Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Anak


di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat

Disusun oleh :

Hilda Eka Dewi


402018043
Program Studi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Bandung

Jl. K.H Ahmad Dahlan (Banteng Dalam) No.6 Bandung

2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
(Smeltzer,2001).

B. Etilogi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

Klasifikasi pneumonia berdasarkan Reeves (2001) :


1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum
dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya
menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan
hanya menurut lokasi anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan
organisme perusak.

Berdasarkan predileksi Infeksi Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia terdiri


atas :

1. Pneumonia Lobaris
Pnumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada lapangan
paru. Dapat disebabkan olehbakteri maupun virus.
3. Pneumonia Interstitialis

C. Manifestasi Klinis
manifestasi klinik pada penumonia menurut Sowden (2002) adalah:
1. Batuk
2. Dispnea
3. Tarkipnea
4. Siapnosis
5. Melemahnya suara nafas
6. Retraksi dinding thoraks
7. Nafas cuping hidung
8. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru-paru trinfeksi di
dalamya
9. Baruk paroksismal mirip petkutis (umum terjadi pada anak yang lebih
kecil)
10. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit.
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Abses paru
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas
6. Sepsis

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien Pneumonia meliputi :
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Riyadi, 2009, pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapi
secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 – 70
mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum
luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam
4 – 5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan
penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk
menghindari resistensi antibiotic.
b. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml/botol
infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang NGT pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin. Selain
bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan
lebar lumen bronkus.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasan Klien pneumonia berada dalam
keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan
banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien dapat
bernapas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk
memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2
l/menit secara rumat. Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1) Berikan sikap berbaring setengah duduk
2) Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos
yang sempit.
3) Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau lendir
tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan segera hilang,
4) Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah dada
yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian yang lain.

Pada bayi dapat dilakukan :


1) Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya
2) Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita.
3) Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit. Pengisapan
lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di dalam mulut,
pada waktu akan memberikan minum, mengubah sikap
baring/tindakan lain.
4) Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah infus
lancar.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien
harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat,
usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat
sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien pneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan
cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa
5% dan NACL 0,9% dalm perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10
mEq/500 ml/botol infus.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh
menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya agar pada
waktu bayi menetek puting susunya harus sering-sering dikeluarkan
untuk memberikan kesempatan bayi bernafas.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
pneumonia :
1. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan
predominan PMN atau dapat ditemukan leucopenia yang menandakan
prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran
bervariasi:
a. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b. Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
c. Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada
pneumonia stafilokok
3. Pemeriksaan cairan pleura
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
aspirasi trakea.

H. Tinjauan Askep Menurut Teori


1. Pengkajian fokus
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien pneumonia menurut Suyono, 2009;
Nursalam, 2005 dan Doengoes, 2000 :
a. Riwayat penyakit sekarang Hal yang perlu dikaji :
1) Keluhan yang dirasakan klien
2) Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
b. Riwayat penyakit dahulu Hal yang perlu dikaji yaitu :
1) Pernah menderita ISPA
2) Riwayat terjadi aspirasi
3) Sistem imun anak yang mengalami penurunan
4) Sebutkan sakit yang pernah dialami
c. Riwayat penyakit keluarga
1) Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
2) Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
d. Demografi
1) Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun
2) Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi dengan
polusi udara
e. Pola pengakajian Gordon Hal-hal yang perlu dikaji :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang tua
menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah mengalami
sesak nafas.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol
saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster sebagai
dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
3) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4) Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak nafas,
sering menguap serta kadang menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan.
5) Pola akitivitas-latihan
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelelmahan fisik. Anak lebih suka digendong dan bedrest.
6) Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
7) Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat,
tidak suka bermain, ketakutan. h. Pola peran-hubungan Anak tampak
malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam dan selalu bersama
orang tuanya.
8) Pola seksual-reproduksi
Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah puberta
mungkin tergangguan menstruasi.
9) Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak menangis,
kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung.
10) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seirng dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
f. Pemeriksaan fisik Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang
biasanya muncul yaitu :
1) Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas
2) Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa somnolent
3) Tanda-tanda vital :
a) TD : hipertensi
b) Nadi : takikardi
c) RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal
d) Suhu : hipertermi
4) Kepala :tidak ada kelainan
5) Mata :konjungtiva bisa anemis
6) Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung
7) Paru :
a) Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika hanya satu
sisi paru, ada penggunaan otot bantu nafas.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus pada
daerah yang terkena
c) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani
d) Auskultasi : bisa terdengar ronki
8) Jantung :jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan jantung tidak
ada kelemahan
9) Ekstremitas :sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
e. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.
f. Ansietas pada (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kondisi anak.
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
h. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
3. Perencanaan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
efektif. Kriteria Hasil :
1) Tidak ada dispnea
2) Perkusi paru sonor
3) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
4) Tidak ada batuk produktif

Intervensi :
1) Auskultas area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara
dan bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronkhial (normal pada bronkhus) dapat
juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels terdengar pada inspirasi.
2) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding
dada/ atau cairan paru.
3) Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensikan kepala
pada bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam
dan lebih kuat
4) Berikan obat sesuai indikasi : mukoitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgetik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret. Analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk
dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-
hati.
5) Berikan cairan tambahan IV atau oksigen
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk tak tampak) dan memobilisasikan secret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
efektif. Kriteria hasil:
1) RR = 30 - 40 x/menit
2) Tidak ada dispnea
3) Pengembangan paru maksimal

Intervensi :
1) Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30o .
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
2) Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi
untuk memantau saturasi oksigen
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.
3) Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap
terbuka
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
4) Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah
bisa atau mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan
sehingga kebutuhan O2 tidak meningkat.
5) Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2
tubuh.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pertukaran gas
maksimal. Kriteria Hasil :
1) Klien tidak dispnea
2) Klien tidakk ada kebiruan
3) N = 90 - 100 x/menit
4) PO2 normal pada GDA
5) PCO2 normal
6) Warna kulit normal
7) Anak tidak gelisah
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan anak
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman seperti posisi semi
fowler, membuat anak bernafas dengan mudah.
3) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
fianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis daun telinga,
membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia
sistemik.
4) Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar
Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg.
6) Awasi GDA
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2, kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien toleran terhadap
aktivitas Kriteria Hasil :
1) Klien tidak tampak kelemahan
2) Dyspnea berkurang
3) Tidak ada dyspnea saat aktivitas
4) Tidak ada sianosis setelah aktivitas
5) Dapat beraktivitas optimal
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.
Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2) Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan minat
anak.
Rasional : Menurunkan kebutuhan O2
3) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
4) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan panas berkurang
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam batas normal (>37,8o C)
2) Akral dingin
3) Anak tidak gelisah
Intervensi :
1) Pertahankan lingkungan yang dingin
Rasional : lingkungan dingin akan menurunkan suhu tubuh melalui
kehilangn panas pancaran
2) Berikan kompres hangat basah
Rasional : kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan
tubuh secara konduksi.
3) Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam, waspadai bila ada kenaikan
suhutubuh secara tiba-tiba
Rasional : peningkatan suhu tiba-tiba dapat mengakibatkan kejang.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : pemberian antipiretik dapat mengurangi demam secara
efektif.
f. Ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan tentang kondisi anak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Orang tua menyatakan cemas berkurang.
2) Tidak ada ekspresi ketakutan
Intervensi:
1) Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan serta ciptakan
hubungan dengan anak dan orang tua.
Rasional : Penjelasan setiap prosedur memberikan pemahaman pada
orang tua dan hubungan yang baik akan menumbuhkan
kepercayaan.
2) Berikan kenyamanan pada lingkungan anak seperti digendong atau
mengayun membelai dan memberikan musik.
Rasional : Anak akan merasa dilindungi.
3) Libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak
merasakan ketenangan.
Rasional : Orang terdekat dari anak adalah orang tua sehingga
melibatkan orang tua akan membantu mempermudah proses
keperawatan.
4) Beri obat yang memperbaiki ventilasi seperti bronkhoclatos sesuai
program.
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
1) Membran mukosa lembab
2) Turgor kulit baik
3) Pengisian kapiler cepat
4) Tanda vital stabil
5) Balance cairan stabil
Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu / memanjangnya demam,
meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui
evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan tachicardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, cacat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur
BB sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (antiseptik, antiemetic)
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
5) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai keperluan
Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.
h. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada mual ataupun muntah
2) BB stabil
3) Nafsu makan meningkat
4) IMT Stabil
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini.
4) Berikan makan posri kecil dan sering termasuk makanan kering dan
atau makanan yang menarik.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
5) Evaluasi status nutrisi umum, ukur BB
Raasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi dan /
lambatnya respons therapi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

Kozier, B. 2010., Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep proses dan

praktik. Edisi.7. Jakarta: EGC.

Maidartati. 2014. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas

Pada Anak Usia 1-5 Tahun yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas di

Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. II No. 1.

Bandung: Universitas BSI

Nettina, Sandra M. 2001.Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease

Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba

Medica.

Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,

Jakarta : EGC

Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai