BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan
seksual (penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma
yang berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari
disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian
kembali gaya hidup.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
c) Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang
berbahaya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan
dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila
kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR),
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang
lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-
bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga
tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
F. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan & ketrampilan, dukungan sosial &
motivasi, hubungan antar individu, keluarga, kelompok & masyarakat. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan & energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
ketrampilanmenyelesaikan masalah & sosial dan kesejahteraan fisik.
G. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi. Contohnya
cloropromazine mengendalikanpsikomotoriknya. Dosis efek rendah : Trifluoperasine
estelasine, Transquilize. Obat anti psikotik seperti neurodeptika efek anti kejang, anti cemas
dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Kegiatan seperti membaca koran, main catur, rehabilitasi program kegiatan yang telah
ditentukan.
c. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung yang utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaab (sehat-sakit) klien.
d. Terapi Somatik
Tujuannya mengubah perilaku yang mal adaptif menjadi adaptif dengan melakukan tindakan
yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
e. Terapi Kejang Listrik
ECT bentuk terapi yang menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang di tepatkan pada pelipis klien.
H. Asuhan Keperawatan
I. Identitas
a. Klien
b. Penanggung Jawab
V. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
TD : 110/70mmHg S : 36,40C TB : 159cm
N : 78x/menit R : 23x/menit BB : 50kg
2. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik-baik dan tidak ada keluhan fisik.
VI. Psikososial
1. Genogram
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Klien memndang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa yaitu wajah,
karena klien merasa wajahnya cantik.
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai anak perempuan dewasa dan belum menikah.
c. Peran Diri
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anka yang disayang dilingkungan
masyarakat. Klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti karang taruna,
pengajian pemuda, dll
d. Ideal Diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak dan ingin cepat pulang dan
bebas bisa kerja.
e. Harga Diri
Klien mengatakan hubungan yang paling di sayang, paling dekat, dapat dipecya adalah ayah
dan adiknya.
· Masalah Keperawatan :Koping individu tidak efektif
3. Hubungan Sosial
a. Klien mengatakan mempunyai orang yang paling berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila
ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya.
b. Klien mengatakan dalam kegiatan masyarakat, klien sering ikut karang taruna, pengajian
pemuda.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat dirumah sakit tidak rutin dalam
beribadah.
X. Masalah keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Mekanisme koping tidak efektif
XIII. Intervensi
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
N
Resiko TUM:
mencederai diri Klien tidak
dan orang lain mencederai diri
berhubungan sendiri
dengan perilaku TUK:
kekerasan 1. Klien dapat 1. Klien mau membalas 1. Beri salam
membina salam 2. Sebutkan nama
hubungan saling 2. Klien mau berjabat perawat sambil jabat
percaya tangan tangan
3. Klien mau 3. Jelaskan maksud
menyebutkan nama hubungan interaksi
4. Klien mau tersenyum 4. Jelaskan tentang
5. Klien mau kontak mata kontrak yang akan
6. Klien mau tau nama dibuat
perawat 5. Beri rasa aman dan
sikap empati
6. Lakukan kontak
singkat tpi sering
2. Klien dapat
mendemonstrasikan 1. Minta klien mengikuti
cara verbal yang baik contoh cara bicara yang
baik:
· Meminta dengan baik
“Saya minta uang
untuk beli makanan”
· Menolak dengan baik
“Maaf saya tidak bisa
melakukannya, karena
ada kegiatan lain”
· Mengungkapkan
perasaan dengan baik
“Saya kesal
karenapermintaan saya
tidak dikabulkan”
2. Minta klien
mengulang sendiri
3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
1. Diskusikan dengan
klien tentang waktu
dan kondisi cara bicara
yang dapat di latih
diruangan, misalnya:
meminta obat, baju, dll.
2. Susun jadwal kegiatan
3. Klien mempunyai untuk melatih cara
jadwal untuk melatih bcara yang telah
bicara yang baik dipelajari
1. Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan
cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal
kegiatan
2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
4. Klien melakukan 3. Beri pujian atas
evaluasi terhadap keberhasilannya
kemampuan cara bicara 4. Tanyakan kepada
yang sesuai dengan klien
jadwal yang telah “Bagaimana perasaan
disusun klien setelah latihan cra
bicara yang baik?
Apakah keinginan
marah berkurang?”
XIV. Strategi Pelaksanaan
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien
b. Diagnosa keperawatan
c. Tindakan keperawatan
2. Strategi Komunikasi
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab dan gejala marah
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi mbk, perkenalkan nama saya perawat Maharani Putri, panggil saya Putri, saya
mahasiswa dari klaten. Nama mbk siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana persaan mbk hari ini? masih ada perasaan marah/kesal?”
“Baik mbk kita akan berbincang-bincang tentang persaan marah/kesal mbk saat ini”
“Berapa lama mbk mau kita berbincang-bincang?” bagaimana kalau 10 menit?” Dimana
enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang”?
b. Fase Kerja
“Apa yang menyebabkan mbk marah? Apakah sebelumnya mbk pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan sekarang?
O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat mbk marah?”
“Apa yang mbk rasakan?”
“Setelah itu apa yang mbk lakukan? O..iya, jadi mbk marah-marah membanting pintu.
Apakah dengan cara itu stress mbk jadi hilang? Iya, tentu tidak. Ada kerugian cara yang mbk
lakukan?
“Maukah mbk belajar cara mengungkapkan kemarahan yang baik tanpa menimbulkan
kerugian”?
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan mbk. Salah asatunya adalah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah”.
“Begini mbk, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbk rasakan maka mbk berdiri, lalu tarik
napas lewat hidung, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut. Nah,
lakukan 3 kali ya mbk. Bagus sekali, mbk sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehinggan bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya.”
c. Fase Terminasi
“Bagaimana persaan mbk setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbk?”
“Iya, jadi ada 2 penyebab mbk marah.... (sebutkan) dan yang bapak rasakan...(sebutkan) dan
yang mbk lakukan....(sebutkan) serta akibatnya...(sebutkan)
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbk yang lalu, apa yang mbk
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya,
mbk.”
“Sekarang kita buat jadwal latihan ya mbk, berapa kali sehari mbk mau latihan napas dalam?
Jam berapa saja mbk?”
“Bagaimana kalau besok lagi kita latihan cara yang lain untuk mencegah atau mengontrol
marah mbk. Tempatnya disini ya mbk?
“Selamat pagi”.
XV. Evaluasi
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekersan
4. Klien dapat mendemonstrasikan cara untuk mencegah perilaku kekerasan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan dimana seseorang individu mengalami suatu paksaan, penyerangan kekerasan
seksual (penetrasi vagina atau anus) terhadapnya dan tanpa persetujuannya. Sindrom trauma
yang berkembang dari serangan ini atau upaya penyerangan termasuk suatu fase akut dari
disorganisasi korban dan gaya hidup keluarga serta proses jangka panjang pengorganisasian
kembali gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Posting Komentar
Mengenai Saya
Retno Puspasari
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
► 2018 (1)
► 2015 (12)
▼ 2014 (11)
o ► Desember (5)
o ► April (1)
o ▼ Februari (4)
ASKEP SINDROM TRAUMA PERKOSAAN
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAP...
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PROSES PIKIR
(WAHAM...
o ► Januari (1)
► 2013 (2)