Anda di halaman 1dari 17

Torsio testis

Pengertian

Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan
aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang berumur kurang dari
25 tahun, paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tak
jarang janin yang masih berada dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang
tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral maupun bilateral.(2)

Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya
strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak melekat
dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak mendapatkan
aliran darah lebih dari enam jam. (5)

Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas
tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Mesorchium yang panjang.
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)

Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan
terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan itu
antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.

Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih belum
banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah sekali
bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. (2)
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyangga
testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan
anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis
sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan
epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada
funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell clapper. Keadaan ini
menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal. (2)

Gejala

Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :

1. Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan (7)
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat
menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak.
Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. (6)
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di daerah
inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis,
maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata.(3)

Pemeriksaan Fisik

Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru terjadi,
dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak
disertai dengan demam. (2)
Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika terjadi
secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis. Perubahan warna
kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir yang perlu
diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada testis. (6)Reflex cremaster secara
umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex kremaster, 100% sensitif dan 66% spesifik
pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster dapat menurun atau tidak ada
sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada kasus-kasus torsio testis, oleh
karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya
acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio testis.(5)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut
scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan
sintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis.(2)Sayangnya,
stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran
darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan
waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna
merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan
pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan
dapat membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga
dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum. (8)
Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the left testis in a 14-year-old boy
who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow in the left testis compared with the
right tstis.

Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the right testis in a 16-year-old boy
who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around the right testis but absence of flow
within the substance of the testis
Color Doppler ultrasonogram showing inflammation (epididymitis) in a 16-year-old boy who
had pain in the left testis for 24 hours. Note increased blood flow in and around the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan pemeriksaan
darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama dan mengalami
keradangan steril. (2)
VI. DIAGNOSIS (8,9)

Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway Torsio
Testis / Testicular Torsion;
Protocol for the diagnosis and treatment of the acute scrotum. (8)

Terapi Farmakologis

Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah. (5)

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis
ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial, maka dianjurkan
untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba
detorsi ke arah medial.

Metode tersebut dikenal dengan metode “open book” (untuk testis kanan), Karena gerakannya
seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang pada kebanyakan
pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan
pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur pembedahan. (2,5)
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat, pada
anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain
itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama
setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami
torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan
memperburuk derajat torsio.(5)

Terapi non Farmakologis


Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat
proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu
sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau
prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :

1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis


2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli
masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan
testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan
karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.(3,5,7)

Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak
diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan pada
testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan
kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas di kemudian hari. (2)
DAFTAR PUSTAKA

(1) Blandy, John. Lecture Notes on Urology. Third edition. Oxford : Blackwell Scietific
Publication. 1982. 277.

(2) Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.

(3) Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill
Livingstone. 1975. 324-325.

(4) Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.
(5) http://emedicine.medscape.com/article/1017689-overview
(6) http://www.urologyhealth.org/about/
(7) http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1113.htm
(8) http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1746.html
(9) http://www.gfmer.ch/selected_images_v2/detail_list.php?cat1=15&cat2=123&cat3=280&cat
4=2&stype=n
(10) http://www.catscanman.net/blog/2008/12/scan-mans-casebook-case-6/
(11) http://www.catscanman.net/blog/wp-content/uploads/casebook/orchitis5.jpg
(12) http://urologistchennai.com/services
(13) http://www.medicineonline.com/articles/s/2/Scrotal-Orchiopexy/Testicular-Torsion-
Repair.html
(14) http://www.surgeryencyclopedia.com/La-Pa/Orchiopexy.html
Rupture Uretra

Pengertian

Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat trauma dan kebanyakan
disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis (simpiolisis).

Gejala

a) Perdarahan per-uretra post trauma.


b) Retensi urine.
c) Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.
d) Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior :

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologic

Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan ekstravasasi bahan kontras uretografi
retrograd.

Terapi Farmakologis

Berikan antibiotik sesuai indikasi.( Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien
yang mengalami trauma / perlukaan ).

Terapi non Farmakologis

- Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan melakukan drainase bila
ada.

- Pada anterior ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.

- Pada ruptur uretra posterior yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.

- Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer kateter.
Rupture kandung kemih

Pengertian

Gejala

a. Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat


b. Abdomen bagian tempat jejas/hemato
c. Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
d. Nyeri suprapubik
e. Ketegangan otot dinding perut bawah
f. Ekstravasasi kontras pada sistogram
g. Trauma tulang panggul

Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi:

Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ berongga yang mampu
membesar u/ mengumpulkan dan mengeluarkan urin yang dibuat ginjal

• Perkusi

- Pasien dalam posisi terlentang

- Perkusi dilakukan dari arah depan

- Lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah suprapubis

• Palpasi

Lakukan palpasi kandung kemih pada

daerah suprapubis

• Normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis tetapi setelah membesar meregang
ini dapat terlihat distensi pada area suprapubis

• Bila kandung kemih penuh akan terdengar dullness atau redup

• Pada kondisi yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap pada kandung kemih. Kandung
kemih tidak teraba. Bila ada obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari
kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih yang bias
di palpasi di daerah suprapubis
Pemeriksaan Penunjang

Tes buli-buli :

• Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 500 ml larutan garam faal yang sedikit
melebihi kapasitas buli-buli.

• Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, bila selisihnya cukup besar mungkin terdapat
rupture buli-buli.

Terapi Farmakologis

Berikan antibiotik sesuai indikasi.( Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien
yang mengalami trauma / perlukaan ).

Terapi non Farmakologis


Ruptur ginjal

Pengertian

Gejala

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

USG

IVU

CT SCAN

MRI

Terapi Farmakologis

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan
observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa di
pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan
perubahan warna urin pada pemeriksaan urine serial.

Terapi non Farmakologis

Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk
segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya, mungkin dilakukan debridement, reparasi
ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan
nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
Priapismus

Pengertian

Ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering disertai rasa nyeri.à lebih 4 – 6
jam
> 24 jam à nekrosis sel luas

> 48 jam pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi endotel.

Gejala

Ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering disertai rasa nyeri.à lebih 4 – 48
jam

Pemeriksaan Fisik Penunjang

Terapi Farmakologis

Bila ereksi telah terjadi selama dua jam, terapi yang dianjurkan adalah pseudoefedrina 120 mg
secara oral. Bila sudah empat jam, dianjurkan 120 mg pseudoephedrine lagi. (Therapeutic
Guidelines, 2001)

Terapi non Farmakologis

Bila ereksi telah berjalan selama enam jam, seorang tenaga medis harus dihubungi. Terapi pada
tahap ini meliputi aspirasi (penyedotan) darah dari corpus cavernosum dengan bius lokal. Bila
belum cukup, aspirasi ini harus dilakukan dengan suntikan adrenalina sebagai adjuvant.
(Therapeutic Guidelines, 2001)
Bila aspirasi gagal dan pengisian terjadi kembali, bedah bypass (surgical shunts) dicoba. Usaha
untuk mengembalikan keadaan ke normal dengan mengalihkan darah daricorpora
cavernosa yang mengeras/menegang ke corpus spongiosum (glans penis dan uretra). Langkah
pertama dilakukan di bagian distal (ujung), diikuti dengan proksimal (pangkal).

Anda mungkin juga menyukai