Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

‘PEREKAMAN EKG DAN INTERPRETASI EKG’

DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. IDA SURYATI, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022
A. KONSEP PEREKAMAN EKG DAN INTERPRETASI EKG
1. Pengertian

Menurut (Armiyati, 2016: 161) EKG atau elektrokardiogram adalah suatu representasi
dari potensial listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan
menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf.

Elektrokardiograf adalah alat medis yang digunakan untuk merekam beda potensial
bioelektrik di permukaan kulit yang dibangkitkan jantung dengan memasang elektroda
rekam (Ag/AgCl) pada tempat tertentu di permukaan tubuh. (Haryosuprobo dkk, 2016:
vol 15, 150).

Elektrocardiografi (EKG) merupakan suatu grafik yang menggambarkan aktifitas


kelistrikan jantung (Diklat PJT, 2005). Perekaman EKG merupakan prosedur untuk
mendapatkan gambaran aktivitas listrik otot jantung.

2. Tujuan
- Mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung dan otot jantung
- Mengetahui pengaruh/efek obat-obat jantung
- Mengetahui adanya ganguan-gangguan elektrolit
- Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
- Menilai fungsi pacu jantung.

3. Indikasi
- Klien dengan riwayat gangguan jantung
- Menegakkan dignosa adanya kelainan jantung
- Klien dengan kelainan miokard seperti infark
- Klien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
- Klien dengan gangguan elektrolit
- Klien perikarditis
- Klien di ruang ICU

4. Alat

- Mesin EKG
- Kabel untuk sumber listrik - Bengkok

- Kabel electrode ekstrimitas dan


dada sandapan EKG: plat electrode - Kertas catatan EKG

- Alat tulis
- Jelly

- Aseptikgel & handscoon

- Kasa dan tissue

5. Persiapan pasien
- Identifikasi identitas pasien dan kebutuhan perekaman EKG
- Jaga privasi pasien
- Jelaskan pada pasien untuk melepas perhiasan atau aksesories elektronika atau
berbahan metal/ besi, baju akan dibuka, prosedur yang akan dilakukan kurang lebih
selama 15 menit, tidak terasa sakit.
- Atur posisi pasien untuk senyamannya dan beritahu pasien untuk rileks/ tidak
bergerak dan bicara selama dilakukan perekaman
- Tulis nama, usia, jenis kelamin, keluhan, tekanan darah, dan obat yang digunakan saat
sebelum dilakukan perekaman.

6. Pelaksanaan
- Ganti baju pasien dengan baju tindakan atau buka pakaian bagian atas
- Bersihkan daerah yang akan dipasang sadapan dan berikan jelly EKG.
- Pasang sadapan ekstrimitas sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada mesin
perekam.
a. Putih/ RA di lengan kanan
b. Hitam/ LA di lengan kiri
c. Merah/ LL di kaki kiri
d. Hijau/ RL di kaki kanan

- Pasang sadapan precordial sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada mesin
perekam. hasil perekaman akan memunculkan gambaran EKG sesuai sadapannya
(V1-V6).
a. Merah/ V1 di sela tulang iga ke 4 samping kanan garis sterna
b. Kuning/ V2 di sela tulang iga ke 4 samping kiri garis sterna
c. Hijau/ V3 di titik tengah antara V2 dan V4
d. Ungu/ V4 di sela tulang iga kiri ke 5 lurus dengan pertengahan klavikula.
e. Coklat/ V5 garis ketiak/ aksilla depan sejajar dengan V4
f. Hitam / V6 garis ketiak/ aksilla tengah sejajar dengan V
- Nyalakan mesinnya dengan menekan tombolnya, kemudian amati apakah setingan
mesin sudah tepat dan gambaran EKG yang jelek (tidak seharusnya)
a. Mode yang digunakan manual/ otomatis
b. Tentukan kalibrasi yang digunakan 0,5 X, 1 X, 2X, dan atau lebih.
c. Kecepatan apakah sudah sesuai 25 mm/ detik.
d. Mesin EKG yang model lama apakah jarum perekam udah di tengah
e. Bila gambaran EKG Jelek, periksa apakah ada sadapan yang kurang tepat
pemasangannya.
- Tekan tombol start (prosedur ini disesuaikan dengan mesin yang digunakan, jadi
mohon dibaca prosedur pemakaian alat yang ada di setiap mesin).
- Matikan mesin, dan rapikan peralatan (lepas alat dari pasien dan bersihkan jelly yang
nempel di alat sampai bersih)
- Rapikan pasien dengan membersihkan bekas jelly dan merapikan baju.
- Tuliskan tanggal, jam, nama, umur, tekanan darah, dan berat badan pada lembaran
EKG atau buku menempelkan hasil rekaman.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan EKG


Keterangan :

1. Gelombang P: aktivasi atrium.


a. Lebar < 0,12 detik
b. Tinggi < 0,3 milivolt
c. Selalu positif di lead II dan negatif di lead aVR
2. Interval PR: durasi konduksi AV
a. Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
b. Durasi normal 0,12–0,20 detik
3. Kompleks QRS: aktivasi ventrikel kanan dan kiri
a. Lebar 0,06–0,12 detik
b. Panjang bervariasi di antara tiap lead
c. Gelombang Q → defleksi negatif pertama
d. Gelombang R → defleksi positif pertama
e. Gelombang S → defleksi negatif setelah gelombang R
4. Durasi kompleks QRS: durasi depolarisasi otot ventrikel
5. Interval PP: durasi siklus atrium
6. Interval RR: durasi siklus ventrikel
7. Interval QT: durasi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel
8. Segmen ST
a. Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T
b. Normal: isoelektrik
9. Gelombang T
a. Positif di lead I, II, V3–V6 dan negatif di aVR

Ukuran kotak kecil: 1 mm dan ukuran kotak besar: 5 mm. Kecepatan kertas
pencatatan 25 mm/detik, berarti satu kotak kecil adalah 0,04 detik. Amplitudo standar
1 milivolt. (Sulastomo dkk, 2016: 24)

7. Interpretasi EKG

Menurut Sulastomo dkk, (2016: 25)

1. Irama
Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung berasal dari nodus SA dengan
melewati serabut-serabut otot atrium impuls diteruskan ke nodus AV, dan seterusnya
melalui berkas His → cabang His kiri dan kanan → jaringan Purkinye → akhirnya ke
serabut otot ventrikel. Disini nodus SA menjadi pacemaker utama dan pacemaker
lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila nodus SA terganggu maka
fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.
Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus yaitu iramanya teratur, dan
tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS. Irama sinus merupakan irama yang
normal dari jantung dan nodus SA sebagai pacemaker. Jika irama jantung
ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari pacemaker yang terletak di luar nodus SA
disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih dianggap irama
sinus yang normal. Akan tetapi apabila variasi antara siklus yang paling panjang dan
paling pendek melebihi 0,12 detik maka perubahan irama ini dinamakan sinus
aritmia.
a. Irama Sinus

b. Sinus Aritmia

c. Atrial Fibrillation (AF)


d. Ventricular Tachycardia (VT)

e. Ventricular Fibrillation (VF)

f. Supraventricular Tachycardia (SVT)

2. Frekuensi
a. Reguler
Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung teratur (reguler):
1) 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval atau P-P interval.
2) 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval atau P-P interval.
3) 60 dibagi dengan jumlah waktu dalam detik antara R-R interval atau P-P
interval
b. Irreguler
Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak teratur (irreguler) :
sejumlah R-R interval atau P-P interval dibagi dengan jumlah kotak dari sejumlah
R-R interval atau P-P interval dikalikan 1500.
Frekuensi jantung pada orang dewasa berkisar antara 60 sampai 100 kali/menit.
Sinus takikardia ialah irama sinus dimana frekuensi jantung pada orang dewasa
lebih dari 100 denyut/menit, pada anak-anak lebih dari 120/menit dan pada bayi
lebih dari 150 denyut/menit.
Sinus bradikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung kurang dari 60
denyut/menit.
3. Aksis
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi adalah posisi listrik
dari jantung pada waktu berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis. Pada
pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung terhadap rongga dada. Di bawah
ini adalah gambar aksis normal, right axis deviation (RAD), dan left axis deviation
(LAD). Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis
longitudinal, yaitu:
a. Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock wise rotation=CWR)
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke arah kranial. Pada keadaan ini
ventrikel kanan terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang.
Ini dapat dilihat pada lead prekordial dengan memperhatikan transitional zone, di
mana pada keadaan normal terletak pada V3 dan V4 (transitional zone = R/S =
1/1). Pada clock wise rotation transitional zone lebih ke kiri, yaitu pada V5 dan
V6.
b. Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah jarum jam (counter clock
wise rotation=CCWR) Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan,
sedang ventrikel kanan lebih ke belakang. Pada counter clock wise rotation
nampak transitional zone pindah ke kanan, yaitu V1 atau V2.
1. Gelombang P :
a. Durasi gelombang P normal
Gelombang P: ialah suatu defleksi/ penyimpangan yang disebabkan oleh proses
depolarisasi atrium. Terjadinya gelombang P adalah akibat depolarisasi atrium
menyebar secara radial dari nodus SA ke nodus AV (atrium conduction time).
Gelombang P yang normal memenuhi kriteria sbb:
1) panjang gelombang tidak lebih dari 0,12 detik
2) tinggi atau amplitudo tidak lebih dari 3 mm
3) biasanya defleksi ke atas (positif) pada lead-lead I, II, aVL dan V3-V6
4) biasanya defleksi ke bawah (negatif) pada aVR, sering pula pada V1 dan
kadang-kadang V2
b. Gelombang P mitral dan P pulmonal

2. Interval PR:
Interval P-R: atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur dari permulaan timbulnya
gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Ini menunjukkan lamanya konduksi
atrio ventrikuler di mana termasuk pula waktu yang diperlukan untuk depolarisasi
atrium dan bagian awal dan repolarisasi atrium. Repolarisasi atrium bagian akhir
terjadi bersamaan waktunya dengan depolarisasi ventrikuler. Nilai interval P-R
normal ialah: 0,12-0,20 detik.
3. Segmen PR:
Segmen P-R adalah jarak antara akhir gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Dalam keadaan normal segmen PR berada dalam garis isoelektrik atau sedikit
depresi dengan panjang tidak lebih dari 0,8 mm. Segmen P-R ini menggambarkan
delay of exitation pada nodus AV (atau kelambatan transmisi impuls pada nodus AV).
4. Kompleks QRS:
Yang perlu diperhatikan pada kompleks QRS adalah:
a. Durasi kompleks QRS:
Menunjukkan waktu depolarisasi ventrikel (total ventricular depolarization time),
diukur dari permulaan gelombang Q (atau permulaan R bila Q tak tampak),
sampai akhir gelombang S. Nilai normal durasi kompleks QRS adalah 0,08-0,10
detik. V.A.T atau disebut juga intrinsic deflection ialah waktu yang diperlukan
bagi impuls melintasi miokardium atau dari endokardium sampai epikardium,
diukur dari awal gelombang Q sampai puncak gelombang R. V.A.T tidak boleh
lebih dari 0,03 detik pada V1 dan V2, dan tidak boleh lebih dari 0,05 pada V5 dan
V6.
b. Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu infark miokard lama. Tanda
gelombang Q patologis yaitu lebarnya melebihi 0,04 detik dan dalamnya melebihi
sepertiga dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama. Karena
gelombang Q patologis menunjukkan letak infark miokard, maka untuk
mendiagnosis infark miokard lama harus melihat gelombang Q patologis
sekurang-kurangnya pada dua lead yang berhubungan. Contoh: diagnosis infark
miokard lama inferior dapat ditegakkan apabila ditemukan gelombang Q patologis
pada lead II, III, dan aVF (lihat gambar di bawah).

5. Segmen S-T :
Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah pengukuran waktu dari akhir kompleks
QRS sampai awal gelombang T. Ini menunjukkan waktu di mana kedua ventrikel
dalam keadaan aktif (excited state) sebelum dimulai repolarisasi. Titik yang
menunjukkan di mana kompleks QRS berakhir dan segmen S-T dimulai, biasa disebut
J point. Segmen S-T yang tidak isoelektrik (tidak sejajar dengan segmen P-R atau
garis dasar), naik atau turun sampai 2 mm pada lead prekordial (dr.R. Mohammad
Saleh menyebutkan 1 mm di atas atau di bawah garis) dianggap tidak normal. Bila
segmen ST naik disebut S-T elevasi dan bila turun disebut S-T depresi, keduanya
merupakan tanda penyakit jantung koroner. Panjang segmen S-T normal antara 0,05-
0,15 detik (interval ST).
a. Isoelektrik :

c. ST elevasi dan ST depresi

6. Gelombang T :
Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh proses repolarisasi ventrikel
jantung. Panjang gelombang T biasanya 0,10-0,25 detik.
Pada EKG yang normal maka gelombang T adalah sbb :
- positif di lead I dan II, dan mendatar, bifasik atau negatif di lead III
- negatif di aVR, dan positif, negatif atau bifasik pada aVL atau aVF.
- negatif di V1, dan positif di V2 sampai V6

7. Gelombang U :
Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T, belum diketahui dihasilkan oleh
proses apa. Gelombang U adalah defleksi yang positif dan kecil setelah gelombang T
sebelum gelombang P, juga dinamakan after potensial. Gelombang U yang negatif
selalu abnormal.

8. Interval Q-T
Interval Q-T diukur mulai dari permulaan gelombang Q sampai pada akhir gelombang
T, menggambarkan lamanya proses listrik saat sistolik ventrikel (duration of electrical
systole) atau depolarisasi ventrikel dan repolarisasinya. Interval Q-T ini berubah-ubah
tergantung frekuensi jantung, jadi harus dikoreksi sesuai frekuensi jantungnya (QTc).
Untuk koreksi ini menggunakan normogram yang memberikan Q-Tc untuk frekuensi
jantung 60x/menit. Q-Tc normal pada laki-laki tidak boleh lebih dari 0,42 detik dan
pada wanita tidak boleh lebih dari 0,45 detik (dr.R. Mohammad Saleh mengatakan
0,35-0,44 detik).

9. Lain-lain :
a. VES=Ventricular Extra Systole (PVC=Premature Ventricular Contraction)

b. SVES=Supraventricular Extra Systole (PAC= Premature Atrial Contraction)


DAFTAR PUSTAKA

Jones, S.A (2005) EKG Notes: Interpretation and management guide. F.A Davis Company.
Philladelphia.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. (1996) Brunner & Suddart text Book Of Medical-
Surgical Nursing. Ed 8. Lippincott. Philadelphia

Dharma, S (2009) Sistematika Interpretasi EKG: Pedoman Praktis. Jakarta. EGC.

Baranoski, S etall (2004) Nursing Procedures, 4th Edition. Editors: Mills, Elizabeth
Jacqueline. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Diklat PJT - RSCM (2008) Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar; diklat pelayanan
jantung terpadu rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Edisi empat, tidak dipublikasikan.

Armiyati, dkk. 2016. Nursing Skills Book I: Perekaman dan Interpretasi EKG. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah: Semarang.

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

‘PERAWATAN WSD’
DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. MUHAMMAD ARIEF, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022

1. Pengertian
Perawatan yang dilakukan pada pasien dengan post pemasangan WSD menyangkut
perawatan luka selang dan botol WSD.
2. Tujuan
 Mencegah terjadinya infeksi post pemasangan selang WSD
 Menjaga kepatenan sistem drainoge WSD
 Mengembangkan kembali paru yang kolaps

3. Indikasi
 Pneumothoraks
 Hemothoraks
 Thorakotonomi
 Efusi pleura
 Emfiema

4. Kontraindikasi
 Infeksi pada tempat pemasangan
 Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

5. Persiapan pasien
 Jelaskan prosedur kepada pasien dan kelurga
 Pasang sampiran
 Bebaskan pakaian pasien bagian atas
 Atur posisi pasien dengan posisi fowler (duduk)

6. Alat dan bahan


 Troly drosing
 Botol wsd bonsi larutan betadine yang lebuih di encerkan dengan nacl 0,9% dan ujung
 Selang terendam +2cm kedalam
 Pinset
 Korontang
 Plester
 Gunting
 Alkohol 70%
 Betadine 10%
 Handscon steril
 Bengkok
 Kasa steril
 Set bedah minor steril

7. Prosedur kerja

No Langkah pengkerjaan Ilustrasi gambar

Cuci tangan dan pakai handscon


1.

2.
Buka set bedah minor steril

3.
Buka balutran dengan
menggunakan secara hati-
hati,balutan kotor masukkan ke
bengkok

4.
Desinfeksi luka dan selang
betadine 10% kemudian dengan
alkohol 70%
5.
Tutup luka dengan kasa steril yang
sudah di potong tengah nya
kemudian di plaster

6.
Klem slang WSD

7.
Lepaskan ujung selang WSD
dengan alkohol 70% kemudian
hubungan dengan selang
penyambung botol WSD yang
baru

8.
Bersihkan ujung selang WSD
dengan alkohol 70% kemudian
hubngkan dengan selang
pentambung botol WSD yang baru

9.
Buka klem selang WSD
10.
Anjurkan pasien untuk menarik
nafas panjang dan ajarkan batuk
efektif

11.
Latih dan anjurkan pasien untuk
rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak bahu dan sendi di
daerah pemasangan WSD

12.
Rapikan pakaian pasien dan
lingkungannya

13.
Atur posisi pasien kembali dalam
posisi yang nyaman

14
Bereskan alat dan sterilisasi boto
WSD yang kotor
15.
Buka handscoon dan cuci tangan
lalu documentasikan

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

‘INFUS’

DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

REVIEW

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022
A. Pengertian
Pemasangan infus adalah tindakan medis yang dilakukan dengan memberikan cairan
dan obat melalui jarum ke dalam pembuluh vena untuk menggantikan cairan atau zat-
zat makanan dari tubuh.
Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006). Pemberian cairan intravena merupakan
salah satu tindakan invansif yang dilakukan oleh perawat.

B. Tujuan
Tujuan pemasangan infuse (Rhoad, J, & Bonnie,J.,M, 2008) :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
3. Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
4. Memberikan transfusi darah.
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena.
6. Membantu pemberian nutrisi secara parenteral.

C. Indikasi, Kontraindikasi, Dan Komplikasi


1. Indikasi
1) Asering : dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi :
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok,
hemoragik, dehidrasi berat, trauma, dan digunakan sebagai nutrisi.
2) Ringer laktat : deficit ECF seperti kehilangan cairan karena luka bakar,
perdarahan, dan dehidrasi, serta asidosis metabolik.
3) NaCl 0,45% : klien dengan hipovolemik dengan hiponatremia
4) NaCl 0,9% : dehidrasi meningkatkan volume cairan intraseluler dan diberikan
jika RL tidak cocok (alkalosis, retensi K+ ), untuk klien yang mengalami
trauma kepala, serta mengencerkan eritrosit sebelum transfuse, serta klien
yang mengalami kehilangan Na>Cl, misal diare.
5) Dekstrosa 5% : mengganti kekurangan cairan tubuh dan tidak boleh diberikan
pada klien yang mengalami trauma kepala.
6) Dekstrosa 5% dengan NaCl 0,45% : sebagai cairan awal untuk hidrasi.
7) Dekstrosa 5% dengan NaCl 0,9% : deficit ECF pada pasien dengan penurunan
jumlah Na atau Cl serta asidosis metabolic.
8) KA-EN 1B : sebagai larutan awal bila status elektrolit belum diketahui seperti
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam),
<24 jam pasca operasi.
9) KA-EN 3A : rumatan untuk kasus pasca operasi (>24-48 jam), larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas.
10) KA-EN 4A : larutan rumatan untuk bayi dan anak, tepat digunakan untuk
dehidrasi hipertonik.
11) Amiparen : infeksi berat, kwashiorkor, pasca operasi, total parenteral nutrition.
12) Aminovel – 600 : nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI, penderita GI
yang dipuasakan, kebutuhan metabolic yang meningkat (missal luka bakar,
trauma, dan pasca operasi.

2. Kontraindikasi
1) Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi dilokasi pemasangan infus.
2) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, Karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena ( A-V shunt) pada tindakan
hemodialysis (cuci darah).
3) Obat-obatan yang berpotensi iritasi terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat(misalnya pembuluh vean di tungkai dan kaki)
4) Vena yang sklerotik atau bertrombus.
5) Lengan yang mengalami luka bakar atau juga mengalami masktektomi.

3. Komplikasi
1) Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang
kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh
darah.
2) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus kedalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadii akibat jarum infus melewati pembuluh darah.
3) Syok ringan : tubuh bereaksi terhadap zat yang diinjeksikan kedalam system
sirkulasi yang terlalu cepat. Tanda: sakit kepala, nadi cepat, dan pingsan.
4) Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena.
5) Emboli udara, yakni masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam
pembulu darah.
6) Kelebihan volume cairan: tandanya, yaitu meningkatnya tekanan darag dan
kesulitan bernapas(dyspnea).

D. Persiapan Alat dan Bahan


1. Larutan yang benar
2. Jarum yang sesuai (abbcath, wing needle/butterfly)
3. Set infus
4. Selang intravena
5. Alkohol dan swab pembersih yodium-povidon
6. Torniket
7. Sarung tangan steril
8. Kasa steril dan larutan atau salep yodium-povidon
9. Plester
10. Gunting
11. Tiang IV
12. Handuk/pengalas tangan
13. Tempat sampah medis dan non-medis

E. Protokol/Prosedur Kerja
1. Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV.
2. Cek alat-alat yang akan digunakan.
3. Cuci tangan.
4. Gunakan sarung tangan steril.
5. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya.
6. Perkenalkan nama perawat.
7. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien.
8. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan.
9. Tanyakan keluhan klien saat ini.
10. Jaga privasi klien.
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien.
12. Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman.
13. Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan
(buat klien senyaman mungkin).
14. Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat.
15. Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya.
16. Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem
pada posisi off .
17. Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa
menyentuh ujung tempat masuknya alat set infus.
18. Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan
penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya,
dantusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada
botol dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper
botol IV.
19. Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat
yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus).
20. Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih
dululakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang terisi,
klem dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup.
21. Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
22. Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi.
23. Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum.
24. Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang
torniketmengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat
insersi yangdipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari
adanya cideraatau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran
IV. Periksa nadidistal.
25. Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk
mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang
cocok,lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
26. Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler
daritempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan
sampai kering. Klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama
30 detik.
27. Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang
tidak memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan
penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti.
28. Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
29. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik
IV kateter ke dalam vena
30. Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan yang
lain.
31. Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar .
32. Sambungkan plastik IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat,
jangan menyentuh titik masuk selang infus.
33. Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
34. Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan
terlebih dulu)
35. Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan
kasasteril, pasang plester .
36. Atur tetesan infus sesuai ketentuan.
37. Beri label pada tempat pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang
kateter,dan inisial perawat.
38. Lepaskan dan buang sarung tangan dan rapikan persediaan yang digunakan.
39. Cuci tangan.
40. Berikan reinforcement positif .
41. Buat kontrak pertemuan selanjutnya.
42. Akhiri kegiatan dengan baik
43. Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan
(jumlah cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar,
kepatenan vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi).
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Amalia Ikhsania.2020. PROSES PEMASANGAN INFUS DI RUMAH SAKIT DAN


EFEK SAMPINGNYA. (https://www.sehatq.com/artikelproses-pemasangan-infus-di-
rumah-sakit-dan-efek-sampingnya) diakses 26 Desember 2020.
Dokumen.tips. LP Pemasangan Infus (https://dokumen.tips/dkumen/lp-pemasangan-infus-
pnir.html) diakses pada 26 Desember 2020.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

‘TRANSFUSI DARAH’

DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. LISA MUSTIKA SARI, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022
A. KONSEP TRANSFUSI DARAH

1. Pengertian
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang
(donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi darah adalah proses menyalurkan
darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya.
Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam
jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah.
Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
membutuhkan darah dengan cara memasukan darah melalui vena dengan
menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi
volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Banyak
komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi
hemolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi
demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh
identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label darah atau komponen darah
yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang inkompatibel.
2. Tujuan
- Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
- Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
pada klien yang mengalami anemia berat.
- Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor
pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang
menderita hemofilia)

3. Prinsip
Adanya aglutinogen dan aglutinin yang sama dalam plasma darah menyebabkan 
terjadinya koagulasi (penggumpalan) darah peristiwa menggumpalnya darah 
karena kesamaan aglutinin A dan aglutinogen A dalam darah menyebabkan terjadinya
koagulasi darah. Pada peristiwa transfusi darah, koagulasi darah lebih disebabkan oleh
aglutinin dari darah resipien dibandingkan oleh aglutinin darah donor.
4. Indikasi
- Kehilangan darah akut, bila 20-30% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi
- Anemia berat
- Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan
sebagai tambahan dari pemberian antibiotic).
- Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
- Transfuse tukar pada neonates dengan icterus berat

5. Kontraindikasi
- Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal.
- Pasien yang memiliki tekanan darah rendah
- Transfusi dengan golongan darah yang berbeda.
- Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.

6. Komplikasi
- Reaksi transfusi hemolitik
a. Reaksi hemolitik ekstravaskuler
b. Reaksi hemolitik intravaskuler
- Infeksi
a. Bakteri (stapilokok, citobakter)
b. Virus (hepatitis, AIDS, CMV)
c. Parasit (malaria)
- Lain-lain Demam, urtikaria, anafilaksis, hiperkalemia, asidosis

7. Alat
- Kateter besar (18G atau 19G)
- Cairan IV salin normal (Nacl 0.9%)
- Set infuse darah dengan filter
- Produk darah yang tepat
- Sarung tangan sekali pakai
- Kapas alcohol
- Plester
- Manset tekanan darah
- Stetoskop
- Thermometer
- Format persetujuan pemberian transfusi yang ditanda tangani
8. Keselamatan kerja
Unit Tranfusi Darah yang disingkat dengan UTD merupakan proses pengambilan
darah dari masyarakat umum atau disebut pendonor, dimana petugas tidak melakukan
pemeriksaan awal terhadap status darah atau kesehatan pendonor. Apakah pendonor
memiliki riwayat penyakit yang dapat ditularkan kepada petugas seperti Hepatitis,
HIV, ataupun pendonor tidak menjadi ancaman bagi petugas. Ketidaktahuan status
darah atau riwayat kesehatan pendonor memberikan risiko terhadap petugas yang
bekerja di bagian UTD. Untuk mencegah risiko ditempat kerja petugas harus
memperhatikan hirarki pencegahan risiko. Hirarki tersebut adalah :
- Eliminasi
- Subtitusi
- Administrasi
- Alat pelindung diri.
Dari ke empat hirarki tersebut, pemakaian APD merupakan pengendalian yang paling
efektif di laksanakan pada pekerja di UTD. Hal ini dikarekan proses kegiatan pekerja
di UTD tidak bisa dihindari dari kontak langsung dengan pendonor. Anjuran
pemakaian APD saat melakukan tranfusi darah juga terdapat pada permenkes 91
tahun 2015 tentang standar pelayanan tranfusi darah (Silaban G, 2016 )

9. Prosedur
- Jelaskan prosedur kepada klien, kaji pernah atau tidak klien menerima transfusi
sebelumnya dan catat reaksi yang timbul
- Minta klien untuk melaporkan adanya menggigil, sakit kepala, gatal-gatal atau ruam
dengan segera
- Pastikan bahwa klien telah menandatangani surat persetujuan
- Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
- Pasang selang IV dengan menggunakan kateter berukuran besar Lampiran
- Gunakan selang infuse yan memiliki filter didalam selang
- Gantungkan botol larutan salin normal 0.9% untuk diberikan setelah pemberian infuse
darah selesai
- Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah
- Identifikasi produk darah dan klien dengan benar
- Ukur tanda vital dasar klien
- Berikan dahulu larutan salin normal. Mulai berikan transfuse secara perlahan diawali
dengan pengisian filter didalam selang
- Atur kecepatan sampai 2ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien.
- Monitor tanda vital setiap 5 menit selama 15 menit pertama transfuse, selanjutnya
ukur setiap jam.
- Pertahankan kecepatan infuse yang di programkan dengan menggunakan pompa
infuse.
- Lepas dan buang sarung tangan, cuci tangan.
DAFTAR PUSTAKA

Kepmenkes RI No. 1087/MENKES/SK/VIII?2010. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


di Rumah Sakit. Jakarta

Price,Sylvia A. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.

Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta:
EGC.

Weinstein,Sharon M. (2001). Buku saku terapi intravena edisi 2. Jakarta: EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

‘TEKNIK FISIOTERAPI DADA’

DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. IDA SURYATI, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022
1. Pengertian
Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu mengeluarkan dahak
di paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukan fisioterapi dada yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sebelum
tidur pada malam hari. Fisioterapi dada adalah tindakan dengan melakukan teknik
clapping (menepuknepuk) dan teknik vibrasi (menggetarkan) pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan.

2. Tujuan
- Untuk mencegah terkumpulnya dahak dalam saluran nafas
- Mempercepat pengeluaran dahak sehingga tidak terjadi atelektasis
- Memudahkan pengeluaran dahak

3. Persiapan Pasien
- Beritahukan pasien bahwa akan dilakukan fisioterapi dada

4. Alat-Alat
- Bantal 2 atau 3 buah
- Tisu wajah
- Segelas air
- Sputum spot

5. Prosedur Kerja
- Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
- Observasi nadi, pernapasan, dan keadaan umum anak
- Fisioterapi dada dilakukan satu sampai setengah jam sebelum makan, atau
minimal satu jam setelah makan untuk mencegah muntah
- Auskultasi paru untuk menentukan lokasi sumbatan
- Dengarkan kembali suara paru anak untuk menentukan posisi postural drainage.
- Baringkan anak pada posisi postural drainage sesuai lokasi sumbatan yang
ditemukan. Lakukan sesuai kondisi dan toleransi anak
- Berikan alas berupa kain atau handuk tipis pada dada anak
- Dengan menggunakan telapak tangan yang membentuk seperti sungkup, tepuk-
tepukan (perkusi) pada satu lobus selama 2-3 menit
- Tengkurapkan anak, tutupi daerah punggung dengan alas, dan lakukan penepukan
kembali pada lobus kanan dan kiri, baik bagian atas maupun bawah
- Tepuk-tepuk dilakukan secara mantap, tidak menampar, dan terdengar bunyi
“pooping”
- Setelah selesai dengan perkusi, berikan vibrasi atau getaran pada daerah dada kiri
dan kanan, depan dan belakang setiap bagian dilakukan 2-3 kali getaran pada
waktu pasien mengeluarkan napas dengan menggunakan telapak tangan
- Evaluasi hasil atau tindakan fisioterapi dada dengan memantau suara napas, tanda-
tanda vital dan status pernapasan anak
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“PENGAMBILAN DARAH ARTERI DAN INTERPRESTASI AGD”


DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242036

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. IDA SURYATI. M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022

Pengambilan Darah Arteri dan Interpretasi AGD

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Analisa gas darah merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk


mengetahui kecukupan oksigensi, ventilasi, dan status asam basa. Asam adalah ion
hidrogen atau donor proton. Suatu cairan dianggap asam apabila mampu
menyumbangkan atau melepas ion H+. Basa adalah ekseptor proton. Suatu cairan
dikatan basa apabila mampu menerima ion H+.
Pada pemeriksaan AGD akan diketahui status: pH, PaO2, PaCO2, SaO2, dan
untuk fungsi yang normal dari semua enzim dan proses metabolisme sel-sel tubuh
maka diperlukan suasana asam basa yang baik. Gangguan pernafasan sedikit saja
dapat menyebabkan retensi CO2 yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH
darah.
Stabilisasi pH merupakan syarat mutlak untuk menjamin kehidupan dan
kemampuan bertahan hidup. Mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pH dalam
batas aman meliputi: mekanisme pengendalian pernafasan (paru-paru), mekanisme
pengendaliam ion hidrogen di ginjal dan sistem buffer (penyangga).

2. Tujuan

1) untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida dan tingkat asam basa (pH) di
dalam
darah
2) Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru yang
menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida

3. Prinsip

Sampel darah arteri digunakan terutama untuk pemeriksaan analisa gas darah
(AGD) arteri. Sampel dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu pada pasien yang sering
diperiksakan AGD melalui kateter dalam arteri, atau dengan menggunakan spuit
untuk tusukan arteri pada pasien yang hanya butuh satu kali pemeriksaan

4. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi :

1) Trombosis arteri: menyebabkan iskemik dan kematian jaringan


2) Hematoma: dicegah dengan penekanan selama 3-5 menit pada luka. Penanganan
jika terjadi hematoma dengan kompres hangat.
3) Perdarahan: lokasi luka perlu dievaluasi terutama pada pasien dengan pemeriksaan
koagulasi yang memanjang atau mendapatkan obat antikoagulan.

5. Kriteria

Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru
yang menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Tes ini juga dilakukan
pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk memonitor kondisi
serta mengetahui apakah pengaturan alat sudah sesuai.
6. Bahan, Peralatan dan Perlengkapan

1) Antiseptik (kapas alkohol)


2) Kassasteril
3) Spuit yang steril ukuran 3 cc
4) Heparin
5) Kontainer atau es
6) Label specimen
7) Sarung tangan
8) Pengalas
9) Bengkok
10) Plester dan gunting

7. Petunjuk umum
1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2) Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan
3) Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum
4) Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau dipahami

8. Keselamatan kerja

1) Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan


2) Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3) Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4) Perhatikan setiap langkah pemeriksaan dan pelaksanaan pengambilan darah Arteri
dan Interpretasi AGD

9. Prosedur tindakan

Prosedur Pengambilan Darah Arteri

1) Tahap Pra Interaksi

a. Eksplorasi diri
b. Baca catatkan keperawatan dan medis
c. Cuci tangan
d. Siapkan alat: spuit insulin/ spuit 3 cc, heparin, kapas alcohol, plester, gunting
plester, karet penutup, kassa steril, perlak, bengkok, container, sarung tangan bersih,
2) Tahap Orientasi

a. Berikan salam dengan menyebut nama pasien


b. Perkanlkan diri
c. Jelaskan tujuan, prosedur, dan kontrak waktu kepada pasien dan keluarga
d. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya

3) Tahap Kerja

1. Jaga privasi pasien


2. Pakai sarung tanganlabel)
3. Pasang perlak di area penyuntikan
4. Dekatkan alat-alat ke dekat klien
5. Buka bungkus spuit 3 cc tanpa mengkontaminasi jarumnya, masukkan heparin
6. (2strip) ke dalam spuit
7. Lakukan palpasi di area penyuntikan untuk mencari arteri:

8. Bersihkan area penyuntikan dengan kapas alcohol & biarkan kering dengan gerakan
9. melingkar dari pusat ke tepi, pegang kapas dengan jari lain /letakkan pada kulit
10. pasien. Oleskan juga kapas alkohol pada ujung jari tangan yang akan digunakan
11. untuk meraba nadi
12. Lepaskan tutup jarum letakkan pada tempat yang aman
13. Lakukan penusukan pada arteri dengan sudut 450 (arteri brakialis) atau 300 (arteri
14. radialis) dengan arah jarum menghadap keatas. Pilih arteri yang nadinya teraba
15. paling kuat
16. Setelah tampak darah pada, maka spuit akan terdorong oleh tekanan darah
17. (penderita hipotensi: spuit dapat ditarik pelan-pelan)
18. Setelah jumlah darah terpenuhi kemudian cabut jarum dan spuit dari tangan pasien
19. menggunakan tangan kanan
20. Tangan kiri langsung melakukan penekanan pada area penusukan dengan kassa
21. steril selam 5-10 menit untuk menghentikan perdarahan
22. m. Tangan kanan mengatur keluar udara dari spuit dan menusukkan ujung jarum pada
23. karet penutup yang sudah dipersiapkan (untuk mencegah udara masuk ke dalam
spuit)
24. Spuit yang sudah berisi darah diberi label: nama, No RM, tanggal dan jam
25. pengambilan darah
26. Letakkan spuit pada container untuk dibawa ke laboratorium
27. Tutup dengan kasa seril dan plester pada tempat tusukan sesudah perdarahannya
28. berhenti
29. Atur posisi pasien kembali
30. Lepaskan sarung tangan
31. Rapikan alat

4) Tahap Terminasi dan dokumentasi

a. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien


b. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan
c. Berikan reinforcement kepada pasien
d. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam
e. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)
(tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)

Prosedur pemeriksaan AGD

1) Spesimen darah arteri sebanyak 3 – 5 ml dimasukkan ke dalam spuit yang telah


terisi heparin
2) Tuliskan pada sisi spuit: nama klien, No RM, tanggal, jam pengambilan darah
3) Hasil akan dilaporkan dan kemudian dibandingkan dengan tanda klinis pasien

Cara interpretasi hasil AGD

1) Perhatikan pH untuk menentukan keadaan asidosis atau alkalosis, jika pH normal lihat
nilai BE
2) Tentukan penyebab primer/ utama dari keadaan tersebut:
a. PaCO2: jika penyimpangan searah dengan pH maka respiratorik
b. BE, HCO3: jika penyimpangan searah dengan pH maka metabolic
3) Tentukan apakah sudah ada kompensasi
Apabila PaCO2 atau BE sudah menyimpang ke arah yang berlawanan dengan
pH
artinya sudah ada kompensasi. Jika tidak ada kompensasi disebut asidosis atau
alkalosis murni.
4) Perhatikan kondisi klinis pasien

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
Salemba

Mardika Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis Pndekatan Holistik. Edisi 8. EGC:
Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

‘NEBULISASI’
DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242019

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. MUHAMMAD ARIEF, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022

Nebulisasi/Terapi Inhaler

A. Konsep Dasar

1. Pengertian
Terapi nebulizer merupakan obat topikal untuk saluran pernafasan. Nebulizer dapat
mengubah larutan obat menjadi partikel kecil (aerosol) secara terus menerus dengan tenaga
yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik.
Berbagai macam obat yang dapat diberikan dengan nebulizer antara lain antibiotik, anti
kolinergik, bronkodilator, kortikosteroid, kromolin, dan mukolitik. Nebulizer dapat juga
diberikan untuk melakukan profokasi untuk mendiagnosis suatu penyakit, seperti
menggunakan obat histamin atau metakolin.

Pada bayi dan anak-anak, metode pemberian bronkodilator yang terpilih adalah
menggunakan nebulizer dimana memiliki efektivitas yang sama dengan pemberian intravena
namum memiliki efek samping yang jauh lebih kecil. Steroid yang diberikan secara inhalasi
dalam jangka panjang dapat berguna untuk pencegahan serangan asma, sehingga pemberian
steroid sistemik dapat dibatasi hanya saat eksaserbasi atau pada penderita tertentu dengan
asma berat.

2. Tujuan

1) Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas


2) Menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas sehingga lendir
menjadi encer dan mudah keluar
3) Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
4) Melegakan pernafasan
5) Mengurangi pembekakan selaput lender
6) Mencegah pengeringan selaput lender
7) Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
8) Menghilangkan gatal pada kerongkongan

3. Prinsip

Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol
sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker.
4. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi dari tindakan nebulasi, diantaranya:


1) Henti nafas
2) Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat ataupun
tekniknya.
3) Kurang dalam pemberian obat karena malfungsi dari alat
4) Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan efek yang tidak baik
padasistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau ventricular
disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan dosis
5) Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan

5. Kriteria

Pengobatan yang memanfaatkan nebulizer biasanya diberikan pada penderita


gangguan pernapasan, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) saat
gejala sesak napas sedang muncul.

6. Bahan, Peralatan dan Perlengkapan

1) Seperangkat alat nebulizer mencangkup kompresor udara


2) masker atau corong mulut
3) tabung kompresor
4) cangkir nebulizer atau wadah obat
5) Obat yang biasa digunakan adalah obat asma (bronkodilator), obat antiradang, dan
obat pengencer dahak

7. Keselamatan Kerja

1) Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan


2) Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3) Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya
4) Perhatikan setiap langkah pemeriksaan dan pemberian nebulisasi

8. Prosedur Tindakan

Prosedur Pemberian Terapi Nebulisasi


1. Tahap Pra-Interaksi

a. Eksplorasi diri
b. Baca catatan keperawatan dan medis
c. Siapkan alat: alat nebulizer, selang udara, masker atau mouthpiece, obat inhalasi
sesuai order, Nacl 0,9 %, Sarung tangan bersih, kapas alkohol, tissue, bengkok.
d. Cuci Tangan
2. Tahap Orientasi

a. Berikan salam, panggil nama klien dengan namanya


b. Jelaskan prosedur & tujuan tindakan pada klien
c. Berikan kesempatan kepada pasein dan keluarga untuk bertanya
d. Jaga privasi klien.
3. Tahap Kerja

a. Dekatkan alat ke pasien, letakkan nebulizer di tempat yang aman dan mudah
dijangkau
b. Pakai sarung tangan
c. Ukur obat sesuai dengan dosis dan pengencer sesuai dengan order dokter
d. Masukkan obat ke dalam tempat penampungan obat (cup) nebulizer
e. Hubungkan selang udara dari kompresor ke dasar nebulizer cup. Pastikan bahwa
selang udara dan nebulizer cup tersambung dengan kuat sehingga obat tidak keluar.
f. Hubungkan mouthpiece atau face mask ke nebulizer cup
g. Hidupkan nebulizer dan lakukan pengecekan bahwa alat berfungsi dengan baik
(ditandai adanya uap), lalu matikan.
h. Atur posisi fowler atau posisi yang nyaman
i. Jalan nafas hidung dibersihkan dengan kapas lembab, kapas yg kotor buang ke
bengkok
j. Sebelum nebulizer diberikan, dengarkan dahulu suara napas
k. Hidupkan nebulizer:
1) Jika menggunakan mouthpiece: letakkan mouthpiece diantara gigi dan
minta pasien menutup bibir disekelilingnya
2) Jika menggunakan facemask: letakkan masker diwajah sehingga menutup
hidung dan mulut
l. Minta pasien untuk menghirup uap yang keluar melalui nebulizer dengan tenang
sekitar 3-5 detik, penghisapan udara dilakukan dari hidung dan keluar melalui mulut
m. Minta pasien untuk menahan nafas, sehingga obat dapat menyebar ke jalan nafas.
n. Minta pasien untuk bernafas normal
o. Putar nebulizer cup bila masih ada obat yang tersisa dan masih dapat menguap
p. Setelah obat sudah habis matikan mesin nebulizer, lepaskan mouthpiece atau face
mask
q. Dengarkan lagi suara napas dengan stetoscope
r. Perhatikan keadaan umum pasien
s. Mulut klien dibersihkan dengan tissue
t. Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas
u. Cuci tangan

4. Tahap Terminasi & dokumentasi

a. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien


b. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan
c. Berikan reinforcement kepada pasien
d. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam
e. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)

DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter.(2005) Fundamental of nursing Edisi 4. Volume 1 & 2. Jakarta : EGC.

Raleda, Herlina. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi 1, Bidang

Pendidikan & Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan
Kita :

Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
“TERAPI INTRAVENA”

DISUSUN OLEH :
NURI SURYANI
2020242036

REVIEW

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN 2021/2022

TERAPI INTRAVENA

1. PENGERTIAN TERAPI INTRAVENA


Terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui
vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolit lewat mulut,
untuk menyediakan kebutuhan garam untuk menjaga kebutuhan cairan, untuk
menyediakan kebutuhan gula(glukose/dekstrosa) sebagai bahan bakar untuk
metabolisme, dan untuk menyediakan beberapa jenis vitamin yang mudah larut
melalui intravena serta untuk memberikan medium untuk pemberian obat secara
intravena.(Aryani, et. Al. 2009).
2. TUJUAN TERAPI INTRAVENA
Tujuan dari terapi cairan intravena ini adalah :

- Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,


vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang mana sudah tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui pemberian oral.
- Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
- Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
- Menyediakan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
- Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
- Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan yang bisa
disebabkan karena gangguan penyakit atau cedera.
3. PRINSIP TERAPI INTRAVENA
Terapi intravena adalah metode untuk memberikan cairan obat secara
langsung ke dalam vena. Karena menggunakan drip chamber atau ruang tetes, infus
seringkali diistilahkan sebagai tetesan. Sedangkan obat yang masuk melalui
intravena disebut obat khusus. Terapi intravena mengirim dua jenis cairan,
kristaloid dan koloid.

4. KOMPLIKASI TERAPI INTRAVENA


Meski tindakan ini cukup aman dilakukan, tapi efek samping yang mungkin timbul
dari penggunaan intravena adalah:
- Infeksi pada area suntikan.
- Merusak pembuluh darah pada area suntikan.
- Emboli udara (terbentuknya gelembung udara pada jantung dan paru-paru yang
dapat menghambat aliran darah.
- Pembekuan darah.

5. ALAT DAN BAHAN


1) Infus set
2) Abocath
3) Cairan infus
4) Tornikuet/tensimeter
5) Kapas alkohol
6) Kasa steril
7) Betadin salep
8) plester, gunting,
9) spalk dan pembalut kalau perlu
10) tiang infus
11) perlak kecil dan alasnya

6. PETUNJUK UMUM
- pemilihan vena
 pilih vena diatas area fleksi
 guakan vena kaki jika vena tangan tidak bias diakses
 pilih vena yang mudah diraba
 gunakan vena distanatal untuk pilihan pertama
- hindari memilih
 vena yang nyeri palpasi
 vena yang tidak stabl
 vena yang mudah pecah
 venak yang berbelok-belok
 vena dorsla yang rapuh
 vena yang rusak karna insersi sebelumnya(karna flebitis, inflitrasi,
sklerosis)
- cara memunculkan vena
 mengurut ekstremitas dari distal ke proksimal dibawah tempat
fungsi vena
 meminta klien menggemgam dan membuka secara bergantian
 ketuk ringan diatas vena
 gunkan turniket sedikitnya 5-15 cm diatas tempat yang akan
diinsersi, kencangkan torniket
 beri kompres hanagt terhadap ekstremitas selama beberapa menit

7. KESELAMATAN KERJA
Tingkat risiko bahaya pemberian terapi intravena adalah tertusuk jarum,
berada pada level risiko besar. Pengendalian yang sudah di lakukan manajemen Rumah Sakit
adalah penyediaan APD perlengkapan keamanan saat melakukan injeksi / pemberian
obat langsung ke intravena.

DAFTAR PUSTAKA

Greven, Ruth. (1999) fundamental of nursing: human health and function, Philadelphia:

lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC

Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
Salemba Mardika

Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis Pndekatan Holistik. Edisi 8. EGC: Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“POSTURAL DRAINAGE”
DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242029

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. IDA SURYATI. M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022

Postural Drainage

A. Konsep Dasar

1. Pengertian
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen parudengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.. Mengingat kelainan pada
paru bisa terjadi pada berbagai lokasimaka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan
dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untukmelakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum
sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari.
Postural drainase (PD) dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran
nafas tetapi jugamempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada
penderita dengan produksi sputumyang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping
dan vibrating.
Postural darinase (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakangaya berat dan sekret itu sendiri. Postural Drainase (PD) dapat dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekretdalam saluran nafas tetapi mempercepat pengeluaran sekret
sehingga tidak terjadi ateletaksis. Pada penderitadengan produksi sputum yang banyak postural
drainase lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasidada

2. Tujuan

1) Untuk mengeluarkan secret yang tertampung

2) Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelectasis

3) Mencegah dan mengeluarkan secret

3. Prinsip

Postural Drainage adalah teknik pengaturan posisi tertentu untuk mengalirkan


sekresi

pulmonar pada area tertentu dari lobus paru dengan pengaruh gravitasi.

4. Komplikasi

Komplikasi terbagi mejadi dua, menurut (Ardiansyah, 2012) yaitu :

1) Komplikasi dini

a. Pleuritis
b. Efusi pleura

c. Empyema

d. Laryngitis

e. TB usus

2) Komplikasi lanjut

a. Obstruksi jalan napas

b. Kor pulmonale

c. Amiloidosisi

d. Kasinoma paru

e. Sindrom gagal napas

5. Kriteria

Postural drainage merupakan salah satu tehnik yang digunakan untuk mengalirkan
sputum/
dahak yang berada di dalam paru agar mengalir ke saluran pernapasan yang besar sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan selama minimal 20 menit untuk satu bagian
lobus paru dan dilakukan pemeriksaan suara paru terlebih dahulu untuk menentukan posisi yang
tepat. Dilakukan sehari sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari.

6. Bahan, Peralatan dan Perlengkapan

1) Bantal 2 atau 3

2) Papan pengatur posisi

3) Tisu wajah

4) gelas air

5) Sputum pot

7. Petunjuk Umum
1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan

2) Baca dan pelajari dengan baik modul praktikum yang diberikan

3) Ikuti petunjuk yang terdapat dalam modul praktikum

4) Tanyakan pada dosen bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti atau dipahami

8. Keselamatan Kerja

1) Pusatkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan

2) Susun dan letakan peralatan atau bahan pada tempat yang mudah dijangkau

3) Pakailah bahan, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsinya

9. Prosedur Tindakan

Prosedur Postural Drainage

1) Tahap pra – interaksi:

a. Eksplorasi diri

b. Baca catatan keperawatan dan medis

c. Siapkan alat: oksigen siap pakai, kain penutup, masker dari ambubag yang sesuai,

arloji, stetoskop, suction lengkap, bengkok, air putih, tissue

d. Cuci tangan

2) Tahap orientasi:

a. Ucapkan salam dengan menyebutkan nama pasien, perkenalkan diri

b. Jelaskan tujuan, waktu yang dibutuhkan, & prosedur tindakan yang akan dilakukan

c. Beri kesempatan pada pasien dan keluarga untuk bertanya.

3) Tahap kerja:

a. Jaga privasi klien

b. Kaji kebutuhan & kemampuan pasien: hitung frekuensi pernafasan & kaji

kedalaman serta pengembangan paru, auskultasi bunyi paru


c. Atur Posisi

d. Tindakan untuk lobus atas:

a) Minta pasien untuk berbaring (dibantu apabila tidak mampu)

b) Posisikan pasien miring kanan (sudut 450) selama 15 menit

c) Posisikan pasien miring kiri (sudut 450) selama 15 menit

d) Posisikan pasien terlentang (sudut 30-450) selama 15 menit

e) Posisikan pasien tengkurap (sudut 30-450) selama 15 menit

f) Selanjutnya, minta pasien untuk miring tengkurap, terlentang,miring kanan dan

kiri dengan tempat tidur datar

e. Tindakan untuk lobus bawah:

a) Tempatkan posisi pasien dengan posisi miring menggunakan bantal atau


tempet tidur dinaikkan, kaki lebih tinggi dari kepala (30-450)

b) Atur pasien dalam posisi berikut (sesuai kondisi klien) selama 15 menit,
sambil melakukan nafas dalam

c) Miring kiri dengan lengan kiri dibawah kepala, tangan kanan sejajar dengan

badan d) Miring kiri dengan lengan kiri dibawah kepala, tangan kanan didepan
badan (450)

e) Tengkurap

f) Miring kanan dengan lengan kanan dibawah kepala, tangan kanan sejajar

dengan badan

g) Miring kanan dengan lengan kanan dibawah kepala, tangan kanan didepan

badan (450)

h) Terlentang dengan kedua tangan disamping badan

f. Lakukan observasi tanda vital selama prosedur

g. Lanjutkan perkusi dan vibrasi


h. Minta pasien untuk batuk efektif

i. Kembalikan pasien ke posisi yang nyaman

j. Cuci tangan

k. Atur kembali posisi pasien

4) Tahap terminasi & dokumentasi:

a. Tanyakan (eksplorasi) perasaan pasien

b. Simpulkan hasil tindakan yang telah dilakukan

c. Berikan reinforcement kepada pasien

d. Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam

e. Lakukan dokumentasi (tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon


pasien)

(tanggal, jam, tindakan yang dilakukan, dan respon pasien)

DAFTAR PUSTAKA

Greven, Ruth. (1999) fundamental of nursing: human health and function, Philadelphia:

lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC

Hidayat, Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
Salemba

Mardika

Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis Pndekatan Holistik. Edisi 8. EGC: Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“TRAKHEOTOMI”

DISUSUN OLEH :

NURI SURYANI

2020242029

REVIEW

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2021/2022

TRAKHEOTOMI
1. PENGERTIAN
` Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).

2. TUJUAN
1. Mencegah obstruksi jalan nafas
2. Sarana untuk mengangkat sekret
3. Meningkatkan kerja paru
4. Mencegah infeksi
5. Mencegah kerusakan integritas kulit sekitar trakeostomi
3. INDIKASI
1. Tumor laring
2. Injuri/trauma berat
3. Obstruksi jalan nafas
4. Memasang alat bantu pernafasan (respirator)
5. Mengeluarkan sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fiisologis,
misalnya pada pasian dalam keadaan koma
6. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah, dan farin.

4. PROSEDUR
PERSIAPAN PASIEN
· Atur posisi terlentang atau semifowler.
PERSIAPAN ALAT
1. Tali pengikat trakeostomi
2. Kom/mangkuk steril, cairan Nacl, Hydrogen Peroksida (H202), spuit 10cc.
3. Stetoskop
4. Suction set
5. Set ganti balut steril
6. 1 pasang handscoen bersih dan 2 pasang handscoen steril
7. Kapas apus (swab), alkohol 70%
8. Nierbeken/bengkok, plester, dan gunting
9. sikat pembersih
10. Handuk, perlak, dan kantung plastik
11. Tromol kasa, kaca mata pelindung, masker, gaun/ skort (kalau perlu)
5. PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan prosedur dan tujuannya kepada klien
2. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman (supine atau semifowler)
3. Membentangkan handuk didada klien
4. Menjaga kebutuhan privacy klien
5. Mendekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau
6. Menutup sampiran
7. Mencuci tangan dan memakai handscoen bersih
8. Membuka set peralatan dan bungkus alat-alat yang dibutuhkan untuk pembersihan
trakeostomi.
a. Meletakkan perlak paling bawah
b. Mengatur mangkuk steril kedua dekat, jangan menyentuh bagian dalam
mangkuk
c. Tuangkan 50 ml hidrogen peroksida ke mangkuk, jangan sampai menetes ke
perlak
d. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrgen
peroksida
e. Membuka sikat steril dan letakkan disebelah mangkuk yang berisi hidrogen
peroksida
f. Membuka bungkusan kasa, tuangkan hidrogen peroksida diatas kasa pertama,
dan normal salin pada kasa kedua, sedangkan kasa ketiga dibiarkan kering.
g. Jika trakeostomi menggunakan kanule dalam sekali pakai ( disposible), buka
bungkusnya sehingga dapat dengan mudah diambil. Pertahankan sterilisasi
kanule dalam
h. Menentukan panjang tali pengikat trakeostomi yang diperlukan dengan
menggandakan lingkar leher dan menambah 5 cm dan gntung tali pada panjang
tersebut.
9. Melakukan prosedur penghisapan. Pastikan telah mengguanakan skort, kaca mata
pelindung, dan handscoen steril
10. Melepaskan handscoen yang sudah basah dan kenakan handscoen steril yang baru.
Pertahankan agar tangan dominan tetap steril sepanjang prosedur dilakukan.
11. Membersihkan kanule dalam.
12. Mengganti kanule dalam sekali pakai ( disposible inner-canule)
a. Buka dan lepaskan kanul dalam dengan menggunakan tangan yang tidak
dominan dengan hati-hati
b. Lakukan teknik penghisapan dengan teknik steril (jika diperlukan)
c. Mengeluarkan kanul dalam baru steril dari bungkusnya dan siramkan normal
salin steril pada kanul baru tersebut. biarkan normla salin menetes dari kanul
dalam.
d. Memasang kanul dalam dengan hati-hati dan cermat dan kunci kembali agar
tetap pada tempatnya
e. Menghubungkan kembali klien dengan sumber oksigen
13. Membersihkan dalam tak disposible
a. Lepaskan kanule dalam menggunakan tangan tidak dominan dan masukkan
kanule tersebut ke dalam mangkuk berisi hidrogen peroksida
b. Membersihkan kanule dalam dengan menggunakan sikat (tangan dominan
memegang sikat dan tangan yang tidak dominan memegang kanul).
c. Memegang kanula diatas mangkuk yang berisi hidrogen peroksida dan
tuangkan normal saline pada kanula sampai semua bagian kanula terbilas
dengan baik. Biarkan normal saline menetes dari kanule dalam.
d. Memasang kembali kanule dalam dan kunci
e. Hubungkan kembali klien ke sumber oksigen
14. Membersihkan bagian luar/sekitar kanula dan kulit sekitarnya dengan
menggunakan hidrogen peroksida, lalu bilas dengan Nacl dan keringkan dengan
kasa
15. Mengganti tali pengikat trakeostomi:
a. Membiarkan tali yang lama tetap pada tempatnya sementara memasang tali
yang baru
b. Menyisipkan tali yang baru pada salah satu sisi faceplate. Melingkarkan kedua
ujung bebasnya mengelilingi bagian belakang leher klien ke sisi
lainnya faceplate dan ikat dengan kuat tetapi tidak ketat. Gunting tali
trakeostomi yang lama.
16. Memasang kasa mengelilingi kanul luar dibawah tali pengikat dan faceplate.
Periksa kembali untuk memastikan bahwa tali pengikat tidak terlalu ketat tetapi
pipa trakeostomi tertahan dengan aman pada tempatnya.
17. Mengempiskan dan mengembangkan balon (cuff) pipa trakeostomi:
a. memakai hanscoen
b. jika terdapat klem pada pipa cuff lepaskan klemnya dan sambungkan dengan
spuit
c. meminta klien menghirup nafas dalam (biasanya 5cc). Amati kesulitan bernafas
18. Mengatur kembali posisi klien, memasang pengaman tempat tidur dan atur kembali
ketinggian tempat tidur.
19. Rapikan peralatan
20. Melepaskan handscoen dan mencuci tangan.

6. DOKUMENTASI
1. Form lembar catatan perkembangan terintegrasi
2. Form observasi tanda-tanda vital
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter.(2005) Fundamental of nursing Edisi 4. Volume 1 & 2. Jakarta : EGC. Raleda,
Herlina. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi 1, Bidang Pendidikan &
Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai