: Transfusi darah
Presentan
Dokter pembimbing
TRANSFUSI DARAH
BAB I
PENDAHULUAN
Terkait masalah kehilangan darah pada pasien yang mengalami kehilangan darah saat cedera.
Crile mulai melakukan percobaan dengan transfusi darah. Seperti pernyataannnya bahwa setelah sekiat
banyak kecelakaan, kehilangan darah dalam jumlah banyak menyebabkan syok sebelum pasien sampai di
rumah sakit. Pada awal abad 19, transfusi sering dilakukan. Banyak yang terbuang dan penggunaannya
mulai sedikit dikarenakan reaksi yang ditimbulkan dan sulitnya mencegah terjadinya pembekuan pada
darah yang didonorkan.
Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah
resipien sebagai upaya pengobatan. 3 Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan
hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada
waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan
pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun
demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah
sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri donor ke
dalam vena resipien. 2
Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan
cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh. 3 Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan golongan darah
sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939.
Kedua system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun kemudian ditemukan
berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-lain, tetapi system- system tersebut kurang
berpengaruh. Tata cara transfusi darah semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada
tahun 1914 oleh Hustin (Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937 dimulailah
sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai kini. 2,3
Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga transfusi dapat dilaksanakan
secara optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar di masa yang akan datang adalah meningkatkan
pemahaman akan penggunaan transfusi darah sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan
keamanannya dapat ditingkatkan.2,3
BAB II
Darah dan Transfusi Darah
Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan sebagai suatu
organ tubuh terbesar yang beredar dalam system kardiovaskular, tersusun dari (1)komponen korpuskuler
atau seluler, (2)komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat
multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit, yang kesemuanya
dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki
masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati,
maka secara berkala pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbaharui
dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut plasma, menempati lebih dari 50 volume
% organ darah, dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein
plasma dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai fraksi globulin
serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis. 2,3
Peran penting darah adalah (1)sebagai organ transportasi, khususnya oksigen(O2), yang dibawa
dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari
jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh
hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut berfungsi sebagai sarana
transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ
tubuh.2,3
Selain itu, darah juga berfungsi (2)sebagai organ pertahanan tubuh(imunologik), khususnya
dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini
dilakukan oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin). 2,3Fungsi
lain yang tidak kalah penting yaitu (3)peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme
homeostasis) sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada
pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas
homeostasis yang berlebihan.2,3
Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah korpuskuler
maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat
diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan
jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan. 2,3
Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah
resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan sebagai upaya untuk menyelamatkan kehidupan. 2,3,4,5,7
Berdasarkan asal darah yang diberikan transfusi dikenal: (1) Homologous transfusi; berasal dari darah
orang lain, (2)Autologous transfusi; berasal dari darah sendiri. 4
Tujuan transfusi darah adalah:
(1)mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah
(2)mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah
(3)meningkatkan oksigenasi jaringan
(4)memperbaiki fungsi homeostasis
(5)tindakan terapi khusus.4
darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya sangat
beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat multiantigenik, sehingga
pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat variasi antigen minimal dan
kompatibilitas yang baik
transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement therapy
sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood.
1. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang normal,
misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar luas.
2. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada anemia,
trombositopenia, hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan lain-lain. Keadaan Anemia yang
Memerlukan Transfusi Darah:
Biasanya digunakan batas Hb 7 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5 g/dL, maka
penderita tersebut telah sampai kepada fase yang membahayakan dan transfusi harus
dilakukan secara hati-hati.
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
Tanda dan gejala klasik anemia berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia,
penurunan kesadaran) sering timbul ketika Hemoglobin sangat rendah. Tanda dan gejala anemia serta
pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan alasan transfusi yang rasional. 4
Kadar Hemoglobin dan Hematokrit adalah dua faktor penentu dilakukannya transfusi sel darah
merah selain kondisi penderita, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena
penyakit yang diderita oleh penderita dan risiko transfusi. Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi
pertimbangan transfusi adalah:
a. Penderita dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu transfusi pada batas kadar
Hemoglobin yang lebih tinggi.
b. Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi darurat maupun elektif,
dapat dinilai secara klinis dan dikoreksi dengan penggantian volume yang tepat.
c. Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab antara lain adalah
demam, anestesia dan menggigil, jika kebutuhan oksigen meningkat maka kebutuhan untuk
transfusi sel darah merah juga meningkat.
Kadar Hemoglobin atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel darah
merah dibutuhkan atau tidak pada penderita yang menjalani operasi setelah penderita mendapat resusitasi
koloid atau cairan pengganti lainnya. Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah
merah:
a. Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hemoglobin yang disesuaikan dengan
penilaian kasus per kasus.
b. Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian menentukan kebutuhan
selanjutnya.
National Institute of Health Consensus Conference pada tahun 1998 menyimpulkan bahwa bukti
ilmiah yang ada tidak mendukung penggunaan kriteria tunggal seperti kadar Hemoglobin <10g/dL untuk
melakukan transfusi, dan tidak terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa anemia ringan sampai
sedang berperan dalam meningkatkan morbiditas perioperatif. 4
ACP pada tahun 1992 menyimpulkan bahwa penderita dengan tanda vital stabil dan tidak
memiliki risiko iskemia miokard atau serebral tidak memerlukan transfusi sel darah merah. Transfusi
hanya dilakukan pada penderita dengan tanda vital tidak stabil yang memiliki risiko iskemia miokard atau
serebral. Hal ini tidak bergantung pada kadar Hemoglobin penderita. 4
Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa transfusi sangat jarang
diindikasikan bila kadar Hemoglobin >10 g/dL dan hampir selalu diindikasikan bila kadar Hemoglobin
<6 g/dL, terutama pada anemia akut. Penentuan apakah kadar Hemoglobin 6-9 g/dL membutuhkan
transfusi sel darah merah atau tidak harus berdasarkan pada risiko terjadinya komplikasi karena
oksigenasi yang tidak adekuat. Penggunaan satu nilai Hemoglobin tertentu tanpa mempertimbangkan
kepentingan fisiologis dan faktor lain yang mungkin mempengaruhi oksigenasi tidak direkomendasikan. 4
NHMRC-ASBT pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa keputusan untuk melakukan
transfusi sel darah merah harus berdasarkan pada penilaian klinis penderita, respons penderita terhadap
transfusi sebelumnya dan kadar Hemoglobin. Transfusi sel darah merah tidak dilakukan bila kadar
Hemoglobin >10 g/dL, kecuali jika ada indikasi tertentu.
Hemoglobin > 10 g/dL, maka alasan melakukan transfusi harus dicatat. Penelitian pada 84 penderita
fraktur paha yang mendapat transfusi didasarkan pada gejala atau Hemoglobin <8 g/dL dibandingkan
dengan transfusi untuk mempertahankan Hemoglobin >10 g/dL menunjukkan tidak ada perbaikan dalam
rehabilitasi, morbiditas atau mortalitas. 4
BAB III
BERBAGAI SEDIAAN DARAH UNTUK TRANSFUSI
Penyimpanan
Komposisi
lemari
semua
jenis
Indikasi
Risiko
Pemberian
Anemia
Harus
Pada
Penggantian
saat
lengkap)
1-5C, darah
(CPD/
citrate dan
phosphate
49ml oksigenasi
dan (anti
CPDA-1(CPD
250ml
darah
hari
bila pengawet,
ditambahkan
dengan Ht 36
manitol).
Darah
sitrat
yang
telah
dikeluarkan dari
lemari
pendingin harus
digunakan
dalam waktu 4
jam.
Mengandung
semua
jenis
komponen
darah
unit
darah
Setiap
kantung
Renjatan berat
darah Perbaikan
pengawet
dextrose),
untuk darah
volume
ABO, darah
akut,
match secepat
dapat
dan ditoleransi.
f/ hemolitik
Pada
kondisi
Aloimunisasi
lain, diberikan
terhadap
dalam 2 4
antigen
jam.
eritrosit,
ml/KgBB
leukosit
trombosit.
10
atau akan
meningkatkan
Ht
5%
dan
mendukung
volume.
berkapasitas
350ml
darah
dan
49ml
pengawet (anti
pembekuan
&
darah
dengan
35ml
pengawet,
dengan Ht 36
40%.
Packed
red Sama
Sama
cells
(sel whole
blood. dipisahkan
whole blood.
darah
pekat)
merah Penam-bahan
dari
simptomatik,
donor anemia
karena
seperti Sejauh
dapat
ditoleransi
pasien dalam
larutan
tunggal
keganasan,
2 4 jam.
rejuvenating
dengan
anemia
Dosis 3 ml/Kg
dapat
sentrifugasi
anemia hemolitik,
akan
memperlama
darah
anemia defisiensi
meningkatkan
penyimpanan
lengkap.
berat
Ht 3%. Jika
hingga 42 hari.
Mengandung
eritrosit,
aplastik,
dengan
ancaman
gagal
jantung/
infeksi
berat
leukosit,
Setiap
unit
yang
siap
ditransfusikan
memiliki nilai
Ht
55%
setelah
ditambahkan
larutan aditif.
Kasus
10
ml/KgBB
yang
membutuhkan
support
kardiopulmoner
secara
stabil,
berikan
Perdarahan akut
plasma.
kardiovaskuler
status
intensif
(Ht <>
Anemia kronis
dalam 2 4
jam. Jika tidak
stabil,
gunakan
volume yang
lebih kecil.
Washed
or Pencucian
filtered
red dengan
packed
cells
(sel saline,akan
cells
darah
merah menghilangkan
yang dicuci)
Ab
pada
darah
dengan Sama
sel
terhadap
kelebihan
red
cells
ab
protein
plasma
Pasien
Saat
red packed
seperti
yang
mempunyai
merah,
cells
seperti Sama
dengan
hemoglobinuria
sel-sel
nocturnal
dicuci,
proksismal
mempunyai
ketahanan
24
jam, selanjutnya
bersifat
seperti
sama
packed
red cells.
Frozen-
Komponen
thawed
darah
deglycerolized
merah packed
diawetkan
RBC
(sel dalam
darah
merah gliserol,
cells
larutan
dan
sel
darah
merah
beku-
dibekukan,
menetap/mencega
dicairkan
kemudian
cuci)
dicairkan
dan
dicuci
agar
gliserol, plasma,
antikoagulan,
leukosit dan sisa
trombosit
terbentuknya
Ab baru)
Pasien
dengan
reaksi alergi
cells.
seperti Sama
red packed
cells.
seperti
red
tersingkirkan.
Fresh
frozen Plasma
dari Mengandung
Defisiensi
Penyakit
plasma(plasm
whole
a segar beku)
pembekuan
dan
(penggantian
lalu protein
factor berat
plasma
protein
dalam 8 jam,
prokoagulan
prokoagulan dan
disimpan
dan
antikoagulan)
Trauma
hingga 1 tahun
match. Risiko
Imunodefisien
dibekukan
plasma
si yang tidak
tersedia
perdarahan hebat
Renjatan(syok)
overload,
penyakit
infeksi, reaksi
preparat
alergi.
khusus)
dengan
volume
Pada
bayi
dengan
enteropati
disertai
hilangnya
protein
(protein losing
enteropathy)
Secepat yang
dapat
ditoleransi
pasien,
tidak
1015
ml/Kg
meningkatkan
kadar
faktor
pembekuan
1015%
Cryoprecipitat
Dibuat
dengan Mengandung
membekukan
plasma
segar 80
Iu/pak, Willebtand,
fibrinogen.
dicairkan fibrinogen
jam
pada 100
dan plasma.
seperti Dapat
frozen diberikan
sebagai infus
cepat. Dosis
pak/Kg
BB
akan
4C,
350/pak, dan
meningkatkan
disentrifugasi,
fibronectin
kadar
cryoprotein
pada
VIII
dipisahkan.
konsentrasi >
100%
faktor
80
dan
fibrinogen 200
1 tahun pada
250 mg/dL.
18C
Konsentrat
trombosit
disimpan
kaya
unit Terapi
mengandung
dan 5x1010
trombositopenia
Tidak
Dapat
diperlukan
diberikan
pada trombosit.
trombosit.
Risiko
lain cepat
22C selama 3
sama
5 hari.
whole blood
atau
dengan yang
diperlukan
sesuai
status
kardiovaskule
r, tidak lebih
dari
jam.
Dosis
10
ml/Kg, dapat
meningkatkan
trombosit
setidaknya
50.000/L.
Konsentrat
Sama
seperti Kandungan
trombosit
trombosit
Sama
konsentrat
dengan teknik
apheresis
6 10 unit whole
konsentrat
donor
teknik masalah
yang
digunakan,
relatif
bebas
leukosit,
bergu-na
untuk
mencegah
aloimunisasi
seperti
konsentrat
khususnya
dapat
seperti Sama
konsentrat
jika
acak. aloimunisasi
Tergantung
pada
seperti Sama
menjadi
whole blood
Granulocytes
disimpan
(<500/l)>
pada setidaknya
seperti Diberikan
trombosit.
sebagai infus
Reaksi
lebih dari 2
yang
leukostasis
4 jam. Dosis:
1
stabil, granulosit,
sebaiknya
juga eritrosit
pulmoner.
ditransfusikan
dan
Reaksi
sesegera
trombosit.
berat.
unit/hari
febris untuk
neonatus dan
mungkin setelah
bayi,
1x109
pengumpulan
granulosit/Kg.
3. 2. Transfusi Eritrosit
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Eritrosit diberikan untuk
meningkatkan kapasitas oksigen dan mempertahankan oksigenasi jaringan. Transfusi sel darah merah
merupakan komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan utama adalah memperbaiki
oksigenisasi jaringan.2 Pada anemia akut, penurunan nilai Hb dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah
dengan cepat >30% - 40% volume darah, maka umumnya pengobatan terbaik adalah dengan transfusi sel
darah merah(SDM).2,3
Indikasi transfusi sel darah merah secara umum adalah :
1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hemoglobin) <7
g/dL, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika penderita asimptomatik dan/atau
penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hemoglobin yang lebih rendah dapat
diterima.
2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hemoglobin 7-10 g/dL apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hemoglobin 10 g/dL, kecuali bila ada indikasi tertentu,
misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit
paru obstruktif kronik berat, penyakit jantung iskemik berat dan tekanan intra kranial meningkat).
4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hemoglobin 11 g/dL; bila
tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur),
namun jika terdapat penyakit jantung, paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen
batas untuk memberi transfusi adalah Hemoglobin 13 g/dL
5. Di dapatkan metabolik acidosis dengan nilai base excess lebih negatif dari -2
Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi SDM dimaksudkan untuk
mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga diindikasikan pada anemia kronik yang tidak
responsive terhadap obat- obatan farmakologik. 3 Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada
pasien yang akan menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < st="on">Ada juga yang
menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3
Transfusi tukar merupakan jenis transfusi darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus,
dapat dilakukan dengan darah lengkap segar, dapat pula dengan sel darah merah pekat(SDMP) /
mampat(SDMM). Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO incompatibility
atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih
jarang adalah DIC / pengeluaran toksin seperti pada sepsis. Biasanya satu/ dua volume darah diganti. 3
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah:
1. Gejala, tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita
2. Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau susunan saraf pusat
3. Penyebab dan antisipasi anemia
4. Ada atau tidaknya terapi alternatif lain1
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar eritrosit yang dipisahkan
dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai
hematokrit kira-kira 60%. Dosis biasa adalah 10 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi,
tergantung pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk neonatus,
produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 90%) yang diinfuskan perlahan-lahan (2 4 jam) dengan
dosis kira-kira 15 ml/KgBB.1
Kebutuhan darah (ml) = BB (Kg)x 6 x (Hb diinginkan Hb tercatat)
Bila yang digunakan sel darah merah pekat (packed red cells), maka kebutuhannya adalah 2/3 dari darah
lengkap, menjadi: 2,3
Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan protein plasma yang secara klinis
nyata, dan defisiensi faktor pembekuan II, V, VII, X dan XI. Kebutuhan akan plasma beku segar
bervariasi menurut faktor spesifik yang akan diganti. 1
Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau renjatan (syok),
penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan preparat khusus, dan pada bayi dengan enteropati
disertai kehilangan protein (protein losing enteropathy). Meskipun demikian, penggunaan komponen ini
sekarang semakin berkurang. Dan bila diperlukan, maka dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari. 2,3
Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan pengganti selama penggantian
plasma pada penderita dengan purpura trombotik trombositopenik atau keadaan lain dimana plasma beku
segar diharapkan bermanfaat, misalnya tukar plasma pada penderita dengan perdarahan dan koagulopati
berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi dianjurkan untuk penderita dengan hemofilia A atau B yang
berat, karena sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma beku segar tidak
dianjurkan untuk koreksi hipovolemia atau sebagai terapi pengganti imunoglobulin karena ada alternatif
yang lebih aman, seperti larutan albumin atau imunoglobulin intravena. 1
3. 5. Transfusi Kriopresipitat
Komponen ini diperoleh dengan mencairkan plasma segar beku pada suhu 40C dan kemudian
bagian yang tidak mencair, dikumpulkan dan dibekukan kembali. Komponen ini mengandung faktor VIII
koagulan/ anti hemophilic globulin(AHG) sebanyak 80-120 unit, factor XIII yang cukup banyak, factor
von Willebrand, dan 150-200 mg fibrinogen.2,3,5
Komponen ini digunakan untuk pengobatan perdarahan, atau pada persiapan pembedahan
penderita hemofilia A, penyakit von Willebrand, dan hipofibrinogenemia serta kadang diberikan juga
pada DIC. Dosis yang dianjurkan secara empiris 40-50 unit/ kgBB sebagai loading dose, yang diteruskan
dengan 20-25 unit / kgBB setiap 12 jam, sampai perdarahan telah sembuh. 2,3
Panggunaannya pada penderita hemofilia A, yaitu untuk menghentikan perdarahan karena
berkurangnya AHG. AHG ini tidak bersifat genetic marker antigen seperti granulosit, trombosit, atau
eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukkan antibodi yang bersifat
inhibitor terhadap faktor VIII. Oleh karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal,
tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis. Cara pemberian kriopresipitat adalah
dengan menyuntikkan secara IV langsung, tidak melalui tetesan infus. Komponen ini tidak tahan dalam
suhu kamar, jadi diberikan sesegera mungkin setelah mencair.5
3. 7. Kompleks factor IX
Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor pembekuan yang tergantung
vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII, IX, X, serta protrombin. Sebagian ada pula yang
mengandung proteinC. Komponen ini biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia B. Kadang
diberikan pada hemofilia yang mengandung inhibitor factor VIII dan pada beberapa kasus defisiensi
factor VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-100 unit/kgBB setiap 24 jam. 2,3
3. 8. Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang dapat diperoleh dengan cara fraksionisasi Cohn. Larutan 5%
albumin bersifat isoosmotik dengan plasma, dan dapat segera meningkatkan volume darah. Komponen ini
digunakan juga untuk hipoproteinemia (terutama hipoalbuminemia), luka bakar hebat, pancreatitis, dan
neonatus dengan hiperbilirubinemia. Dosis disesuaikan dengan kebutuhan, misal pada neonatus
hiperbilirubinemia perlu 1-3g/kgBB dalam bentuk larutan albumin 5%. 2,3
3. 9. Imunoglobulin
Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan yang baku diperoleh dari
kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi
terhadap penyakit seperti varisela, rubella, hepatitisB, atau rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi
imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak dapat diatasi hanya
dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang digunakan adalah 1-3 ml/kgBB. 2,3
BAB IV
Komplikasi Transfusi Darah
Reaksi imunologis terjadi akibat respon kekebalan tubuh penerima komponen darah terhadap
komponen darah yang diterimanya. Hal ini banyak terjadi, dan dibagi menjadi :
a.
b.
golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Reaksi Hemolisis Intra vaskular lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,
anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam
nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma penderita dan pemilihan
c.
d.
resipien atau reaksi alergen resipien dengan antibodi donor yang tertransfusi.
Anafilaktik syok
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan
salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu, selain itu,
defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal
transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
e.
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit penderita.
Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal
transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Terapi spesifik tidak ada,
namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
f. Graft vs host disease
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada
penderita imunodefisiensi, terutama penderita dengan transplantasi sumsum tulang dan
penderita imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan
kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia,
biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi. Terapi spesifik tidak ada, terapi hanya bersifat
g.
suportif.
Transfusion Related Immuno Modulation (TRIM)
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa cara, hal ini menjadi
perhatian karena adanya pendapat yang menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat
meningkat, selain itu juga ada pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons imun, namun sampai
saat ini penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.
Busch dkk (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 penderita kanker kolorektal,
membandingkan prognosis antara penderita kanker kolorektal yang dilakukan transfusi
autolog dengan transfusi allogenik. Hasil yang didapatkan menunjukan bahwa risiko
rekurensi meningkat secara bermakna pada penderita yang dilakukan transfusi darah, baik
allogenik maupun autolog.
h. Alloimune
Reaksi transfusi alloimune terjadi akibat si resipien membentuk antibodi-antibodi baru
sebagai akibat dari darah atau komponennya, sehingga mempengaruhi kompabilitas resipien
terhadap darah dari donor yang lain.
i. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan
pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung
yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien, lebih banyak terjadi pada wanita.
Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10
hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.
Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit 50.000/uL dan adanya perdarahan
yang tidak terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan
memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi penderita.
4.2 Reaksi Non-Imunologis
Reaksi ini terjadi bukan sebagai akibat reaksi imun penderita terhadap darah yang di
transfusikan, namun bisa karena kesalahan cara transfusi, cara menyimpan darah dan salah
menyiapkan peralatan transfusi.
a.
Hemolisis
Reaksi hemolisis yang terjadi disini berbeda mekanismenya dengan hemolisis karena reaksi
imun. Hemolisis yang terjadi disini adalah karena faktor penyimpanan yang kurang baik,
sehingga darah terekspose pada suhu yang ekstrem dan merusaknya. Mekanisme lainnya
bisa karena penggunaan cairan hipertonis atau hipotonis, transfusion set yang
saringannya/filternya terlalu kecil, malfungsi dari penghangat darah dan tekanan karena
b.
infusion pump.
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila
terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi
ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada penderita dengan anemia kronik dan memiliki
penyakit dasar kardiovaskular.
c.
Kelebihan Besi
Penderita yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan
mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis), ditandai dengan gagal organ
(jantung dan hati). Mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi tidak ada.
Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi
d.
e.
sangat berbahaya untuk penderita karena dapat menyebabkan emboli di organ-organ vital.
Hipotermia
Sel darah merah disimpan dalam suhu 4C, jika darah di transfusikan secara langsung tanpa
dihangatkan terlebih dahulu maka suhu tubuh penderita akan cepat sekali turun sebagai
akibat turunnya suhu inti tubuh untuk meyesuaikan dengan suhu darah yang di transfusikan.
Hipotermia efeknya sangat buruk karena menurunkan metabolisme asam laktat dan sitrat,
menggangu faal hemostasis, menggeser kurva disosiasi oksigen ke kanan, sehingga memicu
terjadinya metabolik asidosis dan cardiac arrest.4
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal,
antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, efektivitas skrining yang digunakan, status imun
resipien dan jumlah donor tiap unit darah. 19 Saat ini dipergunakan model matematis untuk
menghitung risiko transfusi darah, berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul
pada saat window period atau periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius
tetapi hasil skrining masih negatif.2
Data pemeriksaan serologis darah donor yang diterima oleh unit donor darah surabaya tahun
2011 menunjukan bahwa setiap bulannya rata-rata 150 kantung darah (1,38%) terinfeksi HbsAg
(+) , 45 kantung darah (0,39%) terinfeksi HCV, 55 kantung darah (0,46%) terinfeksi VDRL dan
8 kantung darah (0,07%) terinfeksi HIV.
Transmisi HIV
Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan
awal 1983. Public Health Service Amerika Serikat pada tahun 1983 merekomendasikan
orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah
juga mulai menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan
sebelum skrining antibodi HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi
jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5
kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV
pada pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada 1984. Resiko penularan
HIV melalui transfusi dikurangi oleh bank darah dengan dimulainya penggunaan tes antigen
p24 pada tahun 1995, setelah kurang lebih 1 tahun skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang
b.
positif (keduanya positif terhadap antigen p24 tetapi negatif terhadap antibodi HIV).
Transmisi virus hepatitis B dan virus hepatitis C
Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan
penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya
terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi.
digunakan secara luas diharapkan mampu lebih menurunkan angka penularan virus hepatitis
B, meskipun penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang
c.
menjadi kronik.
Transmisi virus lain
Di Amerika Serikat prevalensi hepatitis G di antara darah donor adalah 1-2%. Banyak orang
yang secara serologik positif virus hepatitis G juga terinfeksi hepatitis C. Meskipun infeksi
hepatitis G dapat menimbulkan karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan
bahwa infeksi hepatitis G dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.
Di Irlandia didapatkan angka 30%, tetapi hanya sebagian kecil dari yang seropositif
menularkan virus melalui transfusi.21 Komponen darah segar mempunyai risiko infeksi
penularan virus CMV yang lebih tinggi daripada produk darah yang disimpan beberapa hari.
HTLV-I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T pada dewasa, biasanya
penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi dan hanya sedikit yang pada akhirnya
menderita penyakit tersebut. HTLV-I dapat ditularkan melalui transfusi komponen sel darah.
bakteri timbul pada 1:9 juta unit transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat selama tahun
1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak 16%, 28% di antaranya
berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko kontaminasi bakteri tidak berkurang
e.
f.
penderita berupa perbaikan hemodinamik dan perfusi jaringan, ditandai secara klinis berupa
perfusi menjadi hangat kering merah, nadi dalam batas normal, MAP > 65 mmHg, produksi urin
> 0,5 cc/kgbb/jam, base excess 2 dengan efek samping minimal untuk mencegah reaksi
transfusi yang dicapai dengan mentransfusikan darah sampai indikator kritis teratasi sesuai
komorbid atau keadaan khusus penderita.
BAB V
Pemeriksaan Yang Berhubungan Dengan Transfusi Darah
Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum transfusi dan hal-hal yang
kemungkinan akan terjadi setelah transfusi, haruslah diketahui beberapa unsur yang ada di dalam darah
yang akan ditransfusikan.Unsur penting yang harus diketahui karena mempunyai unsur antigenik adalah:
1. Eritrosit:
Untuk eritrosit, diperlukan pemeriksaan penggolongan darah menggunakan sistem ABO, Rhesus (Rh),
MNS dan P, Kell, Lutheran, Duffy, Kidd, Lewis, dan lain-lain.
2. Leukosit dan trombosit:
Walaupun sifat antigenik pada leukosit dan trombosit relatif lemah, tetapi saat ini menjadi penting sekali
di bidang transplantasi organ, karena bersifat antigen jaringan.
3. Serum:
Sifat antigeniknya lemah, tetapi kadang dapat menimbulkan reaksi transfusi
Transfusi darah yang ideal haruslah mempunyai sifat antigeni darah donor yang cocok seluruhnya
terhadap antigen resipien. Hal ini sangat sulit dalam pelaksanaannya. Untuk keperluan praktis, umumnya
secara rutin dilakukan pengujian sebagai berikut:
1. Golongan darah donor dan resipien dalam sistem ABO dan Rhesus, untuk menentukan antigen eritrosit.
Menentukan golongan Rhesus dilakukan dengan meneteskan complete anti D pada eritrosit yang
diperiksa
2. Reverse Grouping, yaitu menentukan antibodi dalam serum donor dan resipien, terutama mengenai
sistem ABO
3. Cross match
Setelah golongan darah ditentukan, kemudian dilakukan cross match dari darah donor dan resipien yang
bersangkutan. Ada dua macam cross match, yaitu major cross match (serum resipien ditetesi eritrosit
donor), dan minor cross match (serum donor ditetesi eritrosit resipien). Cross match yang lengkap
haruslah dalam tiga medium, yaitu:
a. NaCl Fisiologis
b. Enzim (metode enzim)
c. Serum Coombs (metode Coombs tidak langsung)
Semua pemeriksaan harus dilakukan dalam tabung serologis dan setiap hasil yang negatif harus
dipastikan secara mikroskopis. Untuk pemeriksaan yang lengkap tersebut diperlukan waktu 2 jam. Dalam
keadaan darurat dapat dikerjakan cross match dalam NaCl fisiologis pada gelas obyek. Bahayanya adalah
tidak dapat ditentukan adanya incomplete antibody dalam darah resipien atau donor, sehingga risiko
reaksi transfusi makin besar.5
4. Pemeriksaan lain terhadap infeksi. Misalnya lues, malaria, hepatitis, dan HIV
BAB VI
Penutup
Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai bentuk
upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi menjadi makin aman, dengan
resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum dapat menghilangkan secara mutlak
resiko dan efek sampingnya.3 Haruslah terpatri dalam benak kita bahwa transfusi darah adalah upaya
untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah perburukan, dan jangan dilakukan semata- mata untuk
mempercepat penyembuhan. Untuk itulah indikasi transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati,
karena setiap transfusi yang tanpa indikasi adalah suatu kontraindikasi. Maka untuk memutuskan apakah
seorang pasien memerlukan transfusi atau tidak, harus mempertimbangkan keadaan pasien menyeluruh.
Pada pemberian transfusi sebaiknya diberikan komponen yang diperlukan secara spesifik untuk
mengurangi resiko terjadinya reaksi transfusi. Indikasi untuk pelaksanaan transfusi didasari oleh penilaian
secara klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Rhee P, shock, electrolytes and fluid, in Sabiston Textbook of surgery, 2012, 19th edition, page
71-72
2.
Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson
Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732
3.
Palang
Merah
Indonesia.
Pelayanan
Transfusi
Darah,
2002,
Available
at:
http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.
4. Anggara R, penelitian hubungan trauma dan transfusi darah,2010, in journal unair, available at :
www.journal.unair.ac.id
5. Weinstein R, clinical practice guide on red blood cell transfusion, 2012, available at :
www.hematology.org
6. Norfolk D, handbook of transfution medicine, 5th edition, 2013, available at :
www.transfusionguideline.org.uk