Anda di halaman 1dari 12

Bab 11 Intervensi Keperawatan Keluarga

11.1 Pendahuluan

Langkah selanjutnya setelah merumuskan tujuan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan atau
yang disebut juga intervensi keperawatan. Dalam tahap ini perawat menyusun sekumpulan tindakan
keperawatan yang dapat digunakan untuk membantu klien dalam mencegah, mengurangi dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan dengan melibatkan anggota keluarga. Dalam menyusun rencana
tindakan ini ada beberapa hal yang diperlukan oleh perawat yaitu pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan
kepercayaan yang dimiliki oleh klien, batasan praktik keperawatan, dan peran dari tenaga kesehatan
lainnya. Selain itu kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan sangat
diperlukan dalam tahap ini. Perawat juga harus mampu menuliskan tujuan, memilih dan melaksanakan
intervensi keperawatan yang aman untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Para perawat dituntut
untuk dapat menuliskan order keperawatan dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
melaksanakan intervensi keperawatan dan tak lupa mendokumentasikannya.

11.2 Definisi IntervensiKeluarga

Intervensi keperawatan adalah adalah upaya perawat untuk memba kepentingan klien, keluarga, dan
komunitas dengan tujuan k meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, serta budaya de
lingkungan, tempat mereka mencari bantuan. Intervensi keperaw melibatkan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang ditujukan untuk mencapa hasil yang diharapkan atau tujuan spesifik. Menurut Ackley
dan Lad (2014) intervensi keperawatan seperti peta jalan yang mengarahkan car terbaik dalam
memberikan perawatan. Semakin jelas perawat menuliskan intervensi keperawatan semakin mudah dan
semakin lengkap perjalanan dan tiba di tujuan yang diinginkan oleh pasien.

11.2.1 Tujuan Intervensi Keperawatan Keluarga

Tujuan utama keperawatan keluarga adalah untuk membuat perubahan untuk mengurangi penderitaan
dan/atau mencapai kesejahteraan keluarga yang lebih tinggi. Bagi perawat yang bekerja dengan
keluarga pada masa yang cukup lama, perubahan mungkin tampak lambat atau bahkan tidak terjadi.
Pelu diingat bahwa perubahan dalam keluarga terjadi setiap saat melalui rangku intervensi. setiap
intervensi menghasilkan informasi, sebagian melalui observasi hasil dari intervensi terdahulu. Dengan
demikian kelihatan perawa memusatkan perhatian terhadap perbedaan yang berulangkali, kendatipun
perbedaan itu sangat samar, namun terus meningkat setiap saat. Menu Wright dan Lehay (2000)
menekankan beberapa konsep berubah yang penting dan bermanfaat dalam membantu keluarga
dengan masalah kesehatan, lain:

1. Perubahan tergantung pada persepsi

2. Perubahan ditentukan oleh struktur

3. Perubahan bergantung pada konteks


4. Perubahan bergantung pada tujuan yang terus bergulir untuk di

5. Pemahaman saja tidak akan menyebabkan perubahan

6. Perubahan tidak selalu terjadi secara sama pada semua anggota keluarga

7. Memfasilitasi perubahan merupakan tanggung jawab perawat

8. Perubahan terjadi dalam arti cocok atau menghubungkan antara intervensi terapeutik perawat dan
struktur biopsikososial anggota keluarga

9. Kesiapan keluarga untuk perubahan dapat meningkat setiap saat karena berbagai faktor, misalnya
pengalaman personal, meningkatnya kepercayaan diri karena kesuksesan dan informasi baru.

10. Perubahan terjadi karena banyak penyebab

11.2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Intervensi keperawatan

Tindakan keperawatan apapun yang akan dilakukan, perawat harus melibatkan klien dan keluarga.
Dengan bekerja sama maka perawat akan mampu mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki oleh
keluarga yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang ada di dalam
keluarga. Berikut ini adalah beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana
tindakan keperawatan yaitu: semua tindakan keperawatan harus didasarkan atas analisis data secara
menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga, tujuan yang realistik dan masuk akal, sesuai dengan
filosofi instansi kesehatan yang disepakati bersama dengan keluarga. Intervensi harus disesuaikan
dengan fungsi dan peran keluarga yang terganggu. Tugas kesehatan keluarga tersebut adalah
berdasarkan kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, kemampuan mengambil keputusan
yang tepat, kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit. kemampuan keluarga
dalam memodifikasi lingkungan tempat tinggal yang sehat, dan motivasi keluarga dalam menggunakan
pelayanan kesehatan yang tersedia.

Pedoman pemberian intervensi keluarga adalah di mana perawat berkolaborasi dengan keluarga dalam
memilih intervensi yang cocok untuk kondisi mereka. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak
kepada keluarga karena keluarga berhak untuk menolak atau menunda intervensi. Apabila keluarga
menolak untuk tidak mengikuti intervensi yang dianjurkan oleh perawat, perawat tidak perlu merasa
mengimplementasikan intervensi atau ide tertentu. Dengan demikian perawat tidak perlu bereaksi
secara negatif terhadap dirinya sendiri atau keluarga bersalah atau namun perawat menjadi ingin lebih
tahu tentang fungsi keluarga dan dapat menyalahkan keluarga ketika tidak berkolaborasi dengan
mereka untuk mengembangkan ide baru dan menyesuaikan kembali intervensi sebelumnya bersama
keluarga unik mencapai tujuan. Menurut Robinson (1996) bahwa intervensi yang membu suatu
perubahan pada keluarga adalah intervensi yang meningkatkan dan memperkuat hubungan antara
keluarga dan perawat. Diterangkan pula bahwa an ini bukanlah pusat asuhan, namun asuhan itu sendiri.
Jadi sita hubungan hubungan perawat-klien bukanlah suatu persyaratan intervensi efektif namun lebih
dipandang sebagai intervensi itu sendiri. Untuk menjaga prinsip dasar bahwa keluarga mempunyai hak
dan tanggung jawab untuk membu keputusan mereka sendiri, keluarga dan perawat perlu membentuk
kemitran guna untuk meningkatkan kesehatan dan memperhatikan kesehatan keluarga aktif Kemitraan
antara tenaga kesehatan profesional dengan keluarga merupakan inti dari semua sistem pelayanan
kesehatan yang baik. Peran serta keluarga merupakan suatu pendekatan penting untuk menggabungkan
ke dalam setiap strategi intervensi keperawatan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam fase
implementasi sering diartikan melibatkan keluarga dalam penyelesaian masalah bersama, begitu pula
menciptakan suatu konteks untuk berubah melalui percakapan terapeutik ketika kekuatan keluarga
diutamakan Anggota keluarga kemudian diberikan kebebasan untuk memutuskan apa yang masuk akal
bagi mereka dana pa yang harus mereka lakukan untuk mereka sendiri (Wright and Lehay, 2000).

Intervensi keperawatan keluarga mungkin diperlukan apabila:

1. Anggota keluarga mengalami suatu penyakit yang menimbulkan gangguan yang nyata terhadap
anggota keluarga yang lain

2. Anggota keluarga menyebabkan gejala atau masalah individu

3. Perbaikan pada anggota keluarga menimbulkan gejala atau gangguan pada anggota keluarga yang lain

4. Bilamana ada di antara anggota keluarga didiagnosa pertama kalinya menderita penyakit

5. Kondisi anggota keluarga terganggu secara nyata

6. Anak atau remaja mengalami masalah emosi, perilaku atau fisik dalam konteks penyakit anggota
keluarga

7. Anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik pindah dan rumah sakit atau pusat rehabilitasi ke
rumah

8. Klien atau anggota keluarga yang menderita penyakit kronik meninggal dunia.

11.2.3 Model Intervensi Keperawatan Keluarga

Ads 2 hal penting yang didiskusikan dalam model intervensi keperawatan, model peran dan model
keperawatan keluarga Calgary.

Model Peran

Selain itu untuk strategi pendidikan, model peran merupakan suatu bentuk yang sangat efektif untuk
mendidik anggota keluarga tentang bagaimana memodifikasi perilaku. Bandura, seorang ahli teori
pembelajaran sosial, menunjukkan bagaimana pentingnya model peran dalam pembelajaran. Ia
menjelaskan bahwa kegiatan belajar melalui pengamatan perilaku yang kompleks dan kemudian
mendemonstrasikan pola tersebut merupakan hal yang utama dalam kehidupan pembelajaran sosial.
Pendekatan ini khususnya penting bagi perawat anak yang berorientasi pada keluarga, yang berfungsi
sebagai model peran yang penting ketika mendidik orang tua. Untuk perawat primer dan perawat
komunitas, ketika mereka memberikan pendidikan mengenai perilaku sehat yang positif, serta bagi
perawat kesehatan jiwa keluarga ketika mereka memberikan pendidikan kepada keluarga bagaimana
berkomunikasi dan berinteraksi secara lebih fungsional.

Model Intervensi Keperawatan Calgary


Suatu tonggak lain dalam mengembangkan dan menguraikan intervensi keperawatan adalah Calgary
Family Intervention Model (CFIM) oleh Wright dan Leahey (2000). CFIM adalah suatu kerangka
terorganisir untuk mendefinisikan hubungan antara keluarga dan perawat yang membantu terjadinya
perubahan dan dimulainya penyembuhan. Khususnya, model ini menekankan hubungan perawat-
keluarga dengan memfokuskan pada pertemuan antara fungsi anggota keluarga dan intervensi yang
diberikan oleh perawat. CFIM berfokus pada peningkatan, perbaikan, dan/atau pemeliharaan fungsi
keluarga yang efektif dalam tiga domain; kognitif (berpikir), afektif (emosi), dan perilaku (tindakan).
Dengan menggunakan model ini, perawat perlu menentukan domain fungsi keluarga yang perlu
berubah dan selanjutnya menentukan intervensi yang paling tepat yang menjadi target untuk domain
lenyebut. Secara kolaboratif, perawat mencari input dari keluarga tentang mervensi apa yang paling
bermanfaat. Sebagai contoh, jika masalah yang sadah diidentifikasi adalah kurangnya informasi, perawat
dapat menentukan bahwa domain fungsi keluarga yang perlu diubah adalah domain kognitif. Dengan
menawarkan intervensi (seperti memberikan informasi), perawat dapat membantu keluarga belajar cara
yang lebih baik dalam mengatasi masalah.

Apabila masalahnya adalah kurang olahraga, perawat dapat menetapk bahwa domain perilaku yang
perlu berubah dan intervensi yang ditawark adalah intervensi yang dapat mengubah pola latihan/olah
raga (perilak keluarga. Akan tetapi, ada suatu situasi ketika terdapat lebih dari satu domain yang perlu
berubah atau jika satu intervensi dapat lebih memengand perubahan daripada satu domain fungsi
keluarga. Hal ini tidak mengejutkan karena perubahan pada satu bagian (fungsi keluarga) akan
memengar perubahan pada yang lain. Untuk dapat menentukan ketepatan antara domain yang perlu
diubah dan intervensi yang dipilih, perawat mungkin perlu untuk mencoba beberapa intervensi.

11.2.4 Jenis Intervensi Keperawatan Keluarga

Dalam melaksanakan intervensi keperawatan keluarga, perawat melakukannya dengan ketiga fungsinya,
yaitu fungsi independen, fungsi dependen dan interdependen. Tindakan keperawatan yang independen
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk atau order dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya. Dalam kategori ini perawat melakukan tindakan secara mandiri berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan keperawatan di mana perawat memiliki otonomi dalam menjelaskan
dan melaksanakan order keperawatan. Dengan kata lain perawat melakukan tindakan dibawa
kewenangan yang diberikan sebagai perawat yang profesional. Sebaliknya fungsi dependen perawat
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan order dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Misalnya,
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan/atau dokter. Dalam fungsi independennya perawat melakukan
tindakan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Lingkup intervensi keperawatan keluarga
mencakup dan tidak terbatas dengan yang dijelaskan berikut ini: pemberdayaan keluarga, pendidikan
kesehatan, manajemen kasus, koordinasi, dan membuat kontrak

11.3 Pemberdayaan Keluarga

Pemberdayaan adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk memilih, mengendalikan, dan
membuat keputusan tentang kehidupan mereka Pemberdayaan juga suatu proses yang menghargai
semua yang terlibat Pemberdayaan keluarga adalah inti dari semua intervensi keperawa keluarga di
mana intervensi dirancang untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan dan kapasitas keluarga
sehingga dapat bertindak secara efektif untuk diri mereka sendiri. Tujuan utama intervensi keperawatan
keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi advokat dan sumber terbaik untuk mereka sendiri.

Friedman, Bowden dan Jones (2010) mengidentifikasi

intervensi kunci pemberdayaan keluarga sebagai berikut ini :

1. Memotivasi keluarga dan anggota keluarga untuk berperan serta

2. Bertindak dan mendengarkan secara seksama masalah anggota keluarga dan dimulai dari masalah
mana yang mereka inginkan

3. Mengakui keluarga sebagai mitra yang setara atau anggota tim dalam sistem pelayanan kesehatan

4. Meluruskan visi keluarga tentang pilihan dan kemungkinan apa yang ada

5. Mendorong swa-bantu keluarga

6. Memungkinkan klien melatih otonomi dan penentuan diri dalam memutuskan pilihan yang akan
dipilih

7. Menghargai bahwa keluarga dan perawat mempunyai keahlian spesialisasi masing-masing dalam
memelihara kesehatan dan mengelola masalah kesehatan

8. Mengakui bahwa baik keluarga maupun perawat masing-masing membawa kekuatan dan sumber
hubungan mereka

9. Menemukan dan menegaskan kekuatan dan sumber keluarga yang menjadi landasan untuk membina
rasa percaya.

10. Mengadvokasi atas nama keluarga klien, sistem pelayanan kesehatan, dan tingkat kebijakan
kesehatan

11. Membantu keluarga mengembangkan dukungan sosial yang lebih besar di dalam keluarga mereka
sendiri melalui pengembangan keterampilan hubungan keluarga.

12. Memberi keluarga pujian atas perubahan positif dan pencapaian yang terjadi.

11.4 Pendidikan Kesehatan

Penyuluhan dan pendidikan kesehatan merupakan satu pendekatan intervensi keperawatan keluarga
yang sangat penting. Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk mendukung perilaku yang sehat dan
mengubah perilaku yang tidak sehat.

Rankin dan Stalling (2001) Secara spesifik ada empat tujuan pendidikan kesehatan keluarga, yaitu:
1. Memberikan informasi sehingga klien dapat terkait dengan kesehatan dan penyakit.

2. Membantu klien berperan serta secara efektif dalam perawatan mereka

3. Membantu klien beradaptasi dengan kenyataan penyakit dan pengobatannya, perjalanan dan
prognosis penyakit.

4. Membantu klien mencapai kepuasan melihat bahwa upaya mereka sendiri meningkatkan kesehatan

Pembelajaran melibatkan pemikiran dan ide baru (pengetahuan kognitif), sikap (pembelajaran afektif
dan perilaku (kemahiran dan keterampilan psikomotor). Ketiga pembelajaran ini sangat penting karena
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pengetahuan yang cukup memadai dalam satu topik
pembahasan kesehatan akan memengaruhi sikap seseorang untuk berpikir lebih positif sehingga
mendorong mereka untuk memilih merubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat. Sebagai
contoh tentang pola makan yang sehat. Saat keluarga memiliki cukup informasi dan sumber-sumber
yang tetap maka kemungkinan untuk mempraktekkan atau menyediakan makanan sehat itu akan lebih
mungkin terjadi.

Dalam memberikan pendidikan kesehatan ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan
pendidikan kesehatan. Faktor pertama adalah faktor klien itu sendiri. Oleh karena itu perawat harus
mampu memotivasi anggota keluarga. Karena motivasi merupakan kekuatan penting yang mendorong
dan mengaktifkan seseorang untuk berubah. Faktor kedua adalah usia anggota keluarga. Perubahan
perilaku sering ditentukan oleh usia. Selain itu kondisi psikologis anggota keluarga sangat memengaruhi
keberhasilan pendidikan kesehatan. Perlu untuk diperhatikan apakah klien atau anggot keluarga sedang
cemas atau mengalami depresi. Perawat harus mengetahui mebuat keputusan dan mengkaji persepsi
keluarga tentang masalah kesehatan yang dihadapi. Faktor kedua adalah komunikasi. Komunikasi
tentunya melibatkan adanya pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima. Kendala-kendala
komunikasi dapat muncul apabila kurang komprehensifnya pokok-pokok bahasan, Perbedaan Bahasa
dan budaya, kendala sosial ekonomi dan ketidakmampuan keluarga berkomunikasi secara jelas dengan
pihak pendidik dan antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Faktor ketiga adalah faktor
situasi. Hal ini mencakup lingkungan di mana terjadinya pendidikan kesehatan atau pembelajaran,
waktu pemberian pendidikan kesehatan modalitas pendidikan kesehatan yang digunakan (Friedman,
Bowden, & Jones, 2010).

Selain faktor-faktor di atas untuk terjadinya pembelajaran yang efektif maka perawat dan keluarga perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran berikut ini:

1. Mulai pada tingkat pembelajaran di mana perawat sebagai guru dan klien sebagai peserta didik

2. Mulai ajarkan materi yang sederhana kemudian kearah yang lebih kompleks

3. Mulai dari hal-hal yang sudah diketahui kearah yang tidak diketahui 4. Gunakan istilah yang
dimengerti oleh peserta didik
5. Tetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang 6. Tetapkan pengetahuan untuk meningkatkan
pembelajaran

7. Berikan penguatan positif untuk meningkatkan pembelajaran.

8. Gunakan bahan pengajaran yang sesuai dengan keterampilan aksara peserta didik

9. Contohkan perilaku peran yang diinginkan

10. Berikan kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan yang dipelajari

11. Beri umpan balik tentang hasil

12. Rencanakan dukungan yang tersedia dari kompeten (competence), komunikasi harus jelas (clear
communication) dan Perawat harus menunjukkan kepercayaan diri (Confidence), bertindak menunjukan
perilaku peduli (caring) selama pembelajaran (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Berikut ini beberapa
keterampilan yang harus orang lain.

Ada tiga dimensi penting dalam melakukan intervensi manajemen kasus, yaitu:

1. Kewenangan-kewenangan yang besar untuk mengkoordinasikan pelayanan klien

2. Akuntabilitas untuk hasil klinik dan finansial yang diinginkan

3. Waktu memerlukan komitmen waktu yang lebih besar. Banyak orang tua dan keluarga memerlukan
rangkaian pelayanan pengorganisasian multidisiplin pada berbagai tatanan rumah sakit, klinik, rumah
dan tempat perawatan pasien terminal.

Dalam melakukan manajemen kasus ada juga ditemukan keterbatasan dan kendala. Pertama kebijakan
penggantian biaya yang berlaku dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu memahami peraturan-
peraturan yang berlaku yang berhubungan dengan pembiayaan. Karena diperlukan ketersediaan biaya
yang memadai untuk pelayanan manajemen kasus agar dapat diberikan dengan efektif. Kedua, sering
kali perawat tidak cukup dibekali pendidikan untuk dapat berfungsi sebagai manajer kasus
menggunakan definisi manajemen kasus yang lebih luas, seperti yang diuraikan di atas. Program
keperawatan khususnya tidak menekankan pada pengkajian aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, atau
memulai hubungan dan pelayanan yang terkoordinasi kepada keluarga. Misalnya, rujukan untuk
bantuan masalah finansial sebagai akibat dari pengeluaran layanan kesehatan melibatkan tenaga
kesehatan keluarga yang memiliki pengetahuan tentang pelayanan dan program yang tersedia, prosedur
rujukan, dan bagaimana cara terbaik untuk merujuk keluarga. Keterbatasan ketiga berhubungan dengan
dua kendala pertama, yaitu adanya kasus (dalam hal ini, pekerja sosial pada umumnya yang dilihat
berperan), atau beberapa agensi kesehatan yang tidak melihat perawat bekerja sebagai manajer agensi
tidak melihat ini dari tanggung jawab yang lebih besar selain dari lingkup pelayanan yang diberikan.

Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas adalah koordinator. Koordinasi merupakan
pusat dari manajemen kasus. Para perawat yang bekerja di komunitas, atau pada pelayanan utama
lainnya sering kali sebagai kunci dalam pemberian layanan kesehatan keluarga yang komprehensif dan
berkelanjutan. Selain fungsi utama perawat adalah mengimplementasi.
11.5.1 Koordinasi

perawat mendukung anggota tim yang lain dan menginterpretasikan sasaran keperawatan dan
pelayanan, serta mengkoordinasikan layanan kesehatan dengan berbagai agensi lainnya yang
memberikan bantuan kepada keluarga. Tanpa koordinasi, klien dapat menerima duplikasi pelayanan dari
berbagai agensi atau, bahkan lebih membuat distres dan kesenjangan dalam area kebutuhan yang
penting. Program perawatan kasus terminal di rumah merupakan contoh program interdisiplin. Dalam
program ini, perawat berperan penting dalam melakukan fungsi koordinasi.

11.5.2 Membuat Kontrak

Suatu cara efektif bagi perawat yang berpusat pada keluarga agar dapat dengan realistik membantu
individu dan keluarga membuat perubahan perilaku adalah dengan cara membuat kontrak. Penggunaan
kontrak juga merupakan salah satu cara yang terbaik untuk melibatkan keluarga di dalam proses
kolaboratif. Kontrak adalah persetujuan kerja sama yang dibuat antara dua pihak atau lebih, misalnya
antara orang tua dan anak. Agar tepat waktu dan relevan, kontrak dapat dinegosiasikan secara terus-
menerus dan harus mencakup area, sebagai berikut: tujuan. lama kontrak, tanggung jawab klien,
langkah untuk mencapai tujuan, dan penghargaan terhadap pencapaian tujuan tersebut. Salah satu
keuntungan membuat kontrak adalah bahwa pada akhir masa kontrak, kemajuan dievaluasi dan kontrak
baru dibuat atau hubungan diakhiri. Biasanya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, singkat. sederhana
dan tanpa paksaan (Goldenberg & Goldenberg, 2000). Kontrak ini juga menjelaskan harapan dari kedua
pihak terlibat. Filosofi yang melandasi penggunaan kontrak adalah keterlibatan klien dan mendorong
perawatan dan tanggung jawab diri sendiri. kontrak menempatkan klien sebagai mitra bagi layanan
kesehatan untuk mereka sendiri. Kenyataannya, penggunaan efektif suatu kontrak bergantung pada
keterlibatan keluarga. Untuk kontrak yang lebih melibatkan masalah kesehatan keluarga, harus kontrak
dibuat bersama anggota keluarga yang tepat dan bertanggung jawab. Jika tidak, maka masalah sistem
keluarga tidak dapat diatasi dengan tepat.

Menurut Jensen (1985), pembuatan kontrak dengan klien khususnya tepat bagi klien dengan diagnosis
keperawatan sebagai berikut: Ketidakpatuhan (gagal menjalankan rencana pengobatan); defisiensi
pengetahuan, ketidakefektifan koping, ketidakmampuan menjadi orang tua, dan defisiensi perawatan
diri. Kontrak juga terbukti bermanfaat untuk masalah orang tua atau masalah yang terjadi karena
perbedaan antara orang tua dan anak (Goldenberg & Goldenberg, 2000). Perawat yang berfokus pada
keluarga juga menggunakan kontrak dengan diagnosis promosi kesehatan keluarga. Klien yang membuat
kontrak, harus aktif terlibat dalam pengembangan, penetapan tujuan, dan implementasi kontrak.
Karena persyaratan ini, jenis klien yang tertentu secara otomatis bukan calon yang sesuai untuk kontrak.
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dewasa yang sangat bergantung, terganggu, dan memiliki
gangguan kognitif, perkembangan yang terbelakang, atau tidak bertanggung jawab adalah calon yang
buruk karena ketidakmampuannya untuk mengembangkan dan melaksanakan bagian dari kesepakatan
kontrak. Anak yang masih sangat muda dalam keluarga, kecuali jika orang tua terlibat, juga tidak mampu
untuk menyusun dan melaksanakan komitmen mereka.
11.6 Konseling Bagi Keluarga yang Menghadapi Krisis

Saat ini konseling sudah sangat luas diterima sebagai intervensi keperawatan. Konseling keluarga
digunakan untuk membantu keluarga yang mengalami krisis. Intervensi krisis adalah penerapan
sistematik dari teknik penyelesaian masalah, berdasarkan teori krisis, yang dirancang untuk membantu
klien dalam kondisi krisis melalui proses krisis secepat dan sedikit mungkin menimbulkan kepedihan
sehingga mencapai setidaknya pada tingkat kenyamanan psikologis yang sama keluarga dengan yang
dialami sebelum krisis. Tujuan utama intervensi krisis keluarga adalah mengurangi dampak negatif stres
yang dirasakan anggota keluarga dan keluarga secara keseluruhan dan juga memobilisasi kemampuan
koping mereka dengan cara yang adaptif.

11.6.1 Rujukan

Rujukan diarahkan kepada kompetensi perawat dalam menentukan keputusan yang diambil sesuai
dengan kondisi klinis klien dan kompetensi berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Sebagai contoh,
klien yang mengalami kecelakaan di kepala, didapati adanya indikasi peningkatan tekanan intrakranial
maka secepatnya perawat harus melakukan konsultasi dan referral kepada spesialis saraf saraf untuk
mendapatkan intervensi yang tepat dalam waktu yang singkat sehingga tidak terjadi komplikasi yang
parah.

11.6.2 Perencanaan Pulang

Peningkatan Kesinambungan keperawatan bagi pasien penyakit kronik dan lama dirawat dirumah sakit
dan keluarganya terutama memiliki kebutuhan penting. Perencanaan pulang dari satu tingkat perawatan
ke tingkat perawatan berikutnya misalnya dari rumah sakit ke fasilitas lainnya atau ke rumah merupakan
salah satu contoh dari kesinambungan perawatan. Perencanaan pulang yang efektif adalah komponen
sentral manajemen kasus/koordinasi. Perencanaan dan transisi yang tepat harus dibuat untuk pasien
dan keluarga. Hal ini sebaiknya sedini mungkin untuk mempercepat kepulangan pasien. Perencanaan
pulang dilakukan agar pelayanan kesehatan lebih efektif termasuk dalam hal biaya namun tetap
berkualitas.

1. Tindakan edukatif (mengajarkan). Ditujukan untuk mengubah perilaku klien melalui promosi
kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien. Misalnya, perawat mengajarkan kepada keluarga
tentang pembuatan cairan oralit dan senam kaki diabetik.

2. Tindakan merujuk.

a. Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk

b. mengetahui status kesehatan klien

c. merumuskan diagnosa keperawatan sesuai respon klien yang memerlukan intervensi


3. Keperawatan

a. Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau memulihkan

4. Kesehatan

a. Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana

b. Melaksanakan rencana pengukuran untuk menunjukkan, mendukung, dan mengajarkan kepada klien
atau keluarga memotivasi,

5. Tindakan edukatif (mengajarkan). Ditujukan untuk mengubah perilaku klien melalui promosi
kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien. Misalnya, perawat mengajarkan kepada keluarga
tentang pembuatan cairan oralit dan senam kaki diabetik.

6. Melakukan tindakan referral. Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam
mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan untuk melakukan kerja sama
dengan tim kesehatan lainnya. Misalnya, klien paska trauma kepala, ditemukan adanya tanda-tanda
tekanan intrakranial yang meningkat, maka perawat harus mengkonsultasikan atau merujuk klien
kepada dokter ahli saraf untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat dalam mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih parah.

7. Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis

8. partisipasi dengan konsumen atau tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan mutu pelayanan.

9. Tindakan terapeutik. Tindakan yang ditujukan untuk mengurangi, mencegah, dan mengatasi masalah
klien.

11.7 Tahap-Tahap Pelaksanaan Intervvensi Keperawatan

Ada tiga tahap yang dilakukan oleh perawatan dalam tahap pelaksanaan intervensi keperawatan. Tahap
pertama adalah persiapan, tahap kedua adalah pelaksanaan dan tahap ketiga adalah pencatatan atau
dokumentasi.

Ketiga tahap ini didiskusikan dibawah ini.

1.Tahap persiapan

Setiap tindakan direview dan dikaji kembali. Dengan demikian menambah pemahaman bahwa
intervensi dilakukan adalah untuk mempromosikan, mempertahankan, dan mengembalikan. Berikut ini
adalah kriteria yang harus diikuti dalam pelaksanaan tindakan keperawatan:

a. Intervensi harus sesuai dengan rencana

b. Memperhatikan prinsip-prinsip ilmiah

c. Diarahkan kepada klien secara individu berdasarkan kondisi pasien


d. Diarahkan untuk memodifikasi lingkungan menjadi lingkungan terapeutik

e. Memberikan pengajaran tentang topik-topik kesehatan kepada klien

f. Memanfaatkan fasilitas yang memadai.

g. Mengidentifikasi ilmu dan kompetensi yang diperlukan. Perawat harus mengidentifikasi level
pemahaman dan kompetensi yang diperlukan untuk tindakan keperawatan.

h. Memahami adanya komplikasi dari intervensi keperawatan yang bisa timbul. Langkah-langkah
intervensi keperawatan bisa berakibat terjadinya resiko tinggi kepada klien. Para perawat harus
mewaspadai kemungkinan munculnya komplikasi sehubungan dengan intervensi keperawatan yang
akan diterapkan. Situasi ini memungkinkan perawat untuk mencegah dan meminimalkan resiko yang
timbul.

i. Menetapkan dan mengadakan persiapan alat-alat yang diperlukan. dengan mempertimbangkan waktu
(kapan melakukannya dn berapa lama), tenaga (perawat harus mempertimbangkan kuantitas dan
kualitas tenaga yang tersedia dalam tindakan keperawatan), alat (apa saja alat-alat yang dibutuhkan
untuk melakukan tindakan).

j. Menyediakan lingkungan yang nyaman agar intervensi tersebut berhasil karena faktor penting adalah
pasien harus aman dan nyaman. Hal ini mencakup kenyamanan fisik dan psikologis.

k. Mengetahui semua aspek hukum dan etika terhadap adanya resiko dan potensial tindakan.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan intervensi keperawatan, perawat sebaiknya mempertimbangkan hak dan
klien, hak dan kewajiban perawat atau dokter, kode etik keperawatan, dan hukum keperawatan. Selama
melakukan tindakan, perawat diharapkan tetap mengumpulkan data baru, seperti respon klien terhadap
tindakan atau situasi yang berganti, dan perubahan-perubahan situasi. Yang harus menjadi perhatian
adalah pada keadaan ini, perawat harus fleksibel dalam menerapkan tindakan. Beberapa kendala yang
sering terjadi dalam implementasi adalah ide yang tidak mungkin, pandangan negatif terhadap keluarga,
kurang perhatian terhadap kekuatan dan sumber sumber yang dimiliki keluarga, serta penyalahgunaan
budaya atau gender. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan adalah dengan
menerapkan teknik komunikasi terapeutik. Dalam melaksanakan tindakan perlu melibatkan seluruh
anggota keluarga dan selama tindakan, perawat perlu memantau respon verbal dan nonverbal pihak
keluarga.

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal berikut ini:

a. Merangsang kesadaran dan penerimaan keluarga tentang masalah dan kebutuhan kesehatan melalui
pemberian informasi, menyediakan kebutuhan dan ekspektasi tentang kesehatan.

b. Menstimulasi anggota keluarga dan keluarga untuk membuat keputusan tentang cara perawatan
yang tepat, menyadari konsekuensi apabila tidak melakukan tindakan, mencari tahu apa saja sumber-
sumber yang ada dalam keluarga, dan mengidentifikasi tentang konsekuensi tipe intervensi.
c. Mendorong kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara
mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah dan mengawasi
keluarga melakukan perawatan.

d. Menolong keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan menjadi lebih sehat, yaitu melalui
sumber-sumber yang tersedia di dalam keluarga, melaksanakan perubahan lingkungan keluarga
semaksimal mungkin.

e. Memotivasi keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara mengenalkan
fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada.

3. Tahap dokumentasi

Setelah melaksanakan intervensi keperawatan, dalam tahap ini kegiatan terakhir adalah melakukan
dokumentasi. Intervensi apa saja yang sudah dilakukan terhadap pasien harus dicatatkan atau
didokumentasikan di catatan pasien. Selain itu respon pasien terhadap intervensi juga harus dikatakan.
Apakah intervensi mengurangi atau menghilangkan permasalahan keperawatan harus dituliskan di
catatan pasien. Catatan atau dokumentasi yang dilakukan, akan menunjukkan seberapa kompeten
keperawatan keperawatan. dan perawat tentunya melakukan akan tindakan-tindakan menunjukkan
efektivitas

Anda mungkin juga menyukai