Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana membuat kampanye 

anti-
merokok yang lebih persuasif
dan kuat
Mei 31, 2019 3.28pm WIB
Penulis

1. Juhri Selamet
Lecturer, Universitas Multimedia Nusantara

Pengungkapan

Juhri Selamet tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham, atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi
mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini, dan telah mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki afiliasi selain
yang telah disebut di atas.
Mitra

Lihat semua mitra

Alih bahasa

 Bahasa Indonesia
 English

The Conversation mendukung arus bebas informasi


Artikel kami dapat ditayangkan ulang secara gratis dengan lisensi Creative Commons

Republikasi artikel ini

  Surel
  Twitter
  Facebook 2
  LinkedIn
  Cetak
Dampak merusak dari merokok pada kesehatan kita telah diketahui dan
mayoritas negara di dunia melarang iklan rokok untuk menurunkan jumlah
perokok. Tapi di Indonesia, satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum
meratifikasi konvensi internasional pengendalian tembakau, jumlah perokok
remaja dan dewasa terus tumbuh pada level yang lebih tinggi dibanding
negara mana pun.

Survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap hampir 6.000 responden


menemukan hampir 60% remaja Indonesia (berusia 13-15) secara teratur
terpapar asap rokok di rumah, dan hanya 24,5% perokok dewasa yang percaya
bahwa merokok dapat menyebabkan masalah penyakit serius.

Untuk meningkatkan kesadaran publik akan dampak berbahaya dan


mematikan dari penggunaan tembakau dan paparan asap rokok, dan untuk
mencegah penggunaan tembakau dalam bentuk apa pun, WHO dan mitra
global merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (WNTD) setiap tahun pada
31 Mei.

Kementerian Kesehatan Indonesia telah melakukan kampanye anti-merokok


untuk mengurangi merokok; yang terbaru diluncurkan pada 2018. Tapi pesan
kampanye tersebut tidak cukup persuasif.
Informasi akurat dan kredibel bagaikan oksigen yang menyehatkan kita.
Dapatkan sekarang

Saya berpendapat bahwa merancang pesan kampanye anti-merokok


berdasarkan teori komunikasi kesehatan yang telah teruji dan terbukti akan
membuat pesan lebih kuat.

Masalah kampanye anti-merokok


Kampanye anti-merokok di Indonesia ditayangkan sebagai iklan layanan
masyarakat di televisi nasional dan media digital. Kementerian Kesehatan
telah meluncurkan kampanye media sosial anti-merokok dengan
hastag #SuaraTanpaRokok.
Kisah Ranap Simatupang dan korban lainnya dalam iklan kampanye #SuaraTanpaRokok.
Dari pengamatan saya terhadap #SuaraTanpaRokok, kampanye ini hanya
berfokus pada sikap takut dan sedih untuk menunjukkan ketidaksetujuan
pada merokok dan risiko yang dirasakan dari merokok.

Kampanye ini menceritakan kisah orang-orang yang menderita kanker karena


merokok, seperti Zainal Arifin Nasution, yang menjalani operasi untuk kanker
laring, dan Ranap Simatupang, yang meninggal karena kanker paru-paru.
Kampanye ini juga menunjukkan risiko merokok melalui gambar-gambar dari
penyakit paru-paru.

Kampanye persuasif: tindakan beralasan


Kita membutuhkan berbagai pendekatan untuk merancang pesan kesehatan.
Selain dari jenis kampanye kesehatan yang saat ini digunakan pemerintah,
yang menyoroti ketakutan dan kesedihan karena risiko merokok, beberapa
teori pengaruh sosial dapat digunakan untuk mengembangkan pesan yang
menarik.

Penelitian komunikasi kesehatan telah menunjukkan bahwa pesan kesehatan


yang menantang persepsi masyarakat tentang norma-norma sosial cukup
efektif dalam mengubah perilaku dan membangun kepercayaan masyarakat
untuk berhenti merokok.

Kampanye kesehatan tentang kanker, anti-merokok, dan kesadaran


HIV/AIDS sering menggunakan teori tindakan beralasan yang dikembangkan
oleh Fishbein dan Ajzen (1975).

Teori ini mengasumsikan bahwa seseorang yang ingin dan bermaksud untuk
menghindar jatuh sakit akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Niat
seseorang dipengaruhi oleh sikap mereka terhadap perilaku yang berkaitan
dengan upaya-upaya pencegahan tersebut dan dipengaruhi juga oleh
bagaimana orang lain melihat perilaku itu.

Berdasarkan teori ini, membujuk seseorang dengan menargetkan sikap dan


norma sosial mereka dapat mengubah perilaku mereka.

Ambil iklan anti-merokok di Amerika Serikat, misalnya, yang kampanyenya


sering memberikan argumen atau pesan beralasan yang berfokus pada apa
yang dipikirkan orang lain tentang merokok (norma sosial) atau pada sikap
individu terhadap merokok (sikap pribadi).

Dalam “Addicted Ashtray”, seorang gadis yang kecanduan merokok


mendapati mesin penjual rokok rusak. Dia kemudian mengambil dari asbak,
sebatang rokok yang sudah terbakar setengah. Jenis pesan kesehatan ini
bertujuan untuk menunjukkan bahwa merokok mengarah pada perilaku
menjijikkan.
“Addicted Ashtray”, sebuah iklan TV dari Departemen Kesehatan South Dakota yang meminta para perokok memikirkan
kembali peran rokok dalam kehidupan mereka.
Pendekatan ini menantang sikap seseorang terhadap rokok karena mereka
tidak ingin mengasosiasikan diri dengan perilaku buruk yang disajikan dalam
kampanye. Ini juga bisa membuat perokok berpikir tentang bagaimana
keluarga dan teman-teman mereka memandang perilaku merokok.

Iklan anti-merokok juga dapat berupaya mempengaruhi sikap dengan


memberikan informasi tentang kandungan racun yang ada dalam rokok.
Iklan anti-rokok ini memberi tahu penonton bagaimana bahan kimia dalam rokok yang menyala dapat menyebabkan efek
kesehatan yang membahayakan.

Mencoba berhenti
Merokok membuat ketagihan. Bagi mereka yang kecanduan, berhenti
merokok merupakan hal yang sulit. Merancang pesan kampanye
berdasarkan teori kognitif sosial mungkin membuat orang yang sedang
berusaha berhenti merokok merasa terwakili.

Berdasarkan teori ini, ketika orang melihat bahwa pesan diarahkan pada
perilaku mereka, pesan tersebut mendapatkan makna representasional yang
lebih besar. Dalam hal ini, kampanye anti-merokok dapat memberikan kisah
tentang seseorang yang telah berhenti merokok atau sedang mencoba
berhenti.
Tiffany memiliki alasan kuat dan emosional untuk berhenti merokok: pada usia 16 tahun, ia kehilangan ibunya karena
kanker paru-paru.

Menampilkan banyak manfaat berhenti merokok


Kita juga dapat menggunakan model kepercayaan kesehatan (HBM) untuk
merancang kampanye anti-merokok.

Model ini berpendapat bahwa seorang individu akan melakukan perubahan


perilaku dengan menilai tidak hanya risiko perilaku mereka tapi juga
hambatan dan manfaatnya.

Kampanye anti-merokok karena itu dapat juga fokus pada manfaat dari hidup
tanpa rokok. Misalnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
AS memberikan daftar manfaat kesehatan bebas rokok: Anda dapat
menikmati jantung yang sehat, paru-paru yang sehat, dan risiko kanker dan
disfungsi ereksi yang lebih rendah.

Kampanye anti-merokok di Indonesia masih berfokus pada tingkat bahaya


yang disebabkan oleh merokok, sementara di sisi lain perusahaan rokok
mendesain iklan mereka dengan pesan menyesatkan bahwa merokok
itu keren dan maskulin, serta nada positif lainnya untuk merekrut perokok
remaja dan memperluas pasar.
Karena itu, menggunakan berbagai teori komunikasi yang ada untuk
merancang kampanye anti-merokok dapat menghasilkan pesan-pesan yang
lebih efektif yang menargetkan para perokok muda dan baru.

Anda mungkin juga menyukai