TENTANG
Jinayat (pidana )
Kelompok 2:
ANNISA RAHMI
IDJRA SAFITRI
MIFTAH NADA AYU
NURI SURYANI
ROBY SUHENDRA
TRIA AYUNI WULANDARI
Dosen Pembimbing :
Ali asmaul, Spd.M.PD
A. Latar Belakang
Hukum pidana mnurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam merupakan hukum yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat islam merupakan bagian ibadah kepaa Allah
SWT. Namun dalam kenyataannya, nasih banyak umat islam yang belum tahu dan paham
tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan
hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari
kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, harta, dan
keturunana atau harga diri. Seperti ketetapan allah tentang hukumam mati terhadap tindak
pembunuhan.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jinayat?
2. Apa saja macam-macam jinayat?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari jinayat.
2. Untuk mengetahui macam-macam jinayat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jinayat
Jinayat bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna
penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat pelanggaran
terhadap badan yang didalamnya diwajibkan qisas atau diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-
sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu
sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayat.[1]
Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa,
baik sengaja maupun tidak sengaja.
2. Jinayat terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu
organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.[2]
B. Macam-macam jinayat
1. Jinayat terhadap jiwa
Jinayat terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa
merupakan hal sangat dilarang oleh Allah Taala. Apalagi manakala pelanggaran tersebut
dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh adalah seorang mukmin, maka Allah
memberikan ancaman berupa kutukan dari Allah dan azab yang besar, yaitu siksa api neraka
jahannam bagi pelakunya.
Allah Taala berfirman:
“dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah
jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisaa [4]: 93).[3]
2.diyat
Yang dimaksud dengan diyat ialah “denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak
dilakukan padanya hukum bunuh”. Diyat ada dua macam,denda berat dan denda ringan.
1. Denda berat, yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina umur tiga masuk
empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah
hamil.
Diwajibkannya denda berat karena
a) Sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang betul-betul
disengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh sendiri.
Sabda Rasulullah saw. :
“Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga yang
terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu 30 ekor unta betina umur tiga
masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang
sudah hamil.” (Riwayat Tirmidzi)
b) Melakukan pembunuhan “seperti sengaja”. Denda ini wajib dibayar oleh keluarganya, diangsur
dalam waktu tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.
2. Denda ringan, banyaknya seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima: 20 ekor unta betina umur
satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta jantan umur
dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun. Denda ini wajib
dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun dibayar
sepertiganya.
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak harga unta. Ini
pendapat sebagian ulama. Pendapat lain, boleh dibayar dengan uang sebanyak 12.000 dirham
(kira-kira 37,44 kg perak). Kalau denda itu masuk bagian denda berat, ditambah sepertiganya.
Ringannya denda dipandang dari tiga segi:
1. Jumlahnya yang dibagi lima
2. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
3. Diberi waktu selama tiga tahun
Beratnya denda dipandang dari tiga segi juga:
1. Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan tingkat umumnya lebih besar
2. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu sendiri
3. Denda wajib dibayar tunai
Telah diterangkan tadi bahwa denda karena “ketidaksengajaan semata-mata” adalah denda
ringan. Denda ini dijadikan denda berat dari satu segi -yaitu keadaannya- dengan salah satu dari
tiga, dan sebab dibawah ini:
a. Apabila terjadi pembunuhan di tanah Haram Mekah
b. Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan
Rajab)
c. Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh.
Keterangannya adalah berdasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan Ustman. Dalil ini
sampai kepada pemeriksaan sampai kepada sepakat sahabat-sahabat atau tidaknya. Keterangan
ini diambil dari kifayatul akhyar.
Denda perempuan (kalau yang terbunuh adalah perempuan) adalah seperdua dari denda laki-laki.
Sabda Rasulullah Saw:
رواه عمر وبن حزم.دية المرأة على النصف من دية اللرجل
“denda perempuan seperdua dari denda laki-laki”. (Riwayat Amr Ibnu Hazm)
Denda orang yang beragama yahudi atau nasrani adalah sepertiga dari denda orang islam, dan
denda orang yang beragama majusi seperlima belas dari dennda orang islam. Keterangnnya
berdasarkan perbuatan para sahabat.
Disempurnakan diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong anggota-anggota berikut
ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu: dua tapak tangan, dua kaki, hidung, dua telinga, dua
mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dan pelir, membisukan, membutakan, menghilangkan
pendengaran, menghilangkan penciuman, dan menghilangkann akal.
Rasulullah saw telah berkirim surat kepada penduduk Yaman. Diantara beberapa hukum yang
beliau terangkan dalam surat beliau itu ialah:
ةmm الديmنىmmوان في النف اذااو عب جدعه الدية وفى اللسان الدية وفى الشفتين الدية وفى البيضتين الدية وفى الذكرالدية وفى العيني
رواه النسائ.و فى الرجل الوا حدة نصف الدية
“sesungguhnya hidung apabila dipotong seluruhnya dendanya satu diyat penuh, lidah satu diyat
penuh, dua bibir satu diyat penuh, dua buah pelir satu diyat penuh, kemaluan (penis) satu diyat
penuh, dan kedua biji mata satu diyat penuh. Mengenai kaki yang satunya adalah setengah
diyat”. (Riwayat Nasai)
Dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi
Misalnya ada seseorang terbunuh, tetapi tidak diketahui siapa yang membunuhnya, saksipun
tidak ada. Keluarganya mendakwa soseorang sedangkan dakwaannya itu disertai dengan qarinah
(tanda-tanda) yang kuat, sampai menimbulkan sangkaan boleh jadi dakwaannya itu benar. Untuk
menguatkan dakwaannya itu dimuka hakim, dia boleh bersumpah lima puluh kali. Sesudah
bersumpah dia berhak mengambil diyat (denda). Tetapi kalau tidak ada tanda-tanda yang kuat,
maka orang yang terdakwa itu berhak bersumpah. Hal itu menurut aturan dakwaan yang tidak
bersaksi. Adapun dakwaan yang lain dari membunuh, tidak dapat dengan sumpah, tetapi meski
ada saksi.
Jinayat bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna
penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat pelanggaran
terhadap badan yang didalamnya diwajibkan qisas atau diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-
sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu
sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayat.
Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
3. Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa,
baik sengaja maupun tidak sengaja.
4. Jinayat terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu
organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Daftar Pustaka
- Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta. Rajawali Pers
- Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta. Sinar
Grafika
- Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor ghalia
Indonesia.
- Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung. Sinar baru Al-Gesindo.