Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PENDAHULUAN

TORSIO TESTIS

A. Pengertian
Torsio testis adalah keadaan terpuntirnya funikulus spermatikus sehingga
mengakibatkan terhentinya aliran darah yang mendarahi testis. Nyeri sesisi pada skrotum
dengan onset yang tiba tiba biasanya merupakan gejala yang mengindikasikan torsio
testis karena diperkirakan sekitar setengah dari angka kejadian torsio testis diawali
dengan nyeri testis.
Torsi testis ini merupakan kasus gawat darurat di bidang urologi dan
membutuhkan diagnosis dan intervensi yang cepat untuk menjaga kelangsungan hidup
dari restis serta tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu
singkat (4 sampai 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia
dewasa muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang pada neonates. Puncak insiden terjadi
pada usia 13-15 tahun. Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin
disebabkan karena testis yang membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas. Testis kiri lebih
sering mengalami torsi dibandingkan dengan testis kanan hal ini mungkin disebabkan
oleh karena secara normal spermatic cord kiri lebih panjang.

B. Etiologi
Penyebab dari keadaan torsio adalah tidak adekuatnya fiksasi dari testis dan
epididymitis ke skrotum atau dikenal dengan istilah bell clapper deformity. Bell clapper
deformity adalah satu-satunya kelainan anatomi yang menjadi faktor risiko kejadian
torsio testis. Namun, belum diketahui secara pasti apakah keadaan ini berkaitan dengan
kelainan perkembangan embrional dari skrotum, funikulus spermatikus, dan testis atau
berkaitan mesorchium yang panjang atau kriptokismus testis. 12. Kontraksi otot
kremaster yang berlebihan juga dapat menyebabkan testis dapat mengalami torsio.
Keadaan-keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu antara lain adalah
perubahan suhu yang mendadak atau trauma yang mengenai skrotum.13 Selain berkaitan
dengan kelainan anatomi, dalam beberapa penelitian terkini menyebutkan bahwa faktor
keturunan juga diperkirakan memiliki pengaruh sebesar 11.4% terhadap risiko terjadinya
torsio testis. Faktor hormonal INSL3 dan reseptor RXLF2 telah diduga menjadi gen
penyebab munculnya keadaan torsio testis. Keberadaan hormon dan reseptor ini
menyebabkan atrofi testis yang berisiko tinggi terjadinya torsio testis secara tiba-tiba
yaitu perubahan suhu secara mendadak (saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, trauma yang mengenai skrotum.

C. Patofisiologi
Pada neonatus, testis biasanya belum menempati cavum skrotum, dimana
nantinya akan melekat kepada tunika vaginalis. Pergerakan dari testis ini dapat 11
menjadi faktor predisposisi terjadinya torsi tipe extravaginal. Penggabungan yang
inadekuat testis ke dinding skrotum biasanya dapat didiagnosa pada hari ke 7-10
kelahiran. Sedangkan pada kejadian torsio testis usia muda hingga dewasa dapat terjadi
dikarenakan perlekatan yang kurang kuat dari tunika vaginalis dengan otot dan fascia
yang membungkus funikulus spermatikus. Akibatnya, testis menjadi lebih leluasa untuk
berotasi di dalam tunika vaginalis, sehingga disebut juga torsi tipe intravaginal. Kelainan
ini biasa disebut sebagai Bell Clapper Deformity. 29,30,31 Derajat torsi dari torsio testis
mempengaruhi tingkat keparahan dari penyakit itu sendiri. Apabila testis terpuntir di
antara 90º-180º biasanya belum terjadi gangguan aliran darah ke testis. Namun apabila
testis telah terpuntir 360º atau lebih, maka akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi
pembuluh darah baik vena maupun arteri.Terjadinya oklusi pembuluh darah pada torsio
testis menimbulkan mekanisme ischemia-reperfusion injury(I-R) dan mediasi dari
reactive oxygen spesies (ROS) yang akan berlanjut menjadi keadaan iskemi bahkan
kematian jaringan testis.14

D. Manifestasi klinik
Pasien biasanya mengeluh nyeri yang sangat hebat dengan onset tiba-tiba dan
pembengkakan testis. Nyerinya bisa menyebar ke lipat paha dan perut bagian bawah
sehingga sering dikelirukan dengan appendicitis kecuali jika dilakukan pemeriksaan fisik
pada genetalia secara teliti.
Akut scrotum nyeri hebat di daerah scrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembekakan pada testis, Pyrexia sangat jarang ditemui kecuali kalau kemunculannya
lambat dan testis mengalami nekrosis, Nyeri disertai mual-muntah, Pada bayi gejalanya
tidak khas yaitu gelisah, rewel, atau tidak mau menyusu.

E. Pemerikasaan penunjang
1. Pemeriksaan sedimen urin, tidak menunjukkan adanya leukosit
2. Pemeriksaan darah, tidak menunjukkan tanda inflamasi
3. Stetoskop dopler, ultrasonografi Doppler dan sintitigrafi testis, bertujuan menilai
alirah darah ke testis, pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis

F. Penatalaksanaan
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah. (5) Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis
ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio.
Karena arah torsio biasanya ke medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah
lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah
medial. Metode tersebut dikenal dengan metode “open book” (untuk testis kanan),
Karena gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat
menghilang pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk
memperpanjang waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat
menghindarkan dari prosedur pembedahan. (2,5) Dalam pelaksanaannya, detorsi
manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat, pada anak dengan scrotum
yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis
mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama
setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis
mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi
manual akan memperburuk derajat torsio.(5
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk
pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu:
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh
kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48
jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan
eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk
membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan
untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. (5) Saat pembedahan,
dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena
testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.

3. Komplikasi
Torsio testis akan berlanjut sebagai salah satu kegawatan darurat dalam bedang
urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu
pembedahan atau detosi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis
hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan atrofi testis. Komplikasi lain yang sering muncul dari torsio testis
meliputi, infark testis, hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas
kosmetik.

Anda mungkin juga menyukai