Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU BEDAH REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2021

UNIVERSITAS PATTIMURA

TORSIO TESTIS

Disusun oleh:

Neils Vandrianus Gofu

NIM. 2013-83-0111

Pembimbing

dr. Achmad Tuahuns. Sp. B, FINACS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON

2021
TORSIO TESTIS

A. Pendahuluan

Torsio testis merupakan keadaan terpuntirnya korda spermatika yang


menyebabkan penyumbatan korda spermatika dan terganggunya aliran darah.
Torsio testis adalah keadaan darurat pembedahan dengan Epidemiologi insiden 1
dari 4000 pada pria di bawah usia 25 tahun, paling banyak diderita oleh anak pada
masa pubertas (12-20 tahun). Di indonesia sendiri kasus torsio testis tidak tercatat
dengan jelas karena kasusnya yang jarang. Kemudian torsi testis menyebabkan
gangguan vaskular yang diawali oklusi vena dengan iskemia dan diikuti infark
arteri. 1,2,3,4,5
Faktor predisposisi torsi testis seperti terstis yang tidak turun
(kriptokidismus) dan deformitas bell clapper (12% dari populasi pria) yang
merupakan kelainan bawaan di mana tunika vaginalis memiliki fiksasi abnormal
diproksimal korda spermatika yang memungkinkan mobilitas yang lebih besar
dan karenanya berisiko torsi.1
Dalam bidang urologi terdapat beberapa kondisi darurat, Torsi testis
adalah keadaan darurat nontraumatik bedah karena viabilitas testis berbanding
terbalik dengan durasi iskemia. Iskemia lebih besar dari 6 jam biasanya
menyebabkan kerusakan permanen dan hilangnya testis. Dengan demikian,
diagnosis torsi perlu didasarkan terutama pada kecurigaan klinis dan harus
mengarah pada intervensi bedah segera untuk melepaskan testis dan memulihkan
vaskularisasi. Ini biasanya dilakukan dengan eksplorasi bedah skrotum, meskipun
detorsi eksternal juga dapat dicoba, terutama jika ada penundaan yang tak
terhindarkan dalam penyelenggaraan operasi. Kemungkinan komplikasi torsi
testis termasuk infark testis dan atrofi atau perkembangan antibodi anti-sperma,
yang keduanya dapat menyebabkan subfertilitas.1,2
Etiologi dari torsio testis adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti
pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu
ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum .3 Faktor predisposisi lain
terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan
pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat kriptorkismus, dan
pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.1,3 Trauma dapat
menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien,trauma menyebabkan cedera
pada testis akibat cedera olahraga, kemudian torsio juga timbul ketika seseorang
sedang tidur karena spasme otot kremaster.3

B. Anatomi Korda Spermatika

Korda spermatika dalah struktur seperti kabel yang lembut dan bundar

yang menahan testis dan epididimis, yang berasal dari cincin inguinal dalam,

melewati cincin inguinal superfisial, turun ke skrotum dan berakhir di margin

posterior testis. Ini digunakan untuk menyediakan suplai darah dan saraf untuk

duktus deferens, testis, dan epididimis. Korda spermatika terdiri dari (1) duktus

deferens, (2) otot kremaster, (3) arteri spermatika eksternal, arteri spermatika

interna, dan arteria duktus deferentis, (4) saraf spermatika, (5) getah bening korda

spermatika, dan ( 6) fasia. Membran korda spermatika dapat dipisahkan dari testis

fascia, otot cremaster, dan tunica vaginalis dari korda spermatika dari luar ke

dalam.9,10,11

1. Otot cremaster Otot cremaster adalah satu lapis ikatan serat otot. Ini

berkontraksi atau mengendur tergantung pada suhu. Temperatur yang tinggi

membuat otot cremaster mengendur, menyebabkan testis berada pada posisi

rendah sehingga mudah kehilangan panas. Sebaliknya, dingin membuatnya

berkontraksi dan testis tetap pada posisi tinggi untuk beradaptasi dengan

lingkungan luar dan untuk menjaga agar testis berfungsi dengan baik.9,10
2. Arteri spermatika Arteri spermatika memiliki tiga cabang: (1) arteri spermatika
interna (juga dikenal sebagai arteri testis); (2) arteri spermatika eksternal; (3)
arteri duktus deferens (Gambar 1). Arteri spermatika internal adalah cabang dari
aorta abdominalis, yang melewati cincin inguinal dalam dan turun bersama
korda spermatika ke skrotum dan memasok testis dan epididimida. Arteri
spermatika eksterna berasal dari arteri epigastrik inferior dan mensuplai otot
kremaster dan fasia nya. Pada cincin inguinal superfisial, arteri spermatika
eksterna mengalami anastomosis dengan arteri spermatika interna untuk
mensuplai ekor epididimis dan bagian bawah testis. Arteri duktus deferens
berasal dari arteri vesikalis inferior, menyediakan suplai darah untuk duktus
deferens, ekor epididimis, tubuh, dan bagian bawah testis. Arteri spermatika
beranastomosis satu sama lain di cincin inguinal superfisial dan semuanya
adalah arteri terminal di ujung distal dari titik yang dianastomosis. Dengan
demikian, jika arteri testis rusak di dekat cincin inguinalis superfisial, maka
akan terjadi atrofi testis karena kurangnya suplai darah saat kita berada dalam
pembedahan korda spermatika, testis, atau epididimis.9,10

Gambar 1. Supplai vaskular testis


(Sumber: Applied Anatomy of the Scrotum and its Contents. Scrotoscopic Surgery. 2019)
3. Pleksus pampiniformis Vena testis menghubungkan vena epididimis dan

menyatu dengan pleksus pampiniformis, yang naik sepanjang tepi depan duktus

deferens untuk membentuk bagian utama korda spermatika. Vena kanan korda

spermatika langsung mengalir kembali ke vena kava inferior, sedangkan vena

kiri mengalir kembali ke vena renalis dan membentuk sudut dengan vena

renalis. Oleh karena itu, resirkulasi vena kiri buruk, yang membuat tingkat

kejadian varikokel tinggi (Gambar 2). Vena pada korda spermatika saling

beranastomosis dalam skala besar, yang sangat berbeda dari arteri. Vena kiri

dan kanan korda spermatika juga saling beranastomosis satu sama lain, yang

menjelaskan fenomena mengapa varikokel di satu sisi spermatika.tali pusat akan

mempengaruhi fungsi testis kedua sisi pada saat yang bersamaan.9,10

Gambar 2. Drainase vena testis


(Sumber: Applied Anatomy of the Scrotum and its Contents. Scrotoscopic Surgery. 2019)
4. Limfatik Getah bening pada korda spermatika dapat dibagi menjadi kelompok

superfisial dan kelompok dalam. Kelompok superfisial mengalirkan permukaan

tunika vaginalis, sedangkan kelompok dalam mengalirkan epididimis dan testis.

Pembuluh limfatik ini langsung terhubung ke kelenjar getah bening iliaka dan

lumbal melalui korda spermatika. Sementara itu, pembuluh limfatik ini

terhubung ke fundus kandung kemih dan pembuluh limfatik prostat di pelvis

kecil, bukan ke kelenjar getah bening inguinalis. Oleh karena itu, keganasan

testis, seperti kanker embrional, harus ditangani dengan diseksi kelenjar getah

bening, termasuk getah bening iliaka, getah lumbal dan kelenjar getah bening

ginjal di sekitar hilus ginjal. Diseksi kelenjar getah bening inguinalis tidak

diperlukan (Gambar 3)9,10

Gambar 3. Limfatil daro testis


(Sumber: Applied Anatomy of the Scrotum and its Contents. Scrotoscopic Surgery. 2019)
5. Saraf Saraf korda spermatika terdiri dari pleksus ginjal, pleksus saraf

mesenterika, dan serabut ganglion simpatis lumbal. Ini berjalan di sepanjang

arteri spermatika internal melalui bagian tengah dan bawah ureter, mencapai

testis dan cabang genital saraf genitokrural. Saraf menginervasi otot cremaster

dan membran testis.9,10

C. Patofisiologi Torsio Testis

Patofisiologi Torsio Testis Pada neonatus, testis biasanya belum

menempati cavum skrotum, dimana nantinya akan melekat kepada tunika

vaginalis. Pergerakan dari testis ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya

torsi tipe extravaginal. Penggabungan yang inadekuat testis ke dinding skrotum

biasanya dapat didiagnosa pada hari ke 7-10 kelahiran. Sedangkan pada kejadian

torsio testis usia muda hingga dewasa dapat terjadi dikarenakan perlekatan yang

kurang kuat dari tunika vaginalis dengan otot dan fascia yang membungkus

funikulus spermatikus. Akibatnya, testis menjadi lebih leluasa untuk berotasi di

dalam tunika vaginalis, sehingga disebut juga torsi tipe intravaginal. Kelainan ini

biasa disebut sebagai Bell Clapper Deformity. Derajat torsi dari torsio testis

mempengaruhi tingkat keparahan dari penyakit itu sendiri. Apabila testis terpuntir

di antara 90º-180º biasanya belum terjadi gangguan aliran darah ke testis. Namun

apabila testis telah terpuntir 360º atau lebih, maka akan meningkatkan risiko

terjadinya oklusi pembuluh darah baik vena maupun arteri.Terjadinya oklusi

pembuluh darah pada torsio testis menimbulkan mekanisme ischemia-reperfusion

injury(I-R) dan mediasi dari reactive oxygen spesies (ROS) yang akan berlanjut

menjadi keadaan iskemi bahkan kematian jaringan testis.14


D. Penegakkan diagnosis

Menifestasi Klinis

Nyeri torsio testis terjadi secara tiba-tiba dan tanpa adanya trauma

sebelumnya, tanpa peringatan, keadaan itu disebut akut skrotum. Rasa sakitnya

yang dialami parah dan berhubungan dengan mual dan muntah pada sepertiga

pasien. Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan

penyebab akut scrotum lainnya. Pemeriksaan sistematis meliputi perut, daerah

inguinal dan terakhir perineum dan skrotum. Inspeksi harus diikuti dengan

palpasi. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan testis yang udem dan tinggi dengan

posisi melintang yang abnormal dan hilangnya refleks kremaster. (Gambar 4).

Gambar 4. Torsio testikular kanan dengan testis tinggi dan orientasi melintang

(sumber gambar: Moayedi S, Torres M. Testicular torsion. Visual Journal of Emergency Medicine. 2020;21:100872)

Edema skrotum selalu ada, yang memperumit pemeriksaan. Mengangkat testis

yang robek tidak akan menghilangkan rasa sakit seperti yang terlihat pada
epididimitis akut. Torsi apendiks testis akan menghasilkan tanda khas “titik biru”

yang disebabkan oleh testis sianotik. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio

testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, nyeri tekan, dan hal ini yang

membedakan dengan orchio-epididymitis1,2,6,13

Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika

pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang terletak

transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak

lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karenaadanya

kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena

pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang

spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila

dilakukan elevasi testis.5,7

E. Pemeriksaan Penunjang

Dalam pengaturan nyeri skrotum akut dengan kecurigaan klinis torsi testis,

pemeriksaan penunjang tidak boleh menunda eksplorasi skrotum darurat. Di

dalamnya di mana diagnosis tidak pasti dan USG Doppler skrotum tepat waktu

dapat dicari, USG Doppler skrotum memiliki sensitivitas 86-100% dan spesifisitas

75-100%. Temuan yang konsisten dengan torsi termasuk heterogenitas parenkim

testis dan aliran warna Doppler berkurang atau tidak ada dibandingkan dengan

testis kontralateral. Ultrasonografi skrotum paling berguna dalam memastikan

diagnosis selain torsi, seperti epididymo-orchitis. Selain itu, pemeriksaan

penunjang yang berguna termasuk urine midstream untuk mikroskop, kultur dan
sensitivitas untuk ISK; sampel urin first-void untuk pengujian amplifikasi asam

nukleat (polymerase chain reaction, PCR) untuk C. trachomatis dan N.

gonorrhoeae; dan usap uretra untuk pewarnaan Gram dan kultur untuk N.

gonorrhoeae jika ada kecurigaan IMS.14,15,16

F. Diagnosis banding

Torsi testis adalah diagnosis klinis yang didukung oleh kombinasi riwayat

klinis, pemeriksaan fisik, dan sonografi Doppler warna. Sindrom nyeri yang

mungkin menyerupai torsio testis meliputi, epididimitis, orkitis, epididimo-orkitis,

torsi pada pelengkap epididimis, keganasan testis, hidrokel, infark testis idiopatik,

dan cedera traumatis, termasuk hematoma dan ruptur.1,2,13,16,17

Pemeriksaan radiologis konfirmatori terbaik adalah USG Doppler warna

pada skrotum, yang menunjukkan tidak adanya aliran arteri ke testis dalam torsi.

Pada pasien dengan dugaan torsio testis, ada tidak perlu menunda eksplorasi

skrotum untuk mendapatkan pencitraan atau evaluasi laboratorium lebih lanjut.2,9

G. Tatalaksana

Ketika temuan mendukung atau menimbulkan kecurigaan untuk torsio

testis, eksplorasi dan detorsi skrotum darurat diindikasikan dan tidak boleh

ditunda, karena dibahas sebelumnya. Jika testis dapat hidup, kedua testis harus

diperbaiki melalui pembedahan ke skrotum (orchydopexy). Waktu sangat penting

dalam tingkat penyelamatan yang berhasil. Detorsi manual di lakukan dengan

sedasi intravena atau anastesi korda spermatika dalam 6 jam menghasilkan tingkat
penyelamatan 90% dan lebih tinggi. Detorsi dapat dilakukan dengan rotasi dari

arah kadual ke kranial dilanjutkan medial ke lateral, putaran sebesar 180 derajat

atau sebanyak 3 putaran dilaporkan cukup, detorsi ditandai dengan hilangnya

keluhan nyeri. Sekalipun detorsi manual berhasil, tetap dibutuhkan tindakan

operatif yaitu orkidopeksi segera, dan pemeriksaan biopsi. Ini turun secara

signifikan menjadi 20% setelah 12 jam dan 0–10% setelah 24 jam.1,2,18,19,20

Tatalaksana torsi testis melibatkan eksplorasi bedah melalui garis tengah

atau insisi skrotum transversal dengan inspeksi testis dengan detorsi korda

spermatika Untuk testis yang dianggap layak, dilakukan jahitan orchiopexy atau

fiksasi dinding skrotum interior, diikuti oleh orchiopexy serupa di sisi

kontralateral dengan pengaturan yang sama untuk mencegah torsi kontralateral.

Karena penting Pertimbangan medikolegal dalam kasus ini, eksplorasi mendesak

masih diindikasikan bahkan pada pasien yang datang dengan dugaan torsio lanjut

(misalnya, beberapa hari pembengkakan tetap, kekencangan). Seringkali, sulit

untuk mengetahui secara pasti berapa lama iskemia komplit telah hadir dan

apakah masih terdapat testis yang berpotensi hidup.1,2

H. Komplikasi dan Prognosis Torsio Testis

Infertilitas merupakan konsekuensi jangka panjang yang harus

diperhatikan. Gangguan spermatogenesis akibat torsio testis akan mengurangi

kualitas sperma. Makin cepat diagnosis ditegakkan, 6 jam.4 Iskemi testis akan

berujung pada atrofi testis. Setelah torsio, 36-39% laki-laki akan memiliki

konsentrasi sperma di bawah 20 juta/mL.9 Pada torsio unilateral, testis


kontralateral juga dapat terganggu karena cedera reperfusi-iskemik setelah torsi-

detorsi testis atau proses autoimun setelah ruptur barier hematotestikular yang

berujung pada formasi antibodi anti-sperma yang menjadi penyebab atrofi testis

dan infertilitas.17 Penurunan aliran darah terjadi juga pada testis kontralateral.6

Preservasi testis dikatakan berbahaya bagi testis kontralateral. Antibodi

antisperma akan berkembang setelah torsio.17 Pada kelompok usia perinatal, testis

tidak dapat lagi diselamatkan, sedangkan pada kelompok usia postnatal eksplorasi

surgikal segera sangat diperlukan. Torsio rekuren dapat terjadi beberapa tahun

setelah orkiektomi dan orkidopeksi.21


DAFTAR PUSTAKA

1. Smith J, Kaye A, Christophi C, Brown W. Textbook of surgery. 4th ed.

Pondicherry: Wiley Blackwell; 2020..

2. Townsend C, Beauchamp R, Evers B, Mattox K, Sabiston D. Sabiston textbook

of surgery. St. Louis, Missouri: Elsevier; 2021.

3. Lim X, Angus M, Panchalingam V, Chng K, Choo C, Chen Y et al. Revisiting

testicular torsion scores in an Asian healthcare system. Journal of Pediatric

Urology. 2020;16(6)

4. Vasconcelos-Castro S, Flor-de-Lima B, Campos J, Soares-Oliveira M. Manual

detorsion in testicular torsion: 5 years of experience at a single center. Journal of

Pediatric Surgery. 2020;55(12):2728-2731.

5. Muqsith A. ANATOMI DAN GAMBARAN KLINIS TORSIO TESTIS. Jurnal

Aceh Medika. 2017;1(2).

6. Waldman S. Testicular Torsion. Atlas of Common Pain Syndromes. 2019;:371-

373.

7. Moayedi S, Torres M. Testicular torsion. Visual Journal of Emergency

Medicine. 2020;21:100872.

8. Moore S, Chebbout R, Cumberbatch M, Bondad J, Forster L, Hendry J et al.

Orchidopexy for Testicular Torsion: A Systematic Review of Surgical

Technique. European Urology Focus. 2020;.

9. Liu L. Applied Anatomy of the Scrotum and its Contents. Scrotoscopic

Surgery. 2019;:1-8.
10. Foster R. Male Reproductive System. Pathologic Basis of Veterinary Disease.

2017;:1194-1222.e1.

11. Netter F. Atlas of human anatomy. 7th ed. New York: Elsevier; 2018.

12. Koochakzadeh S, Johnson K, Rich M, Swana H. Testicular torsion after

previous surgical fixation. Journal of Pediatric Surgery Case Reports.

2019;47:101225.

13. Appelbaum R, Azari S, Clement M, Browne M. Testicular torsion: The

unexpected terrible twos, a unique case report. Journal of Pediatric Surgery

Case Reports. 2019;50:101307.

14. Wang M, Bukavina L, Mishra K, Woo L, Ross J, Gnessin E. Testicular

Torsion Postorchiopexy: A Case of Twisted Hammock. Urology. 2019;125:202-

204.

15. Godbole P, Wilcox D, Koyle M. Guide to Pediatric Urology and Surgery in

Clinical Practice. 2nd ed. New York: Springer; 2020.

16. Davenport M, Geiger J, Hall N, Rothenberg S. Operative pediatric surgery.

2021.

17. Sieger N, Di Quilio F, Stolzenburg J. What is beyond testicular torsion and

epididymitis? Rare differential diagnoses of acute scrotal pain in adults: A

systematic review. Annals of Medicine and Surgery. 2020;55:265-274.

18. Lim X, Angus M, Panchalingam V, Chng K, Choo C, Chen Y et al. Revisiting

testicular torsion scores in an Asian healthcare system. Journal of Pediatric

Urology. 2020;16(6):821
19. Zvizdic Z, Aganovic A, Milisic E, Jonuzi A, Zvizdic D, Vranic S. Duration of

symptoms is the only predictor of testicular salvage following testicular torsion

in children: A case-control study. The American Journal of Emergency

Medicine. 2021;41:197-200

20. Manivel V, Mirmiran B. Ultrasound-Guided Manual Testicular Detorsion in

the Emergency Department. The Journal of Emergency Medicine.

2020;58(1):85-92.

Anda mungkin juga menyukai