy adalah teknik bedah yang lebih disukai karena risiko
40% lebih rendah dibandingkan laparotomi. Tujuan operasi adalah untuk
menghilangkan lesi endometriosis sebanyak mungkin, mengembalikan
anatomi normal dengan adhesiolisis dan mengoptimalkan ovarium,
pelestarian dan integritas tuba. Eksisi atau kistektomi lebih disukai
daripada fenestration, drainase atau ablasi lapisan kista untuk pengobatan
suatu endometrioma. 4
Ada beberapa sarana dan prasarana yang digunakan dalam operasi
endoskopi seperti elektrokauter (mono atau bipolar), laser CO2, laser fiber
(KTP, argon, Nd YAG), laser dioda, pisau bedah harmonic atau coagulator
termal Helica. Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk angka
kehamilan dengan menggunakan sarana dan prasarana yang berbeda.4
Pada wanita dengan endometriosis grade III/IV yang tidak
memiliki faktor infertilitas lainnya pengobatan bedah konservatif dengan
laparoskopi dan kemungkinan laparotomi dapat meningkatkan kesuburan,
kemungkinan konsekuensi yang merugikan adalah hilangnya korteks
ovarium yang sehat. Setelah operasi infertilitas yang pertama, operasi
tambahan jarang meningkatkan kehamilan, dan pasien ini mungkin lebih
baik ditangani dengan menggunakan teknologi bantuan reproduksi
(ART).10
Rekomendasi

Ablasi lesi endometriosis ditambah adhesiolisis untuk meningkatkan


kesuburan pada endometriosis yang ringan-minimal lebih efektif
dibandingkan dengan laparoskopi diagnostik saja (rekomendasi grade
A)

Peran

operasi

dalam

meningkatkan

angka

kehamilan

untuk

endometriosis moderat tidak pasti ( rekomendasi grade B )


Tidak ada konsensus universal, tetapi umumnya kistektomi untuk
endometrioma ovarium dianggap lebih baik daripada drainase dan
koagulasi (rekomendasi grade A) dan memiliki sedikit kesempatan
kekambuhan.11

Kombinasi Terapi Medis & Bedah


Bedah dikombinasikan dengan terapi medis pra dan pasca operasi
merupakan bidang yang berkembang dari aplikasi pengobatan. Secara
teoritis, obat pra operasi dapat mengurangi peradangan, vaskularisasi, dan
ukuran implantasi endometriosis, membuat operasi lebih cepat, lebih
mudah dan lebih sedikit trauma, dan berpotensi untuk pemberantasan
penyakit secara lengkap dan penurunan risiko adhesi pasca operasi.
Namun, kelemahan dari terapi kombinasi antara lain biaya obat, efek
samping, dan regresi sementara fokus endometrial memungkinkan untuk
tak terdeteksi saat laparoskopi dan ablasi.4
Terapi medis pasca operasi telah dianjurkan sebagai cara untuk
memberantas sisa endometriosis pada pasien dengan penyakit yang luas
dimana reseksi semua endometriosis tidak mungkin atau tidak bisa
dilakukan.

Terapi

hormonal

pascaoperasi

juga

dapat

mengobati

microscopic disease, namun, tidak ada bukti dari terapi tersebut di atas
dalam meningkatkan kesuburan.10
Rekomendasi

Dari data Cochrane review 2007 mengatakan tidak ada manfaat dari
penekanan hormonal sebelum atau setelah surgery.
Pendapat mengenai terapi medis pra-bedah masih kontroversial. Dalam
beberapa laporan terapi medis pra-bedah medis menunjukkan

peningkatan yang signifikan terhadap tingkat kehamilan.


Obat supresi hormonal pasca bedah tidak memberikan keuntungan
pada kejadian kehamilan setelah pembedahan. (rekomendasi grade A)

Combined

Ovarian

Stimulation

(COS)

dengan

atau

tanpa

Intrauterine Insemination (IUI)

Beberapa RCT menunjukkan tingkat kehamilan secara signifikan lebih


tinggi penanganan dengan COS & IUI dibandingkan tanpa penanganan
COS dan IUI. Namun adanya endometriosis terbukti mengurangi
efektivitas pengobatan IUI sekitar setengahnya (OR 0,45), jika
dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada wanita tanpa adanya

endometriosis.10

Secara umum,

pengobatan

berulang

dengan

COS

dan

IUI

menunjukkan efek datar atau menetap setelah 3-4 siklus, karena itu
pasien harus dinasihati untuk beralih ke IVF setelah 3-4 siklus. IUI
ditambah gonadotrophin telah terbukti secara signifikan meningkatkan
tingkat kelahiran hidup pada setidaknya dua RCT. Satu RCT
melaporkan

29%

tingkat

kelahiran

hidup

dengan

IUI

dan

gonadotrophin dibandingkan 8% dengan tanpa pengobatan. RCT


cross-over

menemukan

bahwa

alternatif

penanganan

dengan

gonadotrophin ditambah IUI memiliki angka kehamilan 19%


dibandingkan 0% dengan IUI saja.1 Pada RCT cross-over yang lain
antara pasien dengan infertilitas yang tidak bisa dijelaskan atau pada
endometriosis yang dikoreksi dengan pembedahan, tingkat kehamilan
per siklus secara signifikan lebih tinggi dengan empat siklus
clomiphene citrate / IUI dibandingkan dengan empat siklus hubungan
seks yang dijadwalkan (masing-masing 9,5% vs 3,3%).10
Rekomendasi

Pengobatan dengan IUI meningkatkan angka kesuburan pada


endometriosis minimal - ringan. IUI dengan stimulasi ovarium efektif
tetapi peran IUI tanpa stimulasi tidak pasti (rekomendasi grade A).4

Assisted Reproduction Techniques (ART)

In Vitro Fertilization (IVF) adalah terapi yang tepat, terutama jika


fungsi tuba terganggu, jika juga ada faktor infertilitas dari laki-laki dan /
atau dengan terapi lain gagal (rekomendasi grade B). 4 Sebuah laporan baru
dari hasil in vitro fertilization embrio transfer (IVFET) di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat persalinan pada wanita
infertil berkisar 44,6% pada mereka yang berusia di bawah 35 tahun
menjadi 14,9% pada mereka yang berusia 41 - 42 tahun. Rata-rata angka
persalinan untuk semua diagnosis adalah 33,2%, dibandingkan dengan
39,1% pada wanita dengan endometriosis.10
Namun,

meta-analisis

dari

penelitian

yang

dipublikasikan

menunjukkan bahwa tingkat kehamilan IVF lebih rendah pada pasien


dengan endometriosis dibandingkan pada mereka dengan infertilitas
karena tuba. Review termasuk 22 studi, yang terdiri dari 2.377 siklus pada
wanita dengan endometriosis dan 4383 pada wanita tanpa penyakit.
Setelah disesuaikan untuk variabel pengganggu, ada 35% pengurangan
kesempatan untuk mendapatkan kehamilan (OR 0.63). Parameter hasil
lainnya seperti tingkat fertilisasi, implantasi rate, rata-rata jumlah oosit
yang diambil dan puncak konsentrasi estradiol juga secara signifikan lebih
rendah pada kelompok endometriosis. 1
Meskipun kedua protokol GnRH antagonis dan GnRH-analog
untuk IVF / ICSI sama-sama efektif dalam hal implantasi dan angka
kehamilan secara klinis, GnRH analog lebih disukai. 1
Penggunaan jangka lama (3-6 bulan) sebelum IVF pada kelompok
pasien dengan proporsi cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai
endometriosis moderate - severe, menunjukkan angka kehamilan lebih
tinggi (rekomendasi kelas A).4

Keputusan diantara wanita infertil dengan endometriosis


Keputusan klinis dalam pengelolaan infertilitas terkait dengan
endometriosis sulit karena banyak keputusan klinis poinnya belum
dievaluasi dalam RCT. Selain itu, data pengamatan yang ada saling

bertentangan dan mencegah adanya sebuah kesimpulan yang pasti.10


Untuk wanita subur yang diduga menderita endometriosis grade
I/II, keputusan harus dibuat apakah untuk melakukan laparoskopi sebelum
menawarkan pengobatan dengan clomiphene, gonadotropin, atau IVF-ET.
Jelas, faktor-faktor seperti usia wanita, durasi infertilitas, kemampuan
untuk menjalani IVF-ET, riwayat keluarga, dan nyeri panggul harus
dipertimbangkan. Karena itu jarang menemukan endometriosis stadium
lanjut pada wanita tanpa gejala (dengan USG normal), ada kegunaan yang
rendah untuk melakukan laparoskopi pada wanita asimtomatik. Ketika
laparoskopi dilakukan, ablasi atau eksisi endometriosis yang nampak harus
dipertimbangkan berdasarkan Level I evidence. Ini harus dibicarakan
secara terbuka dengan pasien ketika merencanakan perawatannya.
Manajemen ekspektan setelah laparoskopi merupakan pilihan bagi wanita
yang lebih muda. Atau, superovulasi dengan IUI dapat ditawarkan,
meskipun bukti menunjukkan bahwa jumlah siklus yang diperlukan untuk
mencapai kehamilan adalah 14. 10
Usia wanita merupakan faktor penting dalam merencanakan terapi.
Setelah usia 35 tahun, ada penurunan yang signifikan dalam kesuburan
dan peningkatan angka keguguran spontan. Kesuburan mungkin akan
menurun karena efek samping tambahan endometriosis dan bertambahnya
usia. Akibatnya, pada wanita infertil dengan endometriosis yang berusia
tua, rencana terapi yang lebih agresif baik dengan SO / IUI atau IVF-ET
mungkin alasan yang tepat. Pasien dengan endometriosis harus diberitahu
bahwa dia mungkin memiliki tingkat keberhasilan yang rendah setelah
IVF dibandingkan dengan seorang wanita yang menjalani IVF untuk
indikasi lain, misalnya, infertilitas faktor tuba. 10
Bagi wanita infertil dengan endometriosis grade III/IV ASRM dan
tidak ada faktor infertilitas lain yang dapat diidentifikasi, operasi
konservatif dengan laparoskopi dan / atau kemungkinan laparotomi atau
IVF direkomendasikan. Meskipun tidak dievaluasi dengan RCT, studi
observasi menunjukkan bahwa terapi bedah meningkat kesuburan pada

wanita dengan endometriosis yang parah. Bagi wanita infertil dengan


endometriosis stadium III/IV dan sebelumnya telah melakukan satu atau
lebih operasi terkait infertilitas, IVF-ET sering merupakan pilihan terapi
yang lebih baik daripada intervensi bedah lainnya. Dalam satu studi
retrospektif, 23 wanita dengan endometriosis stadium III / IV menjalani
IVF-ET dan 18 wanita menjalani operasi ulangan. Tingkat kehamilan
setelah dua siklus IVF-ET adalah 70%, sedangkan tingkat kehamilan
kumulatif adalah 24% dalam 9 bulan pasca operasi ulangan. Jika operasi
awal gagal untuk memulihkan kesuburan pada pasien endometriosis
moderate-severe, IVF-ET adalah alternatif yang efektif.10
4. PROGNOSIS
Konseling yang tepat pada penderita endometriosis memerlukan
perhatian pada beberapa aspek penyakit tersebut. Yang paling penting
adalah penilaian awal derajat penyakit secara operatif. Gejala dan
keinginan pasien untuk mendapatkan anak turut menjadi penentu jenis
terapi yang sesuai. Perhatian jangka panjang harus dilakukan karena
semua terapi memberikan perbaikan namun tidak menyembuhkan,
walaupun setelah terapi definitif, endometriosis masih dapat muncul
kembali. Namun resikonya cukup rendah (kira-kira 30%). Terapi
pengganti estrogen tidak meningkatkan resiko secara signifikan. Selain itu,
setelah terapi konservatif, dilaporkan kadar kekambuhan bervariasi namun
umumnya lebih 10% dalam 3 tahun dan lebih 35% dalam 5 tahun. Kadar
rekurensi setelah terapi medis juga bervariasi dan dilaporkan hampir sama
dengan terapi pembedahan. Walaupun banyak penderita mengetahui
endometriosis mempunyai sifat progresif yang lama, namun terapi
konservatif dapat mencegah histerektomi pada kebanyakan kasus.
Penyebab endometriosis pada setiap individu tidak dapat langsung
diprediksi dan modalitas terapi akan datang harus lebih baik dari terapi
yang ada saat ini.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, Mochamad. Infertilitas :Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta.
PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011: hal.425-35
2. Hestiantoro, Ando. Dkk. Konsensus Tata Laksana Nyeri Haid pada
Endometriosis.

Jakarta.

Himpunan

Endokrinologi-Reproduksi

dan

Fertilitas Indonesia Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.


3. Hoffman, Barbara, et al. Evaluation of The Infertile Couple :Williams
Gynecology. 2nd ed. Texas. The McGraw-Hill Companies. 2012: hal. 281298
4. Sohani Verma, 2012, Evidence linked treatment for endometriosis
associated infertility,Apollo medicine September 2012 volume 9, Number
3, pp 184-192.
5. Linda C. Giudice,M.D.,Ph.D., 2010, Endometriosis, The New England
Journal of Medicine, pp 2389-2398.

6. Anonymous.

Infertility

definition

and

Terminology.

http://www.who.int/reproductivehealth/topics/infertility/definitions/en/.
2010
7. Lewis, Vivan. An Overview of Female and Male Infertility :Reproductive
Endocrinologi and Infertility. Texas. Landes Bioscience. 2007: p.146-51,
195-200
8. Hoffman, Barbara, et al. Evaluation of The Infertile Couple :Williams
Gynecology. 2nd ed. Texas. The McGraw-Hill Companies, Inc.2012: p.50727
9. Puscheck,

Elizabeth

E,

et

al.

Infertility.

30thMarch

2015.

http://emedicine.medscape.com/article/274143-overview#showall
10. ASRM page, 2012, Endometriosis and Infertility : a Committe Opinion,
Fertility and Sterility Volume 98, No 3 September 2012, American Society
for Reproductive Medicine, Birmingham,Alabama.
11. Green-top Guideline No 24, 2006, The Investigation and Management of

Endometriosis, Royal College of Obstreticians and Gynaecologists.

Anda mungkin juga menyukai