Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Keperawatan Sistem Imun Hematologi
Disusun Oleh:
A. PENGERTIAN.
Donor darah adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya untuk orang lain yang
memebutuhksn darah. Tarwoto, Keperawatan Medikal Bedah gangguan system
hematologi.2008.
B. PENYARINGAN DONOR
Seseorang donor harus dalam keadaan sehat dan harus bebas dari factor-faktor berikut
ini:
1. Riwayat hepatitis virus sekarang atau terdahulu atau riwayat kontak dengan klien
hepatitis.
2. Riwayat memperoleh transfusi darah.
3. Riwayat sipilis atau malaria yang tidak diobati.
4. Riwayat penyalahgunaan obat melalui suntikan.
5. Riwayat kemungkinan pajanan dengan virus AIDS
6. Infeksi kulit
7. Riwayat asma yang baru, urtikaria atau alergi obat.
8. Kehamilan dalam 6 bulan terakhir.
9. Riwayat pencabutan gigi atau pembedahan mulut dalam 72 jam.
10. Riwayat tato yang baru.
11. Riwayat terpajan penyakit menular dalam 3 minggu.
12. Imunisasi yang baru.
13. Adanya kanker.
C. PERSYARATAN DONOR
A. PENGERTIAN.
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi
medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkantrauma, operasi, syok dan
tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.( A. Harryanto Reksodiputro,1994).
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke
orang sakit (respien).
Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell)
kedalam tubuh melalui vena. Kamus Kesehatan, 2012
Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan sebagai upaya untuk
menyelamatkan kehidupan.
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama tergantung pada sumber
mereka:
1. Transfusi Homolog.
Transfusi homolog atau transfusi darah yang disimpan menggunakan orang lain.
Inisering disebut''allogeneic bukan homolog.
2. Autolog Transfusi.
Atau transfusi menggunakan darah pasien sendiri disimpan donor unit darah harus
disimpan dalam lemari es untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan
memperlambat metabolism sel. Transfusi harus dimulai dalam 30menit setelah
unit telah diambil keluar dari penyimpanan.
Ada 2 faktor penetu golongan darah yaitu aglutinogen dan agglutinin. Aglutinogen(zat
anti) merupakan antigen yang terdapat pada sel darah merah dan bersifat genetis
(menurun). Ada 3 jenis aglutinogen yaitu aglutinogen A dan B, aglutinogen M dan N,dan
factor rhesus (Rh). Penggolongan darah manusia dibedakan 3 sistem penggolongan yaitu
golongan darah ABO, golongan darah MN, dan golongan Rh.Aglutinin merupakan
protein plasma yang berfungsi sebagai antibody. Aglutinin ada 2macam yaitu aglutinin
alfa dan agglutinin beta.K. Landsteiner merumuskan penggolongan darah ABO besar
berdasarkan keberadaan aglutinogen dan agglutinin pada darah sebagai berikut:
1. Golongan darah A, bila dalam sel darah merahnya mengandung aglutinogen Adan
dalam serum atau plasmanya mengandung agglutinin beta.
2. Golongan darah B, bila dalam sel darah merahnya mengandung aglutinogen B
dan dalam serum atau plasmanya mengandung agglutinin alfa.
3. Golongan darah AB, bila dalam sel darah merahnya mengandung aglutinogenA
dan B, serta dalam serum atau plasmanya tidak mengandung agglutinin.
4. Golongan darah O, bila dalam sel darah merahnya tidak mengandungaglutinogen
sedangkan dalam serum atau plasmanya mengandung agglutininalfa dan beta.
Proses pengumpalan terjadi bila aglutinogen A bertemu dengan agglutinin alfa dana
aglutinogen B bertemu agglutinin beta. Oleh karena itu, dalam melakukan transfusi
darahakan terjadi penggumpalan apabila golongan darah A di transfusi dengan golongan
darah Batau AB, golongan darah B ditransfusi dengan golongan darah A atau AB serta
golongandarah O ditransfusi dengan A, B, atau AB. Serum dari seseorang yang
bergolongan darah AB tidak memiliki agglutinin. Hal ini berarti golongan darah AB tidak
akan menggumpalkan sel darah merah dari semua golongan darah. Jadi dalam proses
transfusi, golongan darah AB berperan sebagai resipien universal, artinya dapat
menerima darah dari golongan darah manapun. Sel darah merah pada seseorang yang
begolongan darah O tidak mengandung aglutinogen. Oleh karena itu, golongan darah ini
dapat ditransfusikan ke semua golongan darah. Jadi dalam proses transfusi golongan
darah O disebut donor universal.
Golongan darah Rh (Rhesus) yaitu Macaca rhesus ditemukan oleh K. Landsteiner dan A.
S,Wiener tahun 1940. Golongan darah ini dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
6. Cryoprecipitate
Penyimpanan: Dibuat dengan membekukan plasma segar hingga <-65C, lalu dicairkan
18 jam pada 4C, disentrifugasi, cryoprotein dipisahkan. Dapat disimpan 1
tahun pada 18C
Komposisi.: Mengandung faktor VIII > 80 Iu/pak, XIII, fibrinogen 100 350/pak, dan
fibronectin pada konsentrasi > dari plasma.
Indikasi: Terapi defisiensi faktor VIII, Von Willebtand, dan fibrinogen. Setiap unit
mengandung factor-faktor yang berbeda terkait dengn jalur pembekuan.
Resiko: Sama seperti fresh frozen plasma.
Pemberian: Dapat diberikan sebagai infus cepat. Dosis pak/Kg BB akan
meningkatkan kadar faktor VIII 80 100% dan fibrinogen 200 250
mg/dL.
9. Granulocytes
Penyimpanan: Meskipun dapat disimpan pada suhu 20 24C yang stabil, sebaiknya
ditransfusikan sesegera mungkin setelah pengumpulan.
Komponen: Mengandung setidaknya 1x1010 granulosit, juga eritrosit dan trombosit.
Indikasi: Neutropenia berat (<500/l)>
Sama seperti trombosit. Reaksi leukostasis pulmoner. Reaksi febris berat.
Pemberian: Diberikan sebagai infus lebih dari 2 4 jam. Dosis: 1 unit/hari untuk
neonatus dan bayi, 1x109 granulosit/Kg.
5. Transfusi Eritrosit.
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Eritrosit diberikan
untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan mempertahankan oksigenasi
jaringan.Transfusi sel darah merah merupakan komponen pilihan untuk mengobati
anemia dengan tujuan utama adalah memperbaiki oksigenisasi jaringan.
Pada anemia akut, penurunan nilai Hb dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat
>30% - 40% volume darah, maka umumnya pengobatan terbaik adalah dengan transfusi
sel darah merah(SDM).
Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi SDM
dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga diindikasikan
pada anemia kronik yang tidak responsive terhadap obat- obatan farmakologik.
Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan menjalani
pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < st="on">Ada juga yang menyebutkan, jika
kadar Hb <10gr/dl,>3
Transfusi tukar merupakan jenis transfusi darah yang secara khusus dilakukan pada
neonatus, dapat dilakukan dengan darah lengkap segar, dapat pula dengan sel darah
merah pekat(SDMP) / mampat(SDMM). Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada
neonatus dengan ABO incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan
respon adekuat dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran
toksin seperti pada sepsis. Biasanya satu/ dua volume darah diganti.
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar
Hb adalah:
a. Gejala, tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita.
b. Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau susunan saraf pusat.
c. Penyebab dan antisipasi anemia.
d. Ada atau tidaknya terapi alternatif lain.
6. Transfusi Kriopresipitat
Komponen ini diperoleh dengan mencairkan plasma segar beku pada suhu 40C dan
kemudian bagian yang tidak mencair, dikumpulkan dan dibekukan kembali. Komponen
ini mengandung faktor VIII koagulan/ anti hemophilic globulin(AHG) sebanyak 80-120
unit, factor XIII yang cukup banyak, factor von Willebrand, dan 150-200 mg fibrinogen.
Komponen ini digunakan untuk pengobatan perdarahan, atau pada persiapan pembedahan
penderita hemofilia A, penyakit von Willebrand, dan hipofibrinogenemia serta kadang
diberikan juga pada DIC. Dosis yang dianjurkan secara empiris 40-50 unit/ kgBB sebagai
loading dose, yang diteruskan dengan 20-25 unit / kgBB setiap 12 jam, sampai
perdarahan telah sembuh.
Panggunaannya pada penderita hemofilia A, yaitu untuk menghentikan perdarahan
karena berkurangnya AHG. AHG ini tidak bersifat genetic marker antigen seperti
granulosit, trombosit, atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat
menimbulkan pembentukkan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor VIII. Oleh
karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai
dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
I. REAKSI TRANFUSI
Reaksi transfusi adalah reaksi yang terjadi selama tranfusi darah yang tidak diinginkan
berkaitan dengan tranfusi itu. sejak dilakukannya tes komatibilitas untuk menentukan
adanya antibody terhadap antigen sel darah merah, efek samping transfusi umumnya
disebabkan oleh leokosit , trombosit dan protein plasma. Gejala bervariasi mungkin tidak
terdapat gejala atau gejalanya tidak jelas, ringan samapi berat.hal ini disebabkan oleh
hemolisis intravaskuler atau ekstravaskuler yang disebabkan oleh reaksi antibody
terhadap anti gen :
a. Demam.
Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya ringan dan hilang
dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor,
Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang
ditranfusikan Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan
melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan
pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin
(IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan
sendirinya.
Gejala: Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise,
sakit kepala. Intervensi: Hentikan Transfusi, Lanjutkan pemberian normal saline,
Berikan antipiretik sesuai program, Pantau suhu tiap 4 jam. Pencegahan: Gunakan darah
yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi).
b. Reaksi alergi.
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak disertai
gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus menghentikan transfusi.
Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang
bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan
menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi
mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga
dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.
Gejala:Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam. Intervensi:
Hentikan tranfusi, Ukur vital sign tiap 15 menit, Berikan antihistamin sesuai program,
Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan: Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi.
c. Reaksi anafilaktik.
Penyebabnya pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah
membentuk antibodi IgA. Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila
timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA
dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah
transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang dapat
berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah: angioedema, muka
merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan. Tidak ada demam,
syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi
dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma. Intervensi:
Hentikan tranfusi, Lanjutkan pemberian infus normal saline, Beritahu dokter dan bank
darah, Ukur tanda vital tiap 15 menit, Berikan ephineprine jika diprogramkan, Lakukan
resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan, Apabila terjadi hipoksia, berikan oksigen
dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu melalui intubasi.
Pencegahan:Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan
memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita
defesiensi IgA.
d. Sepsis.
Penyebab:Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
Gejala:Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok,syok.
Intervensi: Hentikan tranfusi, Ambil kultur darah pasien, Pantau tanda vital setiap 15
menit, Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program.
Pencegahan: Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian.
e. Kelebihan sirkulasi
Penyebab: Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu
cepat. Gejala:Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat,
nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis
meningkat. Intervensi: Tinggikan kepala klien, Monitor vital sign, Perlambat atau
hentikan aliran tranfusi sesuai program, Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai
program. Pencegahan: Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan
dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila
diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga
kepatenan IV.
f. Hemolitik.
Penyebab: Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor,
resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system
ABO. Gejala: Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun,
dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan
abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila
sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi
hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari ataulebih setelah tranfusi. Intervensi: Monitor
tekanan darah dan pantau adanya syok, Hentikan tranfusi, Lanjutkan infus normal saline,
Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria, Ambil sample darah dan urine
,Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk
anemia yang berlanjut. Pencegahan :Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah
diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab
paling sering karena salah mengidentifikasi)
3. Hipokalemia.
Penyebab: Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi
dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik. Gejala:
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria,
kelemahan otot, bising usus menurun.
4. Hipotermia.
Penyebab: Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin
diberikan melalui kateter vena sentral.
Gejala: Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest. Intervensi:
Hentikan tranfusi, Hangatkan pasien dengan selimut, Ciptakan lingkungan yang hangat
untuk pasien, Hangatkan darah sebelum ditranfusika, Periksa EKG.
a. Hepatitis Virus.
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada transfusi
darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan kadar
enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus hepatitis. Sekitar 90%
kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B.
Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah
melalui seleksi donor yang baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C,
kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1
dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000.
b. AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome).
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi darah,
yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor yang
baik dan ketat.
c. Infeksi CMV.
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature atau
pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit danor,
hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau mengurangi
kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah leukosit
merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.
Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum transfusi dan
hal-hal yang kemungkinan akan terjadi setelah transfusi, haruslah diketahui
beberapa unsur yang ada di dalam darah yang akan ditransfusikan.Unsur penting
yang harus diketahui karena mempunyai unsur antigenik adalah:
1. Eritrosit.
Walaupun sifat antigenik pada leukosit dan trombosit relatif lemah, tetapi saat ini
menjadi penting sekali di bidang transplantasi organ, karena bersifat antigen
jaringan.
3. Serum.
Transfusi darah yang ideal haruslah mempunyai sifat antigeni darah donor yang
cocok seluruhnya terhadap antigen resipien. Hal ini sangat sulit dalam
pelaksanaannya. Untuk keperluan praktis, umumnya secara rutin dilakukan
pengujian sebagai berikut:
1. Golongan darah.
Donor dan resipien dalam sistem ABO dan Rhesus, untuk menentukan antigen
eritrosit. Menentukan golongan Rhesus dilakukan dengan meneteskan complete
anti D pada eritrosit yang diperiksa.
2. Reverse Grouping.
Yaitu menentukan antibodi dalam serum donor dan resipien, terutama mengenai
sistem ABO.
2. Cross match
Setelah golongan darah ditentukan, kemudian dilakukan cross match dari darah
donor dan resipien yang bersangkutan. Ada dua macam cross match, yaitu major
cross match (serum resipien ditetesi eritrosit donor), dan minor cross match
(serum donor ditetesi eritrosit resipien). Cross match yang lengkap haruslah
dalam tiga medium, yaitu: NaCl Fisiologis, Enzim (metode enzim), Serum
Coombs (metode Coombs tidak langsung)
Semua pemeriksaan harus dilakukan dalam tabung serologis dan setiap hasil yang
negatif harus dipastikan secara mikroskopis. Untuk pemeriksaan yang lengkap
tersebut diperlukan waktu 2 jam. Dalam keadaan darurat dapat dikerjakan cross
match dalam NaCl fisiologis pada gelas obyek. Bahayanya adalah tidak dapat
ditentukan adanya incomplete antibody dalam darah resipien atau donor, sehingga
risiko reaksi transfusi makin besar.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Tanda vital dasar : status sirkulasi dan pernapasan
b. Status kulit (mis ruam)
c. Program dokter mengenai jenis, jumlah, dan kecepatan pemberian
darah
d. Ukuran kateter IV atau kebutuhan untuk insersi kateter
e. Nilai laboratorium, seperti hitung darah lengkap, golongan darah
dan pencocokan darah (cross-match)
f. Riwayat tranfusi darah dan reaksi (jenis reaksi, penanganan, dan
respon klien terhadap penanganan) jika ada.
g. Penolakan agama atau penolakan pribadi lain atas keputusan
bahwa klien harus menerima darah
h. Kompatibilitas klien terhadap darah ( mencocokkan nomor lembar
darah dengan tanda pengenal berupa nama klien)
2. Diagnosis Keperawatan.
a. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan (terkait dengan
rendahnya hemoglobin dan hematocrik )
b. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pendarahan
c. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan
hemoglobin
d. Resiko cidera yang berhubngan dengan transfusi
e. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan prosedur dan
tanda serta gejala yang harus dilaporkan.
a. Umum
Dua orang perawat terdaftar (RN) memeriksa bahwa darah yang benar diberikan
kepada klien yang tepat. Verifikasi verbal antara perawat dan klien harus
diikutsertakan dalam prosedur identifikasi klien, jika mungkin. Lihat kebijakan
institusi. Pantau secara ketat terjadinya reaksi transfusi pada klien yang
sebelumnya memiliki riwayat transfusi dan yang mengalami perubahan tingkat
kesadaran. (mis, konfusi atau koma). Klien yang mengalami konfusi atau koma
seringkali tidak mengkomunikasikan ketidaknyamanan yang mereka rasakan.
Infusikan satu unit paket sel darah merah (PR3Cs) atau darah lengkap tidak lebih
dari 4 jam (waktu maksimal untuk transfusi). Mulai transfusi darah dalam
setengah jam setelah mengambil darah dari bank darah; jika tidak, darah dapat
digunakan. Jika darah diinfusikan dengan cepat, dan harus dihangatkan karena
infuse darah yang dingin dapat menurunkan suhu tubuh.
b. Pediatrik
Secara hati-hati kaji adanya reaksi transfusi pada anak kecil karena mereka
seringkali tidak mengkomunikasikan ketidaknyamanan yang mereka rasakan.
c. Geriatrik
Berikan transfusi darah secara perlahan pada klien yang sensitive terhadap cairan
karena mereka mungkin tidak menoleransi perubahan volume darah yang cepat.
f. Transkultural.
Beberapa kelompok agama atau kepercayaan memiliki opini berbeda mengenai
penggunaan transfusi darah. Kepercayaan Yahudi tidak mengijinkan transfusi
darah, dan Ahli Kristiani dan Pantekosta menghindari aspek-aspek tertentu dalam
perawatan kesehatan di institusi dan pengobatan sekuer. Komunikasikan secara
jelas dengan klien dan anggota keluarga jika transfusi darah dubutuhkan; opini
dapat beragam diantara kepercayaan dan kelompok tertentu berkenaan
penggunaan transfusi.
3. Implementasi.
Alat.
a. Slang Transfusi darah (set darah Y dengan filter dalam slang).
b. Kantong/ botol berisi salin normal sebanyak 250 sampai 500ml.
c. Paket sel atau darah lengkap, sesuai program.
d. Penghangat darah atau coiled tubing dan wadah berisi air hangat.
e. Lembar keterangan darah.
f. Lembar bagan untuk pencatatan tanda vital (untuk pemeriksaan yang
sering dilakukan).
g. Sarung tangan nonsteril.
h. Bahan-bahan untuk memulai IV (lihat Prosedur Keperawatan 7.4 dan 7.5)
i. Swab alcohol atau povidone, atau agens antiseptic pembersih yang telah
diakui.
Prosedur
No Tindakan Rasional
1. Cuci tangan dan atur peralatan Mengurangi transfer
mikroorganisme; meningkatkan
efisiensi.
2. Jelaskan prosedur kepada klien, terutama Membantu mengurangi ansietas.
kebutuhan untuk sering memeriksa tanda
vital.
Siapkan slang transfusi darah.
Buka kemasan slang dan tutup Mempersiapkan infuse salin
regulator tetes/klem geser (yang sebelum dan sesudah
dapat berupa klem, geseran, atau transfusi.
sekrup). Perhatikan warna tutup
slang penusuk (spike).
Lepaskan tutup pada salah satu Membentuk hubungan
sisi slang darah untuk antara slang dan larutan
memperlihatkan slang penusuk. salin; membersihkan udara
3.
Lepaskan tutup dari kantong/botol dari slang.
salin normal dan masukan slang
penusuk. Lepaskan tutup dari
ujung slang, buka regulator salin
1, isi bilik tetes dan slang dengan
salin, dan tutup regulator salin.
Pasang kembali tutup pada ujung Mempertahankan sterilitas
slang yang lain dan tempatkan di system.
tempat tidur dekat kateter IV.
Masukan kateter IV jika belum terpasang Menurunkan hemolisis;
(lihat Prosedur Keperawatan 7.4); jika memungkinkan aliran darah yang
4.
kateter IV telah terpasang, verifikasi bebas.
apakah ukurannya adekuat (kateter harus
bernomor 20 atau lebih).
Pasang sarung tangan jika belum dipasang Mengurangi resiko transfer
5. dan lepaskan balutan secukupnya untuk infeksi;memungkinkan akses untuk
memajankan penghubung kateter. sambungan slang darah.
Lepaskan slang infuse dari penghubung Menghubungkan slang darah secara
slang dan hubungkan slang darah ke langsung ke kateter; memelihara
6. penghubung kateter; buang atau letakkan slang infuse sebelumnya untuk
tutup jarum di atas ujung slang infuse digunakan kembali kemudian.
sebelumnya.
Buka regulator / klem geser salin secara Mempertahankan kepatenan kateter.
penuh dan atur kecepatan infus akan
7. mempertahankan vena tetap terbuka (15-
30 ml/jam) sampai darah tersedia
Isi lembar bank darah dengan tanggal dan Memberikan catatan legal tentang
jam permulaan infuse dan pemeriksaan verifikasi darah
9.
informasi yang dilakukan perawat
Periksa dan catat denyut nadi , pernafasan Memberikan data tanda vital dasar
10. , tekanan darah , dan suhu tubuh sebelum transfusi
Lepaskan tutup disisi slang darah untuk Mengakses darah untuk diberikan
memperlihatkan slang penusuk dan melalui transfusi
11.
masukkan penusuk ke port kantong darah
Tutup regulator / klem geser pada sisi Mencegah salin agar tidak masuk
slang salin normal dan buka regulator kekantong darah dan
12.
darah / klem geser pada sisi slang darah memungkinkan slang darah terisi
dengan darah
13. Atur kecepatan tetes untuk memberikan:
Maksimal 30ml darah dalam 15 Mengidentifikasi
menit pertama. kemungkinan terjadinya
reaksi. Sebagian besar reaksi
terjadi dalam 15 menit
pertama infuse.
Setengah sampai seperempat Memberikan darah dalam 2-
volume darah setiap jam (62 4jam.
sampai 125ml/jam-bergantung
pada toleransi klien terhadap
perubahan volume darah yang
diinfusikan).
a. Hasil tercapai: Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan suhu tubuh klien
berada dalam rentang normal dalam 24 jam.
b. Hasil tercapai: aktivitas klien meningkat sehingga dapat berjalan di lorong tanpa
mengalami dispnea.
5. Dokumentasi.
Hal-hal yang harus dicatat pada lembar laporan klien antara lain:
b. Jenis darah yang ditrnsfusikan (paket sel darah atau darah lengkap) dan
jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani wiwik et al, 2008, Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
hematologi, Penerbit Salemba medika; Jakarta.
http://indonesiaindonesia.com/f/13695-transfusi-darah/
Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta: EGC.
Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732 Copy and
WIN.http://bit.ly/copynwin
Tarwoto, Wartionah, 2008. Keperawatan Medikal bedah Gangguan Sistem Hematologi Cet 1.
Penerbit buku keperawatan dan kebidanan:trans Info Media:Jakarta